Menyambut Sang Raja dengan Pengharapan yang Benar Khotbah Minggu Palmarum 13 April 2025

31 March 2025

Minggu Palmarum
Stola Merah

Bacaan 1:
Mazmur: Mazmur 118 : 1 – 2, 19 – 29
Bacaan 2:
Bacaan 3: Lukas 19 : 28 – 40

Tema Liturgis: Memandang Salib Rajaku
Tema Khotbah: Menyambut Sang Raja dengan Pengharapan yang Benar

Penjelasan Teks Bacaan:
(Tidak perlu dibaca di mimbar, cukup dibaca saat mempersiapkan khotbah)

Lukas 19 : 28 – 40
Bagian bacaan kita saat ini mengisahkan tentang perjalanan Yesus memasuki kota Yerusalem untuk menggenapi nubuat para nabi. Jauh sebelum peristiwa ini terjadi, nabi Zakaria telah menubuatkan bahwa akan ada seorang Mesias yang akan memasuki kota Yerusalem sebagai Raja yang lemah lembut dan membawa berita damai. “Bersorak-soraklah dengan nyaring, hai Putri Sion, bersorak-sorailah, hai Putri Yerusalem! Lihat, rajamu datang kepadamu; ia adil dan jaya. Ia lemah lembut dan menunggang seekor keledai, seekor keledai yang muda, anak keledai betina.” (Zak. 9:9 TB2). Yesus sendiri mengetahui bahwa saat-Nya telah tiba dan apa yang akan terjadi pada diri-Nya di depan. Dikisahkan oleh Lukas, Yesus memerintahkan dua orang murid-Nya untuk mempersiapkan perjalanan-Nya memasuki Yerusalem. Tidak disebutkan siapa nama kedua orang murid ini, namun mereka taat melakukan perintah Yesus untuk mencari keledai yang akan Ia naiki saat memasuki Yerusalem. (Ay. 29-35).

Setelah semua persiapan selesai, Yesus memasuki Yerusalem dengan menaiki seekor keledai (Ay. 36). Para murid dan penduduk kota Yerusalem menghamparkan pakaian mereka di sepanjang jalan yang dilewati Yesus, bagaikan karpet merah yang dibentangkan bagi tamu kehormatan pada masa kini. Mereka sadar bahwa apa yang telah dinubuatkan para nabi tentang kedatangan Sang Raja dengan mengendarai seekor keledai, telah digenapi. (Mzm. 118:26). Mereka memuji Yesus karena karya dan mukjizat yang telah Ia lakukan. Mereka memuliakan-Nya sebagai Raja yang datang dalam nama Tuhan (Ay. 37-38). Akan tetapi sikap yang berbeda ditunjukkan oleh para pemimpin agama Yahudi (beberapa orang Farisi). Bagi mereka pujian dan penghormatan kepada Yesus terlalu berlebihan. Mereka merasa terganggu oleh sorak-sorai para murid dan orang banyak yang ada di sepanjang jalan kota Yerusalem. Karena itu, mereka meminta agar Yesus menegur mereka dan menghentikan pujian dari orang banyak saat itu (Ay. 39). Yesus pun menolak permintaan mereka. Yesus memberikan jawaban yang membungkam mereka. “Aku berkata kepadamu: Jika mereka ini diam, maka batu ini akan berteriak.” (Ay. 40). Kedatangan Yesus ke kota Yerusalem adalah untuk menggenapi nubuat mesianik, Ia menyatakan diri-Nya sebagai Raja yang dijanjikan.

Pada situasi Yesus memasuki kota Yerusalem ini, kita mengetahui ada dua sikap yang berbeda. Sikap pertama dari para murid dan penduduk Yerusalem yang memuji dan memuliakan Yesus. Sikap kedua dari para pemimpin agama Yahudi (orang Farisi) yang merasa keberatan dan tidak senang dengan pujian yang ditujukan pada Yesus.

Benang Merah Bacaan:
Masuknya Yesus ke kota Yerusalem mendapatkan sambutan yang luar biasa dari orang-orang Yahudi saat ini. Mereka menyambut Yesus dengan pengharapan Yesuslah yang akan membebaskan mereka dari cengkraman pemerintah Romawi. Namun pandangan mereka tentang sosok Mesias berbeda dengan pandangan Yesus. Bagi Yesus, Mesias adalah sosok hamba Allah yang menderita yang rela mati demi menebus dosa dan menyelamatkan manusia. Cara pandangan Yesus inilah yang perlu kita pahami, sehingga kita memiliki pengharapan yang benar akan karya keselamatan Allah pada kita.

