Tanggung Jawab Bagi yang Menderita Khotbah Tahun Baru 1 Januari 2019

19 December 2018

Tahun Baru
Stola
Putih

 

Bacaan 1         :  Pengkhotbah 3: 1-13
Bacaan 2         :  Wahyu 21: 1-6 a
Bacaan 3         : Matius 25: 31-46 a

Tema Liturgis  :  Solidaritas Bagi yang menderita sebagai panggilan umat beriman
Tema Khotbah:  Tanggung jawab bagi yang menderita

 

KETERANGAN BACAAN
(Tidak perlu dibaca di mimbar, cukup dibaca saat mempersiapkan khotbah)

Pengkhotbah 3: 1-13

Kitab Pengkhotbah merupakan kitab yang berisi kebijaksanaan hidup. Penulis kitab Pengkhotbah tidak terlalu jelas. Hanya disebutkan bahwa penulisnya adalah anak Daud, raja di Yerusalem (Pengkh 1:1,12), pemimpin yang paling bijaksana dari umat Allah (Pengkh. 1:16), penggubah banyak amsal (Pengkh. 12:9), dan kerajaannya dikenal karena kekayaan dan kemuliaan yang melimpah  (Pengkh. 2:4-9). Ciri-ciri tersebut kemungkinan besar mengacu pada Salomo. Ia menulis kitab ini di masa tuanya.

Salah satu pesan yang disampaikan adalah pengingat bagi pembaca bahwa segala sesuatu ada waktunya (Pengkh. 3: 1-13) Contoh-contoh yang bertolak belakang dipakai untuk menunjukkan kenyataan hidup: lahir –  meninggal, menanam-mencabut, merombak-membangun, menyimpan-membuang, dsb. Perikop ini menunjukkan kenyataan kehidupan, keterbatasan manusia, dan kuasa Tuhan atas hidup manusia.  

Wahyu 21: 1-6 a:

Kitab Wahyu ditulis oleh Yohanes ketika ia dipenjara di pulau Patmos oleh pemerintah Roma. Pemerintah Roma  tidak menyukai kegiatan pemberitaan Injil yang dilakukan oleh Yohanes. Dalam penjaranya di Patmos, Yohanes mendapat penglihatan dan Tuhan memerintahkannya untuk menuliskan semua yang ia lihat (Wahyu 1: 10-11). Banyak rahasia disingkapkan dan menjadi nasihat bagi jemaat-jemaat di berbagai tempat. Salah satu bagian yang dituliskan yang berupa penyingkapan (Apokaliptik) adalah perikop ini.

Di tengah penderitaan yang dialami akibat penindasan pemerintah Roma, kitab Wahyu 21: 1-6a menuliskan pengharapan-pengharapan yang disediakan Allah bagi jemaat/orang percaya.

Matius 25: 31-46 a:

Tuhan Yesus mengisahkan peristiwa di masa depan atau akhir seluruh dunia/alam semesta dan segala isinya (eskatologis).  Sebuah penyingkapan tentang apa yang akan terjadi pada hari akhir, ketika Anak Manusia datang kembali dalam kemuliaanNya. Tuhan Yesus menggunakan perumpamaan-perumpamaan untuk menggambarkan maksudNya. Ada gembala, raja, domba, kambing, kanan dan kiri.

Ketika Anak Manusia (Yesus Kristus) datang dalam kemuliaanNya, Ia akan mengumpulkan semua bangsa. Mereka akan dikelompokkan seperti seorang gembala memisahkan domba dan kambing. Perumpamaan domba dan kambing dipakai untuk membedakan dua kelompok. Istilah domba dipakai untuk menggambarkan mereka yang melakukan perbuatan baik kepada mereka yang paling hina yakni mereka yang adalah representasi Tuhan Yesus Kristus, Sang Raja.  Sedang istilah „kambing“ dipakai untuk mereka yang tidak peduli kepada penderitaan mereka yang paling hina tersebut.

Selain istilah domba dan kambing, pembedaan dua kelompok tersebut juga memakai kanan dan kiri. Yang di kanan adalah mereka yang melakukan perbuatan baik untuk yang paling hina, sedang yang di sebelah kiri adalah mereka yang abai terhadap penderitaan mereka yang hina.

