Sabtu Sunyi | Pekan Suci
Stola Putih
Bacaan 1: Ayub 14 : 1 – 14
Mazmur: Mazmur 31 : 1 – 16
Bacaan 2: 1 Petrus 4 : 1 – 8
Bacaan 3: Matius 27 : 57 – 66
Tema Liturgis: GKJW Berkorban Bersama Yesus Mewujudkan Perdamaian
Tema Khotbah: Kesediaan Merendahkan Hati Meningkatkan Perdamaian
Penjelasan Teks Bacaan:
(Tidak perlu dibaca di mimbar, cukup dibaca saat mempersiapkan khotbah)
Ayub 14 : 1 – 14
Ayub 14 ini tidak bisa dipisahkan dari Ayub 13, ini adalah rangkaian jawaban Ayub terhadap Zofar. Ayub membela dirinya dengan menjelaskan keadaan dirinya yang sudah sangat rapuh oleh penderitaan. Kita bisa membayangkan betapa hebat penderitaan Ayub (13:14-15), penderitaan itu telah membawanya pada ambang kematian. Ini bukan hanya penderitaan badan saja tetapi juga penderitaan yang merasuk ke batinnya. Namun yang menarik di sini adalah Ayub tidak mau menyerah kepada keadaannya (13:16). Semangat inilah yang menyelamatkannya, memberikan setitik harapan bagi dirinya yang telah dikepung oleh penderitaan.
Dalam penderitaannya tersebut, Ayub menyadari dan menerima bahwa Allah berkuasa atas hidupnya. Ia menerima bahwa Allah berhak mengatur hidupnya. Dalam upayanya menemukan jawab atas penderitaananya, Ayub mempertanyakan dosanya kepada Tuhan (13:23-24). Inilah yang memberikan harapan kepada Ayub. Ayub memiliki keberanian untuk masuk ke dalam dirinya sendiri dan menjumpai Tuhan dalam kerapuhannya. Ayub menyadari keadaan manusia yang rapuh dan hidupnya ada dalam kuasa Allah. Ia menyadari hidup manusia begitu singkat, seperti bunga ia berkembang lalu layu, seperti bayang-bayang ia hilang lenyap (Ay. 1-2). Karena itu, pengakuan ini telah membawa Ayub pada sebuah kesadaran untuk memohon Allah berbelas kasihan dan tidak mengadilinya, maka dengan cara demikian manusia dapat menikmati hidupnya (Ay. 3-6). Karena manusia tidak sama dengan pohon, yang meskipun telah ditebang masih dapat bertunas kembali, sedangkan manusia yang mati tidak akan mungkin bisa hidup kembali (Ay. 7-12).
Ayub menyadari bahwa tidak ada kehidupan kekal bagi manusia, di hadapan Allah, manusia sangat terbatas. Tapi di ayat 13-17, Ayub melihat sisi lain dari kematian, yang justru dalam kematian itu seakan-akan manusia bisa berlindung sampai murka Allah menjadi surut, ada jeda dalam kematian yang memberinya harapan. Harapannya di tengah penderitaan yang membawanya seperti ke dalam dunia orang mati memberinya setitik semangat dalam kehidupannya. Keberaniannya untuk menilik dirinya sendiri dan menjumpai Tuhan adalah kekuatan dalam penderitaannya.
