Jumat Agung
Stola Merah
Bacaan 1 : Yesaya 52 : 13 – 53 : 12
Bacaan 2 : Ibrani 10 : 16 – 25
Bacaan 3 : Yohanes 18 : 1 – 19 : 42
Tema Liturgis : Penyerahan Diri Sebagai Wujud Ketaatan untuk Melakukan Kehendak Tuhan
Tema Khotbah: Berani Bersikap dan Bertindak seperti Kristus
Penjelasan Teks Bacaan :
(Tidak perlu dibaca di mimbar, cukup dibaca saat mempersiapkan khotbah)
Yesaya 52 : 13 – 53 : 12
Setiap orang yang melakukan kehendak Allah pasti akan selalu menghadapi berbagai penderitaan. Hal inilah yang dialami oleh Hamba Allah sebagaimana diungkapkan oleh Yesaya. Yesaya 52 : 13 – 53 : 12 dikenal sebagai nyanyian Hamba Tuhan. Nyanyian ini berisi tentang penderitaan yang dialami oleh hamba Allah karena menjalankan kehendak Allah. Meskipun demikian Hamba Allah ini akan tetap setia melaksanakan tugas yang dipercayakan kepada dirinya, bahkan akan berhasil dalam melaksanakan kehendak Allah. Nyanyian ini bisa dibagi menjadi lima bagian.
- Yesaya 52 : 13 – 15. Bagian pendahuluan yang memberikan penegasan bahwa hamba Allah ini harus mengalami direndahkan dan dihina sebelum ia ditinggikan dan dimuliakan.
- Yesaya 53 : 1 – 3. Hamba Allah ini sejak awal pelayanannya sudah mengalami penderitaan dan penolakan yang dahsyat dari orang-orang yang dilayaninya.
- Yesaya 53 : 4 – 6. Hamba Allah ini dianggap sebagai orang jahat dan berdosa, sehingga ia dihukum Allah dan mengalami penderitaan. Padahal ia menderita karena memikul dosa orang-orang yang membenci dan menolak pelayanannya.
- Yesaya 53 : 7 – 9. Hamba Allah ini merelakan dirinya dianiaya dan ditindas hingga mati seperti seorang penjahat yang menerima hukuman.
- Yesaya 53 : 10 – 12 . Bagian penutup yang mengungkapkan keberhasilan hamba Allah dalam menjalankan kehendak Allah. Kematian hamba Allah itu tidak menjadi sia-sia, sebab kematiannya justru menjadi tebusan bagi orang berdosa. Oleh karena itu sikap dan perbuatan hamba Allah patut dihormati.
Ibrani 10 : 16 – 25
Penulis surat Ibrani dengan tegas dan berani menyatakan suatu pengakuan tentang Yesus Kristus yang memungkinkan setiap orang berdosa mendapatkan pengampunan. Bahkan, orang berdosa yang beriman kepadaNya memiliki keberanian untuk memasuki tempat kudus yang disediakan Allah. Hal ini bisa terjadi karena Yesus Kristus yang rela mengorbankan diriNya melalui penderitaan dan kematianNya sebagai jalan masuk ke tempat kudus (Ibr. 10:19,20). Sekalipun demikian, Yesus Kristus bukan sekedar pengantara bagi seseorang datang kepada Allah, sebab Dia juga kepala Rumah Allah (Ibr. 10:21). Dialah yang mengatur dan menentukan siapa saja yang boleh masuk ke tempat kudusNya. Oleh karena itu berbahagialah setiap orang yang percaya dan menyerahkan hidup kepadaNya, yang hatinya telah dimurnikan oleh Yesus Kristus dari berbagai kejahatan (Ibr. 10:22). Selanjutnya, sebagai orang yang mendapatkan anugerah memasuki tempat kudus Allah karena imannya kepada Yesus Kristus, maka ada kewajiban yang harus selalu dilakukannya, yakni tetap setia beriman kepada Yesus Kristus. Selain itu juga bersedia untuk saling mengingatkan, saling menasihati dan mendukung dalam mewujudkan imannya kepada Yesus Kristus. Beriman kepada Yesus Kristus itu perlu diwujudkan dengan semakin setia beribadah kepada Allah (Ibr. 10:23-25).