 

Rancangan Khotbah: Bahasa Indonesia
(Ini hanyalah sebuah rancangan khotbah, silakan dikembangkan sesuai dengan konteks jemaat masing-masing)

Pendahuluan
Pada tanggal 3 – 6 September 2025 lalu, Paus Fransiskus datang mengunjungi Indonesia. Paus Fransiskus adalah Paus ketiga yang datang mengunjungi Indonesia, setelah Paus Paulus VI pada tahun 1970 dan Paus Yohanes Paulus II pada tahun 1989. Kunjungan Paus Fransiskus ke Indonesia ini mendapat sambutan yang luar biasa dari masyarakat dan pemerintah Indonesia. Sebagian besar masyarakat khususnya umat Katolik berdiri berjajar di pinggir jalan yang dilalui iring-iringan rombongan Paus, mereka menyambut dan mengelu-elukan Paus Fransiskus serta berharap mendapatkan berkat darinya. Demikian pula Paus Fransiskus diterima dan disambut dengan baik oleh Presiden Joko Widodo di Istana Merdeka. Paus juga mendapatkan sambutan yang baik dari para tokoh lintas agama dan melakukan dialog lintas agama dengan mereka, demi mewujudkan perdamaian global. Dan yang tidak kalah serunya adalah sambutan para umat Katolik yang mengadakan Misa Raya di GBK. Kurang lebih ada 86.000 umat dari seluruh propinsi di Indonesia datang menghadiri misa tersebut. Itu semua menunjukkan penghargaan pemerintah, para tokoh lintas agama dan kecintaan umat Katolik kepada Paus Fransiskus.

Kunjungan Paus Fransiskus membawa pesan yang mendalam bagi bangsa Indonesia, yaitu tentang kesederhanaan, seruan perdamaian dunia, dan pentingnya harmonisasi (kerukunan) antar umat beragama di Indonesia. Kedatangan Paus Fransiskus ke Indonesia dapat dipandang sebagai simbol penghargaan terhadap pluralisme dan toleransi di Indonesia.

Isi
Bacaan kita saat ini, Lukas 19:28-40 mengisahkan tentang perjalanan Yesus memasuki kota Yerusalem untuk menggenapi nubuat para nabi akan datangnya seorang Mesias ke dalam kota Yerusalem. Jauh sebelum peristiwa ini terjadi, nabi Zakaria telah menubuatkan bahwa akan ada seorang Mesias yang akan memasuki Yerusalem sebagai Raja yang lemah lembut dan membawa berita damai. “Bersorak-soraklah dengan nyaring, hai Putri Sion, bersorak-sorailah, hai Putri Yerusalem! Lihat, rajamu datang kepadamu; ia adil dan jaya. Ia lemah lembut dan menunggang seekor keledai, seekor keledai yang muda, anak keledai betina.” (Zak. 9:9 TB2).

Yesus sendiri mengetahui bahwa saat-Nya telah tiba dan apa yang akan terjadi pada diri-Nya di depan. Untuk itu, setelah Ia sampai di dekat Betfage dan Betania, Ia memerintahkan dua orang murid-Nya untuk mempersiapkan perjalanan-Nya memasuki Yerusalem (Ay. 29). Tidak disebutkan siapa nama kedua orang murid ini, namun mereka taat melakukan perintah Yesus untuk mencari keledai yang akan Yesus naiki saat memasuki kota Yerusalem. (Ay. 29-35).

Setelah semua persiapan selesai, Yesus memasuki kota Yerusalem dengan menaiki seekor keledai (Ay. 36). Para murid dan penduduk kota Yerusalem menghamparkan pakaian mereka di sepanjang jalan yang dilewati Yesus, bagaikan karpet merah yang dibentangkan bagi tamu kehormatan. Mereka sadar bahwa apa yang telah dinubuatkan para nabi tentang kedatangan Sang Raja dengan mengendarai seekor keledai, telah digenapi. Karena itu mereka berkata, “Diberkatilah Dia yang datang sebagai Raja dalam nama Tuhan, damai sejahtera di surga dan kemuliaan di tempat mahatinggi!” (Ay. 38; Bdk. Mzm. 118:26). Mereka memuji Yesus karena karya dan mukjizat yang telah Ia lakukan. Mereka memuliakan-Nya sebagai Raja yang datang dalam nama Tuhan (Ay. 37-38).

