Kamis Putih – Pekan Suci
Stola Putih
Bacaan 1: Keluaran 12 : 1 – 4, 11 – 14
Mazmur: Mazmur 116 : 1 – 2, 12 – 19
Bacaan 2: 1 Korintus 11 : 23 – 26
Bacaan 3: Yohanes 13 : 1 – 17, 31b – 35
Tema Liturgi: Memandang Salib Rajaku
Tema Khotbah: Persekutuan yang Penuh Kasih
Penjelasan Teks Bacaan:
(Tidak perlu dibaca di mimbar, cukup dibaca saat mempersiapkan khotbah)
Keluaran 12 : 1 – 4, 11 – 14
Di awal Allah mengutus Musa dan Harun untuk memimpin bangsa Israel meninggalkan Mesir, Allah memerintahkan Musa dan Harun untuk merevisi kalender mereka sebagai penghormatan atas peristiwa Keluaran ini. Karena peristiwa Keluaran ini akan menandai transformasi bangsa Israel dari budak menjadi sebuah bangsa di bawah pimpinan Allah, mereka harus menghormati peristiwa ini dengan menjadikan bulan ini sebagai awal tahun kalender mereka. Bulan ini tidak hanya menjadi awal tahun kalender mereka, tetapi juga simbol kelahiran mereka sebagai sebuah bangsa. Allah meminta mereka untuk menyelaraskan kalender mereka dengan peristiwa penting ini dalam sejarah mereka. Bulan pertama ini akan disebut sebagai Nisan, yang terjadi pada musim semi (sekitar bulan Maret atau April dalam kalender Masehi).
Kata “Jemaat” dalam ayat 3 dalam bahasa Ibraninya adalah “Edah”. Kata ’edah’ berarti kumpulan atau komunitas. Penggunaan kata ini yang berulang-ulang dalam Taurat menegaskan bahwa Israel bukan sekadar kumpulan individu. Israel adalah sebuah jemaat, kumpulan umat Allah. Padanannya dalam Perjanjian Baru adalah kata Yunani ”ekklesia”, yang merujuk pada orang-orang yang berkumpul dalam suatu komunitas. Perjamuan ritual Paskah ini adalah perayaan keluarga sekaligus komunitas. Setiap rumah tangga akan memilih seekor domba untuk dimakan bersama-sama sebagai keluarga. Namun, semua keluarga Yahudi akan menikmati makanan ritual yang sama pada waktu yang sama. Oleh karena itu, perayaan ini melampaui hubungan keluarga dan menjadi sebuah perayaan nasional. Jika rumah tangga itu terlalu kecil untuk seekor anak domba, maka ia dan tetangganya di sebelah rumahnya harus mengambil seekor sesuai dengan jumlah jiwa; sesuai dengan apa yang dapat dimakan setiap orang (Ay. 4). Sebagai sebuah komunitas mereka diminta untuk tidak hanya memikirkan diri atau keluarga mereka sendiri melainkan juga memikirkan tetangganya atau orang lain. Seperti yang akan kita lihat pada ayat 10, Allah meminta umat-Nya untuk membakar sisa daging. Namun, yang ideal adalah rumah tangga tersebut dapat mengonsumsi seluruh daging domba. Jika sebuah rumah tangga terlalu kecil untuk menghabiskan daging domba, mereka dapat mencari rumah tangga tetangga yang bisa berbagi daging domba tersebut.
