Bangkit Melampaui Ketakutan Khotbah Minggu Paskah 31 Maret 2024

18 March 2024

Minggu Paskah 1
Stola Putih

Bacaan 1: Yesaya 25 : 6 – 9
Mazmur: Mazmur 118 : 1 – 2, 13 – 15
Bacaan 2: 1 Korintus 15 : 1 – 11
Bacaan 3: Markus 16 : 1 – 8

Tema Liturgis: GKJW Bangkit Bersama Kristus Mewujudkan Perdamaian dan Keadilan Sosial
Tema Khotbah: Bangkit Melampaui Ketakutan

Penjelasan Teks Bacaan:
(Tidak perlu dibaca di mimbar, cukup dibaca saat mempersiapkan khotbah)

Yesaya 25 : 6 – 9
Kitab Yesaya merupakan kitab Perjanjian Lama yang paling sering dikutip dalam Perjanjian Baru, selain Mazmur. Yesaya ditampilkan sebagai nabi yang paling menonjol dalam menubuatkan kehadiran Yesus Kristus. Di tengah situasi mencekam dan penuh tekanan karena ancaman Asyur pada masa sebelum pembuangan, umat dibawa dalam tema pengharapan akan pembebasan. Mesias adalah sosok pembebas yang diharapkan akan melepaskan umat dari krisis itu, sebagaimana nampak dalam perikop pertama pasal 25 ini.

Bacaan kita berada dalam konteks suatu krisis Yehuda yang sedemikian berat, sehingga kekalahan kelompok musuh perlu dirayakan dengan penuh syukur. Pujian kepada Allah dinaikkan karena kesetian-Nya menepati janji yang disampaikan kepada nenek moyangnya sejak dulu, bahwa Allah meruntuhkan bangsa penindas dan menjadi tempat perlindungan mereka yang lemah.

Dalam perikop yang kita baca ini, rasa syukur itu dilanjutkan dengan perjamuan besar yang diselenggarakan di Gunung Sion, dengan Tuhan sendiri sebagai penyedia perjamuan itu. Gunung Sion menjadi tempat yang terbuka bagi segala bangsa, tidak hanya umat Israel. Perjamuan besar dengan masakan dan minuman anggur istimewa diberikan bagi semua orang untuk merasakan sukacita. Tuhan Sang Penguasa Alam Semesta itu berkarya nyata dengan menghapus dukacita dan air mata, bahkan maut sekalipun. Di dalam Tuhan, maut seolah tidak perlu dikhawatirkan, karena Dia hadir meniadakannya dan menggantinya dengan keselamatan yang dinantikan. Dalam situasi demikian, Yesaya terus mengajak umat hanya berpengharapan kepada Tuhan yang menjadi sumber keselamatan bagi segala bangsa, tanpa batas.

1 Korintus 15 : 1 – 11
Konteks Jemaat Korintus yang beragam, dimana orang Kristen berlatar belakang Yahudi dan Yunani berbaur menjadi satu memunculkan permasalahan tersendiri. Masalah yang kali ini muncul berkaitan dengan keraguan mereka terhadap kebangkitan, yang memang menjadi tema kompleks bagi jemaat Kristen pada abad pertama. Bagi kelompok Kristen dengan latar belakang Yahudi, dengan Yudaisme-nya (khususnya kelompok Saduki), meyakini bahwa tidak ada kehidupan setelah kematian, sehingga pastilah mereka menolak kebangkitan. Sementara bagi kelompok Kristen dengan latar belakang Yunani, meyakini keabadian jiwa dan tidak menghargai tubuh yang dianggap sebagai sumber dari dosa manusia. Kematian itu membebaskan jiwa dari dosa dalam tubuh fananya, sehingga jika ada kebangkitan, maka jiwa itu akan kembali terbelenggu. Kedua paham yang sama-sama tidak bisa menerima kebangkitan, khususnya kebangkitan tubuh ini berkembang di Korintus.

