Serba-Serbi Tentang Gereja

1 April 2009

1. Apakah Gereja itu?

Arti pokok gereja bukanlah sebuah gedung, melainkan persekutuan orang-orang percaya yang menyambut secara positif karya Allah didalam Kristus Yesus. Persekutuan ini meliputi orang percaya di seluruh dunia, dan tidak dibatasi oleh bahasa, suku bangsa dan status sosial.

Gereja bisa berdiri di dunia karena dibangun oleh Tuhan Yesus sendiri. Jadi tanpa karya Tuhan Yesus tidak mungkin terdapat gereja di dunia ini. Demikian pula persekutuan orang-orang yang tidak mengakui Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juru selamat bukanlah gereja. Untuk membantu agar lebih jelas barangkali bisa dibaca Surat 1 Petrus 2: 9-10 yang melukiskan bahwa persekutuan orang-orang percaya memang benar-benar telah dipindahkan dari kuasa kegelapan kepada kuasa terang, yaitu Tuhan Yesus sendiri.

2. Siapakah yang memimpin Gereja?

Dilihat dari latar belakangnya, maka gereja adalah hasil dari pekerjaan Tuhan Yesus. Oleh karena itu Gereja pun dipimpin oleh Tuhan Yesus sendiri. Tuhan Yesuslah yang menjadi Kepala Gereja. Mengingat Gereja dipimpin oleh Tuhan Yesus sendiri, maka Gereja tidak perlu takut terhadap semua kekuatan atau kuasa apapun, karena tidak ada kuasa lain yang mampu menandingi kuasa dari Yesus Kristus.

Sedangkan dilihat dari sisi organisasi, maka Gereja merupakan sekelompok orang yang memerlukan penataan dan peraturan. Untuk merealisasikan agar Gereja hidup secara tertib dan teratur, maka diperlukan adanya beberapa orang yang diberi tanggung jawab untuk mengatur dan menata keberadaan gereja. Pada hakekatnya mereka yang diberi tanggung jawab untuk mengatur  gereja  adalah  “Dipanggil oleh Tuhan”  sendiri. Sehingga mereka pada hakekatnya bertanggung jawab bukan kepada manusia (warga jemaat), melainkan kepada Tuhan sendiri. Mereka yang diberi tanggung jawab itu bisa Majelis Jemaat, Komisi-Komisi Pembinaan, Ketua Wilayah dan lain sebagainya.

Jadi dapat disimpulkan bahwa keberadaan gereja sepenuhnya dipimpin oleh Tuhan sendiri, hanya dalam realisasi kegiatan sehari-harinya Tuhan berkenan memakai beberapa orang untuk turut serta melakukan pekerjaan-Nya. Sebagai gereja yang diatur oleh manusia, maka didalam perjalanannya gereja senantiasa terbuka kemungkinan terjadinya kesalahan.

3. Mengapa ada bermacam-macam Gereja?

Pada hakekatnya Gereja itu tetap satu. Hanya saja gereja yang satu itu menampakkan diri dalam keberbagaian. Dan keberbagaian itu disebabkan oleh hal-hal positif dan negatif. Hal positif, misalnya: orang percaya ingin menghayati imannya dengan budaya dan bahasanya, misalnya : dipandang dari sisi ini maka akan dijumpai banyak macam gereja, misalnya Greja Kristen Jawi Wetan (GKJW), Gereja Kristen Jawa (GKJ), Gereja Kristen Pasundan (GKP), Huria Kristen Batak Protestan (HKBP), dan lain sebagainya. Sedangkan yang disebabkan oleh hal negatif, misalnya karena konflik atau perpecahan. Ketidakcocokan sekelompok warga gereja terhadap gereja, lalu mendorong mereka untuk mendirikan gereja baru.

Disamping dua hal diatas juga masih terbuka kemungkinan terjadi keberagaman gereja, karena pemahaman manusia tentang Alkitab memang selalu terbatas. Ada gereja yang menekankan bagian tertentu dari Alkitab, misalnya tentang kuasa Roh Kudus, ada gereja yang berusaha memahami secara utuh Alkitab.

