Kebangkitan yang Membawa Kebaruan Khotbah Minggu Paskah 20 April 2025

7 April 2025

Minggu Paskah 1
Stola Putih

Bacaan 1: Yesaya 65 : 17 – 25
Mazmur: Mazmur 118 : 1 – 2, 14 – 24
Bacaan 2: Kisah Para Rasul 10 : 34 – 43
Bacaan 3: Lukas 24 : 1 – 12

Tema Liturgis: Karya Terbesar dalam Hidupku
Tema Khotbah: Kebangkitan yang Membawa Kebaruan

Penjelasan Teks Bacaan:
(Tidak perlu dibaca di mimbar, cukup dibaca saat mempersiapkan khotbah)

Yesaya 65 : 17 – 25
Pasal 65 merupakan bagian dari “Trito-Yesaya” (bagian ketiga Kitab Yesaya) yang menggambarkan keprihatinan sekaligus pengharapan Israel di masa pasca-pembuangan Babel. Komunitas Yahudi saat itu sedang berjuang membangun kembali kehidupan spiritual dan ritual yang sempat porak poranda. Jadi, mereka menyadari bahwa pembangunan kembali bangunan fisik Bait Allah perlu juga dibarengi dengan pembangunan kembali kehidupan beriman pada TUHAN. Oleh sebab itulah, di pasal 63-64 Israel menyadari dan mengakui dosa mereka. Israel memohon pengampunan dan meminta agar TUHAN memulihkan kembali kondisi mereka sebagai umat pilihan-Nya.

Di pasal 65 inilah kita menjumpai respons Allah terhadap permohonan yang diajukan Israel. Allah mengawali respons-Nya dengan mengingatkan Israel bahwa selama ini Ia telah mengulurkan tangan sepanjang hari, namun umat memilih untuk mengabaikan dan bahkan memberontak melawan-Nya (Ay. 1-2). Ini menunjukkan realita bahwa meski Israel kembali ke tanah perjanjian, mereka tidak benar-benar hidup dalam perjanjian dengan Allah. Namun demikian, TUHAN bertekad tetap memberkati umat Israel yang tetap setia (Ay. 8-9), sedangkan bagi mereka yang memilih untuk tetap melakukan yang jahat di hadapan-Nya tersedia pedang sebagai ganjaran (Ay. 12). Keadilan Allah yang berkelindan dengan pengharapan umat menjadi tema yang menonjol dalam keseluruhan pasal yang kemudian berpuncak pada janji mengenai langit dan bumi yang baru (Ay. 17), dimana hanya ada kegirangan tanpa tangisan atau erangan (Ay. 19). Ayat ini memang terasa berbeda dibanding dengan konteks di ayat-ayat sebelumnya karena merujuk pada masa eskatologis, dimana Kerajaan Allah dinyatakan dan pembaharuan paripurna terjadi. Kondisi ciptaan baru ini ditandai dengan kondisi yang penuh dengan kedamaian, kesukacitaan, dan umur panjang.

Demikianlah Yesaya 65 memberikan pengharapan eskatologis bagi umat yang sedang berjuang menjadi setia. Dimana umat diingatkan bahwa TUHAN selalu mengulurkan tangan-Nya, menunggu setiap kita memilih jalan kesetiaan. Namun, kasih-Nya tidak membuat TUHAN kehilangan sifat keadilan, Dia akan tetap menghakimi para pemberontak dan memelihara mereka yang setia. Di titik inilah kita sebagai pembaca Kitab Yesaya diajak untuk menyadari bahwa selalu ada konsekuensi bagi tiap pilihan: pedang bagi yang memberontak dan berkat untuk mereka yang setia. Ini menunjukkan bahwa sebagai umat, kita perlu menanggapi uluran tangan TUHAN dengan ketaatan dan kesetiaan. Penutup Kitab Yesaya mendorong kita untuk terus berjuang hidup dalam terang janji Allah dan percaya pada keadilan-Nya, baik di masa lalu, masa kini dan bahkan di masa mendatang.

