Menyambut Pendamaian dengan Instrospeksi Diri Khotbah Rabu Abu, 26 Februari 2020

12 February 2020

Rabu Abu, Pembukaan Masa Raya Paskah
Stola Ungu

Bacaan 1         :  Yoel 2 : 1 – 2, 12 – 17
Bacaan 2         :  2 Korintus 5 : 20b – 6 : 10
Bacaan 3         :  Matius 6: 1 – 6, 16 – 21

Tema Liturgis :  Pengorbanan Yesus Kristus Memberi Hidup pada UmatNya
Tema Khotbah:  Menyambut Pendamaian dengan Instrospeksi Diri

Penjelasan Teks Bacaan:
(Tidak perlu dibaca di mimbar, cukup dibaca saat mempersiapkan khotbah)

Yoel 2 : 1 – 2, 12 – 17

Kitab Yoel dengan segala perdebatan yang ada, diperkiraan ditulis pada masa sebelum pembuangan di Babel, khususnya ketika kitab ini ditempatkan antara Hosea dan Amos. Tetapi lepas dari itu, kitab Yoel terbagi dalam dua bagian (Seruan tentang adanya hukuman yang datang dan Jawaban Tuhan kepada Israel dan bangsa-bangsa). Yoel 2:1-17 termasuk dalam bagian yang pertama. Ada bahaya besar yang akan datang dan beritanya disampaikan kepada seluruh negeri (2:1-2).

Selanjutnya untuk menanggapi bahaya besar itu, seluruh penduduk diajak untuk melakukan pertobatan masal dengan sepenuh hati. Puasa adalah salah satu simbol pertobatan pada masa itu, diikuti dengan mengoyakkan pakaian dan pemakaian abu. Gambaran berpuasa di sini lebih tegas lagi, yaitu dengan menangis, mengaduh, bahkan dengan mengoyakkan hati (bukan pakaian). Gambaran pertobatan masal/kolektif ini ditunjukkan dengan seruan kepada semua penduduk, mulai dari yang sudah tua sampai yang masih anak-anak.

Selanjutnya bagian ini diakhiri dengan sebuah doa ratapan (ay. 17b), memohon Tuhan supaya menjaga jemaat, umatMu, dan menghindarkan milikMu dari menjadi “penghinaan yang diperintah oleh bangsa-bangsa.”

2 Korintus 5 : 20b – 6 : 10

Paulus menggambarkan pelayanan dari semua orang beriman. Ia menyebut  orang-orang  Korintus sebagai mitra kerja. Optimisme janji Yesaya sudah terpenuhi sekarang, kata Paulus. Ia memanggil kita pada saat ini. Motivasi utamanya adalah penyebaran Injil. Ia hanya menginginkan tidak melakukan hal-hal yang dapat menghalangi pelayanan itu. Ia tidak mau menjadi  halangan  sehingga  ia berjuang  untuk membebaskan Injil dari segala ikatan sekeliling dari kehidupan dan tindakannya sendiri. Ia merenungkan sabda bahagia Yesus: Dan berbahagialah orang yang tidak menjadi kecewa dan menolak  Aku  (Luk.  7:23)

Paulus melanjutkan memberikan uraian mengenai pelayanan itu yang dalam hidupnya sudah memperlihatkan diri melewati berbagai macam keadaan:  diserang oleh alam dan  peristiwa-peristiwa,  dicederai  oleh orang-orang lain dan melakukan keutamaan-keutamaan. Kemurnian dari ketulusannya telah dicobai dengan api. Ia bukanlah korban dari keadaan melainkan pahlawan yang mempertajam  “senjata kebenaran”-nya. Meskipun gambaran perang tidak menyenangkan banyak orang Kristen masa sekarang, Paulus menggunakannya disini untuk menekankan realisme dan kewaspadaan yang dituntut dari seorang pelayan rekonsiliasi yang memperjuangkan ketenangan  dan keutuhan,  tidak  hanya bila dihormati, tetapi juga bila tidak dihormati; tidak hanya bila diserang  oleh  lawan dari  luar, tetapi  juga bila mengalami konflik dan ketakutan batin; tidak hanya dalam keadaan yang menyenangkan, tetapi juga dalam  keadaan tidak menyenangkan.

Dari segala penjabaran Paulus, satu hal yang menjadi penekanan bahwa umat diajak untuk tidak menyia-nyiakan rekonsiliasi Allah yang harus direspon dengan perbuatan baik walau apapun halangannya. Dipandang sebagai bodoh, tidak memiliki apa-apa, para pelayan Injil adalah kaya dan bijak dalam  satu-satunya realitas yang perlu. Mereka tidak menyia-nyiakan pendamaian Allah itu.