Bagi kita yang terpenting adalah menghayati dan menerima Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juru Selamat, kemudian melibatkan diri secara penuh dan bertanggung jawab di dalam Gereja dimana kita menjadi anggotanya. Selama gereja itu masih berada di dunia, maka tidak akan pernah ada gereja yang sempurna. Oleh karena itu kita perlu tetap menempatkan diri kita menjadi bagian dari gereja tertentu dengan menyadari kekurangan yang terdapat di dalam gereja itu. Tidak ada salahnya apabila kita menganggap gereja seperti milik atau rumah kita sendiri. Dengan demikian sekalipun, barangkali, kita menemukan berbagai kekurangan atau kelemahan didalam gereja kita, kita tidak akan dengan gampang pindah ke gereja lain. Kalau kita pindah ke gereja lain karena mengalami kekecewaan atau ketidakpuasan, maka akan sangat mungkin kita akan kembali mengalami kekecewaan lain di tempat yang baru. Setiap anggota jemaat dapat mengambil bagian dalam membenahi kekurangan yang terdapat pada gerejanya. Gereja amat membutuhkan warga yang secara tekun dan setia turut ambil bagian dalam pekerjaan Tuhan. Mereka ini ibarat benih yang baik untuk kedewasaan dan pertumbuhan gereja.

Baca Juga:  Ekospiritualitas

4. Peranan Warga Gereja

Tuhan mendirikan gereja di dunia ini agar dunia dapat merasakan kehidupan yang dipenuhi dengan damai sejahtera dan keadilan serta kebenaran. Oleh karena itu orang-orang percaya yang adalah bagian dari gereja dipanggil untuk senantiasa mampu mewujudnyatakan iman percayanya dalam kehidupan sehari-hari, agar damai sejahtera, keadilan dan kebenaran sungguh-sungguh dirasakan oleh dunia. Di sinilah peran serta warga gereja amat diperlukan bagi tumbuh dan berkembangnya Gereja milik Tuhan. Bagaimana warga gereja bisa mewujudnyatakan peran sertanya? Ada banyak hal yang bisa dilakukan, beberapa diantaranya disampaikan di bawah ini:

a.  Hidup sehari-hari dengan baik

Hal pertama yang perlu disadari oleh orang percaya adalah statusnya yang baru, yaitu tidak lagi hidup didalam kegelapan, melainkan didalam kuasa terang. Hidup didalam kuasa terang berarti senantiasa menjadikan Yesus Kristus selaku teladan yang dijadikan panutan sepanjang hidupnya. Memang tidak mudah untuk secara penuh meneladani apa yang telah dilakukan oleh Yesus Kristus. Lebih-lebih kehidupan masa kini yang semakin longgar terhadap nilai-nilai luhur. Tantangan dan godaan hidup yang semakin besar dan berat tidak boleh dijadikan sebagai alasan untuk tidak meneladani Yesus Kristus, melainkan justru menyadarkan diri kita betapa kita sangat membutuhkan campur tangan dan kuasa Tuhan, agar kita tidak kembali dikuasai oleh kegelapan.

Rasul Paulus mengistilahkan orang-orang percaya sebagai “Surat-surat Kristus” yang berarti mengajak setiap orang percaya agar dapat memancarkan kehidupan seperti yang diteladankan oleh Tuhan Yesus (perhatikan pula surat Efesus 5).

b. Di bidang dana

Dalam menjalankan kegiatannya gereja senantiasa membutuhkan dana yang tidak sedikit. Sumber dana yang utama adalah dari warga jemaat. Disamping persembahan minggu, atau ibadah keluarga, biasanya gereja juga memberikan kesempatan bagi warga untuk menyampaikan Persembahan Bulanan, Ucapan Syukur atau Persepuluhan. Pengalaman mengajarkan bahwa warga jemaat dengan penuh sukacita mendukung dana untuk keperluan pelayanan.