1 Korintus 11 : 23 – 26
Paulus menulis surat ini sebagai respons terhadap laporan dari jemaat mengenai masalah-masalah yang terjadi di gereja Korintus. Dalam surat ini, ia memberikan arahan kerasulan untuk menangani persoalan-persoalan tersebut. Masalah yang dibahas dalam bagian ini berkaitan dengan pelaksanaan Perjamuan Kudus yang tidak dilakukan dengan benar (Ay. 17-22). Jemaat di Korintus dianggap melakukan kesalahan karena memperlakukan Perjamuan Kudus seperti perjamuan biasa. Paulus sebelumnya telah membahas masalah perpecahan dalam gereja (1:10-17; 3:1-23), dan kini mencatat bahwa perpecahan tersebut masih ada, bahkan saat mereka melaksanakan Perjamuan Kudus. Tampaknya, orang-orang Kristen di Korintus merayakan Perjamuan Kudus dalam konteks jamuan makan biasa. Setiap individu atau keluarga membawa makanan untuk perayaan ini dan mereka memakan makanan yang mereka bawa sendiri tanpa berbagi dengan jemaat yang lain. Atau, mungkin mereka berbagi, namun mereka yang datang lebih awal memperoleh banyak, sementara yang datang belakangan (biasanya orang-orang miskin dengan waktu luang terbatas) hanya mendapatkan sedikit. Akibatnya, sebagian orang (yang miskin) kelaparan, sedangkan yang lain (yang kaya) memiliki lebih dari cukup untuk makan dan minum, bahkan Paulus menyebut beberapa di antara mereka sampai mabuk.
Mereka yang menerima sedikit atau tidak mendapat makanan sama sekali pada jamuan tersebut tentunya akan merasa terpinggirkan, dan hal ini turut menyebabkan perpecahan. Paulus kemudian memberikan nasihat untuk membantu jemaat Kristen di Korintus memahami makna dan pentingnya Perjamuan Kudus dengan benar, sehingga mereka dapat merayakannya dengan cara yang lebih tepat dengan kembali mengingat apa yang Tuhan Yesus lakukan dan perintahkan di saat sedang bersama para murid saat melakukan perjamuan terakhir sebelum Tuhan Yesus ditangkap. Paulus menginginkan agar mereka merayakan perjamuan ini sebagai ritual suci dan agar mereka saling memperhatikan kebutuhan satu sama lain. Sama seperti Tuhan Yesus yang mau berkorban, maka merekapun diminta juga untuk mau berkorban bagi orang lain.
Yohanes 13 : 1 – 17, 31b – 35
Kisah pembasuhan kaki terdapat dalam bagian yang dikenal sebagai percakapan perpisahan. Percakapan ini dimulai dengan penegasan bahwa saatnya telah tiba bagi Tuhan Yesus untuk meninggalkan dunia dan kembali kepada Bapa (Ay. 1). Tuhan Yesus menunjukkan kasih-Nya yang tulus dan penuh kepada murid-murid-Nya, mengasihi mereka hingga akhir. Sebagai kontras dari kasih Yesus yang begitu dalam, ayat 2 menyebutkan bahwa saat mereka sedang makan bersama, Iblis sudah membisikkan kepada hati Yudas untuk mengkhianati Yesus. Di ayat 3, dinyatakan bahwa Tuhan Yesus menyadari saatnya telah tiba untuk kembali kepada Bapa. Hal ini ditegaskan dengan pernyataan bahwa Ia sadar, Dia berasal dari Allah, diutus, dan diberi otoritas oleh Allah untuk menggenapi kehendak-Nya, yaitu menyelamatkan manusia yang berdosa.
Tuhan Yesus menyadari keilahian-Nya dan bahwa Dia adalah “Guru dan Tuhan” (Yoh. 13:13). Meski demikian, Dia rela melakukan pekerjaan yang dianggap rendah dengan membasuh kaki para murid-Nya, sebuah tugas yang seharusnya dilakukan oleh seorang hamba. Pada zaman Tuhan Yesus, pembasuhan kaki dilakukan dengan dua alasan. Pertama, untuk membersihkan kaki para tamu yang pada waktu itu mengenakan kasut atau sepatu terbuka. Kedua, pembasuhan kaki dilakukan sebagai tanda penyambutan atau penerimaan tamu dalam sebuah perjamuan. Biasanya, pembasuhan kaki dilakukan sebelum tamu memasuki ruang perjamuan, namun Tuhan Yesus melakukannya di dalam ruang perjamuan atau saat perjamuan berlangsung. Hal ini menunjukkan bahwa Tuhan Yesus sengaja melakukan tindakan ini dan ingin menggunakan budaya pembasuhan kaki sebagai sarana pengajaran bagi murid-murid-Nya.
