Minggu Biasa | Penutupan Bulan Pembangunan GKJW
Stola HIjau
Bacaan 1: Amsal 25 : 6 – 7
Bacaan 2: Ibrani 13 : 1 – 8; 15 – 16
Bacaan 3: Lukas 14 : 1, 7 – 14
Tema Liturgis: Iman menjadi Dasar Tanggung Jawab Umat dalam Pembangunan Gereja
Tema Khotbah: Pondasi Persekutuan: Kerendahan Hati dan Fokus kepada Kristus
Penjelasan Teks Bacaan:
(Tidak perlu dibaca di mimbar, cukup dibaca saat mempersiapkan khotbah)
Amsal 25 : 6 – 7
Kitab Amsal merupakan salah satu bagian kitab yang unik dalam deretan kitab dalam Perjanjian Lama. Keunikan dari kitab ini nampak dari pola bahasa reflektif yang lugas dan terkadang terkesan dingin dan kaku. Sasaran utama dari tulisan ini bukan masalah sejarah ataupun rentetan cerita, namun lebih kepada bahasa “pendidikan hati”. Kondisi masyarakat saat itu (Israel) tampaknya menghayati bahwa hati merupakan pusat pikiran, pengertian, dan dasar pengambilan keputusan – oleh karena itulah, kitab Amsal sering ‘bermain’ dengan pilihan-pilihan etis yang bermuara pada konsekuensi praktis yang tentunya mengajak hati umat saat itu untuk berpikiran reflektif akan sebuah dinamika kehidupan yang sedang dialami.
Amsal 25:6-7 merupakan kutipan Amsal Salomo yang dikumpulkan oleh pegawai-pegawai Hizkia. Pendidikan yang muncul dalam tulisan ini adalah kesadaran untuk melihat diri dalam kerendahan hati. Perihal tentang kesadaran sejatinya akan mendorong umat pada masa itu untuk hidup saling menghargai karena satu dengan yang lain, sadar akan posisinya – bukan saling menjatuhkan untuk mendapatkan posisi demi kepuasan diri. Alasan ini yang juga menjadi sebuah salah satu dasar untuk semakin mengalami pertumbuhan kedewasaan dalam kehidupan – tentunya segala bentuk kesadaran diri dan kerendahan hati itu dilakukan pula secara tulus.
Pendidikan tentang pilihan etis yang bermuara pada sebuah konsekuensi praktis juga tampak pada tulisan ini khususnya dalam Amsal 25:7. Israel saat itu diberikan pilihan (a) berlaku biasa sederhana bahkan rendah, akan tetapi diundang dalam duduk dalam keistimewaan atau (b) merasa diri sudah besar, sempurna akan tetapi ‘diusir’ karena keistimewaan itu memang tidak pantas untuk ditempati sehingga dipermalukan di depan banyak orang.
Ibrani 13 : 1 – 8; 15 – 16
Surat Ibrani merupakan gambaran tulisan yang ditujukan kepada orang Yahudi yang telah percaya dan menerima Yesus Kristus. Tujuan utama dari surat ini adalah memberikan penguatan dan peneguhan kepada mereka, karena pada saat itu mereka mengalami penganiayaan yang begitu berat baik secara fisik maupun sosial dari orang-orang yang membenci pengikut Kristus. Hal ini disinyalir oleh penulis menjadi sebuah faktor yang menjadikan mereka goyah untuk terus berpegang pada iman mereka kepada Kristus.
Peneguhan dan penguatan ini didengungkan agar kedewasaan iman mereka terus bertumbuh dengan baik. Berpijak dari hal inilah nuansa kitab Ibrani terus mempertontonkan bagaimana kesempurnaan Kristus sebagai hal yang istimewa – yang tentunya keistimewaan ini terus dijaga-dipelihara meski dalam keadaan yang sulit dan tertindas seperti yang mereka alami.