Yohanes 18 : 1 – 19 : 42
Hal menarik pada bacaan ini (Yohanes 18:1-19:42) yang perlu menjadi perhatian terkait dengan penderitaan Yesus adalah taman. Bacaan ini diawali dengan suatu taman yang bertempat yang berada di seberang sungai Kidron, di bukit Zaitun. Yesus dan murid-muridNya sering berkumpul di tempat itu (bandingkan Lukas 22:39-40). Tidak semua Injil menyebutkan nama taman tersebut, hanya Injil Matius dan Markus yang menyebut nama taman tersebut, yakni Getsemani. Di taman inilah Yesus yang saat itu bersama-sama dengan para muridNya ditangkap dan mulai mengalami penderitaan hingga kematianNya. Tampaknya Yesus dan murid-muridNya sudah terbiasa dengan taman ini untuk beristirahat dan berdoa. Karena lokasinya yang tidak mudah dijangkau oleh banyak orang, maka taman ini tidak diketahui oleh banyak orang. Selain itu tampaknya Yesus dan murid-muridNya mendapatkan fasilitas dari pemilik taman untuk menggunakannya sebagai tempat beristirahat dan berdoa. Bisa jadi pemilik taman ini adalah seorang yang kaya. Jika merujuk pada nama Getsemani yang berarti perasan minyak, bisa jadi di sini adalah tempat pemerasan minyak dari buah zaitun. Oleh karena itu pasti ada pemiliknya. Orang tersebut pasti memiliki kedekatan dengan Yesus, meskipun Alkitab tidak menyebut nama pemilik taman ini. Namun, pemilik taman ini telah melakukan sesuatu yang sangat berarti bagi Yesus dan murid-muridNya melalui taman yang ia miliki.
Di taman ini Yesus ditangkap oleh prajurit dan penjaga Bait Allah atas perintah Imam-imam Kepala dan orang-orang Farisi. Mereka ini menangkap Yesus dengan bersenjata lengkap (Yoh. 18:3). Kita bisa membayangkan suasana mencekam yang terjadi di taman Getsemani yang sunyi pada saat itu. Namun, Yesus dengan tegar berterus terang kepada mereka dan menyatakan diriNya sebagai orang yang sedang mereka cari dengan mengatakan, “Akulah Dia”. Dua kali Yesus menyatakan demikian (Yoh. 18:5&8). Suatu pernyataan yang menunjukkan kepada para muridNya, bahwa Yesus berani bersikap dan bertindak menghadapi penderitaan yang pada akhirnya Ia alami. Yesus berani dengan tegar menghadapi berbagai penderitaan yang menimpa diriNya. Ia harus berhadapan dengan para penguasa Bait Allah dan Pemerintahan Romawi. Ia juga siap menghadapi peradilan yang sesungguhnya sangat merugikan diriNya. Hingga pada akhirnya Pilatus atas desakan orang-orang yang membenci Yesus memutuskan agar Yesus menerima hukuman mati dengan cara disalibkan di Golgota yang berarti Tempat Tengkorak (Yoh. 19:17).
Setelah Ia mati tidak ada murid-muridNya yang berani mendekati mayat Yesus yang masih tergantung di kayu salib. Mereka merasa takut pada orang-orang yang telah menyalibkan Yesus. Hingga pada akhirnya ada seorang muridNya, yakni Yusuf dari Arimatea yang dengan cara sembunyi-sembunyi meminta kepada Pilatus agar diperbolehkan menurunkan mayat Yesus (Yoh. 19:38). Barangkali ia berpikir, bahwa jika dirinya ketahuan menurunkan jenasah Yesus dari kayu salib, ia dianggap sebagai pengikut yang perlu juga untuk ditangkap dan disiksa. Itulah sebabnya ia meminta mayat Yesus dari Pilatus secara sembunyi-sembunyi. Yusuf dari Arimatea ini tentu menyadari, bahwa ia pasti akan menghadapi berbagai resiko dari keputusan yang diambilnya. Hanya karena kasihnya kepada Yesus ia rela melakukan itu. Apakah ini berarti licik? Tidak! Ini justru perbuatan yang tepat. Sehingga Yusuf tidak dianggap “mencuri” mayat Yesus dari kayu salib, melainkan meminta ijin kepada penguasa, yakni Pilatus untuk menurunkan mayat Yesus. Setelah itu mayat Yesus dibawa ke suatu taman dan dikuburkan di kuburan milik Yusuf dari Arimatea. Jika bukan milik Yusuf pasti tidak akan ada tempat untuk memakamkan Yesus. Disebutkan, bahwa di kuburan ini belum ada orang yang dikuburkan (Yoh. 19:41).