Atas situasi di atas, Paulus perlu memberikan jawaban sekaligus landasan bagi tumbuhnya iman jemaat. Kebangkitan Kristus adalah pilar utama iman Kristen, maka jika jemaat menolak percaya pada kebangkitan tubuh, bisa membahayakan iman mereka, yang berarti juga meragukan kebenaran kebangkitan Kristus. Dalam rangka itu, Paulus memberikan jawaban dan bukti nyata bahwa Yesus sungguh-sungguh mati, dikuburkan, dan bangkit kembali sebagaimana isi Kitab Suci dengan disaksikan sendiri oleh para murid. Bahkan, saksi mata kebangkitan Kristus itu masih ada yang hidup sampai dengan sekarang. Jawaban dengan bukti ini diharapkan membuat jemaat Korintus meyakini bahwa kematian dan kebangkitan Kristus merupakan kebenaran yang disaksikan secara langsung oleh mereka yang pantas dipercaya. Bahkan, Paulus memberikan contoh dirinya sendiri. Sekalipun ia tidak menyaksikan dengan mata kepala sendiri, ia menjadi orang yang melihat dengan mata iman dan merasakan kuasa dari kebangkitan Kristus. Ia adalah seorang yang membenci Kristus dan kejam kepada pengikut Kristus, sehingga layak dinilai sebagai “yang paling hina”, namun karena kuasa Kristus yang bangkit, ia beroleh kasih karunia untuk terus bekerja mengabarkan Injil Kristus yang bangkit.

Markus 16 : 1 – 8
Kisah di seputar drama kematian dan kebangkitan Yesus dalam Injil Markus ini mendorong umat untuk memiliki iman yang lebih dalam dari murid-murid Yesus yang pertama. Ketika Yesus benar-benar mati, Pilatus mengizinkan Yusuf, seorang Arimatea dan anggota Majelis Besar yang terkemuka, yang dengan berani meminta mayat Yesus, melakukan pemakaman Yesus secara terhormat. Sebuah tindakan yang berani di tengah situasi yang sulit kala itu, dimana para murid Yesus sendiri tidak ditemukan dekat dengan-Nya. Keberanian itu, kembali digambarkan melalui kehadiran para wanita yang disebut dengan jelas namanya: Maria Magdalena, Maria ibu Yakobus serta Salome yang datang ke kubur Yesus.

Mereka adalah saksi mata saat Yesus berada dalam kubur, kemudian batu yang sangat besar sebagai penutup pintu itu terguling. Mereka yang awalnya berani dengan berangkat ke makam Minggu pagi itu, segera berhadapan dengan keraguan tentang siapa yang akan membuka batu besar penutup pintu itu? Hal yang mengejutkan ketika mereka tahu bahwa sumber masalah mereka telah pergi. Tidak ada batu yang sangat besar menutupi langkah mereka. Kejutan berikutnya berasal dari anak muda yang menyapa, “Jangan takut” karena Yesus yang mereka cari sudah bangkit. Namun demikian, Markus menceritakan sisi manusia yang sangat manusiawi, yaitu mengalami ketakutan. Itulah yang secara nyata dialami para perempuan waktu itu. Mereka menerima pesan untuk pergi dan mengatakan kepada para murid-Nya dan kepada Petrus.

Petrus adalah salah satu dari para murid-Nya. Namanya disebut tersendiri nampaknya tidak bisa dilepaskan dari drama penyangkalannya (Mrk. 14:66-72).  Tidak tahu bagaimana keadaannya paska kejadian di halaman Imam Besar yang membuatnya menangis. Namun, ketiga perempuan itu diminta untuk segera pergi dan mengatakan berita kebangkitan Yesus itu kepadanya. Pada kenyataannya, mereka segera berlari keluar dari kubur dan tidak mengatakan apa-apa kepada siapapun karena takut.

Pembaca Injil Markus diajak memahami kondisi manusiawi para perempuan yang takut dan tidak mengatakan apapun tentang kebangkitan Yesus. Namun, tambahan pada ayat 8 ini memberikan  penjelasan bahwa pesan itu akhirnya tuntas mereka tunaikan. Ketakutan bisa ditenangkan dan diatasi, sehingga pesan kepada Petrus dan para murid tuntas tersampaikan. Keberanian mereka menyampaikan itu disempurnakan dengan kehadiran Yesus sendiri kepada para murid yang akhirnya menjadi pewarta keselamatan kekal.