1 Petrus 4 : 1 – 8
Ada beberapa tema dalam Surat 1 Petrus yang dapat dibagi menjadi:
- Salam Kristen (1 Ptr. 1:1-2)
- Hubungan Orang Percaya dengan Allah (1 Ptr. 1:3-2:10)
- Keselamatan oleh Iman (1 Ptr. 1:3-12)
- Kekudusan Karena Ketaatan (1 Ptr. 1:13-2:10)
- Hubungan Orang Percaya dengan Sesamanya (1 Ptr. 2:11-3:12)
- Tanggung Jawab Umum (1 Ptr. 2:11-17)
- Tanggung Jawab Rumah Tangga (1 Ptr. 2:18-3:7)
- Tanggung Jawab Budak Terhadap Tuannya (1 Ptr. 2:18-25)
- Tanggung Jawab Istri Terhadap Suaminya (1 Ptr. 3:1-6)
- Tanggung Jawab Suami Terhadap Istrinya (1 Ptr. 3:7)
- Ringkasan Prinsip-Prinsip yang Mengatur Hubungan Orang Percaya dengan Sesamanya (1 Ptr. 3:8-12)
- Hubungan Orang Percaya dengan Penderitaan (1 Ptr. 3:13-5:11)
- Ketabahan Menghadapi Penderitaan (1 Ptr. 3:13-4:11)
- Karena Berbahagia dari Menderita dengan Tidak Adil (1 Ptr. 3:13-17)
- Karena Teladan Kristus yang Berkuasa (1 Ptr. 3:18-4:6)
- Karena Urgensi pada Akhir Zaman (1 Ptr. 4:7-11)
- Bersukacita dalam Menghadapi Penderitaan (1 Ptr. 4:12-19)
- Karena Menguji Realitas Iman Kita (1 Ptr. 4:12)
- Karena Ikut Mengambil Bagian dalam Penderitaan Kristus (1 Ptr. 4:13, 14-16)
- Karena Mempersiapkan Kita untuk Kemuliaan Kedatangan-Nya (1 Ptr. 4:13, 17-19)
- Nasihat dalam Menghadapi Penderitaan (1 Ptr. 5:1-11)
- Kepada Penatua — Gembalakan Domba (1 Ptr. 5:1-4)
- Kepada Orang yang Lebih Muda (1 Ptr. 5:5-11)
- Ketabahan Menghadapi Penderitaan (1 Ptr. 3:13-4:11)
Bacaan kita masuk dalam tema bagaimana cara orang percaya menghadapi penderitaan. Penulis 1 Petrus ingin mengajak pembacanya untuk menjadi kuat dalam menghadapi penderitaan dengan melihat apa fungsi dari penderitaaan (Ay. 1, 2). Bagaimana harus bersikap dalam penderitaan agar iman tetap kuat (Ay. 3-8). Penulis ingin mengajak pembaca melihat cara baru dalam memandang penderitaan sebagai sebuah perjuangan dalam melawan dosa. Penderitaan menjadi terasa karena manusia harus mengendalikan dirinya dalam melawan dosa. Seandainya tidak ada perlawanan, maka manusia tidak akan merasa menderita. Paulus meminta pembacanya menjadi tenang dan menguasai diri supaya kesadaran akan kehidupan, kepekaan terhadap kehendak Tuhan menjadi meningkat, dan manusia tidak terjatuh ke dalam dosa. Dengan upaya demikian maka manusia bisa menjadi kuat dalam menghadapi penderitaan. Dalam konteks pembaca, mereka menghadapi penderitaan karena mereka adalah pengikut Kristus. Jadi Paulus ingin mengajak pembacanya sungguh-sungguh berdamai dengan diri mereka sendiri dan menjadi tenang serta berdamai dengan penderitaan yang datangnya dari luar karena mereka adalah pengikut Kristus.
Matius 27 : 57 – 66
Bacaan ini menegaskan pengorbanan Yesus menjadi puncak pengorbanan Yesus, yaitu kematian. Dengan bagian ini, maka Yesus dikisahkan benar-benar mati, apa yang dikatakan-Nya sebelumnya telah digenapi. Proses pengambilan mayat Yesus oleh Yusuf Arimatea menegaskan kematian Tuhan Yesus. Dalam tradisi Romawi, mayat yang mati disalib biasanya tidak dikuburkan, mereka akan dibiarkan tergantung dan dimakan oleh burung atau binatang buas. Mengapa Yusuf Arimatea mengambil mayat Yesus? Karena orang Yahudi memiliki tradisinya sendiri, seperti disebutkan dalam Ulangan 21:22-23: (22) “Apabila seseorang berbuat dosa yang sepadan dengan hukuman mati, lalu ia dihukum mati, kemudian kau gantung dia pada sebuah tiang, (23) maka janganlah mayatnya dibiarkan semalam-malaman pada tiang itu, tetapi haruslah engkau menguburkan dia pada hari itu juga, sebab seorang yang digantung terkutuk oleh Allah; janganlah engkau menajiskan tanah yang diberikan TUHAN, Allahmu, kepadamu menjadi milik pusakamu.”