Saat menurunkan mayat Yesus ada juga Nikodemus. Ia adalah seorang Farisi, pemimpin agama Yahudi yang pernah menjumpai Yesus untuk berdiskusi (Yoh. 3:1-21). Saat kematian Yesus, Nikodemus justru datang dengan membawa campuran minyak mur dan gaharu yang biasanya digunakan untuk mengurangi bau mayat. Minyak mur dan gaharu ini dibawa oleh Nikodemus sebagai wujud kasih dan hormatnya kepada Yesus. Apa yang dilakukan Nikodemus terhadap mayat Yesus adalah suatu sikap dan tindakan berani, sebab apa yang dilakukan Nikodemus pasti bertentangan dengan orang-orang Farisi lainnya yang tidak senang dengan ajaran Yesus. Namun, inilah bukti nyata tentang perbuatan kasih dan hormat dinyatakan. Perbuatan kasih dan hormat itu bisa ditujukan kepada setiap orang yang berhak menerimanya. Bagi Nikodemus, ia juga merasa berhak mengasihi dan menghormati Yesus. Selanjutnya, Yusuf dari Arimatea dan Nikodemus mengapani mayat Yesus dan membubuhkan rempah-rempah seperti kebiasaan pada saat itu (Yoh. 19:40).
Penderitaan Yesus diawali dari taman dan berakhir melalui peristiwa kematian yang sungguh sangat mengerikan, hingga dimakamkan di taman. Bahkan, di taman dimana Ia dikuburkan Yesus bangkit dari kematian. Kedua taman itu menjadi saksi terkait tempat awal penderitaan dan kematian Yesus. Kedua taman itu pun milik orang-orang yang juga berani bersikap dan bertindak seperti Yesus.
Benang Merah Tiga Bacaan :
Setiap orang yang memiliki kedekatan dengan Tuhan pasti menginginkan dan berusaha melakukan suatu sikap dan perbuatan yang sangat berarti bagiNya. Meskipun sikap dan perbuatan yang dilakukannya bisa mendatangkan resiko, namun karena kasihNya kepada Tuhan setiap orang akan melakukan apa saja bagi Tuhan dengan penuh semangat. Bahkan menyediakan diri untuk mengabdi sebagai seorang hamba yang menderita. Orang yang demikian biasanya memiliki kerinduan dan semangat yang kuat dan siap sedia menghadapi berbagai pergumulan, rintangan dan tantangan yang menghadang.
RANCANGAN KHOTBAH : Bahasa Indonesia
(Ini hanya sebuah rancangan, silahkan dikembangkan sesuai konteks Jemaat)
Pendahuluan
Bisa diawali dengan pertanyaaan bagi warga jemaat: “Apa yang Bapak, Ibu dan Saudara pikirkan jika mendengar istilah taman?” Biasanya banyak orang yang memikirkan taman sebagai suatu tempat yang memiliki banyak tanaman yang indah, udaranya terasa sejuk. Selain itu jauh dari keramaian, sehingga bisa merasakan suasana yang sunyi. Sehingga baik untuk dijadikan sebagai tempat beristirahat dan menghilangkan berbagai kepenatan atau keletihan setelah sibuk dengan berbagai pekerjaan yang dilakukan. Pergi ke suatu taman yang sunyi untuk beristirahat itulah yang biasa dilakukan Tuhan Yesus bersama dengan murid-muridNya. Di taman tersebut Tuhan Yesus biasa menggunakannya sebagai tempat untuk berdoa (bandingkan Lukas 22:39-40). Namun, siapa mengira bahwa taman yang sunyi itu menjadi awal dari penderitaan Yesus. Bukan hanya itu, setelah kematianNya, jenasah Yesus pun dikuburkan di suatu tempat yang berada di taman milik salah seorang pengikutNya. Tentu si pemilik taman memiliki hubungan yang sangat dekat dengan Yesus, sehingga menjadikan mereka itu menyerahkan taman yang mereka miliki bagi Yesus.
Isi
Penderitaan Yesus dimulai dari suatu taman. Ia ditangkap di taman ketika Ia selesai berdoa di taman itu. Setelah itu Yesus semakin mengalami banyak penderitaan hingga mati tersalib di bukit Golgota. Tidak ada murid-muridNya yang berani mendekat untuk menemaniNya. Para murid Yesus hanya melihat dari kejauhan, mungkin mereka tidak tega melihat penderitaan yang dialami Yesus, terlebih melihat Yesus diperlakukan seperti seorang penjahat. KepadaNya diperlakukan seperti seorang raja dengan tujuan untuk mengejek. Oleh karena itu di kepalaNya diletakkan anyaman mahkota duri dan dipakaikan di tubuhNya, jubah berwarna ungu (Yoh. 19:2). Selain itu Ia juga memikul sendiri kayu salib yang akan menjadikan diriNya di gantung di kayu salib. Kayu salib tersebut tentu amat berat. Pada saat tubuh Yesus tergantung di kayu salib, ia harus menahan penderitaan berat yang dialamiNya. Ketika Ia harus menahan haus yang luar biasa, kepadaNya diberikan anggur asam (Yoh. 19:29). Penderitaan yang dialami belum selesai sampai di situ, lambung Yesus ditikam dengan tombak hingga air dan darah mengalir dari lambungNya.