Matius 6 : 1 – 6 , 16 – 21

Tiga praktik keagamaan yang sangat penting bagi orang Farisi dibicarakan dalam bagian ketiga Khotbah di bukit (6:1-18). Sesudah mengemukakan prinsip umum bahwa tindakan religius hendaknya dilakukan untuk menghormati Tuhan dan tidak hanya untuk memperbaiki nama diri sendiri (ay. 1), yaitu memberi sedekah (ay. 2-4), doa (ay. 5-15), dan puasa (ay. 16-18). Masing-masing bagian berisikan suatu pelukisan dari sikap yang harus dihindari, instruksi mengenai sikap yang baik dan janji pemberian hadiah dari Allah. Yang dikritik adalah penonjolan diri bukan tindakan saleh itu sendiri.

Memberi sedekah kalau yang diutamakan adalah pujian, maka orang tersebut sudah mendapatkan upahnya berupa pujian. Berdoa kalau hanya untuk dilihat sebagai orang saleh dan berhikmat di depan orang lain, maka berhenti sampai di situ. Pada bagian ini, Yesus tidak mengutuk doa di depan banyak orang, tetapi mengingatkan supaya tujuannya bukan untuk penonjolan diri sendiri. Dibutuhkan hati yang tulus dalam berdoa. Mengenai puasa juga memiliki pola yang sama. Memang ada hari-hari khusus dalam penanggalan Yahudi yang ditentukan untuk berpuasa dan biasanya orang Farisi yang saleh berpuasa selama dua hari dalam seminggu. Yang dikritik Yesus bukan puasanya, tetapi penonjolan diri bahwa ia sedang berpuasa. Para murid Yesus diajar supaya menyembunyikan puasa mereka seolah-olah mereka mempersiapkan hari raya (ay. 17).

Setelah menghadirkan kritik tentang tiga praktik keagamaan yang biasa dilakukan, Yesus menambahkan sebuah perbandingan yang membutuhkan keputusan memilih antara Allah dan kesejahteraan duniawi. Ucapan kekayaan sejati dalam ayat 19-21 memperlawankan kodrat yang lemah terhadap harta duniawi dengan harta abadi bersama Allah.

Benang Merah Tiga Bacaan:

Umat yang berdosa telah diperdamaikan dengan Allah. Pendamaian itu harus direspon dengan sikap pertobatan yang layak dan sungguh-sungguh, perilaku yang berangkat dari hati, bukan sekedar supaya terlihat baik di luar. Umat diajak untuk tidak menyia-nyiakan pendamaian tersebut.

 

RANCANGAN KHOTBAH :  Bahasa Indonesia
(Ini hanya sebuah rancangan, silahkan dikembangkan sesuai konteks Jemaat)

Pendahuluan

Sekarang ini, rasanya sudah hampir tidak ada lagi batas antara ruang pribadi dan ruang publik. Dengan keberadaan media sosial yang sudah sangat melekat erat dalam kehidupan manusia, hampir segala hal yang bersifat publik dan pribadi ditampilkan di media sosial. Terkadang, apa yang ditampilkan di media sosial pun tidak sepenuhnya sesuai dengan kenyataan yang terjadi. Orang bahkan rela melakukan banyak hal supaya terlihat baik dan lebih dari orang lain. Yang terjadi adalah orang ingin terlihat lebih menarik, lebih kaya, lebih rajin, dan lebih-lebih yang lainnya.

Ada yang kemudian sampai memalsukan kehidupannya di media sosial. Berfoto dengan barang-barang mewah, makan di rumah makan berkelas, menginap di hotel-hotel berbintang 5, padahal sejatinya kehidupan sehari-harinya tidak demikian. Hidup penuh dengan kepalsuan, mengejar like dan pujian dari orang lain.

Isi

Hidup penuh dengan kepalsuan dan hanya mengejar like atau pujian rasanya juga sudah dialami oleh kelompok-kelompok yang menamai diri orang saleh pada zaman Yesus. Dalam bacaan Injil Matius hari ini, Tuhan Yesus menyebut mereka sebagai orang munafik. Tiga praktik keagamaan yang penting bagi umat Yahudi dan biasanya diutamakan oleh orang-orang Farisi dikritik oleh Tuhan Yesus sebagai praktik keagamaan yang kehilangan sejatinya.