Dalam peristiwa kematian Yesus ini ada 2 hal besar :
- Pengorbanan Yesus Sendiri
Yesus rela menderita sampai mati di atas kayu salib, untuk sesuatu yang bukan merupakan kesalahan-Nya. Menderita karena kesalahan adalah sebuah konsekuensi, tetapi Ia menderita karena kesalahan kita maka itulah pengorbanan. - Pengorbanan Yusuf Arimatea
Bandingkan dengan Yohanes 19:38-40, dalam Yohanes diceritakana bahwa yang datang bukan hanya Yusuf Arimatea tetapi juga Nikodemus. Yang oleh Yohanes dituliskan bahwa keduanya dengan diam-diam berelasi dengan Yesus sebelumnya. Kini Nikodemus dan Yusuf Arimatea mendatangi Pilatus dan merawat jenazah Yesus. Mari membayangkan perasaan Yusuf Arimatea dan Nikodemus yang kemarin-kemarin sembunyi-sembunyi berelasi dengan Yesus kini dengan keberanian mendatangi Pilatus. Mereka dengan keberanian menghadapi diri mereka sendiri dan mengorbankan ketakutan mereka. Tidak hanya mental tetapi juga harta benda mereka, yang mereka gunakan untuk menghadapi kematian Yesus sebagai rasa hormat. Dalam kematian Yesus ada pengorbanan karena cinta. Cinta Yesus kepada umat-Nya dan cinta murid kepada gurunya.
Benang Merah Tiga Bacaan
Memeluk kematian adalah pengorbanan karena cinta, memberikan kekuatan dalam penderitaan dan meningkatan kualitas hidup dengan kerendahan hati.
Rancangan Khotbah: Bahasa Indonesia
(Ini hanya sebuah rancangan khotbah, silahkan dikembangkan sesuai dengan konteks jemaat setempat)
Pendahuluan
Ada hewan-hewan yang sangat cerdas di alam semesta ini, beragam cara mereka gunakan untuk bertahan hidup. Uniknya adalah ada hewan yang menggunakan kematian sebagai cara bertahan hidup. Mereka pura-pura mati sehingga predator tidak tertarik dan ketika ada kesempatan, kelengahan predator, maka mereka akan melarikan diri. Video dapat ditonton di sini.
Isi
Lucu bukan tingkah hewan-hewan tersebut? Bagi hewan-hewan tersebut kematian adalah jalan menuju keselamatan. Kita bisa belajar dari kecerdikan para hewan tersebut. Bahwa untuk menjadi hidup, kadang kita perlu memeluk kematian dengan baik. Bagaimana maksudnya?
- Mencintai dengan Sungguh-sungguh
Demi memberi hidup kepada kita, Yesus bersedia memeluk kematian. Ini adalah puncak dari cinta Allah kepada umat-Nya yang berdosa. Yesus tidak memilih untuk membela diri-Nya yang benar dan memperjuangkan kebenaran agar nama-Nya bersih dari fitnah. Ia memilih memeluk kematian agar kita diberi kehidupan. Pengorbanan yang hanya bisa diberikan karena cinta yang besar. Ini adalah cinta yang sungguh-sungguh bukan kepura-puraan. Dalam relasi di keluarga, masyarakat, dan gereja kita perlu sungguh-sungguh mencintai. - Memilih Menerima Kenyataan Hidup
Memeluk kematian juga dirasakan oleh Ayub. Ia memilih untuk memeluk kematian dalam penderitaan yang ia alami. Menolak penderitaan dan mencari tahu asal penderitaan itu, siapakah yang salah hanya akan membuatnya semakin menderita. Ia mengakui kebesaran Tuhan yang mengatur kehidupan manusia. Dia memilih jalan itu ketimbang mencari tahu apa yang membuatnya menderita, sebab itu hanya akan menambahkan penderitaan pada dirinya. Ia menolak penghakiman teman-temannya. Ini bukan sikap negatif dalam memeluk kematian. Bukan dalam arti putus asa tetapi menerima kehendak Tuhan dan mengakui kebesaran Tuhan.