Benang Merah Tiga Bacaan
Tuhan adalah sumber pengharapan bagi jiwa. Ia memberikan keselamatan dan pembebasan bagi segala bangsa. Kebangkitan Kristus dari kematian adalah pilar utama iman Kristen. Kepada siapapun juga yang percaya, dipanggil untuk hidup baru dalam kuasa kebangkitan Kristus. Melalui itu, segala permasalahan yang datang dengan mengejutkan dan menakutkan, bisa ditenangkan dan diatasi bersama kuasa-Nya.

 

Rancangan Khotbah: Bahasa Indonesia
(Ini hanyalah sebuah rancangan khotbah, silakan dikembangkan sesuai dengan konteks jemaat masing-masing)

Pendahuluan
Apakah saudara pernah merasa takut? Jika ada hal yang saudara takutkan, kira-kira apakah itu? (beri kesempatan umat untuk menjawab). Pesta demokrasi yang baru saja usai dengan terpilihnya Presiden yang baru, apakah juga menyisakan ketakutan dalam diri kita? Mungkin, sebagian pernah atau sedang takut terhadap kegagalan, takut kehilangan seseorang atau sesuatu yang berharga, takut akan masa depan dan mungkin masih banyak hal lagi yang ditakutkan.

Takut adalah emosi dasar manusia sebagai respons terhadap sesuatu yang mengancam, menekan atau menyulitkan hidup di depan. Takut meniadakan kebahagiaan, bahkan rasa optimis dan semangat untuk menghadapi hidup. Takut bisa meruntuhkan dunia! Membuat orang jatuh tanpa bisa berdiri. Takut bisa membuat orang tidak dapat berkarya dengan baik? Dalam situasi demikian, apa yang bisa membangunkan dan meneguhkannya kembali? Jawabannya adalah harapan.

Isi
Harapan itu mengatasi ketakutan. Pesan harapan yang mengubah ketakutan, kesedihan menjadi sukacita dan kebahagiaan dibawa Yesaya, tidak hanya bagi bangsa Israel namun juga bagi segala bangsa. Pesan bahwa Allahlah tempat perlindungan bagi umat yang sedang dalam tekanan dan ancaman hidup yang mencekam. Allah memberikan pembebasan sebagai ganti dukacita dan air mata, sehingga tidak ada yang perlu ditakutkan, termasuk maut sekalipun.

Pesan harapan itu juga dibawa dari kubur milik Yusuf orang Arimatea. Disanalah tubuh Yesus dibaringkan. Ia telah berani meminta mayat Yesus dari Pilatus dan melakukan pemakaman terhormat bagi-Nya. Tubuh Yesus yang terbaring di kubur itu, mengundang para perempuan: Maria Magdalena, Maria ibu Yakobus serta Salome, untuk kembali menengok kubur Yesus pada Minggu pagi itu untuk memberikan rempah-rempah.

Keberanian dan kesetiaan mereka untuk terus dekat dengan Yesus, sejak saat disiksa sampai di Golgota bahkan di kubur Yusuf orang Arimatea menyisakan kesedihan mendalam dan ketakutan yang besar. Berpisah saat sedang sayang-sayangnya. Kehilangan orang yang sangat mereka kasihi. Rasanya kebahagiaan hilang saat itu juga. Masa depan cerah dan baik sirna seketika. Masih amankah sesudah ini tanpa Sang Guru? Akankah mengikuti jejaknya dengan menunggu giliran untuk disiksa juga? Bisakah hidup damai tanpa kehadiran-Nya lagi?

Ya, setiap orang, setiap saat selalu bergelut dengan ketakutan dalam hidup. Para perempuan yang dengan berani berangkat ke makam Minggu pagi itu, segera berhadapan dengan ketakutan dan keraguan tentang siapa yang akan membuka batu besar penutup pintu kubur. Dapatkah harapan berjumpa dengan Yesus sekalipun sudah menjadi mayat ini terpenuhi? (Ay. 3) Dukacita dan air mata mereka akan tragedi sejak Jumat siang itu rasanya mengambil alih kebahagiaan dalam hidup mereka, hampa tanpa harapan.