Kisah Para Rasul 10 : 34 – 43
Dalam lanjutan Injil yang ditulisnya, Lukas menandai momen penting dalam perkembangan kekristenan mula-mula, dimana Petrus mengabarkan Injil pada orang-orang non-Yahudi dengan menekankan universalitas keselamatan melalui Kristus. Setelah sama-sama menerima penglihatan, akhirnya Kornelius, seorang perwira Romawi berjumpa dengan Rasul Petrus. Sebagai seorang Yahudi, awalnya Petrus juga menganggap pergaulan dengan orang-orang non-Yahudi akan membuatnya najis dan tidak tahir (lih. Ay. 28). Namun, setelah penglihatan yang dialaminya (Ay. 10-16), Petrus berubah pikiran. Petrus mengawali khotbahnya di hadapan Kornelius, sanak saudara dan sahabat-sahabatnya dengan sebuah pernyataan yang berisi kesadaran, “sesungguhnya aku telah mengerti, bahwa Allah tidak membedakan orang” (Ay. 34). Kesadaran Petrus ini menandai robohnya tembok pemisah antara orang Yahudi dan non-Yahudi, dimana inti berita Injil adalah damai sejahtera yang dibawa Yesus Kristus sebagai Tuhan bagi semua orang (Ay. 36).

Selanjutnya, Petrus menekankan karya Yesus sejak di Yudea lalu berkeliling untuk berbuat baik, mengajar dan menyembuhkan. Semua kuasa ini berasal dari Allah sendiri (Ay. 38). Petrus juga menyatakan bahwa bersama dengan para rasul lain, ia menjadi saksi dari kematian dan kebangkitan Yesus, bahkan ia pernah makan dan minum bersama-sama dengan Yesus yang telah bangkit itu (Ay. 41). Oleh sebab itu, para rasul ditugaskan untuk bersaksi dan memberitakan kepada seluruh bangsa, bahwa Yesuslah yang akan menjadi Hakim baik bagi orang hidup dan yang mati (Ay. 42). Namun, Yesus tidak hanya bertindak sebagai Hakim berhati dingin, karena Dia juga adalah Penyelamat dan Pembela bagi mereka yang percaya kepada-Nya (Ay. 43). Pernyataan Petrus ini menggambarkan iman Kristen yang khas mengenai peran Yesus, bahwa Dia adalah Hakim sekaligus Juru Selamat. Sekali lagi, universalitas keselamatan ditekankan. Keselamatan tersedia bagi semua orang, baik bagi orang Yahudi dan non-Yahudi.

Pasal 10 ini menunjukkan konteks utama gereja mula-mula saat itu dimana komunitas Kristen terdiri dari dua latar belakang: Yahudi dan non-Yahudi. Perbedaan ini tidak hanya terletak pada budaya, namun juga terutama dalam hal ritual religius. Orang Yahudi memiliki aturan ketat mengenai makanan yang halal-haram dan ritual yang berkaitan dengan ketahiran, sedang orang non-Yahudi dinilai najis karena tidak mengikuti aturan tersebut. Oleh sebab itu, orang Yahudi menjaga identitasnya dengan cara memisahkan diri dari pergaulan dan cara hidup bangsa lain. Mereka sangat berhati-hati dalam bergaul dengan orang-orang non-Yahudi. Penglihatan Petrus mengenai kain lebar yang berisi bermacam-macam binatang haram adalah tantangan terhadap tembok pemisah ini. Kemudian, perjumpaan sang batu karang dengan Kornelius juga membuatnya sadar bahwa Tuhan tidak membedakan orang. Jadi inti pemberitaan narasi ini jelas, bahwa keselamatan dalam Kristus bersifat universal dan inklusif melintasi batas-batas agama dan budaya. Keselamatan dan pengampunan dosa tersedia bagi semua orang yang merespons-Nya dengan iman.

Lukas 24 : 1 – 12
Lukas 24 adalah rangkaian narasi tentang kebangkitan Yesus, penampakan-Nya di hadapan para murid dan berpuncak di peristiwa kenaikan ke surga (Ay. 51). Jika dibandingkan dengan Injil Sinoptis yang lain (Matius dan Markus), Lukas menyajikan narasi yang paling sistematis dan lengkap karena terdiri dari empat bagian: (1) Para perempuan menemukan kubur yang kosong (Ay. 1-12); (2) Perjalanan ke Emaus (Ay. 13-35); (3) Yesus menampakkan Diri pada semua murid (Ay. 36-43) dan diakhiri dengan (4) Kenaikan Yesus ke surga (Ay. 50-53). Perbedaan signifikan lain dari narasi Lukas di pasal 24 adalah penekanan pada angka “dua”. Ada dua orang yang memakai pakaian berkilauan (Ay. 4), dua orang murid berjalan ke Emaus (Ay. 13-35) dan dua kali penampakan Yesus pada para murid. Lukas memilih angka “dua” bukan tanpa alasan, kemungkinan penginjil ingin menekankan soal pentingnya memiliki paling tidak dua orang saksi karena jika dalam konteks pengadilan, kehadiran dua orang saksi adalah bukti yang cukup.