Elizabeth Kubler Ros dalam 5 tahapan kedukaan, tahapan kelima adalah penerimaan. Dalam penerimaan ini, seseorang bukan sepenuhnya bisa move on. Pada tahap ini, seseorang mulai menerima kenyataan bahwa penderitaan memang bagian dari kehidupan dan mulai bersedia menjalani kehidupan baru dengan perubahan yang ada. Ayub memilih untuk menerima ketimbang memberontak, memeluk kematian menuju kebahagiaan dan ketenangan hidup. Semakin kita menolak kenyataan hidup maka semakin berat hidup yang kita jalani. Kenyataan hidup kadang perih seperti kematian, kesediaan menerimanya akan memunculkan alternatif jalan keluar dan akan membuat kita menjadi lebih bahagia dengan hidup kita sendiri, tanpa membandingkannya dengan orang lain. - Memeluk Kematian Meningkatkan Kesadaran Hidup
Menerima penderitaan sebagai bagian dari kehidupan akan membuat kita menjadi lebih tenang, lebih bisa mengontrol diri, dan berpikir waras dalam penderitaan kita. Ini yang diharapkan Paulus terjadi dalam kehidupan jemaat. Menjadi tenang, tetap pada kesadaran sebagai umat Tuhan dalam menghadapi penderitaan sebab penderitaan adalah kemenangan dari dosa. Di mata Paulus sepertinya penderitaan menjadi lebih ringan dihadapi. Ia telah menemukan kuncinya. Memeluk kematian Kristus sebagai anugerah dan memeluk kematian diri dari segala dosa adalah jalan menuju bahagia, meski lalu kita tidak lagi menjadi populer di pergaulan dan mungkin ditinggalkan. Sebab ada banyak orang demi popularitas tidak sanggup memeluk kematian dosa atau perbuatan buruknya. Mereka memilih memelihara perbuatan buruk dan dosa daripada kehilangan popularitas. Tentu ini sangat disayangkan bukan. - Memeluk Kematian Mengalahkan Diri Sendiri
Yusuf Arimatea dan Nikodemus (bdk. Yoh. 19:38-40) juga memilih untuk memeluk kematian Kristus dengan menjadi dekat dengan jenazah Yesus dalam keberanian, sementara para murid yang lain menjauh dalam ketakutan. Memeluk kematian juga bisa dalam arti mengalahkan diri sendiri untuk hidup yang lebih baik. Ada banyak orang yang karena kesombongannya, ketakutannya kehilangan kehormatan, ketakutannya terhadap kekurangan hidup, takut miskin lalu mereka kehilangan empati, kepedulian dan kasih kepada sesamanya. Yusuf Arimatea tahu risiko setelah dia merawat jenazah Yesus maka sesudahnya dia akan dikucilkan dalam kalangan pergaulannya di komunitas Yahudi, tetapi dia tidak peduli. Biaya untuk pembuatan kubur juga mahal, minyak-minyak untuk perawatan jenazah juga mahal, tetapi ia tidak memikirkan itu. Ia mengalahkan semua itu, ia mematikan semua itu, baik kehormatan dan kekuasaan terhadap harta demi kasihnya kepada Yesus.
Kesimpulan
Kunci dari kesediaan memeluk kematian adalah kerendahan hati. Yesus memiliki kerendahan hati untuk rela menderita. Yusuf Arimatea memiliki kerendahan hati untuk mengalahkan dirinya sendiri dan ketakutannya sendiri. Orang yang rendah hati memiliki semangat pengorbanan sebab sudah pasti ia mengorbankan kehormatan dan harga dirinya, dan memilih menjadi rendah hati. Dalam memperingati kematian Yesus ini, kita perlu meneladani kerendahan hati Yesus dan kesediaan-Nya mengorbankan diri agar kehidupan kita menjadi lebih baik. Ketika kita telah menjadi bahagia dengan diri kita sendiri maka kita akan memiliki energi untuk menjadi berkat bagi orang lain. Orang yang tidak bahagia dengan hidupnya, yang menolak keadaan dirinya akan cenderung melukai orang lain, melemparkan ketidakbahagiaannya kepada orang lain. Jika kematian Yesus memberi hidup kepada kita, maka kesediaan kita untuk mematikan keangkuhan dan dosa dalam kerendahan hati akan menjadikan kita berkat bagi dunia.
Penutup
Seperti kecerdikan para hewan yang pura-pura mati demi memelihara kehidupan mereka, kita juga perlu mematikan segala dosa, hawa nafsu, dan mengalahkan diri sendiri agar kematian Kristus sungguh membangkitkan kita. Kesediaan untuk mengalahkan diri sendiri ini tidak membuat kita menjadi orang yang kalah, tetapi menang dari diri sendiri dan dosa serta menjadi berkat bagi diri sendiri dan kehidupan yang lainnya. Khususnya dalam membangun kehidupan keluarga, masyarakat, dan gereja. Jika semangat memeluk kematian tidak hidup dalam diri kita, tetapi kesombongan, menang sendiri, dan segala hawa nafsu dibiarkan bebas maka tatanan hidup berkeluarga, bermasyarakat, dan bergereja akan menjadi kacau dan kedamaian tidak akan tercipta. Selamat memeluk kematian dan memelihara kehidupan yang penuh damai. Amin. [AM].