Dalam situasi itu, mereka dikejutkan oleh kenyataan bahwa masalah yang sedang mereka bicarakan dalam perjalanan itu telah terselesaikan. Batu yang sangat besar, yang menjadi sumber masalah mereka untuk bisa bertemu dengan Yesus, sudah sirna. Tidak ada yang menutupi langkah mereka. Tentu ini menjadi harapan yang menyegarkan mereka. Kejutan berikutnya berasal dari anak muda yang menyapa “Jangan takut. Yesus yang disalib itu telah bangkit.” Para perempuan itu diajak berpindah dari dukacita melihat Yesus yang mati ke rasa sukacita karena Yesus sudah bangkit. Dengan rasa sukacita itu, mereka menerima pesan untuk pergi dan mengatakan kepada para murid dan kepada Petrus.

Petrus adalah salah satu dari para murid Yesus, tetapi mengapa namanya disebut tersendiri dalam pesan ini? Nampaknya itu tidak bisa dilepaskan dari drama penyangkalannya (Mrk. 14:66-72). Tidak tahu bagaimana keadaannya paska kejadian di halaman Imam Besar yang membuatnya menangis. Namun, para perempuan itu diminta untuk segera pergi dan mengatakan berita kebangkitan Yesus itu. Mungkin supaya Petrus segera move on dari rasa sedih dan menyesalnya menjadi lega dan sukacita. Namun demikian, Markus menceritakan sisi manusia yang sangat manusiawi, yaitu para perempuan itu mengalami ketakutan. Pada kenyataannya, para perempuan itu segera berlari keluar dari kubur dan tidak mengatakan apa-apa kepada siapapun karena takut.

Apakah penyebab ketakutannya? Bisa jadi karena dianggap membawa berita aneh, bagaimana mungkin orang mati bisa bangkit. Bisa jadi karena mereka perempuan, dimana perkataan mereka sering tidak dianggap. Namun, yang pasti pembaca Injil Markus diajak memahami kondisi manusiawi para perempuan yang takut dan tidak mengatakan apapun tentang kebangkitan Yesus. Tambahan pada ayat 8 ini memberikan penjelasan bahwa pesan itu akhirnya tuntas mereka tunaikan. Ketakutan bisa ditenangkan dan diatasi, sehingga pesan kepada Petrus dan para murid tuntas tersampaikan. Kuasa kebangkitan menumbuhkan harapan dan keberanian mereka untuk menyampaikan berita kebangkitan. Berita kudus dan keselamatan kekal itu bahkan dilanjutkan oleh para murid dengan kuasa Yesus sendiri.

Kebangkitan Kristus yang telah memberi harapan dan kuasa pada manusia untuk bangkit melampaui keberadaan dirinya, termasuk ketakutan dan kesulitan, tentu menjadi cerita yang hidup pada komunitas pengikut-Nya. Lebih dari itu, menjadi energi yang menggerakkan hidup menjadi lebih berani dalam melanjutkan karya Yesus. Kuasa itu yang sudah dirasakan oleh Rasul Paulus, sehingga dia ingin hal yang sama dialami juga oleh jemaat Korintus.

Di tengah konteks keberagaman Jemaat Korintus yang berhadapan dengan keraguan mereka terhadap kebangkitan, Paulus memberikan jawaban sekaligus landasan bagi tumbuhnya iman jemaat. Harapannya, orang Kristen dengan latar belakang Yahudi maupun Yunani itu bisa menerima kebenaran kebangkitan Kristus dan merasakan kuasa-Nya. Dalam rangka itu, Paulus memberikan jawaban dan bukti nyata bahwa Yesus sungguh-sungguh mati, dikuburkan, dan bangkit kembali sebagaimana isi Kitab Suci dengan disaksikan sendiri oleh para murid. Bahkan, saksi mata kebangkitan Kristus itu masih ada yang hidup sampai dengan sekarang. Paulus memberikan contoh dirinya sendiri. Sekalipun ia tidak menyaksikan dengan mata kepala sendiri, ia menjadi orang yang melihat dengan mata iman dan merasakan kuasa dari kebangkitan Kristus. Ia adalah seorang yang membenci Kristus dan kejam kepada pengikut Kristus sehingga layak dinilai sebagai “yang paling hina”, namun karena kuasa Kristus yang bangkit, ia beroleh kasih karunia untuk terus bekerja mengabarkan Injil Kristus yang bangkit. Ia bersemangat dan bersukacita, sama seperti para murid yang melihat sendiri kebangkitan Kristus.