Penderitaan yang dialami Yesus sungguh teramat mengerikan, namun semua itu rela dijalaniNya. Jika Yesus rela mengalami hal sangat mengerikan ini bukan karena Ia tidak mampu melawan. Melainkan Ia menunjukkan kepada manusia, bahwa penderitaan yang dialamiNya justru dimaksudkan untuk menyelamatkan manusia dari penderitaan karena dosa (kejahatan) yang dilakukannya. Dalam penderitaan yang demikian inilah Yesus mengingatkan kepada manusia, bahwa penderitaan yang dialamiNya memang sudah menjadi kehendak Allah. Hal ini sudah pernah diberitakan oleh Yesaya. Hamba Allah itu memang diutus untuk menyelamatkan manusia dari dosa yang dilakukannya. Meskipun sebenarnya pada diri Hamba Allah itu tidak ditemukan bukti bahwa diriNya tidak melakukan kejahatan, namun Hamba Allah itu diperlakukan seperti seorang penjahat. Padahal yang justru pantas disebut sebagai penjahat adalah mereka yang menyerahkan Hamba Allah untuk disalibkan. Namun, pada akhirnya banyak orang yang menyadari dan mengakui, bahwa sesungguhnya sikap dan tindakan berani yang dilakukan oleh Hamba Allah itu nyata pada diri Yesus Kristus, Sang Juruselamat umat manusia. Ia adalah hamba yang setia, rela menderita dan mati di kayu salib demi menyelamatkan manusia yang berbuat dosa.
Lalu, setelah peristiwa kematian Yesus di kayu salib, siapakah yang merawat dan memakamkan jenasah Yesus? Apakah semua murid Yesus memakamkanNya? Tidak! Apalagi Yudas. Ia justru menunjukkan jalan bagi orang-orang yang tidak senang kepada Yesus untuk menangkapNya. Lalu, siapa yang memakamkan Yesus? Yusuf dari Arimatea dan Nikodemus. Menarik untuk kita perhatikan dua orang ini.
Pertama, Yusuf dari Arimatea. Dia adalah murid Yesus yang meminta kepada Pilatus supaya diperbolehkan menurunkan mayat Yesus dari kayu salib. Sesungguhnya, ia merasa takut kepada orang-orang Yahudi yang telah menyalibkan Yesus. Barangkali ia berpikir, bahwa jika dirinya ketahuan menurunkan jenasah Yesus dari kayu salib, ia dianggap sebagai pengikut yang perlu juga untuk ditangkap dan disiksa. Itulah sebabnya ia meminta mayat Yesus dari Pilatus secara sembunyi-sembunyi. Yusuf dari Arimatea ini tentu menyadari, bahwa ia pasti akan menghadapi berbagai resiko dari keputusan yang diambilnya. Hanya karena kasihnya kepada Yesus ia rela melakukan itu. Demikianlah seharusnya setiap orang yang mengaku mengasihi Tuhan Yesus. Ia harus berani mengambil sikap dan bertindak untuk melakukan apa yang terbaik bagi Tuhan Yesus. Meskipun demikian dalam menyatakan sikap dan tindakannya tidak bisa dilakukan dengan gegabah. Setiap orang yang mengaku beriman kepada Tuhan Yesus juga harus berpikir dengan cermat agar bisa bersikap dan bertindak tepat. Inilah yang dilakukan Yusuf, ia berani meminta mayat Yesus dari Pilatus meskipun memintanya secara sembunyi-sembunyi. Apakah ini berarti licik? Tidak! Ini justru perbuatan yang bijak. Yusuf tidak “mencuri” mayat Yesus dari kayu salib, melainkan meminta ijin kepada penguasa, yakni Pilatus. Jelaslah, bahwa suatu keberanian tidak harus dilakukan dengan gegabah melainkan dengan cara yang bijak sehingga tidak menimbulkan keributan.