Bentuk keseriusan menjaga-memelihara keistimewaan sebagai pengikut Kristus salah satunya ditulis dalam Ibrani 13:1-8, 15-16 yang memberikan nasihat : (a) Relasi Kasih Persaudaraan – perawatan akan relasi persaudaraan menjadi cerminan cara hidup para pengikut Kristus. Konteks pembaca teks Ibrani dengan situasi tertindas dalam penganiayaan tentunya kekuatan relasi menjadi sebuah hal yang sangat dibutuhkan untuk menopang dan melengkapi yang mengarah pada berbagi rasa satu dengan yang lain. (b) Kekudusan Perkawinan – pembaca saat itu juga diperhadapkan dengan tantangan keadaan yang sudah rusak moralnya. Mereka berada di tengah masyarakat di mana kesucian dan kesetiaan terhadap hubungan perkawinan bukan menjadi hal yang utama. Harapan besar dari penulis adalah memberikan pengajaran agar para pengikut Kristus menunjukkan kesetiaan perkawinan mereka dengan serius di tengah tantangan yang demikian. (c) Jangan menjadi Hamba Uang – di tengah situasi yang sulit dan tertindas tentunya pemenuhan kebutuhan fisik (uang) menjadi hal cukup utama! Akan tetapi penulis menekankan jangan sampai hal yang demikian menjadikan kebergantungan kepada Kristus menjadi pudar. Pengikut Kristus hendaknya menikmati kehadiran dan pemeliharaan-Nya sebab Dia tidak akan meninggalkan dan melupakan mereka.
Lukas 14 : 1, 7 – 14
Penghargaan merupakan sesuatu yang istimewa bagi setiap manusia! Penghargaan merupakan salah hal yang menjadi indikator kemampuan atau kelebihan seseorang. Berpijak dari hal itu tidak menutup kemungkinan manusia melakukan segala cara untuk memperoleh penghargaan dan tidak menutup kemungkinan penghargaan juga akan menyeret seseorang untuk memiliki sifat yang tinggi hati dan merendahkan sesamanya.
Lukas 14:1, 7-14 memberikan gambaran berkaitan dengan bahasan di atas. Yesus dalam tulisan Lukas memberikan dua gambaran perumpamaan untuk memberikan pengajaran pada orang-orang saat itu. (1) Dalam perumpamaan yang pertama (Lukas 14:7-11), Yesus menegaskan bahwa penghargaan bukan satu-satunya hal yang harus diutamakan dalam hidup – terlebih sampai melibatkan hasrat-ambisi untuk memperoleh hal itu. Yesus semakin menekankan tentang arti kesadaran diri untuk tidak hanya berfokus pada penghargaan diri demi menaikkan status sosial – karena hal tersebut bisa menjadi boomerang. Oleh karena itu, Yesus menekankan untuk perlu memiliki kerendahan hati – bukan dalam artian tidak apresiasi diri, melainkan lebih bagaimana harus menempatkan diri.
(2) Dalam perumpamaan kedua (Lukas 14:12-14). Ketika pada perumpamaan pertama Yesus menempatkan orang-orang saat itu sebagai subjek tamu, saat ini pada perumpamaan kedua Yesus menempatkan mereka pada subjek tuan rumah. Yesus menekankan secara sederhana bahwa yang perlu diundang bukanlah orang kaya atau kerabat yang berpotensi memberikan penghargaan ataupun ‘balasan’ namun Yesus menekankan untuk peduli pada mereka yang memang seharusnya menerima belas kasihan. Penekanan pengajaran ini ingin mengajak masyarakat saat itu untuk tidak hanya berorientasi pada potensi ambisi penghargaan tetapi menekankan tentang kepeduliaan yang merambah pada segala lini kehidupan – tanpa membedakan kelas dan status sosial yang lain.
Benang Merah Tiga Bacaan:
Komunitas persekutuan pengikut Kristus yang semula identik dengan damai, saling melengkapi, dan keadaan yang sukacita semakin hari semakin pudar. Hal ini disinyalir semakin pudarnya pendidikan hati yang menjadi poros utama laku kehidupan, bergesernya orientasi kehidupan yang semula adalah pertumbuhan kedewasaan iman menjadi kehidupan yang berorientasi pada masalah kedagingan dan semakin tidak tampaknya kerendahan hati sebagai ikatan yang menguatkan relasi komunitas persekutuan.