Melalui tindakan pembasuhan kaki ini, Tuhan Yesus ingin menyampaikan sebuah perumpamaan. Dengan perbuatannya tersebut, Tuhan Yesus menunjukkan prinsip-prinsip agung tentang pelayanan yang merendahkan diri, yang mencapai puncaknya di kayu salib. Tindakan simbolis Tuhan Yesus dalam membasuh kaki murid-murid-Nya menggambarkan perlunya pembasuhan atau penyucian untuk keselamatan (Ay. 6-9). Ini juga menjadi teladan bagi sikap hidup murid Kristus (Ay. 12-17) untuk mengikuti contoh-Nya yang rela merendahkan diri dan saling melayani. Bagi para murid yang melaksanakan perintah Tuhan Yesus dan meneladani-Nya, Tuhan Yesus menyatakan bahwa mereka akan menjadi orang-orang yang berbahagia dan diberkati (Ay. 17). Tidak cukup hanya mendengar, memahami, dan menerima kebenaran, yang terpenting adalah melaksanakannya. Melakukan perintah baru yang diajarkan Tuhan Yesus, yaitu saling mengasihi (Ay. 34-35).
Benang Merah Tiga Bacaan:
Sebagai umat kepunyaan Allah, bangsa Israel diminta Allah untuk menjadi sebuah komunitas umat yang saling peduli dan hal ini ditampakkan dalam aturan tentang Perjamuan Paskah. Sikap saling peduli sebagai wujud kasih inilah yang juga diingatkan Rasul Paulus kepada jemaat di Korintus saat mereka sedang melakukan Perjamuan Kudus, agar mereka tetap mengingat pengorbanan Tuhan Yesus dan saling melayani sebagai sebuah persekutuan. Sikap melayani inilah yang juga diteladankan dan diperintahkan oleh Tuhan Yesus kepada para murid lewat simbol pembasuhan kaki. Sebagai sebuah perintah baru yang harus dilakukan oleh para murid untuk bisa saling mengasihi.
Rancangan Kotbah: Bahasa Indonesia
(Ini hanyalah sebuah rancangan khotbah, silakan dikembangkan sesuai dengan konteks jemaat masing-masing)
Pendahuluan
Dalam olahraga ada istilah latihan aerobik dan an-aerobik. Latihan aerobik menghasilkan energi menggunakan pasokan oksigen dalam tubuh untuk mempertahankan tingkat aktivitas tanpa menggunakan sumber energi lain. Latihan ini dilakukan dengan intensitas yang lebih lambat, misalnya seperti jogging atau lari santai dan bersepeda santai. Sementara latihan an-aerobik adalah aktivitas yang memecah glukosa menjadi energi tanpa menggunakan oksigen. Akibatnya, tubuh akan menghasilkan energi lebih banyak dan menggunakan sumber energi yang tersimpan di otot. Latihan ini dilakukan dengan durasi waktu yang pendek namun dengan intensitas tinggi. Contoh latihan an-aerobik, antara lain seperti lompat tali, lari jarak pendek (sprint), dan angkat beban. Sekarang bayangkan saudara jarang berolahraga lalu ingin menjadi bugar, jadi saudara memutuskan untuk mulai jogging bahkan tidak sabar lalu saudara mencoba sprint atau lari cepat. Tak lama kemudian, otot-otot saudara mulai kram, pinggang saudara terasa nyeri, kepala mulai pusing dan saudara kesulitan bernapas. Saudara pun berjalan pelan pulang sambil terengah-engah, berkata, “Besok-besok tidak akan saya olahraga seperti ini lagi.” Ini mirip dengan apa yang disebut lari an-aerobik atau lari tanpa cukup oksigen. Hal ini terjadi karena tubuh menggunakan lebih banyak oksigen daripada yang bisa diserapnya. Banyak orang mencoba berlari dengan cara ini, dan banyak juga orang yang mencoba mencintai dengan cara yang sama. Mereka mencintai dengan semangat dan pengorbanan diri, tetapi hasilnya hanya bertahan sebentar, mungkin hanya beberapa hari atau bulan. Akhirnya, mereka merasa kesakitan, capek, terengah-engah, dan berkata, “Saya tidak akan melakukannya lagi. Capek saya, kok saya terus yang harus memberi, kok saya terus yang harus mengalah, kok saya terus yang harus memaafkan”.