Akan tetapi sikap yang berbeda ditunjukkan oleh beberapa orang Farisi. Bagi mereka pujian dan penghormatan kepada Yesus terlalu berlebihan. Mereka merasa terganggu oleh sorak-sorai para murid dan orang banyak yang ada di sepanjang jalan kota Yerusalem. Karena itu, mereka meminta agar Yesus menegur para murid dan menghentikan pujian dari orang banyak saat itu (Ay. 39). Yesus pun menolak permintaan mereka. Yesus memberikan jawaban yang membungkam mereka. “Aku berkata kepadamu: Jika mereka ini diam, maka batu ini akan berteriak.” (Ay. 40). Kedatangan Yesus ke kota Yerusalem adalah untuk menggenapi nubuat mesianik, Ia menyatakan diri-Nya sebagai Raja yang dijanjikan.

Penutup
Minggu ini adalah Minggu Palmarum atau Minggu Pra Paskah 6. Pada Minggu Palmarum ini, segenap umat percaya diajak untuk mengenang peristiwa masuknya Yesus ke kota Yesusalem menjelang kematian-Nya di atas kayu salib. Minggu Palmarum ini ditandai dengan daun Palma (daun Palem) yang menghiasi ruang gereja dan mimbar. Daun Palma melambangkan perdamaian, kehidupan, kemenangan, dan pengharapan akan pertolongan Tuhan. Minggu Palmarum juga merupakan awal kita memasuki Pekan Suci. Lantas apa yang harus kita siapkan memasuki pekan suci saat ini? Di Minggu Palmarum saat ini, kita dapat belajar dari teladan Yesus yang taat kepada Allah Bapa dan juga belajar menjadi bijak dari sikap yang ditunjukkan oleh para murid, orang banyak saat itu dan sikap orang Farisi terhadap Yesus.

  1. Belajar dari Teladan Yesus : Taat sampai Mati
    Kesadaran Yesus untuk taat kepada kehendak Bapa membawa-Nya tetap setia meskipun salib yang harus ditanggung-Nya. Ia tidak takut dan gentar menghadapi penderitaan dan kematian di depan-Nya. Ia yakin bahwa pengorbanan-Nya tidak akan sia-sia, pengorbanan-Nya membawa keselamatan bagi manusia. Kedatangan Yesus ke Yerusalem menjadi kesaksian bagaimana Ia taat sampai mati demi menebus dosa umat manusia. Dari sini kita dapat meneladani Yesus sebagai pribadi yang sungguh-sungguh taat kepada Allah dan pribadi yang mau berkurban bagi umat manusia. Hendaknya kita demikian, hidup taat kepada Tuhan Allah. Artinya hidup kita, sikap kita, ucapan kita, pikiran kita senantiasa seturut dengan kehendak Allah. Kita mau memberikan kesaksian hidup yang baik, sikap kita menunjukkan sikap kasih kepada sesama, ucapan kita memperkatakan syukur dan berkat, dan pikiran kita memikirkan hal-hal yang positif, yang membangun kehidupan bersama. Terlebih kita hidup bukan hanya untuk diri kita sendiri, melainkan kita hidup untuk menjadi berkat bagi orang lain. Hanya dengan terus mengarahkan mata hati dan hidup kita pada Kristus, maka kita akan mampu menghadapi setiap kesulitan, pergumulan, dan pencobaan dalam hidup kita. Kita akan dikuatkan dan dimampukan memikul salib kita dalam menjalani hidup ini. Belajarlah dari Yesus yang taat kepada Allah sampai mati.
  2. Berpengharapan yang Benar kepada Allah
    Seringkali orang Kristen hanya menginginkan berkat Tuhan dalam hidupnya. Namun saat ujian dan cobaan datang iman mereka menjadi lemah dan goyah. Mengapa? Karena harapan mereka mengikut Yesus untuk mendapatkan berkat dan kelimpahan tidak terwujud. Disini kita dapat melihat orang-orang Yahudi yang semula memuji dan menyerukan “Hosana” saat Tuhan Yesus memasuki Yerusalem, selang beberapa hari kemudian mereka meneriakkan, “Salibkan Dia”. Ini terjadi karena mereka memiliki harapan mesianik yang salah terhadap Tuhan Yesus. Sebab itu, penting bagi kita untuk berpengharapan yang benar kepada Allah, yaitu meyakini bahwa rancangan Allah adalah rancangan kebaikan dan damai sejahtera bagi kita. Sekalipun jalan hidup yang kita lalui penuh rintangan, tantangan, ujian dan cobaan, kita tidak putus asa dan menyerah. Justru setiap peristiwa itu membuat kita semakin dewasa di dalam Tuhan. Kita mampu menyelami karya Tuhan dan rencana Tuhan bagi kita, sehingga di saat-saat krisis sekalipun, iman dan pengharapan kita tetap teguh. Kita dapat melihat dan merasakan penyertaan dan pertolongan Tuhan atas hidup kita sekalipun kita harus memikul salib dalam hidup ini.
  3. Menjauhkan Diri dari Pemikiran atau Penilaian Negatif terhadap Orang Lain
    Hal terakhir yang dapat kita refleksikan dari sikap orang-orang Farisi, yaitu kita belajar untuk tidak berpikir negatif atau berburuk sangka terhadap orang lain. Memang harus kita sadari bahwa hidup kita tidak lepas dari penilaian dan pandangan negatif dari orang lain kepada kita. Namun bukan berarti kita kemudian bersikap yang sama, atau kita juga berpikir negatif dan berburuk sangka terhadap orang lain, sama seperti pemikiran orang Farisi terhadap Tuhan Yesus. Karena itu, pada Minggu Palmarum ini, mari kita sebagai umat Tuhan membiasakan diri untuk berpikir positif dalam memandang sesama kita. Mari kita mengarahkan diri kita untuk berempati pada sesama kita, sehingga kita dapat melihat kebaikan dan hal yang positif dari sesama kita. Amin. [AR].