Kisah ini menjadi pengingat bahwa semua manusia kelak harus mempertanggungjawabkan perbuatan-perbuatannya di hadapan Tuhan, Anak Manusia, Sang Raja.

Benang Merah Tiga Bacaan

Kehidupan manusia mengalami perubahan terus-menerus. Yang lama akan berlalu, yang baru akan datang. Di atas semua itu Tuhanlah pusat kehidupan dimana setiap orang harus mempertanggungjawabkan kehidupan yang dijalaninya.

 

RANCANGAN KHOTBAH: Bahasa Indonesia
(Ini hanya sebuah rancangan, silakan dikembangkan sesuai konteks jemaat)

Pendahuluan

Apa yang anda harapkan soal masa depan? Pasti harapan baik dan positif, bukan? Tidak ada orang yang mengharapkan hal buruk untuk masa depannya. Bagaimana masa depan yang baik itu bisa dicapai? Untuk mencapai masa depan yang baik , ada dua peran  penting yang harus diperhitungkan. Yang pertama adalah peran Allah  dan yang kedua adalah peran manusia. Keduanya saling  mempengaruhi.  Oleh karenanya  tidak tepat jika manusia berpikir karena segala sesuatu telah diputuskan oleh Tuhan dari sejak mulanya maka manusia tidak perlu melakukan apa-apa untuk masa depannya. Orang-orang dengan keyakinan ini berpikir bahwa  Tuhan sajalah yang bertanggung jawab untuk semua hal yang terjadi atas diri manusia. Hingga mereka sangat gampang menyalahkan Tuhan atas kejadian dalam hidup mereka, meskipun semua itu terjadi karena kesalahan mereka sendiri. Di sisi lain, tidak tepat juga orang yang berpikir bahwa usahanya sendiri sajalah yang akan bisa menentukan masa depannya. Orang-orang macam ini biasanya tidak bisa mentoleransi hal-hal yang terjadi yang tidak  sesuai dengan rencananya. Padahal begitu banyak hal yang bisa terjadi di luar prediksi atau kemampuan manusia. Jika berhasil, orang dengan pemahaman ini akan menyombongkan diri. Bagaimana Alkitab memandang soal masa depan? 

Isi

Dalam pandangan Kristen, kehidupan di dunia ini ada awal dan akhirnya. Akhir kehidupan digambarkan dan dikenal melalui suatu pandangan eskatologis yakni hal yang mengkisahkan peristiwa di masa depan atau akhir seluruh dunia/alam semesta dan segala isinya.

Selama kehidupan masih ada, pergantian masa akan terus menerus terjadi. Seperti yang dikisahkan oleh kitab Pengkhotbah tadi. Ada waktu lahir, ada waktu meninggal, ada waktu menanam, ada waktu mencabut, ada waktu menyimpan, ada waktu membuang, dan seterusnya. Namun semua yang berganti-ganti tersebut  juga akan ada akhirnya.

Ketika kehidupan dunia telah berakhir, akan ada yang baru. Kitab Wahyu menyebut akan ada langit baru dan bumi baru yang berbeda dari yang sebelumnya.  Jika sebelumnya suka dan duka terus berganti-ganti, di langit dan bumi baru tidak akan ada lagi tangis, kepedihan, kertak gigi. Ini  sebuah pengharapan masa depan yang disingkapkan oleh Tuhan melalui Yohanes dalam kitab Wahyu tadi.

Kehidupan di dunia yang terus menerus berubah dan kehidupan di langit dan bumi yang baru itu tetap ada dalam rengkuhan satu pusat yakni Tuhan, Sang Pemberi (Pengkhotbah 3:13), Sang Awal dan Sang Akhir (Wahyu 21:6). KepadaNyalah kehidupan dipertanggungjawabkan. Pertanggungjawaban itu  harus dilakukan ketika Anak Manusia datang kembali dalam kemuliaanNya. Ketika  Anak Manusia (Yesus Kristus) nanti datang kedua kalinya, maka setiap orang harus mempertanggungjawabkan perbuatan-perbuatan dalam hidupnya.