Rancangan Khotbah: Bahasa Indonesia
(Ini hanyalah sebuah rancangan khotbah, silahkan dikembangkan sesuai dengan konteks jemaat masing-masing)
Pendahuluan
Suatu hari, seorang ayah dan anak kecilnya melewati sebuah tempat di mana sebuah gedung sedang dibangun. Ketika melihat ke atas, mereka melihat orang-orang sedang bekerja di lantai atas gedung itu.
“Ayah, apa yang dilakukan anak-anak kecil di atas sana?”
“Mereka bukanlah anak kecil, melainkan orang dewasa, Nak!”
“Tetapi mengapa mereka terlihat kecil?”
“Karena mereka sangat tinggi”
Setelah diam sejenak, anak kecil itu bertanya lagi, “Lalu, Ayah, ketika mereka sampai di sorga, mereka tidak akan kelihatan lagi, begitu kah?”
“Ya benar! Makin dekat kita pada Kristus, makin kecil orang melihat kita, dan makin besar melihat Kristus” (Buku Melakukan Buah Roh – John M. Drescher)
Salah satu refleksi dari buku “Melakukan Buah Roh” mengajarkan tentang arti sebuah kerendahan hati untuk tidak lagi berorientasi pada pengakuan dan penghargaan diri – semakin orang ataupun gereja mengenal Kristus seharusnya kehidupan yang terwujud semakin menempatkan Kristus pada posisi-Nya yang utama. Pertanyaan besarnya adalah benarkah umat dan gereja benar-benar memiliki pondasi yang demikian atau malah sebaliknya?
Fenomena yang sering muncul dalam kehidupan bergereja saat-saat ini sebagian besar tidak lagi memperlihatkan sebuah keadaan yang dipenuhi kedamaian, adanya rasa saling melengkapi satu dengan yang lain, ataupun sebuah komunitas persekutuan yang dipenuhi dengan keadaan sukacita, namun kecenderungan yang nampak adalah perpecahan dan konflik! Gambaran kehidupan bergereja yang demikian ini disinyalir karena umat dan gereja telah mengalami pergeseran spiritual – dari yang semula berfokus kepada Kristus Sang Kepala Gereja bergeser jauh untuk menyenangkan diri! Ditambah lagi jika dalam bingkai melayani sudah muncul benih-benih kalkulasi untung-rugi, bukan gerakan hati yang utuh untuk melayani. Hal ini akan semakin menjauhkan gereja dari kesediaan diri dalam tata hidup yang rendah hati. Semoga GKJW tidak mengalami yang demikian, akan tetapi jika dirasa GKJW mengalami hal itu ya berarti saatnya GKJW berbenah!
Isi
Beberapa hal yang mampu digunakan sebagai dasar berbenah menuju kehidupan bergereja yang dipenuhi dengan kedamaian dan komunitas persekutuan yang saling melengkapi dalam sukacita:
- Amsal 25:6-7 – mengajak gereja dan umat untuk benar menghayati tentang pendidikan hati – karena dari hati itulah poros dari tewujudnya sebuah tindakan! Khususnya dalam bacaan ini mengajak kita untuk benar-benar melihat diri dalam kerendahan hati agar komunitas mampu saling menghargai, bukan saling berebut posisi. Hal inilah yang menjadikan komunitas mengalami pertumbuhan secara benar dalam kedewasaannya.
- Ibrani 13:1-8; 15-16 – memberikan penegasan melalui ayat ini bahwa pijakan utama kehidupan gereja ataupun persekutuan itu bukan masalah kedagingan (uang), melainkan iman yang mengakar kepada Kristus Sang Kepala Gereja! Fokus utama dalam bergereja seharusnya adalah pemeliharan dan pertumbuhan yang menuju kedewasaan iman yang semakin mengenal dan menghayati Dia. Jika gereja memiliki fokus yang sama untuk bersama mengarah pada Kristus, tentunya spiritualitas gereja tidak akan mengalami pergeseran pada hal-hal yang lain.