 

Pujian: KJ. 162  Hosiana! Putra Daud

 

Rancangan Khotbah: Basa Jawi
(Punika namung rancangan khotbah, saged dipun kembangaken miturut konteks pasamuwan piyambak)

Pambuka
Ing tanggal 3 – 6 September 2025 kepengker, Paus Fransiskus rawuh ing Indonesia. Paus Fransiskus punika Paus katiga ingkang rawuh ing Indonesia sasampunipun Paus Paulus VI ing taun 1970 lan Paus Yohanes Paulus II ing taun 1989. Rawuhipun Paus Fransiskus punika pikantuk sambutan ingkang agung saking masyarakat ugi pemerintah Indonesia. Sawetawis masyarakat Indonesia (umat Katolik) sami jumeneng ing pinggir margi ingkang dipun langkungi dening rombongan Paus Fransiskus. Para umat Katolik punika sami nyambut lan ngagung-agungaken Paus Fransiskus, ngajeng-ajeng pikantuk berkahipun. Mekaten ugi Paus Fransiskus dipun tampi lan dipun sambut kanthi sae kaliyan Presiden Joko Widodo ing Istana Merdeka. Paus ugi nampi sambutan ingkang sae dening para tokoh lintas agama nalika ngawontenaken dialog lintas agama kagem mujudaken karukunan bangsa-bangsa. Umat Katolik ugi nyambut Paus kanthi seru, para umat ngawontenaken misa ingkang dipun pimpin dening Paus Fransiskus ing GBK. Kirang langkung wonten 86.000 umat Katolik saking sadaya propinsi ing Indonesia ingkang sami ndherek misa punika. Sadaya punika nedahaken pangurmatanipun pamrintah Indonesia, para tokoh lintas agama lan katresnanipun para umat Katolik dhumateng Paus Fransiskus.
Rawuhipun Paus Fransiskus punika mbeta pesen ingkang lebet kangge bangsa Indonesia, inggih punika bab gesang ingkang prasaja, bab katentremaning donya, sarta bab karukunan ing antawisipun para umat benten agami ing Indonesia. Rawuhipun Paus Fransiskus ing Indonesia punika saged dipun tingali minangka lambang pangurmatan tumrap pluralisme lan toleransi ing Indonesia.