Injil Matius memberikan gambaran, perbuatan-perbuatan macam apa yang semestinya dilakukan sebagai pertanggungjawaban kehidupan. Menurut Injil Matius, apapun perbuatan baik yang dilakukan bagi mereka yang paling hina yakni  memberi makan mereka yang kelaparan dan kehausan, memberi baju mereka yang telanjang, memberi tumpangan bagi mereka yang asing, melawat mereka yang sakit dan terpenjara adalah perbuatan yang dilakukan untuk Tuhan. Jadi perlakuan kepada sesama dianggap sebagai perlakuan kepada Kristus. Sesama dilihat tidak hanya sebagai orang-orang biasa, tetapi merupakan perwujudan wajah Kristus.

Masa depan dalam pandangan Alkitab adalah masa depan berpengharapan yang menuntut pertanggungjawaban.

Penutup

Perbuatan kita bukanlah satu-satunya penentu keselamatan kita karena anugerah Allahlah yang menyelamatkan. Namun perbuatan kita adalah hal yang diperhitungkan sebagai pertanggungjawaban kehidupan kita. Masa depan ditentukan oleh tindakan manusia dan keputusan Allah. Dalam kepedulian kepada mereka yang hina, manusia menghormati Allah. Perbuatan-perbuatan yang peduli kepada mereka yang hina tersebut bukan dilakukan untuk kepentingan diri manusia, tetapi menjadi wujud syukur kepada kasih Allah.

Tahun 2018 kita tinggalkan. Hari ini kita mengawali hidup baru di tahun 2019. Apa yang sudah kita lakukan dan apa yang akan kita lakukan menuntut pertanggungjawaban kita. Maka mari kita waspada. Eling lan waspada menjalani anugerah kehidupan dariNya. Kiranya Tuhan menolong kita.

 

Nyanyian: KJ. 432: 1, 2

RANCANGAN KHOTBAH: Basa Jawi

Pambuka

Menapa ingkang panjenengan ajeng-ajeng ing mangsa ngajeng? Mesthinipun sedaya bab ingkang sae ta? Boten wonten tiyang ingkang ngajeng-ajeng perkawis ala ing gesangipun ing mangsa ngajeng. Kadospundi mangsa ngajeng ingkang sae menika saged dipunranggeh? Supados saged nggranggeh mangsa ngajeng ingkang sae, wonten kalih peran ingkang wigati. Sepisan peranipun Gusti lan kaping kalih peranipun manungsa. Kekalihipun sami-sami nggadhahi pengaruh. Mila boten leres menawi manungsa nggadhahi pamanggih amargi sedaya perkawis sampun dipuntemtokaken dening Gusti wiwit mula mila manungsa boten perlu malih nindakaken menapa-menapa kangge gesangipun ing ngajeng. Tiyang-tiyang ingkang nggadhahi pamanggih makaten rumaos bilih Gusti ingkang nggadhahi tanggel jawab kangge sedaya bab ingkang kedadosan ing gesangipun. Mila sami gampil anggenipun nyalahaken Gusti menawi wonten perkawis awrat ingkang kedadosan ing gesangipun, sanadyanta perkawis menika kedadosan krana pokalipun piyambak.

Ing sisih lintunipun ugi lepat menawi manungsa gadhah pamanggih dene namung upaya dhirinipun piyambak ingkang saged nemtokaken mangsa ngajeng gesangipun. Tiyang-tiyang menika limrahipun boten saged nampi menawi kathah bab boten kados ingkang sampun karancang. Kamangka kathah bab saged kedadosan ing njawinipun rancangan kita utawi kasagedanipun manungsa. Menawi gesangipun kasil/sukses, mila  tiyang ingkang nggadhahi pamanggih makaten badhe gumunggung. Kadospundi Kitab Suci nyerat bab mangsa ngajeng?

 

Isi

Ing pamanggih Kristen, gesang menika nggadhahi wiwitan lan pungkasan. Pungkasaning gesang dipungambaraken lan dipuntitiki lumantar gegambaran eskatologis. Gambaran eskatologis nyariosaken prastawa ing mangsa ngajeng utawi pungkasanipun donya/jagad lan isinipun.