Hari ini kita berfokus pada bagian yang pertama: para perempuan yang menemukan kubur Yesus yang kosong. Para perempuan yang di ayat 10 barulah diketahui nama-namanya, datang ke kubur Yesus pagi-pagi benar sehari setelah Hari Sabat. Sesuai dengan tradisi Yahudi dalam pemulasaraan jenazah, para perempuan ini juga mempersiapkan rempah-rempah untuk menghormati tubuh Yesus. Jelas, para perempuan ini berharap untuk berjumpa dengan tubuh Yesus yang tak bernyawa. Namun, kenyataan tak sesuai dengan harapan saat mereka menemukan batu yang sudah terguling dan mayat Tuhan Yesus tidak ada lagi di tempatnya (Ay. 2-3). Belum hilang keterkejutan mereka, tiba-tiba dua orang yang pakaiannya berkilauan muncul dan berkata, “Mengapa kamu mencari Dia yang hidup di antara orang mati? Ia tidak ada di sini, Ia telah bangkit.” (Ay. 5-6). Keterangan “pakaian yang berkilauan” ini merupakan cara umum yang dipakai dalam Alkitab untuk menggambarkan mahkluk surgawi/malaikat. Kilauan tersebut menyimbolkan wibawa surgawi, kesucian dan kehadiran Ilahi. Jadi, Lukas ingin menunjukkan bahwa kosongnya kubur Yesus bukanlah sebuah kebetulan, melainkan bentuk dari intervensi surgawi. Dua malaikat tersebut membawa inti kabar Injil, “Ia tidak ada di sini, Ia telah bangkit.” (Ay. 6). Yesus tidak lagi ada di alam maut, namun telah bangkit dan hidup. Perkataan malaikat ini mengingatkan para perempuan pada perkataan Yesus mengenai penderitaan dan kematian-Nya (lih. 9:22, 18:31-33). Kalimat “maka teringatlah mereka akan perkataan Yesus itu” (Ay. 8) kembali menekankan, bahwa kematian dan kebangkitan Yesus bukanlah sebuah kebetulan melainkan bagian dari rencana Allah.

Setelahnya, para perempuan ini kembali untuk menemui sebelas murid yang tersisa dan mengabarkan kebangkitan Kristus. Menarik untuk diperhatikan, bahwa dalam konteks Yahudi perempuan dianggap tidak dapat diandalkan sebagai saksi namun justru merekalah yang menjadi saksi pertama dari peristiwa kebangkitan. Hal ini menunjukkan bahwa dalam karya penyelamatan-Nya, Allah juga mentransformasi batas-batas sosial dan menantang norma patriarki yang diskriminatif. Demikianlah iman kekristenan kita saat ini berdasar pada kesaksian para perempuan itu. Dengan sangat hati-hati, Lukas menyebut nama para perempuan satu persatu: Maria dari Magdala, Yohana, Maria ibu Yakobus dan beberapa perempuan lain (Ay. 10). Mereka adalah para perempuan yang juga hadir dalam penyaliban dan penguburan Yesus, jadi para perempuan ini setia bersama Yesus sejak penderitaan dan kematian sampai kebangkitan-Nya. Meskipun demikian, berita soal kebangkitan Yesus masih sulit diterima oleh para murid lain bahkan hanya dianggap omong kosong belaka (Ay. 11). Ketidakpercayaan ini bukan hanya merefleksikan bagaimana budaya Yahudi saat itu tidak menganggap serius kesaksian perempuan, namun juga menunjukkan ketidakmampuan mereka mengingat perkataan Yesus. Tidak seperti murid lelaki yang lain, Petrus, meskipun ia juga ragu tetap berlari ke kubur untuk melihat dengan mata kepalanya sendiri. Mayat Yesus sudah tidak ada, yang tinggal hanya kain kafan-Nya saja dan Petrus menyimpan banyak pertanyaan dalam hatinya (Ay. 12).

