Bacaan: Habakuk 1 : 5 – 17 | Pujian: KJ. 26
Nats: “Bukankah Engkau ada sejak dulu, TUHAN, Allahku, Yang Maha Kudus? Kami tidak akan mati. Ya TUHAN, mereka telah Kautetapkan untuk menghukum. Ya Gunung Batu, telah Kautentukan mereka untuk menghajar.” (Ayat 12)
Pernahkah saudara mempertanyakan sesuatu kepada Tuhan ketika berdoa? Pernahkah saudara sungguh bingung dengan apa yang terjadi dalam hidup saudara? Merasa bahwa tidak ada lagi tempat yang bisa dijadikan tempat untuk mengadu dan menumpahkan segala yang dirasakan kepada Tuhan di dalam doa? Jika iya, saudara tidak sendirian.
Bacaan kita pada hari ini mengantar kita untuk melihat pengalaman hidup dan pergumulan yang dialami Nabi Habakuk. Ia berada dalam situasi yang begitu menekan. Bila kita lihat lebih luas, mulai dari pasal 1:1-4, di sana kita melihat Nabi Habakuk terus berteriak karena merasa ada terlalu banyak kejahatan. Ia mempertanyakan, “Mengapa Tuhan yang baik membiarkan umat-Nya berbuat kejahatan?” Bahkan pada ayat 5-17, Nabi Habakuk mengalami hal-hal yang makin membuatnya terheran-heran. “Bagaimana bisa Tuhan mengutus orang Kasdim yang terkenal akan kekejamannya untuk menghukum umat kepunyaan Tuhan?” Yang lebih menyakitkan ialah kenyataan yang diketahui olehnya bahwa orang-orang Kasdim itu tidak lebih benar dari umat kepunyaan Tuhan itu sendiri. Lalu, pada ayat 11 dengan jelas dituliskan bahwa orang Kasdim itu mendewakan kekuatannya sendiri. Namun, Habakuk tidak goyah. Ia berusaha memahami bahwa Tuhan Allah adalah Allah yang sama, Allah yang tidak berubah. Keselamatan bagi umat Allah tidak disangsikannya. Meski Nabi Habakuk juga berada dalam dilema untuk memahami kehendak Allah dalam situasi yang sulit itu.
Pada suatu titik kehidupan, kita mungkin saja mengalami seperti apa yang dialami oleh Nabi Habakuk. Kita bisa saja bingung seperti Nabi Habakuk. Kita dapat bergumul bersama Tuhan tentang apa saja yang kita alami dan kita bingungkan. Dari sini kita dapat memaknai arti nama Habakuk, yang dalam bahasa Ibrani berarti ‘menggenggam’ atau ‘memeluk’. Dia disebut ‘pelukan’ karena kasihnya kepada Tuhan dan karena ia bergumul dengan Tuhan. Dalam kebingungan kita, mari kita jalani segala pergumulan kita bersama Tuhan. Pastilah kita dimampukan dan dikuatkan menghadapi pergumulan kita. Tetaplah kuat dalam iman dan teruslah setia di dalam Tuhan! Amin. [27].
“Iman adalah keberanian melangkah dalam setiap pertanyaan hidup kita.”