Kedua, setelah diturunkan dari atas kayu salib, mayat Yesus itu dimakamkan di taman milik Yusuf dari Arimatea. Sangat tidak mungkin jika mayat Yesus dimakamkan di tempat orang lain. Pasti akan memunculkan diskusi dan berdebatan, bahkan memunculkan persoalan baru terkait dengan tempat pemakaman bagi mayat Yesus. Oleh karena itu mayat Yesus dimakamkan di makam yang ada di taman milik Yusuf. Bahkan disebutkan juga, bahwa di makam tersebut belum ada seseorang yang dimakamkan di tempat itu. Sehingga, jika ada murid-murid Yesus atau siapapun yang ingin menengok mayat Yesus di kubur, mereka bisa langsung menuju ke makam Yesus. Dalam hal ini keputusan Yusuf sungguh bijak. Yusuf merelakan makam yang ada di taman miliknya sebagai tempat pemakaman bagi Yesus. Terlebih dari itu Yusuf juga tidak ingin berkuasa atas kubur Yesus, ia membolehkan siapa saja yang akan datang ke makam Yesus. Yusuf telah membuktikan diri dengan mewujudkan sikap dan tindakan yang tidak mementingkan dirinya sendiri. Tidak banyak kata-kata yang ia ucapkan untuk mewujudkan kasihnya kepada Yesus. Memang kasih itu tidak cukup jika hanya diucapkan, terlebih dengan berbagai uraian penjelasan yang mendetail dan terperinci. Kasih itu harus dinyatakan dalam sikap dan tindakan yang kongkrit.
Ketiga, Nikodemus. Nikodemus adalah seorang Farisi, pemimpin agama Yahudi yang pernah menjumpai Yesus untuk berdiskusi tentang dilahirkan kembali (Yoh. 3:1-21). Saat kematian Yesus, Nikodemus justru datang dengan membawa campuran minyak mur dan gaharu yang biasanya digunakan untuk mengurangi bau mayat. Minyak mur dan gaharu ini dibawa oleh Nikodemus sebagai wujud kasih dan hormatnya kepada Yesus. Apa yang dilakukan Nikodemus terhadap mayat Yesus adalah suatu sikap dan tindakan berani, sebab apa yang dilakukan Nikodemus pasti bertentangan dengan orang-orang Farisi lainnya yang membenci Yesus. Perbuatan kasih dan hormat itu memang bisa ditujukan kepada setiap orang, sebab pada dasarnya setiap orang berhak menerimanya.
Yusuf dari Arimatea dan Nikodemus sangat menghormati Yesus. Selain itu juga berani bersikap dan bertindak seperti yang diajarkan dan diteladankan Yesus Kristus. Hal itu mereka wujudkan dengan melakukan apa yang bisa mereka lakukan bagi Yesus yang mereka kasihi. Meskipun apa yang mereka lakukan juga bisa mendatangkan kebencian dari orang-orang yang tidak senang kepada Yesus karena mereka juga bisa dianggap sebagai pengikut Yesus yang juga harus disingkirkan. Selain itu Yusuf dan Nikodemus juga bisa berhadapan dengan para pengikut dan murid-murid Yesus lainnya karena dianggap menggunakan kesempatan untuk mencari nama dengan menurunkan mayat Yesus, merawat dan memakamkanNya. Namun, kedua orang ini tidak peduli dengan semuanya itu. Bagi mereka yang penting adalah bisa melakukan apa yang baik bagi Yesus yang mereka kasihi. Yusuf dari Arimatea dan Nikodemus adalah orang-orang yang mengasihi Yesus. Kedua orang itu tidak hanya belajar dari apa yang dilakukan dan dialami Yesus, melainkan juga menerapkan ajaran dan teladan Yesus.