Narasi Lukas ini menunjukkan bukti bahwa karya penyelamatan Allah melalui penderitaan, kematian, dan kebangkitan Yesus bukanlah sebuah kebetulan atau nasib buruk. Kebangkitan adalah penggenapan dari janji dan bukti bahwa Anak Allah berkuasa mengalahkan maut. Meski demikian, karya penyelamatan ini perlu direspons dengan iman.

Benang Merah Tiga Bacaan:
Allah adalah Sang Pencipta yang penuh kasih, namun di saat yang sama Ia tidak pernah kehilangan sifat keadilan-Nya. Mahkluk ciptaan-Nya memang telah kehilangan kekudusannya karena kuasa dosa, namun Allah menawarkan jalan keselamatan melalui penderitaan, kematian, dan kebangkitan Kristus untuk langit dan bumi yang baru. Keselamatan ini bersifat universal, melampaui segala batas agama, budaya, dan gender. Kebangkitan Kristus membaharui kehidupan.

 

Rancangan Khotbah: Bahasa Indonesia
(Ini hanyalah sebuah rancangan khotbah, silakan dikembangkan sesuai dengan konteks jemaat masing-masing)

Pendahuluan

Mungkinkah, mungkinkah, mungkinkah
Kau mampir hari ini, bila tidak mirip kau jadilah bunga matahari
Yang tiba-tiba mekar di taman, meski bicara dengan bahasa tumbuhan
Ceritakan padaku, bagaimana tempat tinggalmu yang baru
(pengkhotbah bisa menyanyikannya atau menayangkan video ini)

Ini adalah penggalan lagu yang sedang viral (saat naskah RK ini ditulis) di berbagai platform media sosial. Lagu dengan judul Gala Bunga Matahari ini diciptakan dan dinyanyikan oleh seniman yang terkenal puitis, Sal Priadi. Banyak orang yang merasa terhubung dengan lagu ini karena menggambarkan kehilangan dan kerinduan pada orang terkasih yang telah lebih dulu berpulang. Saking sesaknya dada karena rindu yang dirasa, bunga matahari diharapkan dapat menjadi sarana untuk melampiaskan. Bahkan merasa bisa saling bercerita melalui bahasa tumbuhan. Demikianlah cinta dan kerinduan pada orang terkasih bisa sedemikian dalam, sehingga bisa diekspresikan dengan berbagai cara.

Isi
Rasa cinta dan rindu yang sedemikian dalam inilah yang juga dirasakan oleh para perempuan dalam narasi Lukas, sehingga pagi-pagi benar segera setelah Hari Sabat berakhir mereka langsung pergi ke kubur Yesus untuk merempahi mayat-Nya. Namun masalahnya, rindu dan cinta mereka ditujukan pada jasad-Nya, pada Yesus yang telah mati. Karena itulah mereka mencari-Nya di antara orang mati, sampai mereka harus diingatkan oleh dua orang yang pakaiannya berkilauan tentang apa yang sudah diberitakan Yesus tentang penderitaan, kematian, dan kebangkitan-Nya. Hari itu, apa yang telah dikatakan beberapa kali oleh Yesus terjadi, “Ia tidak ada di sini, Ia telah bangkit” (Ay. 6). Para perempuan memang sempat gagal fokus saat mereka mencari mayat Yesus, namun demi mendengar berita kebangkitan-Nya, kehidupan dan cara pandang mereka diperbaharui. Maria dari Magdala dan perempuan lain tahu benar posisi mereka di struktur sosial masyarakat Yahudi, bahwa sebagai perempuan mereka dianggap tidak dapat diandalkan sebagai saksi. Meskipun demikian, kebangkitan Kristus juga membangkitkan iman dan keberanian mereka. Meski tahu para murid lain akan ragu dan sangsi, mereka tetap membuat pilihan yang benar. Para perempuan dengan segera menjadi saksi pertama kebangkitan-Nya. Demikianlah penderitaan, kematian, dan kebangkitan Yesus menjadi jalan keselamatan bagi semua orang.