Kita selaku orang percaya mengakui bahwa dalam kehidupan sehari-hari Tuhan senatiasa memberikan berkat dan kecukupan. Bahkan ada saat tertentu kita mendapatkan berkat istimewa, misalnya kenaikan pangkat, ulang tahun, naik kelas atau lulus menjadi sarjana, dan lain sebagainya. Selaku warga jemaat seyogyanya pada saat kita mendapatkan berkat-berkat istimewa itu kita perlu menyisihkan sebagian berkat yang berupa uang untuk kita serahkan kepada gereja sebagai persembahan ucapan syukur.

c. Di Bidang Pelayanan

Gereja sebagai persekutuan orang percaya senantiasa membutuhkan keteraturan dan ketertiban dalam pelaksanaan pelayanan. Untuk itu diperlukan warga jemaat yang tergerak untuk terlibat dalam pelayanan agar gereja dapat secara teratur melaksanakan kegiatannya. Disinilah warga jemaat dipanggil untuk mewujud nyatakan peran sertanya. Misalnya ada kesediaan diri untuk dipilih menjadi Penatua, Diaken, Pelayan di Komisi Pembinaan atau di Kepanitiaan suatu kegiatan. Kalau tidak ada warga jemaat yang tergerak untuk terlibat dalam penataan pelayanan, bisa dipastikan gereja atau jemaat akan mengalami kelesuan. Tentulah tidak ada seorangpun menghendaki hal itu terjadi. Satu hal yang patut diperhatikan dalam hal ini adalah bahwa setiap orang yang tergerak untuk terlibat dalam penataan pelayanan haruslah mengutamakan kehendak Tuhan. Artinya, keterlibatan itu bukan karena ingin menonjolkan diri atau agar dihormati oleh orang lain, melainkan agar kehendak dan karya Tuhan sendiri yang berlaku.

Sekalipun gereja membutuhkan penataan organisasi, namun pada hakekatnya organisasi itu tidak memiliki jiwa hirarkhis (adanya atasan dan bawahan), artinya seorang pemimpin bukanlah penguasa, sedangkan warga bukanlah yang harus selalu tunduk. Organisasi itu berlandaskan prinsip pembagian kerja sesuai dengan talenta masing-masing. Seseorang terhadap seseorang lainnya adalah sejajar. Dalam bahasa Alkitab seorang pemimpin adalah hamba. “Roh patunggilan kang nyawiji” haruslah benar-benar dijiwai oleh siapapun yang terlibat dalam organisasi kegerejaan.

Dengan adanya penataan yang jelas diharapkan warga jemaat pun akan menjalankan perannya sebagai sesama anggota Tubuh Kristus, misalnya dengan menyampaikan ide-ide segar untuk peningkatan dan pengembangan gereja. Ide-ide itu bisa disampaikan pada saat Ibadah Rumah Tangga, “rembug warga”, atau secara langsung kepada Majelis Jemaat atau Badan Pembantu Majelis Jemaat.

Baca Juga:  Milikmulah Seluruh Hidupku

d. Hubungan Warga Jemaat dengan Umat lain

Seperti yang kita ketahui bersama bahwa kita hidup di tengah masyarakat majemuk. Majemuk bukan hanya dalam hal agama, melainkan juga dalam hal tingkat pendidikan dan sosial ekonomi. Dalam kenyataan kemajemukan itu mempengaruhi cara warga masyarakat bergaul. Tentu hal ini wajar karena wawasan seseorang akan menentukan corak pergaulannya. Oleh karena itu sebagai warga jemaat yang adalah pengikut Kristus yang setia, kita dipanggil untuk senantiasa mampu menempatkan diri dengan sebaik-baiknya di mana pun kita tinggal. Sesanti TUHAN ITU BAIK KEPADA SEMUA ORANG haruslah senantiasa kita ingat dan bahkan kita pakai sebagai landasan untuk bergaul dengan orang lain, siapapun mereka.

