Bacaan : 2 Korintus 9 : 6 – 15 | Pujian: KJ 433 : 1 – 3
Nats: “Camkanlah ini: Orang yang menabur sedikit, akan menuai sedikit juga, dan orang yang menabur banyak, akan menuai banyak juga. Hendaklah masing-masing memberikan menurut kerelaan hatinya, jangan dengan sedih hati atau karena paksaan, sebab Allah mengasihi orang yang memberi dengan sukacita.” [ayat 6 – 7]
Ada cerita populer tentang seorang tukang becak. Seorang tukang becak sehari-hari menunggu datangnya penumpang di suatu tempat. Hari itu ia telah seharian menunggu namun belum mendapat satu pun penumpang, padahal hari mulai gelap. Maka ia terima saja ketika ada penumpang yang ingin naik becaknya dan menyebutkan harga yang sangat murah yaitu dua ribu rupiah. Sepanjang perjalanan, ia mengendarai becaknya dengan kencang dan nampak tidak memikirkan keselamatan penumpangnya. Ketika sampai di tempat yang dituju, penumpang memprotes si tukang becak yang ugal-ugalan tersebut. Sambil menggerutu tukang becak menjawab: “Anda ini bagaimana? Bayar hanya dua ribu kok minta selamat!?” Cerita tersebut menggambarkan suatu anggapan bahwa apa yang layak diterima oleh seseorang sangatlah bergantung pada apa yang ia berikan.
Dalam hal persembahan seringkali orang Kristen juga memiliki anggapan demikian. Mereka beranggapan bahwa berkat Tuhan yang diterima tergantung pada banyak sedikitnya materi yang diberikan untuk Tuhan. Oleh karenanya, ayat 6 bacaan hari ini seringkali dijadikan landasan persembahan. Mereka mendorong umat memiliki pemahaman bahwa siapapun yang memberikan banyak uang persembahan maka berkat Tuhan akan dilipatgandakan untuknya. Sebaliknya, jika orang memberikan uang persembahan hanya sedikit, maka sedikit pula berkat Tuhan yang akan diterima.
Anggapan tersebut tentu keliru. Tuhan bukanlah sosok yang memiliki perhitungan sedemikian. Berkat dari Tuhan tidak bergantung pada banyak sedikitnya uang persembahan kita. Memberi persembahan adalah kewajiban umat dan hal yang paling penting dalam memberi persembahan bukanlah jumlahnya namun sikap hati yang rela dan penuh sukacita. Ketika umat memberi persembahan dengan hati yang rela dan penuh sukacita, maka Tuhan mengasihinya (ayat 7). [Dn]
“Persembahan bukanlah modal berkat, melainkan buah berkat.”