Penutup
Ketakutan apa yang sekarang kita alami? Pekerjaan, pendidikan, relasi dengan yang lain? Situasi sosial yang tidak adil, tidak benar, dan tidak damai mungkin juga menakutkan kita. Ketakutan adalah perasaan yang sangat manusiawi sebagaimana yang dialami para perempuan itu. Ketakutan dapat menghambat karya, tidak bisa berkata apa-apa kepada siapa-siapa sekalipun itu, kebenaran harus disuarakan. Karenanya, ketakutan harus ditenangkan agar tidak menghilangkan kebaikan dan kebahagiaan. Butuh orang yang bahagia supaya bisa berkarya baik. Dunia yang sedang dalam pergumulan ini membutuhkan orang bahagia untuk berkarya mewujudkan damai, kebenaran, dan keadilan. Tanpa harapan, kebahagiaan hanya semu belaka.

Kebangkitan Kristus membawa kelegaan dan harapan bagi kita untuk move on dari rasa takut. Jika rasa takut itu muncul, mari sejenak jeda untuk merasakan kuasa Kristus yang bangkit. Setelah paskah ini mungkin masalah tidak langsung sirna. Bisa jadi, kita masih berhadapan dengan masalah serupa atau malah lebih rumit. Mari kita terus meletakkan harapan kepada Tuhan sumber keselamatan dan merasakan kuasa kebangkitan-Nya untuk menjadi berani menghadapi kenyataan. Dimanapun kita ada sekarang, apapun pergumulan kita pribadi, keluarga, gereja, dan masyarakat, mari kita bangkit melampaui ketakutan yang kita rasakan bersama Kristus. Amin. [KRW].

 

Pujian: KJ. 188    Kristus Bangkit, Soraklah

 

Rancangan Khotbah: Basa Jawi
(Punika namung rancangan khotbah, saged dipun kembangaken miturut konteks pasamuwan piyambak)

Pambuka
Punapa panjenengan nate ajrih? Bab punapa ingkang nuwuhaken raos ajrih? Nembe kemawon, bangsa Indonesia ngawontenaken Pesta Demokrasi lan sampun kapiji Presiden enggal, punapa inggih tuwuh raos ajrih ing manah kita? Mbokmenawi, saperangan kita nate utawi saweg ajrih ngadhepi kegagalan, ajrih kecalan tiyang utawi bab ingkang aji, ajrih bab wekdal ing ngajeng, lan taksih kathah malih.

Ajrih punika emosi dasar ingkang dipun gadhahi manungsa nanggepi kahanan ingkang ngancam, awrat lan ewet wonten ing gesang. Ajrih punika saged nyingkiraken kabingahan, raos optimis lan semangat nglampahi pigesangan. Ajrih saged ngejur pigesangan, ndadosaken tiyang kados dawah tanpa saged tangi! Ing satengahing kahanan ingkang kados mekaten, punapa ingkang saged nangekaken malih? Wangsulanipun inggih punika, Pangajeng-ajeng!

Isi
Pawartos bab pangajeng-ajeng ingkang saged nyirnakaken raos ajrih lan sisah dados sukabingah punika kawedharaken lumantar Yesaya. Pawartos punika boten namung kangge bangsa Israel kemawon, nanging ugi kangge sedaya bangsa. Pawartos bilih Allah dados papan pangungsen lan pangayoman kangge sedaya umat ingkang nandang momotan lan pambengan ing gesang ingkang awrat. Kasisahaning gesang ginantos kabingahan, karana Gusti Allah sampun paring pangluwaran. Pramila mboten wonten malih ingkang dipun ajrihi, kalebet pati.