Tiga wujud praktik keagamaan yang penting, yaitu sedekah, doa dan puasa adalah tindakan respon manusia terhadap anugerah Allah yang mestinya dilakukan dengan sepenuh hati dan ditujukan semata-mata untuk kemuliaan Allah, bukan kemuliaan/ketenaran diri sendiri. Orang-orang Farisi yang paling getol melakukan praktik ini, yaitu memberi sedekah, berpuasa yang biasanya minimal mereka lakukan dua kali dalam seminggu, juga berdoa di lorong-lorong yang menjadi tempat banyak orang lewat. Semua itu mereka lakukan untuk menunjukkan kepada orang lain bahwa mereka taat dan saleh, seakan pujian dan kesalehan semu dapat membawa keselamatan abadi. Itulah mengapa Yesus kemudian menyatakan: “Kumpulkanlah bagimu harta di sorga.” Bukan pujian dan kesalehan semu, namun kesungguhan hatilah yang dapat membuat manusia diberkati.

Rasul Paulus dalam 2 Korintus 5:20b – 6:10 menggunakan istilah pendamaian. Tuhan telah menyediakan keselamatan bagi manusia, maka mari kita respon dengan kesungguhan untuk mau didamaikan dengan Tuhan. Tidak lagi dengan berpura-pura dan hanya mengejar pujian. Rasul Paulus bahkan menggunakan kesaksian hidupnya sebagai pelayan Tuhan yang bisa saja larut dalam pujian dan menjadi orang munafik, namun justru berjuang dalam kesabaran, penderitaan dan kesesakan. Yang sangat ditekankan adalah “jangan menyia-nyiakan pendamaian Allah”.

Untuk itulah kita diajak mengintrospeksi diri, menilai kedalaman diri, apakah kita sudah mampu beriman dengan kesungguhan hati, bukan semata untuk dipuji orang lain? Pertobatan menjadi jalan terang. Kitab Yoel bahkan mengungkapkan, ketika kita bertobat dengan kesungguhan hati, dibarengi juga dengan puasa dan doa, harapannya Tuhan akan berkenan atas pertobatan kita.

Penutup

Rabu abu yang kita peringati hari ini adalah ajakan untuk introspeksi diri. Kita berdosa, lemah bagai debu, kita seringkali terjatuh dalam dosa pengagungan diri sendiri, juga mencari pujian. Oleh sebab itu kemauan untuk bertobat dengan sepenuh hati, bahkan dalam doa dan puasa mestinya dilakukan terus-menerus. Rabu Abu menjadi sarana kita menghayati bahwa hanya Tuhan sang pemilik kehidupan ini. Menerima kelemahan diri dan bertobat, berarti memberi diri untuk dipimpin oleh Tuhan.

Pada akhirnya, hidup dengan segala kejujuran di hadapan Tuhan, mengikutNya dengan kesungguhan hati harus menjadi laku hidup kita sehari-hari, tidak hanya ketika Rabu Abu saja, namun diawali dari saat ini ketika kita menghayati ibadah Rabu Abu. Tuhan memberkati. Amin. (DP)

Pujian  : KJ.  364  “Berserah kepada Yesus”


RANCANGAN KHOTBAH  : Basa Jawi

Pambuka

Ing gesang padintenan sakpunika, kados-kados sampun mboten wonten malih tapel wates antawisipun babagan pribadi kaliyan babagan publik. Punapa malih sakpunika sampun wonten media sosial ingkang sanget rumaketipun ing pigesangan manungsa, langkung – langkung sadaya kawontenaning gesang, dipun share ing media sosial, supados kathah tiyang ingkang saged mirsani. Ananging, terkadang punapa ingkang dipun lebetaken media sosial  punika mboten sadaya sarujuk kaliyan kanyatanipun. Kathah tiyang ingkang ngantos nindhakaken punapa kemawon supados katingal sae tinimbang tiyang sanesipun. Manawi sampun mekaten, tiyang sakpunika remen menawi katingal langkung sae, langkung sugih, langkung rajin, langsung nggantheng/ayu tinimbang tiyang sanesipun.

Wonten ingkang ngantos malsu kawontenan gesangipun ing media sosial. Foto ngagem ageman ugi perkakas-perkakasing tiyang sugih, dhaharipun ing restorant ningrat, asring nyipeng ing hotel-hotel bintang 5, kamangka sejatosipun punika namung editan (gawe-gawe). Gesang ingkang namung kebak kepalsuan, nguber pujian lan like.