Salaminipun taksih gesang, mangsa badhe tansah gantos ginatos. Kados ingkang kaserat ing Kohelet kalawau. Wonten wekdal lairan, wonten wekdal pejah, wonten wekdal nandur, wonten wekdal nyabut, wonten wekdal nyimpen, wonten wekdal mbucal, lan salajengipun. Sanadyanta makaten, sedaya menika kalawau mesthi badhe wonten pungkasanipun.

Nalika donya sampun  sirna, badhe wonten ingkang enggal. Ing kitab Wahyu dipunserat bilih badhe wonten langit enggal lan bumi enggal ingkang benten kaliyan saderengipun. Menawi saderengipun kabingahan lan kasusahan gantos ginantos, ing langit lan bumi enggal boten badhe wonten malih tangis, kasangsaran lan keroting untu. Menika pangajeng-ajeng ing mangsa ngajeng ingkang dipunbikak dening Gusti lumantar Yohanes ing kitab Wahyu.

Gesang ing alam donya ingkang tansah gantos ginantos lan gesang ing langit lan bumi enggal menika sedaya wonten ing pangrengkuh satunggal punjer inggih menika Gusti, Sang Peparing (Kohelet 3: 13), Sang Alfa lan Sang Omega (Wahyu 21: 6). Dhumateng Panjenenganipun tanggel jawab gesang kita kedah kita aturaken. Tanggel jawab menika kedah kita tindakaken nalika Putraning Manungsa rawuh malih kaliyan kamulyanipun. Nalika Putraning Manungsa (Gusti Yesus Kristus) rawuh ingkang kaping kalih, saben tiyang kedah paring pertanggungjawaban tumrap menapa kemawon ingkang sampun katindakaken ing gesangipun.

Injil Matius paring gambaran, tumindak menapa kemawon ingkang kedah katindakakaken minangka pertanggungjawaban gesang. Miturut Injil Matius, menapa kemawon patrap sae ingkang katindakaken kangge sawijining tiyang ingkang asor inggih menika tiyang ingkang ngelak lan ngelih, tiyang mlarat ingkang boten gadhah rasukan, tiyang manca, tiyang sakit lan ing pakunjaran menika sawijining patrap ingkang katindakaken kagem Gusti. Dados tumindak sae dhumateng sesami ingkang asor dipunanggep sami kaliyan tumindak kagem Sang Kristus. Sesami ingkang kaanggep asor menika sanes tiyang limrah, nanging wujuding pasuryanipun Sang Kristus.

Mangsa ngajeng ing pamanggihipun Kitab Suci inggih mangsa ngajeng ingkang kebak ing pangajeng-ajeng nanging nuntut tanggel jawab.

Panutup

Menapa ingkang kita tindakaken sanes satunggal bab ingkang mligi nemtokaken kawilujengan awit sih rahmatipun Gusti ingkang saged nylametaken manungsa. Sanadyanta makaten, menapa ingkang kita tindakaken dados bab ingkang dipunetang minangka pertanggungjawaban gesang kita.  Mangsa ngajeng dipuntemtokaken dening tumindaking manungsa lan putusanipun Gusti Allah. Ing satengahing kawigatosan dhumateng tiyang sanes ingkang asor, manungsa atur pakurmatan dhumateng Gusti Allah. Tumindak-tumindak sae kangge tiyang ingkang asor sanes katindakaken kangge manungsa ananging minangka wujud sokur dhumateng katresnanipun Gusti Allah.

Tahun 2018 sampun kita pengkeraken. Dinten menika kita lumebet ing warsa enggal tahun 2019. Menapa ingkang sampun kita tindakaken lan ingkang badhe kita tindakaken menika nuntut tanggel jawab. Mila mangga sami waspada. Eling lan waspada anggen kita nglampahi sih rahmat gesang saking Gusti. Mugi Gusti paring pitulungan. Amin.

 

Pamuji: KPJ. 439

Renungan Harian

Renungan Harian Anak