Isi
Cinta kasih seperti berlari, haruslah aerobik. Berlari membutuhkan oksigen. Cinta yang abadi membutuhkan firman Tuhan, merasakan kehadiran-Nya, Roh Kudus, serta kasih dan pengampunan-Nya. Ketika kita mencintai secara aerobik, kita mencintai bukan dengan kekuatan dan kemampuan kita sendiri, melainkan dengan kekuatan dan kemampuan yang diberikan oleh Tuhan Yesus. Dengan begitu kita akan semakin menyadari tempat kita dalam keluarga Allah dan menghilangkan segala sesuatu yang bertentangan dengan kasih, seperti keegoisan, keserakahan, dan sikap tidak peduli.
Persekutuan keluarga Allah yang penuh kasih ini nampak dalam bacaan pertama, peristiwa keluaran merupakan babak baru bangsa Israel dari budak menjadi sebuah bangsa yang merdeka di bawah pimpinan Allah. Sebagai sebuah bangsa, Israel bukan sekadar kumpulan individu. Israel adalah sebuah jemaat atau kumpulan umat Allah. Hal ini bisa kita lihat dari pemakaian kata “Jemaat” dalam ayat 3 yang dalam bahasa Ibraninya adalah “Edah”. Kata “edah” berarti kumpulan atau komunitas. Padanannya dalam Perjanjian Baru adalah kata Yunani ”ekklesia”, yang merujuk pada orang-orang yang berkumpul dalam suatu komunitas. Itu sebabnya dalam bacaan kita perjamuan ritual Paskah adalah perayaan keluarga sekaligus komunitas untuk merasakan tuntunan Allah kepada bangsa Israel. Setiap rumah tangga akan memilih seekor domba untuk dimakan bersama-sama sebagai keluarga. Jika rumah tangga itu terlalu kecil untuk seekor anak domba, maka ia dan tetangga di sebelah rumahnya harus mengambil seekor sesuai dengan jumlah jiwa, sesuai dengan apa yang dapat dimakan setiap orang (Ay. 4). Sebagai sebuah komunitas mereka diminta untuk tidak hanya memikirkan diri atau keluarga mereka sendiri melainkan juga memikirkan keadaan tetangganya atau orang lain.
Sebuah komunitas yang saling peduli inilah yang juga diingatkan Rasul Paulus kepada jemaat di Korintus. Salah satu persoalan yang ada adalah saat mereka tidak melakukan perjamuan kudus dengan benar. Mereka datang berkumpul dengan membawa makanan sendiri-sendiri, namun saat melakukan perjamuan mereka memakan makanan mereka sendiri hingga kenyang tanpa memerdulikan jemaat lain yang datang dengan makanan sedikit atau yang susah makan karena miskin, sehingga yang kaya semakin kenyang dan yang miskin semakin kelaparan. Hal ini bukanlah cermin sebuah persekutuan Kristen. Paulus kemudian memberikan nasihat untuk membantu jemaat Kristen di Korintus memahami kembali makna dan pentingnya Perjamuan Kudus dengan benar, sehingga mereka dapat merayakannya dengan cara yang lebih tepat dengan kembali mengingat apa yang Tuhan Yesus lakukan dan perintahkan di saat melakukan perjamuan terakhir bersama para murid sebelum Tuhan Yesus ditangkap. Paulus menginginkan agar mereka merayakan perjamuan ini sebagai pengingat akan pengorbanan Tuhan Yesus agar mereka saling memperhatikan kebutuhan satu sama lain.