Isi

Gesang ingkang kebak kepalsuan lan namung nguber supados dipun gung-gung kalih tiyang sanes punika kadosipun ugi sampun kalampahan ing gesangipun tiyang-tiyang ingkang kasebat tiyang saleh ing jaman Gusti Yesus. Ing waosan Injil Matius kalawau, tiyang-tiyang ingkang mekaten punika kasebat tiyang lamis. Kaserat ing waosan Injil bilih wonten tigang babagan utami ingkang dipun lampahi dening tiyang Yahudi ingkang taat agami, inggih punika pandonga, denana lan pasa. Ananging sadaya punika angsal kritikan saking Gusti Yesus, amargi kathah tiyang nindhakaken bab punika mawi tata cara ingkang mboten leres.

Tigang bab laku gesang kapitadosanipun tiyang Yahudi punika sejatosipun dados wujuding respon manungsa lumantar berkahipun Gusti ingkang mesthinipun dilampahi kanthi gumolonging manah. Sadaya punika mesthinipun katindhakaken namung kangge kamulyanipun Gusti kemawon, sanes kangge pados pamor/ketenaran pribadi. Kathah tiyang-tiyang Farisi ingkang sanget anggenipun nindhakaken laku gesang agami punika, inggih punika dedana ing papan-papan rame, pasa ingkang asringipun dipun lampahi saben minggu kaping kalih, ugi ndedonga ing lorong-lorong lan margi ingkang rame. Sadaya punika dipun lampahi namung kangge ngatingalaken dhateng sadaya tiyang bilih piyambakipun punika tiyang saleh. Kados-kados dipun gunggung kaliyan tiyang sanes punika maremaken manah lan saged dados lantaraning kawilujengan. Kamangka Gusti Yesus ngandika: “Padha nglumpukna bandha ana ing swarga!” Tegesipun sanes pujian, menapa malih kesalehan semu ingkang saged paring kawilujengan, namung manah ingkang tansah celak kaliyan karsanipun Gusti kanthi saestu.

Rasul Paulus ing kitab 2 Korinta 5: 20b – 6:10 ngagem istilah karukunan. Gusti Yesus sampun nyawisaken kawilujengan kangge sadaya manungsa, sumangga kita tampi kanthi temen lan sumadya dipun rukunaken kaliyan Gusti. Kados pundi lampahipun? Inggih punika nindhakaken laku agami kanthi temen sarta nebihi laku goroh lan nguber panggung-gung. Rasul Paulus langkung malih ngagem kaseksen gesangipun dados paladosipun Gusti kangge tuladha, mbudidaya gesang supados saged kebak ing sabar, setya tuhu. Nampi kanthi saestu sih rahmatipun Gusti punika  supados sih rahmat punika mboten kabucal muspra.

Pramila, kita kaajak introspeksi diri, punapa gesang kapitadosan kita punika sampun kita lampahi kanthi temen? Punapa namung nguber panggung-gung? Mratobata dhumateng Gusti punika dados sarana kita mbudidaya laku temen. Kitab Yoel langkung-langkung paring pangertosan bilih nalika kita mratobat kanthi temen, punapa malih kanthi laku pasa lan pandonga, Gusti Allah bakal mirsa lan nampi.

Penutup

Rabu Abu ingkang kita raosaken ing dinten punika wujuding ajakan kangge introspeksi diri. Kita sadaya punika tiyang dosa, ringkih kados awu, asring dhawah ing dosa nggunggung diri. Pramila, kekarepan kangge mratobat kanthi gumolonging manah, langkung-langkung kanthi pandonga lan pasa mesthinipun dipun lampahi terus. Rabu Abu punika dados wujuding sarana kangge kita ngraosaken bilih namung Gusti Allah ingkang mengku pejah gesang kita. Anampeni karingkihan diri lan mratobat, ateges kita pasrah sumarah dhumateng Gusti.

Pungkasanipun, gesang ingkang tansah jujur ing ngarsanipun Gusti, ndherek Gusti kanthi temen punika kedhah kita lampahi saben dinten, mboten namung ing wanci Rabu Abu kemawon, ananging kawiwitan ing dinten punika, nalika kita sami ngraos-raosaken pangabekti Rabu Abu punika. Gusti mberkahi kita (DP)

Pamuji  : KPJ. 31   “Swawi Pra Suci Nyawiji”

Renungan Harian

Renungan Harian Anak