Isi
Waosan kita saking Lukas 19:28-40 nyariosaken Gusti Yesus lumebet kutha Yerusalem kangge genepi nubuat para nabi bab rawuhipun Sang Masih ing kutha Yerusalem. Nabi Zakharia nate nubuataken bilih badhe rawuh Sang Masih ing kutha Yerusalem minangka Raja ingkang alus budi lan mbeta pawartos katentreman. “He putri Sion, surak-suraka kang sora: he putri Yerusalem, giyak-giyaka! Lah ratunira ngrawuhi sira: Panjenengane iku adil sarta unggul, lembah panggalihe, nitih kuldi, belo anaking kuldi momotan.” (Zak. 9:9).
Gusti Yesus piyambak mangertos bilih wancinipun sampun dumugi, Panjenenganipun ugi mangertos punapa ingkang badhe kelampahan ing ngajeng dhateng Panjenenganipun. Mila, sasampunipun dumugi ing daerah celakipun Betfage lan Betania, Panjenenganipun ngutus kalih sakabatipun saperlu nyawisaken lampahipun tumuju kutha Yerusalem (Ay. 29). Boten dipun sebataken sinten kalih sakabat punika, nanging kalih sakabat punika setya nindakaken printahipun Gusti Yesus kangge pados kuldi ingkang badhe dipun agem Gusti Yesus lumebet ing kutha Yerusalem (Ay. 29-35).

Sasampunipun pacawisan punika rampung, Gusti Yesus mlebet ing kutha Yerusalem srana nitih kuldi (Ay. 36). Para sakabat lan para warga kutha Yerusalem sami gelar rasukanipun ing sauruting margi ingkang dipun liwati Gusti Yesus, kados karpet abrit ingkang kagelar kangge nyambut tamu kinurmatan. Para warga Yerusalem punika sadar tumrap punapa ingkang sampun dipun nubuataken para nabi bab rawuhipun Sang Raja nitih kuldi punika sampun kagenepan. Awit punika, tiyang-tiyang punika sami atur pangucap, “Binerkahana Sang Prabu ingkang rawuh atas asmaning Pangeran, tentrem rahayu wonten ing swarga, saha kamulyan wonten ing luhuring ngaluhur!” (Ay. 38; Bdk. Jabur 118:26). Para tiyang punika sami memuji Gusti awit pakaryan sarta mukjizat ingkang sampun katindakaken. Para tiyang punika sami mulyakaken Gusti Yesus minangkan Raja ingkang sampun rawuh wonten ing asmanipun Gusti Allah (Ay. 37-38).

Ananging ugi wonten sikep ingkang benten, ingkang dipun ketingalaken dening perangan tiyang Farisi. Kanggenipun tiyang Farisi punika, pamuji lan pangurmatan dhumateng Gusti Yesus punika ketingal kirang pantes. Para tiyang Farisi punika rumaos kaganggu kaliyan suanten sorak-sorai para sakabat lan para warga Yerusalem punika. Karana punika, tiyang Farisi punika nyuwun supados Gusti Yesus nyegah para sakabat lan warga Yerusalem punika kangge sorak-sorai (Ay. 39). Gusti Yesus nolak panyuwunan punika. Wangsulanipun Gusti Yesus dadosaken tiyang Farisi punika sami mingkem. “Aku pitutur ing kowe: Menawa wong iku padha meneng, watu-watu iki bakal padha nguwuh-uwuh.” (Ay. 40). Rawuhipun Gusti Yesus ing kutha Yerusalem punika kangge genepi nubuat mesianik, ing pundi Panjenenganipun nyatakaken bilih Panjenenganipun punika Raja ingkang kaprasetyakaken.

Panutup
Minggu punika dipun wastani Minggu Palmarum, ing pundi para umat sami dipun ajak kangge mengeti Gusti Yesus ingkang mlebet kutha Yerusalem, mapak seda-Nipun ing kajeng salib. Minggu Palmarum punika dipun tandhani srana godhong Palem, ingkang dipun damel dekorasi greja. Godhong Palem punika nglambangaken karukunan, gesang, kamenangan, lan pangajeng-ajeng dhumateng Gusti. Minggu Palmarum punika wiwitaning Pekan Suci. Lajeng punapa ingkang kedah kita cawisaken ing wiwitaning pekan suci punika? Ing Minggu Palmarum sapunika, kita saged nuladha Gusti Yesus ingkang setya dhumateng Gusti Allah Sang Rama dumugi pati. Kita saged sinau dados tiyang ingkang wicaksana saking sikep ingkang dipun tedahaken para sakabat, para warga Yerusalem lan sikepipun tiyang Farisi dhumateng Gusti Yesus..