Setelah menuliskan kisah penyelamatan Yesus dalam Injil, Lukas melanjutkan pandangan teologisnya dalam Kisah Para Rasul yang menjadi bacaan kedua hari ini. Kisah Para Rasul 10 menandai momen penting dalam perkembangan kekristenan mula-mula, dimana Petrus mengabarkan Injil pada orang-orang non-Yahudi dengan menekankan universalitas keselamatan melalui Kristus. Dalam konteks saat itu, dimana orang Yahudi menganggap diri lebih suci dan lebih baik dari bangsa lain, bahkan menganggap orang di luar dirinya najis, tentu pandangan ini sangat revolusioner. Bahwa keselamatan dan pengampunan itu ditawarkan bukan hanya pada orang Yahudi saja, namun untuk semua orang yang bersedia percaya. Jelas, karya keselamatan melalui Kristus adalah bukti kasih Allah yang tak terbatas pada ciptaan-Nya yang bolak-balik jatuh dan bolak-balik dosa. Namun perlu diingat bahwa kasih Allah tidak berarti meniadakan sifat keadilan-Nya. Yesaya memberikan seruan pengharapan pada Israel yang baru saja kembali dari pembuangan untuk terus memeriksa dirinya. Bagi mereka yang diam-diam memberontak dari Allah tersedia pedang sebagai ganjaran, namun sebaliknya, bagi yang memilih untuk setia tersedia langit dan bumi baru.

Hari ini kita bersama-sama merayakan dan menghayati kebangkitan Kristus, pertanyaan reflektif berdasarkan tiga bacaan hari ini bagi kita adalah “Apa arti kebangkitan Kristus bagi kita?” Ada tiga hal yang dapat kita pelajari:

  1. Kebangkitan Kristus membuat kita menjadi bagian dari ciptaan baru
    Seperti yang telah diserukan Yesaya, Tuhan menjanjikan langit dan bumi yang baru. Tuhan menjadikan hidup kita baru. Kebangkitan Kristus yang kita rayakan adalah awal dari proses pembaharuan hidup. Apakah saat ini hidup “lama” kita terlalu membebani? Apakah saudara sedang merasa putus asa, menderita atau rasanya ingin menyerah saja? Paskah mengundang kita untuk membawa segala beban-beban “lama” itu pada Kristus yang telah bangkit agar hidup kita diperbaharui.
  2. Kebangkitan Kristus memberikan kesempatan bagi semua orang mendapatkan keselamatan
    Petrus telah belajar bahwa kebangkitan Kristus adalah sebuah pintu yang terbuka bagi semua orang untuk beroleh keselamatan. Jadi Paskah mengingatkan kita untuk terus menjadi saksi kebangkitan Kristus dimanapun kita berada, bukan hanya di dalam gereja, namun juga dalam kehidupan berkeluarga, bekerja, dan bermasyarakat. Bukan hanya melalui perkataan, namun juga terutama melalui tindakan.
  3. Kebangkitan Kristus membawa perubahan
    Seperti kubur kosong yang telah mengubah hidup para perempuan itu, kebangkitan Kristus harus pula mengubah hidup kita. Mengubah pikiran buruk, mengubah keputusasaan dan mengubah kebiasaan jelek kita. Karena kita semua hidup dalam pengharapan dan keselamatan oleh kebangkitan-Nya.

Penutup
Paskah adalah bukti dari kasih, kuasa sekaligus keadilan Allah. Tak akan ada yang terlalu berat dalam hidup ini jika kita mengingat betapa besar dan luar biasa janji-Nya untuk kita. Melalui Yesaya, Dia berjanji menjadikan semuanya baru. Kita juga mendengar dari Kisah Para Rasul, bahwa keselamatan tersedia bagi semua orang. Dan dari Injil Lukas kita diingatkan betapa kebangkitan Kristus membawa perubahan. Oleh sebab itu, mari kita lanjutkan hidup kita dengan hati yang penuh sukacita dan pengharapan, karena Kristus telah bangkit. Maut sudah dikalahkan dan hidup kita diperbarui. Ya…Kristus telah bangkit! Amin. [Rhe].