Penutup
Setiap orang yang mengasihi Tuhan Yesus Kristus dengan sungguh-sungguh pasti memiliki kedekatan denganNya. Kedekatan tersebut harus diwujudkan dengan berani bersikap dan bertindak seperti Tuhan Yesus Kristus yang berani menderita hingga mati di kayu salib demi mewujudkan peranNya sebagai Hamba Allah. Bersikap dan bertindak seperti Tuhan Yesus Kristus itu berarti menerapkan ajaran dan teladan yang telah diberikan Tuhan Yesus Kristus dalam kehidupan sehari-hari. Memang tidak mudah melakukan hal yang demikian, sebab pergumulan dan tantangan yang dihadapi tidaklah ringan. Kenyataannya, ada saja orang yang mengaku beriman kepada Tuhan Yesus Kristus tidak berani bersikap dan bertindak secara tegas dalam menyatakan dan mempertahankan imannya. Bahkan, identitas diri sebagai orang yang beriman kepada Tuhan Yesus Kristus, sebagai orang Kristen pun tidak berani diungkapkan dengan tegas. Padahal Tuhan Yesus Kristus telah mengajarkan dan memberikan teladan tentang keberanianNya dalam menyatakan suatu kebenaran, meskipun juga harus menghadapi penderitaan yang mengerikan hingga kematianNya. Oleh karena itu diperlukan keberanian yang luar biasa dalam mewujudkan ajaran dan teladanNya. Lalu, bagaimana dengan kita? Kita pun harus berani bersikap dan bertindak seperti Tuhan Yesus Kristus! Amin. (HSW)
Pujian : KJ. 173 “Siapa Tergantung di Salib di Sana”
—
RANCANGAN KHOTBAH: BASA JAWI
Pambuka
Saged dipun wiwiti kanthi pitakenan kagem warga pasamuwan: “Punapa ingkang dados panggalih Bapak, Ibu lan para sadherek nalika mireng tembung patamanan?” Limrahipun kathah tiyang ingkang mangertosi bilih patamanan punika satunggiling papan ingkang kathah tetanemanipun lan tumata sae, hawanipun seger lan suasananipun inggih sepi. Kawontenan taman ingkang kados mekaten punika sae kangge ngaso lan ngicalaken raos sumpeg lan sayah saksampunipun nindakaken padamelan ingkang kathah sanget. Tindak dhateng patamanan ingkang sepi kangge ngaso punika limrah katindakaken dening Gusti Yesus sesarengan kaliyan para sakabatIpun. Ing patamanan punika limrahipun Gusti Yesus ndedonga (Lukas 22:39-40). Nanging, sinten ingkang nginten biih ing patamanan ingkang sepi punika dados wiwitaning kasangsaranipun Gusti Yesus? Malah boten namung punika, saksampunipun sedanipun, layonipun Gusti Yesus inggih kasarekaken ing patamanan ingkang dipun gadhahi dening satunggiling tiyang ingkang dados pandherekipun.Tamtunipun tiyang punika nggadhahi sesambetan ingkang raket sanget kaliyan Gusti Yesus, satemah dadosaken tiyang-tiyang punika masrahaken patamananipun kagem Gusti Yesus.
Isi
Kasangsaranipun Gusti Yesus kawiwitan saking satunggiling patamanan. Panjenenganipun dipun cepeng saksampunipun dedonga ing patamanan punika. Saksampunipun punika Gusti Yesus sansaya ngalami kasangsaran ngantos seda sinalib ing redi Golgota. Boten wonten para sakabatipun ingkang wantun nyelak lan nyarengi Panjenenganipun. Para sakabat punika namung ningali saking katebihan, saged ugi para sakabat punika boten tega ningali kasangsaran ingkang dipun alami dening Gusti Yesus. Langkung-langkung ningali kados pundi Gusti Yesus kaanggep kados dene tiyang durjana. Panjenenganipun ugi kaanggep kados dene raja ingkang tujuanipun namung ngece kemawon. Pramila, ing mustakanipun dipun agemaken makutha ingkang katanam eri lan kaagemaken jubah wungu ing Sariranipun (Yok. 19:2). Kejawi punika Panjenenganipun ugi mikul piyambak kajeng salib ingkang kagem nggantung Sariranipun piyambak. Tamtu kemawon kajeng salib punika awrat sanget. Nalika kagantung ing kajeng salib, Panjenenganipun kedah ngraosaken kasangsaran ingkang ngeram-eramaken. Mekaten ugi nalika Panjenenganipun ngraosaken ngelak, Gusti Yesus dipun aturi anggur kecut (Yok. 19:29). Kasangsaranipun Gusti Yesus dereng rampung dumugi punika, lambungipun dipun jojoh kalawan tumbak satemah sanalika medal rah lan toya.
Kasangsaran ingkang dipun alami dening Gusti Yesus nggegirisi sanget, nadyan mekaten sedaya punika dipun lampahi kanthi legawa. Menawi Gusti Yesus kanthi legawa ngalami prekawis ingkang nggegirisi punika boten karana Panjenenganipun boten sagah nglawan. Gusti Yesus malah nedahaken dhumateng manungsa bilih kasangsaran ingkang dipun alami tujuanipun kangge nylametaken manungsa saking kasangsaran karana dosa-dosanipun. Ing kasangsaran ingkang kados mekaten punika Gusti Yesus ngengetaken manungsa, bilih kasangsaran ingkang dipun alami punika minangka karsanipun Allah. Prekawis punika sampun kawartosaken dening nabi Yesaya. Abdinipun Allah punika kautus nylametaken manungsa saking dosa-dosanipun. Nadyan boten wonten bukti ingkang dipun panggihaken ing Abdinipun Allah punika bab kalepatanipun, nanging Abdinipun Allah punika kaanggep kados dene tiyang durjana. Kamangka sejatosipun ingkang pantes kasebat tiyang durjana punika tiyang-tiyang ingkang masrahaken Abdinipun Allah supados kasalibaken. Nanging, ing wusananipun kathah tiyang ingkang ngrumaosi lan ngakeni bilih sejatosipun sikap lan tumindak wantun ingkang katindakaken dening Abdinipun Allah punika nyata ing Yesus Kristus, Sang Juru wilujengipun manungsa. Panjenenganipun punika Abdi ingkang setya, karsa nandhang sangsara lan seda sinalib ngrembat dosanipun manungsa.