  1. Nuladha Gusti Yesus : Setya dumugi Pati
    Gusti Yesus ingkang setya dhumateng karsanipun Sang Rama, nedahaken kasetyanipun srana manggul salib-Ipun. Panjenenganipun mboten ajrih lan geter ngadepi kasangsaran lan pati ing ngajengipun. Panjenenganipun yakin bilih pangorbananipun punika mboten badhe muspra, pangorbananipun badhe mbekta kawilujengan kangge para manungsa. Rawuhipun Gusti Yesus ing kutha Yerusalem dados kesaksian anggenipun Gusti Yesus setya dumugi pati kangge nebus dosanipun manungsa. Saking ngriki, kita saged nuladhani Gusti Yesus minangka pribadi ingkang teman-teman anggenipun setya dhumateng Gusti Allah lan pribadi ingkang karsa ngorbanaken nyawanipun kangge para manungsa. Karana punika, kita kedahipun ugi kados mekaten, gesang kita punika nuwuhaken gesang ingkang setya dhumateng Gusti Allah. Tegesipun gesang kita, sikep kita, pangucap kita, pamikir kita, sadaya tansah miturut karsanipun Gusti. Kita purun atur kesaksian gesang ingkang sae, sikep kita nedahaken sih katresnan dhateng sesami, pangucap kita tansah ngucap syukur lan berkah, mekatena ugi pamikir kita kangge mikir bab-bab ingkang positif, bab-bab ingkang mbangun gesang sesarengan. Anggen kita gesang mboten namung kangge dhiri kita pribadi, nanging gesang kita punika saged ta dados berkah kangge tiyang sanes. Srana ngarahaken manah lan gesang kita tumuju namung dhumateng Gusti Yesus kemawon, kita saged ngadepi maneka werni pakewet, pergumulan, lan pacobaning gesang. Kita badhe kaparingan kakiyatan dan kasagedan kangge mikul salib kita piyambak ing salebeting gesang punika. Mangga sami sinau saking Gusti Yesus, Panjenenganipun setya tuhu dhumateng Allah Sang Rama dumugi pati.
  2. Pengajeng-ajeng ingkang Leres dhumateng Gusti Allah
    Asring tiyang Kristen punika namung kepengin nampi berkah saking Gusti, nanging nalika ngadepi ujian lan pacoban, iman pitadosipun dados lemah lan goyang. Kenging punapa? Awit pengajeng-ajengipun nampi berkah saking Gusti punika mboten kawujud. Saking ngriki kita saged ningali para tiyang Yahudi ingkang wonten Yerusalem, wiwitan mula sami memuji lan ngucap “Hosana” nalika Gusti Yesus mlebet ing Yerusalem, nanging let pinten dinten tiyang-tiyang punika sami ngucap “Salibaken Gusti Yesus.” Punika kelampahan awit para tiyang punika kagungan pengajeng-ajeng mesianik ingkang lepat dhumateng Gusti Yesus. Pramila penting kangge kita kagungan pangajeng-ajeng ingkang leres dhumateng Gusti Allah, inggih punika kita pitados bilih rancanganipun Gusti Allah punika rancangan kasaenan lan tentrem rahayu kangge kita. Senadyan lampahing gesang kita punika kathah karibetan, tantangan, ujian dan pacoban, kita mboten badhe mutung lan nyerah. Karana saben kedadosan ingkang kelampahan ing gesang kita punika, dadosaken kita sansaya diwasa ing Gusti. Kita saged ngraosaken pakaryan lan rancanganipun Gusti Allah dhateng kita. Nalika kita ngadepi krisis ing gesang kita punika, iman lan pengajeng-ajeng kita tetap kiyat. Kita saged ningali lan ngraosaken panganthi lan pitulunganipun Gusti Allah tumraping gesang kita senadyan kita kedah manggul salib ing gesang punika.
  3. Nebihi Pamikiran Negatif tumrap Sesami
    Ing pungkasan kita saged sinau saking sikepipun para tiyang Farisi, inggih punika sinau kados pundi anggen kita mboten nggadhahi pikiran ingkang negatif dhateng tiyang sanes. Kita kedah sadar bilih gesang punika pancen mboten luwar saking penilaian lan paningal negatif saking tiyang sanes dhateng kita. Nanging punika mboten ateges kita ugi nggadhahi sikep ingkang sami kados punika, kados cara pandengipun tiyang Farisi dhumateng Gusti Yesus. Karana punika ing Minggu Palmarum punika, mangga kita minangka umatipun Gusti sami biasakaken dhiri kita kangge mikiraken bab-bab ingkang sae, ingkang mbangun dhateng sesami kita. Mangga kita ngarahaken dhiri kita nuwuhaken empati dhateng sesami, saengga kita saged ningali kasaenan lan bab-bab ingkang positif saking sesami kita. Amin. [AR].

 

Pamuji: KPJ. 226  Hosiana, Gustiku

Renungan Harian

Renungan Harian Anak