Hidup penuh kasih bukanlah sebuah pilihan bagi para pengikut Tuhan Yesus. Dalam bacaan Injil Tuhan Yesus menyatakan, ”Aku memberikan perintah baru kepadamu.” Ini bukan sekadar saran atau rekomendasi, melainkan sebuah perintah yang tegas. Mengapa Tuhan Yesus memerintahkan kita untuk mengasihi? Ia memberikan perintah ini karena ada bagian dalam diri kita yang sering memberontak terhadap gagasan kasih yang murni dan tanpa syarat. Meskipun kita memiliki contoh kasih Tuhan Yesus yang penuh pengorbanan dan tanpa syarat bagi kita, masih ada bagian dari diri kita yang merasa bahwa kasih seperti itu tidak sesuai dengan dunia tempat kita tinggal. Ada bagian dari diri kita yang berkata, “Tentu saja, mengasihi orang lain itu baik namun ada batas tertentu, ada syaratnya.” Bukankah itu yang sering kita lakukan? Kita cenderung lebih nyaman dengan cinta yang bersifat selektif. Kita merasa lebih aman dengan jenis cinta yang tidak membuat kita merasa tidak nyaman. Meskipun kita mungkin merasa senang dengan cinta seperti ini, tetapi itu bukan yang dimaksud Tuhan Yesus ketika Ia berkata, “Kasihilah satu sama lain, seperti Aku telah mengasihi kamu; demikianlah kamu juga saling mengasihi.” Begitulah cara Dia memerintahkan kita untuk mengasihi, yaitu dengan rela dan penuh pengorbanan. Inilah alasan mengapa Tuhan Yesus memerintahkan kita untuk mengasihi, karena Dia mengetahui bahwa kita sering merasa nyaman dengan kasih yang tidak sepenuhnya tanpa syarat atau pengorbanan. Lebih mudah bagi kita untuk bersikap egois, mengabaikan orang yang membutuhkan kasih sayang kita, dan mencari alasan untuk tidak terlibat dalam kehidupan orang lain.
Menarik untuk dicatat bahwa kasih adalah kesaksian utama orang Kristen kepada dunia. Seberapa sering orang berkata kepada kita, ”Saya itu sangat senang loh melihat orang Kristen, orangnya baik-baik, ramah dan suka menolong?”. Apakah ada sesuatu yang berbeda tentang kita yang membuat orang bertanya-tanya, ”Apa ya yang membuat orang Kristen begitu disenangi dan mudah bergaul?” Ingat kata Tuhan Yesus, “Dengan demikian semua orang akan tahu, bahwa kamu adalah murid-murid-Ku, yaitu jikalau kamu saling mengasihi.”
Penutup
Kita sering menganggap remeh perintah Tuhan Yesus ini. Mengasihi seperti Tuhan Yesus mengasihi kita tampaknya jauh dari jangkauan kita. Membiarkan kasih mengatur segala sesuatu yang kita katakan dan lakukan tampaknya hampir mustahil. Kita sering gagal. Namun, itu tidak berarti kita harus menyerah hanya karena kita adalah umat Tuhan yang kurang baik. Tetapi itu justru menunjukkan bahwa kita lebih membutuhkan kasih Kristus daripada sebelumnya. Kita membutuhkan kasih-Nya yang tanpa syarat dan tak pernah gagal untuk mengampuni kita atas kekurangan kasih kita. Syukurlah bahwa Tuhan Yesus tidak mengasihi kita seperti kita mengasihi orang lain. Harapan kita dan bagi jemaat di hari Kamis Putih ini adalah agar kita dapat mengasihi sebagaimana Kristus telah mengasihi kita. Amin. [M@ul].