 

Pujian:

  1. Lagu Rohani “Janji-Mu S’perti Fajar”
  2. KJ. 188 Kristus Bangkit! Soraklah

 

Rancangan Khotbah: Basa Jawi
(Punika namung rancangan khotbah, saged dipun kembangaken miturut konteks pasamuwan piyambak)

Pambuka

Mungkinkah, mungkinkah, mungkinkah
Kau mampir hari ini, bila tidak mirip kau jadilah bunga matahari
Yang tiba-tiba mekar di taman, meski bicara dengan bahasa tumbuhan
Ceritakan padaku, bagaimana tempat tinggalmu yang baru
(pengkhotbah bisa menyanyikannya atau menayangkan video ini)

Punika perangan lagu ingkang viral ing maneka warni platform media sosial (nalika naskah RK punika dipun serat). Lagu kanthi jejer Gala Bunga Matahari punika dipun serat lan dipun nyanyiaken dening seniman ingkang kasuwur puitis, Sal Priadi. Katah tiyang ingkang rumaos kasentuh kaliyan lagu punika awit nggambaraken raos kecalan lan kangen dhateng tiyang ingkang dipun tresnani, ingkang sampun katimbalan langkung rumiyin. Saking seseking dada awit raos kangen ingkang dipun raosaken, kembang matahari dipun ajeng-ajeng saged dados sarana kangge ngobati raos kangen punika. Langkung saking punika, juru serat lagu punika rumaos saged nyariosaken raos kangenipun lumantar basa tetuwuhan. Mekaten tresna lan raos kangen dhateng tiyang ingkang dipun tresnani saged dipun wujudaken mawi maneka cara.

Isi
Raos tresna lan kangen ingkang lebet punika ugi dipun raosaken kaliyan para pawestri ing waosan Injil Lukas punika. Wiwit enjing saksampunipun dinten Sabat, para pawestri punika tindak ing pasareanipun Gusti Yesus, saperlu maringi rempah-rempah layonipun Gusti Yesus. Raos tresna lan kangen para pawestri punika katujuaken dhateng layonipun Gusti Yesus ingkang sampun seda. Karana punika, nalika layonipun Gusti Yesus mboten wonten ing papanipun, para pawestri punika sami madosi layonipun Gusti Yesus. Ing selajengipun para pawestri punika dipun engetaken dening kalih tiyang ingkang agemanipun berkilauan bab punapa ingkang sampun dipun wartosaken Gusti Yesus, inggih punika bab kasangsaran, seda, lan wungun-Ipun. Ing dinten punika, punapa ingkang dipun ngendikakaken Gusti Yesus punika kelampahan, “Panjenengane ora ana ing kene, wis wungu.” (Ay. 6). Nalika mireng pawartos wungunipun Gusti Yesus punika, gesang lan cara pandengipun para pawestri punika kaenggalaken. Maria saking Magdala lan tiyang estri sanesipun sami mangertos lan sadar bilih posisinipun minangka tiyang estri ing struktur sosial masyarakat Yahudi, asring mboten dipun pandeng dan mboten saged dipun andelaken dados saksi. Senadyan mekaten, wungunipun Sang Kristus nuwuhaken iman lan raos kendel para pawestri punika dados saksi. Sanadyan para pawestri punika mangertos bilih para sakabat sanesipun badhe mangu-mangu lan sangsi, para pawestri punika tetap ing pilihanipun ingkang bener. Para pawestri punika dados saksi ingkang wiwitan bab wungunipun Gusti Yesus. Mekaten kasangsaran, seda, lan wungunipun Gusti Yesus dados margi kawilujengan kangge sadaya tiyang.

