Bacaan: Yeremia 1: 4-19
Nats: “… baiklah engkau bersiap, bangkitlah dan sampaikanlah kepada mereka segala yang Kuperintahkan kepadamu. Janganlah gentar terhadap mereka…” (Yeremia 1:17)
Teman-teman, menurut tradisi lisan yang beredar, Kyai Tunggul Wulung adalah anak seorang selir Raden Ngabehi Atmasudirdja yang dilahirkan kira-kira pada tahun 1800 dengan nama asli Raden Tandakusuma. Karena keterlibatannya dalam perang Pangeran Diponegoro (1825-1830), maka beliau berusaha menyembunyikan identitas dirinya dan menjadi rakyat jelata dengan bertapa di kawasan Gunung Kelud, Kediri.
Pada suatu hari, ketika masih bertapa di Gunung Kelud, tiba-tiba beliau menemukan salinan Sepuluh Perintah Allah di bawah tikar bertapanya. Berdasarkan kesaksian iman beliau, salinan tersebut diletakkan oleh tangan Tuhan sendiri, dengan disertai suara dari langit yang memerintahkannya agar beliau pergi ke hutan di daerah Mojopahit, untuk menemui seorang Pendeta Belanda (Pdt. Jellesma) yang akan menunjukkan jalan keselamatan baginya.
Berdasarkan pada perintah itu, beliau akhirnya pergi ke Mojowarno untuk belajar agama Kristen pada Pdt. J.E. Jellesma. Dua tahun kemudian ia dibaptis oleh Jellesma dan diberi nama baptis “Ibrahim”. Sesudah menjadi pengikut Kristus, beliau mengadakan perjalanan Perkabaran Injil terus-menerus di berbagai penjuru kota dan desa-desa. Beberapa di antaranya adalah ke Pasuruan, Malang, Blitar, hingga akhirnya menetap di kawasan Gunung Muria, Jawa Tengah (perintis lahirnya Gereja Injili di Tanah Jawa/GITJ).
Doaku: “Tuhan, aku ingin hidupku berarti bagi kemuliaan nama-Mu. Amin”