Ing saklajengipun, saksampunipun Gusti Yesus seda sinalib, sinten ingkang ngrukti layonipun Gusti Yesus? Punapa sedaya sakabatipun Gusti Yesus? Boten! Punapa malih Yudas. Piyambakipun malah ingkang nedahaken tumrap tiyang-tiyang ingkang nggethingi Gusti Yesus supados nyepeng panjenenganipun. Lajeng, sinten ingkang ngrukti layonipun Gusti Yesus? Yusuf saking kitha Arimatea lan Nikodemus. Ing ngriki wonten prekawis ingkang wigati tumrap tiyang kekali punika.
Sepisan, Yusuf saking kitha Arimatea. Piyambakipun punika pandherekipun Gusti Yesus ingkang nyenyuwun dhumateng Pilatus supados dipun parengaken ngukup layonipun Gusti Yesus. Sejatosipun Yusuf punika rumaos ajrih dhumateng tiyang-tiyang Yahudi ingkang sarujuk nyedani Gusti Yesus. Mbok menawi Yusuf inggih menggalih bilih menawi piyambakipun kapanggihaken ngukup layonipun Gusti Yesus, piyambakipun saged kaanggep minangka pandherekipun Gusti Yesus ingkang ugi saged dipun cepeng lan dipun sangsarani. Pramila, anggenipun manggihi Pilatus kanthi sidheman. Yusuf saking kitha Arimatea punika tamtunipun ugi ngrumaoisi, bilih piyambakipun mesthi badhe ngadhepi pambengan nalika ngukup layonipun Gusti Yesus. Nanging, inggih karana katresnanipun dumatheng Gusti Yesus piyambakipun legawa nindakaken prekawis punika. Pancen inggih mekaten kedahipun saben tiyang ingkang ngaken nresnani Gusti Yesus. Nadyan mekaten anggenipun mujudaken sikap lan tumindakipun boten saged kanthi ngawur. Saben tiyang ingkang pitados dumatheng Gusti Yesus kedah menggalih langkung rumiyin punapa ingkang badhe katindakaken supados saged tumindak ingkang pener. Inggih mekaten ingkang katindakaken dening Yusuf, piyambakipun wantun nyenyuwun dumatheng Pilatus nadyan kanthi sidheman. Punapa punika ateges jirih? Boten. Malah punika prekawis ing kang waskitha. Yusuf boten mendhet layonipun Gusti Yesus tanpa tembung, nanging nyuwun piyambak dhumateng pangarsa, inggih punika Pilatus. Cetha sanget ing ngriki, bilih tumindak wantun punika boten katindakaken kanthi ngawur, nanging kanthi cara ingkang waskitha temah boten nuwuhaken kakisruhan.
Kaping kalih, saksampunipun layonipun Gusti Yesus kaandhapaken saking kajeng salib, lajeng kasarekaken wonten ing pasarean ingkang wonten ing patamananipun Yusuf saking kitha Arimatea. Lah, menawi kasarekaken ing panggenan sanes saged nuwuhaken wicantenan lan kakisruhan, temah nuwuhaken karibedan. Pramila, layonipun Gusti Yesus dipun sarekaken ing pasarean ingkang wonten ing saklebeting taman kagunganipun Yusuf. Malah pasarean punika taksih enggal, dereng wonten tiyang ingkang dipun sarekaken ing panggenan punika. Ing pasarean punika menawi wonten para pandherekipun Gusti Yesus utawi sinten kemawon ingkang badhe atur pangurmatan dhumateng Gusti Yesus saged nuweni layonipun Gusti Yesus. Punapa ingkang katindakaken dening Yusuf punika prekawis ingkang waskitha. Yusuf legawa pasarean ingkang wonten ing petamanan kagunganipun kagem layonipun Gusti Yesus. Yusuf boten kepingin nguwasani pasareanipun Gusti Yesus. Tumindakipun Yusuf punika mbuktekaken, bilih piyambakipun mujudaken sikap lan tumindak ingkang boten ngutamekaken pikajengipun piyambak, nanging migatosaken pikejangipun tiyang sanes. Boten kathah tembung lan ukara ingkang kaucapaken minangka wujuding katresnanipun. Pancen katresnan punika boten cekap menawi namung kaucapaken, langkung-langkung dening ukara ingkang panjang. Katresnan punika kedah kawujudaken wonten ing sikap lan tumindak ingkang nyata.