- Lukas 14:1, 7-14 – Ketika pendidikan hati yang didasari kerendahan hati dan fokus kepada Kristus telah dihayati secara serius dalam kehidupan bergereja, maka ajaran Yesus dalam bacaan ini akan semakin mudah untuk tampak dalam kehidupan. Umat milik Tuhan tidak akan merasa berat dan sulit untuk memberikan diri, meskipun mereka tidak mendapatkan penghargaan dan pengakuan, bahkan ketika mereka tidak melihat sekalipun akan menjadi sesuatu yang biasa bagi mereka – karena orientasi mereka sudah bukan lagi kenyamanan atau kepuasan diri, melainkan Tuhan yang semakin dikenal dan dirasakan dalam kehidupan!
Penutup
Semoga GKJW dimampukan untuk terus berbenah dalam bingkai spiritualitas yang benar sebagai gereja! Kerendahan hati dan fokus kepada Kristus menjadi identitas yang nyata terlihat dalam perjalanan gereja ini. Harapan besarnya gereja benar-benar bijak untuk bersikap dalam melangkah untuk tidak terjebak pada pengakuan dan penghargaan. Tidak mengapa untuk terlihat kecil bahkan tidak terlihat sekalipun, asalkan Cinta Kristus semakin tampak nyata dalam kehidupan kita. Amin. [gus].
Pujian: KJ. 256 : 1, 3 Kita Satu di Dalam Tuhan
—
Rancangan Khotbah: Basa Jawi
(Punika namung rancangan khotbah, saged dipun kembangaken miturut konteks pasamuwan piyambak)
Pambuka
Salah satunggaling dinten, bapak kaliyan kang putra ingkang taksih alit ngliwati salah satunggaling bangunan ingkang saweg dipun bangun. Nalika ningali wonten ing inggil, kang putra ningali para tiyang ingkang saweg makarya ing papan inggil bangunan kalawau,
“Pak, punapa ta kang dilakoni para bocah ing inggil ngrika?”
“Wong-wong kae dudu bocah, ning para wong dewasa, nak!”
“Ning kenging punapa kok kapirsanan alit?”
“Awit wong-wong kae ana ing papan kang dhuwur banget”
Bocah alit kalawau mikir sawetawis, lajeng munjuk pitaken, “Lajeng, pak, nalika para tiyang punika dumugi ing swarga, para tiyang punika mboten kapirsanan, punapa ngaten pak?”
“Ya bener! Tansaya cedhak awake dhewe kaliyan Sang Kristus, tansaya cilik wong deleng awake dhewe, lan tansaya gedhe mirsani Sang Kristus”
(Buku Melakukan Buah Roh – John M. Drescher)
Salah satunggaling bab lumantar buku “Melakukan Buah Roh” paring piwucal babagan andhap-asoring manah supados mboten nggayuh linuwih kaliyan pepujening dhiri. Para tiyang utawi pasamuwan ingkang tansaya wanuh kaliyan Sang Kristus, kedahipun pigesangan ingkang kawujud tansaya mapanaken Kristus wonten ing papan ingkang utami. Pitakenan ingkang prelu dipun raosaken, punapa umat utawi pasamuwan saestu kagungan pondasi utawi dhasar ingkang makaten utawi malah kosokwangsulipun?