Sebenarnya ada banyak hal yang dapat kita lakukan agar kita bisa hadir dan bermanfaat ditengah masyarakat. Kita bisa melakukan mulai dari yang sederhana sampai dengan yang memerlukan pemikiran-pemikiran khusus. Misalnya, kita mulai dengan memelihara dengan sebaik-baiknya pergaulan kita dengan tetangga terdekat, siapapun mereka, dan apapun agama/kepercayaan mereka. Prinsip-prinsip atau nilai-nilai luhur yang telah dikenal dengan baik oleh masyarakat seperti saling menolong, tenggang rasa, saling menghormati perlu kita junjung dan kita praktekkan sebaik-baiknya. Dan untuk mempraktikkan nilai-nilai luhur itu kita tidak perlu menunggu kebaikan orang lain terlebih dahulu. Bila dimungkinkan perlu pula mulai dipikirkan untuk menjalin dan mengadakan kerjasama dengan umat bergama lain. Misalnya secara bersama-sama memikirkan peningkatan taraf kehidupan atau ekonomi warga masyarakat.

Dari hal di atas terbersit suatu harapan agar pergaulan kita di tengah masyarakat benar-benar terasa sebagai pergaulan antar sesama saudara, yang terbebas dari saling mencurigai. Kerekatan hubungan dengan warga masyarakat amat penting terus kita tingkatkan, supaya kebersamaan kita di masyarakat benar-benar menjadi semakin dewasa. Kebersamaan yang dewasa itu ditandai oleh kemampuan pada masing-masing pihak untuk menyelesaikan masalah apabila menghadapi gejolak. Misalnya ada oknum orang Kristen yang menghina keyakinan orang lain atau sebaliknya, maka persoalan itu bisa diatasi secara proporsional (tidak perlu menunggu seseorang dari luar untuk mengatasi masalah). Warga jemaat dipanggil untuk membangun kebersamaan yang sungguh-sungguh dengan warga masyarakat sekitarnya. Hal ini hanya mungkin terjadi apabila hubungan kita dengan orang lain amat erat. (Kita bersyukur karena ada banyak warga jemaat yang amat besar perannya ditengah masyarakat: sebagai tokoh, ketua RT, ketua RW, aktivis masyarakat, dlsb.).

 

Catatan:

Di berbagai tempat, gereja atau persekutuan sering mengalami konflik berkepanjangan, dan yang pada akhirnya terjadi perpecahan. Misalnya membentuk “gereja” baru atau “wadah persekutuan”, dan ini marak di sekitar kita. Jika diamati akan kita temukan fakta bahwa salah satu faktor penting penyebab hal itu adalah soal ketidakdewasaan rohani. Dengan contoh berikut ini saya berharap kita bisa menilai mana yang dewasa dan mana yang masih tinggi egoismenya. Pak Dadap secara pribadi tidak setuju ketika gereja berencana mengganti pagar besi menjadi pagar tembok. Majelis jemaat memutuskan bahwa pagar besi harus diganti dengan pagar tembok. Sekali pun tidak setuju secara pribadi tetapi ternyata pak Dadap menghormati keputusan majelis jemaat, dan ia dengan sukacita mendukung dana untuk keperluan pembangunan pagar itu. Sebaliknya Pak Waru secara pribadi juga tidak setuju pagar tembok diganti, tetapi berbeda dengan Pak Dadap, Pak Waru sedikit pun tidak mau mendukung dana untuk penggantian pagar itu. Pak Dadap bisa memilah antara kepentingan pribadi dan kepentingan bersama dan sekaligus menghormati keputusan majelis jemaat. Sementara pak Waru amat jelas egoismenya, sesuatu yang tidak saya sukai tidak akan saya dukung sekalipun diputuskan oleh majelis jemaat. Gereja dan persekutuan di mana pun amat memerlukan pribadi-pribadi seperti pak Dadap.

Renungan Harian

Renungan Harian Anak