Kaum wanita diyakini dapat berperan aktif sebagai agen perdamaian. Perannya dalam keluarga berpotensi mencegah kekerasan sejak dini.
Kesadaran tersebut yang mengemuka dalam pembinaan wanita lintas agama yang diadakan Dewan Pembinaan Peranan Wanita (DPPW) GKJW di Balewiyata tanggal 24-25 Februari 2018. Pembinaan tersebut berangkat dari keinginan untuk merajut nilai kebersamaan dan membangun hidup dalam keberagaman.
Dalam pertemuan ini hadir kurang lebih 50 wanita dari berbagai agama. Mereka datang dari organisasi seperti WKRI (Wanita Katolik RI), Muslimat (Wanita Nahdlatul Ulama), dan Aisyiyah (Wanita Muhammadiyah). Hadir pula wanita dari Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI), jaringan Gus Durian dan Majelis Tinggi Agama Konghucu Indonesia (MATAKIN).
Pembinaan ini pula diikuti oleh pengurus Komisi Pembinaan Wanita dari 14 majelis daerah se-GKJW. Masing-masing majelis daerah mengirimkan 2 orang wakilnya ditambah seorang dari agama lain.
Kerjasama lintas agama ini merupakan hal baru bagi kebanyakan peserta. Disini, mereka harus “keluar dari zona nyaman”, belajar mengembangkan sikap toleransi dan bersikap inklusif terhadap agama lain. Hal itu karena kebanyakan peserta hanya mengikuti kegiatan intra-religion (dalam agama saja sendiri) selama ini.
Perspektif masing-masing agama dalam mengusahakan perdamaian diulas pula dalam pertemuan tersebut. Tiga narasumber dari Islam, Konghucu, dan Kristen menerangkan bahwa agama merupakan sumber positif untuk toleransi dan perdamaian.
Kaum wanita perlu disemangati dalam menggunakan kekhasan dan potensinya untuk mengembangkan perdamaian. Hal itu bisa diawali dari keluarga masing-masing. Kesediaan menghormati pemeluk agama lain dan bersikap inklusif perlu ditanamkan pada anak. Sesuatu yang ditanamkan sejak anak-anak akan menjadi cara pikir atau cara pandang yang tidak mudah hilang atau pudar.
Selain itu, kaum wanita juga dapat membangun perdamaian melalui jaringan lokal seperti pertemuan dengan tetangga, perjumpaan di pasar, di tempat ibadah atau di ruang publik lainnya.
Kerjasama wanita lintas agama saat ini dirasa penting mengingat agama sering dijadikan alasan konflik. Perbedaan agama atau perbedaan paham keagamaan sering menjadi alasan pertentangan. Untuk mengatasi hal tersebut, diperlukan kerjasama antar iman dengan semangat saling menghormati.