Babagan ingkang asring kapirsanan ing satengahing gesang pasamuwan ing wegdal-wegdal punika, asring pasamuwan mboten ngatingalaken kahanan ingkang kebag katentreman, raos tresna ingkang njangkepi satunggal lan satunggalipun, utawi kahanan patunggilan ingkang kebag kabingahan, nanging asring ingkang kapirsanan inggih punika crah lan cecongkrahan! Gegambaran gesang pasamuwan ingkang makaten punika mbok bilih karana raos spiritualipun umat lan pasamuwan ingkang sampun geser. Ing wiwitan ngener saestu marang Sang Kristus ingkang dados Sesirahing pasamuwan, geser tebih kangge kepentingan dhiri! Ditambah malih menawi ing salebeting peladosan sampun wonten bibit itung-itungan babagan bathi lan rugi, mboten malih kadhasaran kanthi manah ingkang saestu mujudaken peladosan. Bab punika ingkang ndadosaken pasamuwan tansaya tebih saking sumadyaning dhiri ing salebeting tata gesang ingkang andhap-asor. Mugi Greja Kristen Jawi Wetan mboten ngalami ingkang makaten, ananging menawi dipun raosaken Greja Kristen Jawi Wetan ngalami, nggih tegesipun sampun dumugi ing wegdalipun Greja Kristen Jawi Wetan kedah mranata tata cara gesang minangka pasamuwan!
Isi
Bab-bab ingkang saged dipun ginakaken kagem dhasar mranata tumuju gesang pasamuwan ingkang kebag katentreman lan patunggilan ingkang njangkepi ing salebeting kabingahan antawisipun:
- Wulang Bebasan 25:6-7. Ngatag pasamuwan lan umat supados ngraosaken kanthi saestu babagan piwucaling manah – awit manah punika ingkang dados dhasar wujuding tumindak! Mliginipun ing waosan kita punika ngatag supados kita kanthi saestu ningali dhiri kita ing salebeting bab andhap asoring manah, supados ing satengahing gesang patunggilan, antawisipun setunggal lan setunggalipun kasagedaken ngajeni lan ngregani satunggal lan satunggalipun, mboten malah congkrah rebutan posisi. Piwucal punika ingkang ndadosaken patunggilan ngalami tuwuhing kadewasan kanthi leres.
- Ibrani 13:1-8; 15-16. Ayat punika paring pangatag kanthi teges, bilih dhasaring gesang pasamuwan ingkang utami punika, sanes babagan daging (arta), ananging bab iman ingkang ngoyot dhumateng Sang Kristus ingkang dados sesirahing pasamuwan! Bab ingkang utami salebeting pasamuwan sejatosipun inggih punika tuwuhing kedewasan iman ingkang tansaya wanuh lan ngraosaken Panjenenganipun. Menawi pasamuwan sampun sami kagungan klangenan ngener dhumateng Sang Kristus, tamtunipun spiritualitas pasamuwan mboten badhe ngalami geseh ing bab sanesipun.
- Lukas 14:1, 7-14. Nalika piwucaling manah ingkang kadhasaran kanthi andhap asoring manah lan ngener dhumateng Kristus saestu dipun raosaken kanthi saestu ing salebeting gesang pasamuwan, piwucaling Gusti Yesus ing waosan punika karaos gampil kawujud ing gesang. Para kagunganing Gusti mboten badhe ngraosaken awrat saperlu masrahaken dhiri, sanadyan para kagunganipun Gusti punika mboten nampi pangalembana, langkung-langkung nalika para kagunganipun Gusti mboten dipun pirsani. Bab punika dados bab ingkang biasa – awit punjering gesang mboten malih bab pangalembana lan agunging dhiri, ananging Gusti ingkang tansaya dipun raosaken ing salebeting pigesangan!
Panutup
Mugi Greja Kristen Jawi Wetan kasagedaken mranata gesang kanthi spiritualitas ingkang bener lan pener minangka pasamuwan! Andhap asoring manah lan ngener dhumateng Gusti Yesus saestu dados tetenger ingkang nyata kapirsanan ing lampahing pasamuwan punika. Pangajeng-ajengipun, pasamuwan saestu wicaksana nggalih lan lumampah supados mboten dhawah ing babagan pangalembana lan ngagunging dhiri. Mboten punapa kapirsanan alit, ugi mboten punapa mboten kapirsanan, nanging tresnanipun Sang Kristus saestu tansaya ngegla nyata ing salebeting gesang kita. Amin. [gus].
Pamuji: KPJ. 354 : 1 – 3 Tetalesnya Sawiji