Pawartos bab pengajeng-ajeng punika ugi kabekta saking pasareanipun Yusuf Arimatea. Wonten ing papan punika Sang Kristus kasarekaken. Yusuf sampun wantun nyuwun layonipun Gusti Yesus saking Pilatus lan nyarekaken Panjenenganipun kebak urmat. Kejawi Yusuf, para tiyang estri kalawau saestu kendel lan nggadhahi kasetyan tansah celak kalian Gusti Yesus. Wiwit nalika kasiksa ngantos ing Golgota, malah kepara dumugi pasareanipun Yusuf Arimatea. Layonipun Sang Kristus ingkang sumare ing ngrika, ngundang para tiyang estri ingkang asma Maryam Magdalena, Maryam ibunipun Yakobus lan Salome ingkang sampun setya punika nggadhahi pepenginan ningali malih ing dinten Minggu enjing kanthi anggi-anggi. Swasana kala semanten mesthinipun nuwuhaken kasisahan lan raos ajrih ingkang ageng, karana saestu kecalan tiyang ingkang dipun tresnani. Raosipun mboten wonten kabingahan lan masa depan. “Punapa gesang badhe aman tanpa Sang Guru? Punapa ugi badhe nampeni panandhang kadosdene Gusti? Punapa saged gesang tentrem tanpa Gusti malih?“

Saben tiyang mesthi ngadhepi raos ajrih ing gesang. Para tiyang estri ingkang tindak ing pasarean kalawau ugi ngadhepi raos ajrih lan kuwatos bab sinten ingkang badhe nglundhungaken sela ageng saking korining pasarean lan punapa saged pepanggihan kaliyan layonipun Gusti Yesus (Ay. 3).  Sakmesthipun, kabingahaning gesang sakala ical karana prahara ing dinten Jumat siang punika, semplah tanpa daya.

Wonten ing swasana kados mekaten, para tiyang estri kalawau lajeng ngadhepi kanyatan bilih masalah lan reribed ingkang saweg karembag ing margi kalawau sampun rampung. Sela ingkang saestu ageng sanget punika sampun gumlimpang. Pambengan ingkang ngalangi piyambakipun manggihi Yesus sampun sirna. Boten wonten malih ingkang ngadhang langkahipun. Bab punika tamtu dados pengajeng-ajeng ingkang nentremaken.

Selajengipun, para tiyang estri punika nampeni pawartos saking nem-neman ingkang matur “Aja padha wedi! Gusti Yesus yang kang wis kasalib iku wis wungu.” Sakala, para tiyang estri punika kaatag pindah saking raos sisah lan semplah karana Gusti Yesus ingkang seda tumuju raos bingah karana Gusti Yesus sampun wungu. Kanthi raos bingah punika, para tiyang estri punika kautus lunga lan matur dhumateng para sakabat lan Petrus.

Petrus punika salah satunggiling para sekabat, nanging kenging punapa namung asmanipun ingkang sinebat? Bab punika, kadosipun boten saged kapisahaken kaliyan prastawa panyelakipun Petrus (Mrk. 14:66-72). Boten mangertos kadospundi kahananipun Petrus sak bibaripun prastawa ing plataranipun Imam Agung ingkang murugaken piyambakipun muwun senggruk-senggruk. Nanging, samangke para tiyang estri punika kautus lunga lan martosaken wungunipun Sang Kristus. Mbokmenawi supados Petrus enggal-enggal move on saking raos keduwung lan sisahipun dados bingah. Senadyan mekaten, Markus nyariosaken sisi kamanungsan ingkang kaalami, inggih punika raos ajrih. Pranyatanipun, para tiyang estri kalawau enggal medal lan mlajeng saking pasarean lan mboten matur punapa-punapa dhumateng sinten-sinten karana ajrih.

Punapa ingkang njalari para tiyang estri ketaman raos ajrih? Saged karana kawastanan mbekta pawartos aneh, “Apa bisa wong mati kok tangi maneh?” Saged ugi karena piyambakipun tiyang estri, ingkang pituturipun asring mboten kaanggep. Nanging, pamaos Injil Markus kaatag mangertosi kahanan ingkang manusiawi saking para tiyang estri ingkang ajrih lan boten pitutur punapa-punapa dhumateng sinten-sinten bab wungunipun Sang Kristus. Lumantar seratan tambahan ing ayat 8 punika, cetha kangge kita bilih wusasanipun pawartos punika inggih tuntas kalampahan. Raos ajrih punika saged dipun atasi kanthi tenang, saengga pawartos kangge Petrus lan para sakabatipun tuntas kawedharaken. Daya wungunipun Sang Kristus nuwuhaken pengajeng-ajeng lan kekendelaning para sakabat martosaken pawartos suci lan karahayon langgeng kanthi panguwaosipun Gusti Yesus piyambak.