Saksampunipun nyariyosaken bab pakaryan kawilujenganipun Gusti Yesus ing Injil, Lukas nglajengaken pandangan teologisipun ing Lelakone Para Rasul, ingkang dados waosan 2 dinten punika. Lelakone Para Rasul 10 dados pratandha penting tuwuh ngrembakanipun kekristenan wiwitan. Kacariyosaken Rasul Petrus martosaken Injil dhateng tiyang-tiyang non Yahudi kanthi nedahaken universalitas kawilujengan lumantar Sang Kristus. Ing konteks jaman semanten, tiyang Yahudi nganggep dhirinipun langkung suci lan langkung sae tinimbang bangsa sanesipun, malah nganggep tiyang sak jawinipun tiyang Yahudi punika najis. Nanging kagem Petrus bab kawilujengan lan pangapuntening dosa punika mboten namung kangge tiyang Yahudi kemawon nanging ugi kangge sadaya tiyang ingkang pitados dhumateng Gusti Yesus. Pakaryan kawilujengan lumantar Sang Kristus punika dados bukti sih katresnanipun Gusti Allah ingkang tanpa winates dhateng titah-Ipun ingkang bolak-balik dawah ing dosa. Nanging ingkang kedah dipun enget sih katresnanipun Gusti Allah punika mboten ngowahi sifat kaadilan-Ipun. Yesaya nedahaken pangajeng-ajeng kangge Bangsa Israel ingkang nembe wangsul saking tanah pambucalan supados tansah nliti priksa dhirinipun piyambak. Kanggenipun tiyang ingkang mbrontak badhe nampi ganjaran saking Gusti, kosokwangsulipun kangge para umat ingkang setya sampun kacawisaken langit lan bumi ingkang enggal.

Dinten punika kita sami mahargyan dan mengeti dinten Paskah, dinten wungunipun Sang Kristus, wonten pitakenan reflektif kangge kita saking 3 waosan dinten punika: “Punapa artos wungunipun Sang Kristus kangge kita?” Wonten 3 prekawis ingkang saged kita sinaoni:

  1. Wungunipun Sang Kristus dadosaken Kita Perangan Titah ingkang Enggal
    Kados ingkang dipun aturaken nabi Yesaya, Gusti Allah prajanji maringi langit lan bumi ingkang enggal. Gusti Allah karsa dadosaken gesang kita enggal. Wungunipun Sang Kristus ingkang kita mahargyan sapunika dados wiwitaning proses enggalaken gesang. Punapa wekdal punika, kita taksih kamomotan gesang “lami”? Punapa panjenengan rumaos semplah, sangsara lan pengin nyerah? Paskah ngundang kita supados masrahaken sadaya momotan “lami” dhumateng Sang Kristus ingkang sampun wungu supados gesang kita tansah kaenggalaken.
  2. Wungunipun Sang Kristus paring kesempatan kangge sadaya tiyang nampi
    kawilujengan
    Rasul Petrus sampun sinau bilih wungunipun Sang Kristus punika kori ingkang tinarbuka kangge sadaya tiyang nampi kawilujengan. Dados Paskah punika ngengetaken kita supados kita terus dados saksi wungunipun Sang Kristus ing pundi papan kita, mboten namung ing greja, nanging ugi ing brayat kita, pandamelan kita ugi ing masyarakat. Mboten namung srana pangucap kemawon nanging ugi lumantar tumindak.
  3. Wungunipun Sang Kristus Mbekta Ewah-ewahan
    Kados pakuburan ingkang kosong, ingkang ngowahi gesangipun para pawestri, wungunipun Sang Kristus kedah ngowahi gesang kita. Ngowahi pikiran kita ingkang awon, ngowahi manah kita ingkang semplah lan ngowahi kakulinan kita ingkang awon. Awit kita sadaya punika gesang kanthi pengajeng-ajeng lan kawilujengan dening wungunipun.

Panutup
Paskah punika bukti saking sih katresnan, panguwaos, sarta kaadilanipun Gusti Allah. Mboten wonten prekawis ingkang abot wonten gesang punika bilih kita ngengeti sepinten ageng prajanjipun Gusti dhateng kita. Lumantar Yesaya, Gusti Allah prajanji dadosaken sadayanipun enggal. Kita ugi mireng saking Lelakone Para Rasul bilih kawilujengan punika kacawisaken kangge sadaya tiyang. Lan saking Injil Lukas, kita kaengetaken bilih wungunipun Sang Kristus punika mbekta ewah-ewahan. Awit saking punika, mangga kita lajengaken gesang kita kanthi manah ingkang kebak sukabingah lan pengajeng-ajeng, awit Sang Kristus sampun wungu. Pati sampun dipun kawonaken lan gesang kita kaenggalaken. Nggih,… Sang Kristus sampun wungu! Amin. [Terj. AR].

 

Pamuji: KPJ. 258  Gusti Yesus Wus Wungu

Renungan Harian

Renungan Harian Anak