Pujian: KJ. 432 : 1, 2 Jika Padaku Ditanyakan
Rancangan Khotbah: Basa Jawi
(Punika namung rancangan khotbah, saged dipun kembangaken miturut konteks pasamuwan piyambak)
Pambuka
Ing babagan olahraga wonten istilah latihan aerobik lan an-aerobik. Latihan aerobik punika ngasilaken tenaga ndamel oksigen wonten ing badan kangge njagi kakiyataning badan tanpa mendet sumber tenaga sanesipun. Latihan punika dipun lampahi kanthi kalem kados jogging utawi mlajeng alon-alon lan saged ugi sepedahan. Menawi latihan an-aerobik punika ngasilaken tenaga tanpa ndamel oksigen nanging mendet tenaga ingkang kasimpen wonten ing otot. Latihan an-aerobik punika kedah cepet lan mboten dangu kados ta sprint utawi mlajeng banter lan angkat beban. Sakmangke panjenengan bayangaken panjenengan arang olahraga nanging kepingin nggadah badan ingkang sehat, panjenengan lajeng olahraga miwiti jogging alon-alon, nanging lajeng mboten sabar lan mlajeng banter utawi sprint, mboten dangu otot-otot panjenengan kraos kram, boyok kraos nyeri, sira ngelu lan kewetan ambegan, lajeng panjenengan mlampah wangsul kanthi ngos-ngosan lan ngedumel, “Sesok-sesok ora bakal olahraga koyo ngene maneh”. Katah tiyang olahraga mlajeng kados cara mekaten lan katah ugi tiyang nresnani kanthi cara ingkang sami. Katah tiyang nresnani dipun wiwiti kanthi semangat lan iklas, nanging dipun lampahi namung sekedap, namung sawetawis dinten nopo sasi. Wusananipun katah tiyang kraos kapok, kelaran lan ngos-ngosan “Sesok-sesok ora bakal maneh….kesel aku, kok aku terus seng menehi, kok aku terus seng dikongkon sabar, kok aku terus seng kudu menehi pangapura!”.
Isi
Katresnan punika kados olahraga mlajeng, kedah aerobik. Mlajeng mbetahaken oksigen. Katresnan ingkang tulus ugi mbetahaken sabda pangandikanipun Gusti, ngraosaken pakaryanipun Roh Suci, panganti lan pangrimatipun Gusti wonten gesang saben dinten. Kita nresnani kanthi aerobik, kita nresnani mboten namung ngandelaken kakiyatan kita piyambak, nanging kanthi kakiyatan ingkang dipun paringaken dening Gusti Yesus. Kanthi mekaten kita badhe saged ngraosaken kawontenan kita ing satengah-tengah gesang wonten ing pasamuwan lan ngicalaken sadaya prekawis ingkang tebih saking tumindak tresna kados ta namung mikir gesangipun piyambak utawi egois lan sikep srakah.
Pasamuwan kagunganipun Gusti ingkang kebak katresnan tetela wonten waosan kita ingkang sepisan. Prastawa pangluwaran punika babagan enggal kangge bangsa Israel dados bangsa ingkang mardika. Minangka bangsa, Israel punika awujud patunggilan umat kagugainipun Gusti Allah. Bab punika saged kita tingali saking tembung “pasamuwan” ing ayat 3 ingkang wonten basa Ibrani kaserat “Edah” ingkang tegesipun patunggilan. Sami kados tembung “ekklesia” ing basa Yunani. Mila mekaten wonten ing waosan kita Bujana Paskah punika wujud pahargyan brayat lan ugi pasamuwan kangge ngraosaken panganthi lan pangrimatipun Gusti Allah dhumateng bangsa Israel. Saben griya badhe miji cempe satunggal kangge dipun tedha sareng-sareng kaliyan brayatipun. Nanging menawi brayat punika alit kedah ngajak tanggi teparo kangge nelasaken cempe satunggal punika wau. Minangka patunggilan, bangsa Israel kasuwun mboten namung mikiraken brayat lan dhirinipun piyambak nanging ugi kedah mikiraken kawontenan tetanggi utawi tiyang sanes.
Patunggilan ingkang tansah preduli dhateng sesami punika ingkang ugi dipun emutaken Rasul Paulus dhateng pasamuwan ing Korinta. Salah satunggaling reribet wonten ing pasamuwan Korinta inggih punika para warganing pasamuwan mboten nglampahi Bujana Suci kanthi leres. Pasamuwan sami ngempal bekta tetedhan piyambak-piyambak, nanging nalika nidhakaken Bujana Suci para warga sami nedha tetedhanipun piyambak-piyambak kanthi tuwuk lan mboten preduli kaliyan sedherek patunggilan ingkang sami dugi lan ingkang kawontenanipun kacingkrangan lan ngelih. Kawontenan punika sanes ngetingalaken pasamuwan Kristen. Paulus lajeng paring pitedah dhateng pasamuwan Korinta supados saged mangertosi malih maknanipun Bujana Suci ingkang leres, temahan pasamuwan saged nindhakaken kanthi cara ingkang trep inggih punika bujana suci dados pangemut-emut nalika dalu Gusti Yesus Kristus ngawotenaken bujana suci sesarengan kaliyan para sakabat sak derengipun kacepeng. Paulus kepingin supados lelampahan bujana suci saged dados pangemut-emut pakaryan katresnanipun Gusti Yesus ingkang sampun seda sinalib supados pasamuwan ugi saged ngetingalaken katrenan dhumateng sedherek sak pasamuwan.