Pujian: KJ. 179 : 1 – 3 Yesus, Kau Kehidupanku
Rancangan Khotbah: Basa Jawi
(Punika namung rancangan khotbah, saged dipun kembangaken miturut konteks pasamuwan piyambak)
Pambuka
Wonten kewan-kewan ingkang pinter sanget ing alam donya punika, warni-warni caranipun supados tetap gesang. Unikipun wonten kewan ingkang ngangge cara pejah dados cara supados tetep gesang. Kewan-kewan punika sengaja ipok-ipok pejah, mila predator mboten tertarik lan nalika wonten kesempatan lengahipun predator, piyambakipun sami mlajeng nylametaken dhiri. Video saged dipun pirsani wonten mriki.
Isi
Lucu nggih polah tingkahipun kewan-kewan punika? Kangge kewan-kewan punika, pejah dados cara tumuju kawilujengan. Kita saged sinau saking kacerdikan para kewan punika. Supados kita saged njagi gesang, kita mbetahaken nyikep kapejahan kanthi sae. Kados pundi maksudipun? Maksudipun kados makaten:
- Tresna Kanti Saestu
Supados kula lan panjenengan saged nampi gesang, Gusti Yesus kersa nyikep seda-Nipun, punika wujud katresnanipun Gusti dhumateng umat-Ipun ingkang dosa. Gusti Yesus mboten milih mbujeng leresipun piyambak, mboten merjuang supados Asmanipun resik saking fitnah. Panjeneganipun milih nyikep seda-Nipun piyambak supados kita nampi kawilujengan. Punika wujud pangorbanan-Ipun Gusti Yesus amargi tresnan-Ipun ingkang agung dhateng kita. Punika katresnan ingkang tulus mboten lamis. Ing satengahing gesang bebrayatan, masyarakat, lan pasamuwan ugi mbetahaken katresnan ingkang kados makaten supados tatanipun saged lumampah kanthi sae. - Milih Nampi Kasunyatanipun Gesang
Nyikep pepejah ugi dipun raosaken dening Ayub. Piyambakipun milih nyikep pepejah ing satengahipun kasangsaran ingkang dipun alami. Bilih kita nolak kasangsaran lan madosi sumbering kasangsaran, sinten ingkang lepat, punika malah ndadosaken kita langkung sangsara. Ayub ngakeni bilih Gusti Allah ingkang nata gesangipun. Ayub milih pitados dhumateng kasunyatan punika katimbang madosi punapa ingkang ndadosaken piyambakipun nampi kasangsaran. Mila Ayub nampik sedaya penghakiman para kanca-kancanipun. Punika benten kalian sikap negatif putus asa, ananging nampi pandumipun Gusti Allah lan ngakeni panguwaosipun Gusti Allah ing gesang kita.