Wungunipun Sang Kristus paring kakiyatan dhumateng manungsa supados wantun lan tatag ngadhepi gesang nglangkungi kawinatesaning dhiri, kalebet raos ajrih lan reribet. Raos punika ingkang kalasemanten karaosaken dening para pandherekipun Gusti. Daya ageng karana wungunipun Sang Kristus punika ingkang ugi karaosaken dening Rasul Paulus, pramila piyambakipun kagungan pepenginan supados bab punika ugi karaosaken dening pasamuwan ing Korinta.

Maneka warni tiyang ing satengahing pasamuwan Korinta murugaken raos mangu-mangu nalika nampeni pawartos bab wungunipun Sang Kristus. Rasul Paulus paring wangsulan ingkang dados landhesan tuwuh lan ngrembakanipun pasamuwan. Pengajeng-ajengipun, tiyang Kristen saking Yahudi punapa dene Yunani punika saged nampeni kayekten bab wungunipun Sang Kristus lan ngraosaken dayanipun. Kepara Paulus ugi paring bukti nyata bilih Gusti Yesus sampun saestu nglampahi seda, kasarekaken, lan wungu malih cundhuk kaliyan suraosipun Kitab Suci. Prastawa punika dipun sekseni piyambak dening para sakabatipun, malahan para saksi wungunipun Sang Kristus punika wonten ingkang taksih gesang ngantos samangke. Ing ngriku Paulus ugi ndadosaken dhirinipun piyambak dados conto, bilih Gusti Yesus ugi ngatingal. Senadyan piyambakipun boten ningali kanthi socanipun, nanging piyambakipun ningali kanthi imanipun lan ngraosaken daya wungunipun Sang Kristus punika. Sakderengipun, piyambakipun nggethingi Sang Kristus lan nyiksa para pandherekipun saengga pantes sinebat “kang asor dhewe”. Karana daya wungunipun Sang Kristus,  piyambakipun kaparingan karahayon lan sih rahmat makarya martosaken Injil Kristus. Raos bingah, kebak berkah lan semangat ingkang dipun raosaken Paulus sami kaliyan para sakabat ingkang ningali piyambak wungunipun Sang Kristus.

Panutup
Raos ajrih karana punapa ingkang samangke saweg kita raosaken? Bab padamelan, pendidikan, punapa sesambetan kaliyan tiyang sanes?  Kawontenan sosial masyarakat ingkang boten adil, tebih saking kayekten lan katentreman punika ugi saged nuwuhaken raos ajrih. Ajrih punika raos ingkang saestu manusiawi, kadosdene para tiyang estri kalawau. Raos ajrih saged ngalangi pakaryan sae, boten saged matur punapa-punapa dhumateng sinten-sinten kamangka punika kayekten ingkang kedah kaaturaken. Pramila, raos ajrih punika kedah dipun leremaken supados mboten ngicali kabingahan. Dipun betahaken tiyang ingkang bingah supados saged nindakaken pakaryan ingkang sae. Donya ingkang kebak reribed punika mbetahaken tiyang ingkang bingah supados saged makarya mujudaken katentreman, keyekten, lan kaadilan.

Wungunipun Sang Kristus nuwuhaken pepadhang kangge kita supados saged nilar raos ajrih. Menawi tuwuh raos ajrih, mangga lerem sawetawis ngraosaken daya wungunipun Sang Kristus. Mbokmenawi, sak bibaripun paskah sedaya reribet ing gesang dereng sirna, malah kepara kita ngadhepi reribet sanes. Sumangga, kita masrahaken pengajeng-ajeng kita ing Gusti Yesus lan ngraosaken daya wungunipun kanthi wantun ngadhepi kanyatan. Amin. [KRW].

 

Pamuji: KPJ. 258  Gusti Yesus Wus Wungu

Renungan Harian

Renungan Harian Anak