Kaping tiga, Nikodemus. Nikodemus punika tiyang Farisi, pangagengipun tiyang Yahudi ingkang nate sowan ing ngarsanipun Gusti Yesus wanci dalu lan diskusi bab lair kapindho (Yok. 3:1-21). Nalika Gusti Yesus seda, Nikodemus nyelaki layonipun Gusti Yesus kanthi mbekta caruban lisah mur lan lisah garu ingkang limrahipun kangge gandanipun layon. Lisah punika kabekta minangka wujud katresnan lan urmatipun kagem Gusti Yesus. Punapa ingkang katindakaken dening Nikodemus punika mujudaken sikap lan tumindak ingkang kendel, awit punapa ingkang katindakaken dening Nikodemus punika boten sarujuk kaliyan tiyang Farisi ingkang nggethingi Gusti Yesus. Tumindak katresnan lan urmat pancen saged katujukaken dhumateng saben tiyang, awit saben tiyang nggadhahi hak nampi katresnan lan urmat.
Yusuf saking kitha Arimatea lan Nikodemus saestu ngurmati Gusti Yesus. Kejawi punika ugi kendel mujudaken sikap lan tumindak kados ingkang dipun wucalaken dan tuladhanaken dening Gusti Yesus. Prekawis punika kawujudaken kanthi nindakaken punapa ingkang saged katindakaken tumrap Gusti Yesus ingkang dipun tresnani. Nadyan punapa ingkang katindakaken punika saged nuwuhaken raos gethingipun tiyang-tiyang ingkang boten remen dumateng Gusti Yesus awit Yusuf lan Nikodemus saged kaanggep pandherekipun Gusti Yesus ingkang kedah dipun singkiraken. Kejawi punika Yusuf lan Nikodemus saged ngadhepi para pandherekipun Gusti Yesus sanesipun karana kaenggep ngginakaken wekdal supados kasuwur awit saking tumindakipun ingkang ngrukti layonipun Gusti Yesus. Nadyan mekaten, tiyang kekalih punika boten peduli panganggep ingkang kados mekaten punika. Tumrap tiyang kekalih punika ingkang utami inggih namung nindakaken tumindak sae ingkang saged katindakaken tumrap Gusti Yesus ingkang dipun tresnani. Yusuf lan Nikodemus saestu anggenipun nresnani Gusti Yesus. Tiyang kekalih punika boten namung sinau saking punapa ingkang katindakaken lan dipun alami dening Gusti Yesus nanging ugi ngecakaken piwucal lan tuladhanipun Gusti Yesus.
Panutup
Saben tiyang ingkang nresnani Gusti Yesus kanthi temen mesthi ngraosaken celak kaliyan Panjengangipun. Prekawis punika perlu kawujudaken kanthi wantun tumindak kados dene Gusti Yesus ingkang karsa nandhang sangsara ngantos seda sinalib nindakaken ayahan minangka Abdinipun Allah. Wantun tumindak kados tumindakipun Gusti Yesus punika ateges ngecakaken piwucal lan tuladhanipun Gusti Yesus ing gesang padintenan. Punika pancen sanes prekawis ingkang gampil katindakaken awit pakewet lan pambengan ingkang dipun adhepi inggih boten entheng. Kasunyatanipun, wonten kemawon tiyang ingkang ngaken pitados dhumateng Gusti Yesus boten wantun tumindak sacara tegas anggenipun mujudaken lan ngukuhi kapitadosanipun. Malah nglairaken pangaken minangka tiyang Kristen boten wantun. Kamangka Gusti Yesus sampun paring piwucal lan tuladha anggenipun wantun mujudaken punapa kayekten nadyan kedah ngadhepi kasangsaran ingkang nggegirisi sanget ngantos sedanipun. Pramila, merlokaken tumindak ingkang wantun saestu anggenipun mujudaken piwucal lan tuladhanipun Gusti Yesus. Lajeng kados pundi kita samengke? Kita ugi kedah wantun tumindak kados dene Gusti Yesus Kristus. Amin. (HSW)
Pamuji : KPJ. 249 “Abdining Sang Yehuwah”