Elizabeth Kubler Ros ing tahapan kasripahan, tahap kaping 5 punika nampi kasunyatan gesang. Ing salebeting nampi punika sejatosipun mboten langsung saged move on, ananging ing tahapan punika kita milai saged nampi kasunyatan bilih kasangsaran punika panci bagian saking gesang kita lan miwiti gesang enggal nyelarasaken dhateng ewah-ewahan. Ayub milih nampi kasunyatan katimbang mbalela dhumateng karsanipun Gusti Allah. Ayub milih nyikep pepejah tumuju dhateng katentremaning gesang. Sansaya kita mbalela sansaya awrat gesang punika dipun lampahi. Kasunyatan gesang punika kala-kala perih kadosdene pepejah, nanging nalika kita saged nampi kasunyatan ingkang awrat, malah-malah saged nuwuhaken alternatif pangluwaran temahan saged ndadosaken gesang langkung tentrem kanthi nampi kahanan kita piyambak. - Nyikep Pepejah Nuwuhaken Waspada
Nampi kasangsaran, nyikep pepejahing gesang kita punika ndadosaken kita langkung tenang, langkung saged ngendaleni gesang kita piyambak lan saged kanthi wicaksana ngadhepi kasangsaran. Punika ingkang dipun ajeng-ajeng dening Paulus saged kelampahan ing gesangipun pasamuwan, saged tenang, lan waspada dados para pandherekipun Gusti anggenipun ngadepi kasangsaranipun gesang awit kasangsaran punika wujuding uwal saking dosa. Kanggenipun Paulus kados-kados kasangsaran punika bab ingkang gampil kemawon dipun adepi awit Paulus sampun nyepeng kuncinipun, inggih punika nyikep sedanipun Gusti dados karahayon lan nyikep pepejah dhiri pribadi saking dosa punika margining kabingahan, senaosa krana punika lajeng dipun tebihi dening kanca-kanca. Kathah tiyang ingkang supados mboten kecalan kanca taksih gesang ing salebeting dosa, punika lak eman sanget. - Nyikep Pepejah Ngawonaken Diri Pribadi
Yusuf Arimatea dan Nikodemus (bdk. Yok. 19:38-40) ugi milih nyikep pepejah lan nyaket dhumateng layonipun Gusti Yesus, senaosa para sakabat sanesipun malah nebih lan sami ajrih. Nyikep pepejah ugi saged dipun wastani ngawonaken dhiri pribadi kangge gesang ingkang langkung sae. Kathah tiyang krana gumunggung, krana ajrih kecalan pengaruh, ajrih kekeringan, ajrih mlarat lajeng kecalan empati lan katresnan dhateng sesami. Yusuf Arimatea mangertos bilih nyaket dhumateng Gusti Yesus nggadhahi risiko inggih punika dipun tebihi dening kancanipun sesami Yahudi, nanging Yusuf Arimatea mboten peduli. Beaya kangge pametaking layon lan ndamel kuburipun Gusti Yesus punika mboten sekedik, ananging Yusuf Arimatea ihklas. Yususf Arimate lan Nikodemus mejahaken sedaya raos ajrih punika krana raos urmat lan tresnanipun dhumateng Gusti Yesus.
Kesimpulan
Kunci saged nyikep pepejah punika raos andhap asor. Gusti Yesus kagungan andhap asoring manah temahan saged iklas nampi kasangsaran ngantos seda ing kajeng salib. Yusuf Arimatea lan Nikodemus nggadhahi andhap asoring manah temahan saged ngawonaken gesangipun piyambak lan raos ajrih kecalan pengaruh lan kanca. Tiyang ingkang nggadahi watak andhap asor nggadhahi semangat pangorbanan awit tamtu tiyang andhap asor punika badhe ngurbanaken harga diri lan kaurmatanipun. Mengeti sedanipun Gusti Yesus, kita kedah nuladani andhap asoring manahipun Gusti Yesus. Gusti Yesus sampun ngurbanaken Sariranipun supados gesangipun manungsa langkung sae. Nalika kita bingah kaliyan gesang kita piyambak, kita nggadhahi energi dados berkah kangge tiyang sanes. Kosok wangsulipun tiyang ingkang mboten bingah ing gesangipun punika langkung remen nlarani tiyang sanes. Bilih sedanipun Gusti Yesus dados berkah kangge kita, mila kita ugi sumadya mejahi raos gumunggung lan dosa kita kanthi andhap asoring manah, supados gesang kita saged dados berkah kangge tiyang sanes.
Panutup
Kados dene lantipe pikiranipun para kewan ingkang sengaja ipok-ipok pejah kangge njagi gesangipun, kita ugi kedah mejahi dosa kita, hawa nepsu kita lan ngawonaken dhiri kita pribadi supados sedanipun Gusti Yesus saestu mungokaken kita. Kersa ngawonaken dhiri pribadi mboten ndadosaken kita tiyang ingkang kawon, ananging menang saking dhiri kita pribadi lan dosa kita saha dados berkah kangge dhiri pribadi lan tiyang sanes. Mliginipun ing gesang bebrayatan, masyarakat, lan pasamuwan. Bilih semangat nyikep pejah mboten gesang ing gesang kita, ananging gumunggung, menang-menangan, lan sedaya hawa nepsu bebas kemawon, mila tatanan bebrayatan, masyarakat, lan pasamuwan saged bubrah. Sugeng nyikep pepejah lan nampi gesang. Amin. [AM].
Pamuji: KPJ. 257 Gusti Yesus Sinalib