Gesang ingkang tansah ngetingalaken katresnan punika sanes pilihan kangge para pandherekipun Gusti Yesus. Wonten ing waosan Injil Gusti Yesus dhawuh: “Kowe padha dakwenehi pepakon anyar”. Punika sanes namung saran utawi rekomendasi, nanging pepakon ingkang teges. Kenging punapa Gusti Yesus paring pepakon dhateng kita bab katresnan? Awit Panjenenganipun pirsa bilih wonten perangan ing salebeting manah kita ingkang nglawan tumrap tumindak katresnan ingkang murni lan tanpa syarat. Sinaosa kita sampun kagungan tuladha katresnan Gusti Yesus ingkang tanpa syarat dhumateng kita, ananging wujud katresnan ingkang kados mekaten mboten cocok kaliyan kawontenan donya ingkang kita adepi sadinten-dinten. Kita saged sanjang, “Nresnani kuwi apik nanging ana watese utawi syarate” lan punika ingkang asring kita lampahi. Kita langkung remen kaliyan katresnan ingkang pilih-pilih, ngetingalaken katresnan ingkang namung damel manah kita ayem. Menawi kita langkung remen katresnan ingkang mekaten, ananging punika sanes ingkang dipun kersakaken dening Gusti Yesus nalika dhawuh, “… padha tresna-tinresnanana, dikaya anggonKu wus tresna marang kowe, kowe iya padha tresna-tinresnanana uga.” Punika caranipun Gusti Yesus paring pepaken dhumateng kita, awit Gusti pirsa bilih kita taksih asring namung mikir gesangipun piyambak utawi egois, mboten purun preduli dhateng sesami lan alasan kangge mboten purun cawe-cawe ing gesangipun tiyang sanes.
Sae menawi kita ugi raosaken bilih katresnan punika wujud paseksi ingkang utami para umat panderekipun Gusti Yesus. Sepinten asring kita mireng tiyang sanes sanjang dhateng kita, “Aku iki jan remen sanget loh yen nyawang wong Kristen, rukun, wonge apik-apik, grapyak, lan seneng nulung.” Punapa ingkang bentenaken kita tiyang Kristen kaliyan tiyang sanes? Tansah emut dhawuh pangandikanipun Gusti Yesus: “Kanthi mangkono saben wong bakal padha weruh, yen kowe padha dadi siswaKu, yaiku manawa kowe padha tresna-tinresnan.”
Panutup
Kita asring nganggep remeh pepaken Gusti Yesus punika, nresnani kados dene Gusti Yesus nresnani kita kadosipun mokal saged kita lampahi, kita asring gagal, nanging punika mboten ateges kita kedah nyerah utawi kendel ngetingalaken katresnan awit kita ngrumaosi umatipun ingkang kirang sae. Nanging punika malah ngetingalaken bilih kita langkung mbetahaken katresnanipun Gusti Yesus tinimbang sakderengipun. Kita mbetahaken katresnanipun ingkang tanpa syarat lan tansah paring pangapunten, sinaosa kita asring kirang nresnani. Puji syukur dhumateng Gusti bilih Gusti Yesus nresnani kita mboten kados kita nresnani tiyang sanes. Pangajeng-ajeng kita sami lan ugi pasamuwan wonten ing Kamis Putih punika sageda kita tansah nresnani kados dene Gusti Yesus sampun nresnani kita sami. Amin. [M@ul].
Pamuji: KPJ. 345 Nadyan Kula Amicaras