Melayani dan Terus Melayani Khotbah Minggu 9 September 2018

27 August 2018

Bulan Kitab Suci/ Minggu Biasa
Stola Hijau

Bacaan 1         : Amsal 22:1-2,8-9,22-23
Bacaan 2         : Yakobus 2:1-10
Bacaan 3         : Markus 7: 24 – 37

Tema Liturgis : Tekun Bergumul dengan Firman Tuhan dan Melakukan dalam Kehidupan
Tema Khotbah:  Melayani dan Terus Melayani

 

KETERANGAN BACAAN
(Tidak perlu dibaca diatas mimbar, cukup dibaca saat mempersiapkan khotbah)

Amsal 22:1-2,8-9,22-23

Kitab Amsal adalah kumpulan kitab hikmat yang berisikan nasehat, teguran dan juga pujian. Sebagai kitab hikmat tentu saja dalam satu perikop bisa berisikan beberapa tema secara tumpang-tindih namun selalu terangkai dalam benang merah yang jelas sebagai tuntunan hidup bagi yang membacanya. Demikian juga jikalau kita membaca pasal 22 secara utuh maka dalam pasal ini juga berisikan banyak nasehat, namun jika dirangkai menjadi satu benang merah pesan yang disampaikan adalah tentang bersikap adil kepada yang lemah dan tidak berdaya.

Ayat 1-2 memulainya dengan sebuah pernyataan umum yang terbuka bagi setiap pembacanya yaitu dengan memperbandingkan “nama baik” yang dinilai lebih berharga “kekayaan besar”, “dikasihi orang” lebih baik daripada “perak dan emas”. Tidak dijelaskan lebih jauh memang apa yang dimaksud dengan nama baik itu? Demikian juga tidak dirinci juga yang dimaksud dengan dikasihi orang seperti apa? Namun patutlah kita menduga bahwa ada sebuah pertentangan yang coba ingin diuraikan oleh ayat ini antara kenyataan hidup orang yang kaya namun mengandalkan kekayaannya untuk meraih wibawa dan simpatik orang sekelilingnya dengan orang yang memang karena kebaikannya tanpa mempergunakan apapun sudah mendapat hormat dan simpatik orang sekelilingnya. Itulah sebabnya kekayaan sering tidak memiliki arti dan bahkan tidak memiliki nilai jika harta bertumpuk tetapi kehilangan hormat dan bahkan tidak dikasihi orang lain. Itylah sebabnya ukuran dari kehidupan manusia bukan bergantung dari seberapa banyak harta kekayaannya tetapi dari seberapa dia dikasihi oleh orang sekitarnya atau tidak. Dan orang yang memiliki nama baiklah yang dikasihi oleh orang sekelilingnya. Namun toh demikian, orang kaya ataupun miskin tidak pernah terpisah, keduanya selalu berbaur karena miskin atau kaya, Tuhanlah yang membuat semua itu (ayat 2).

Ayat 8-9, bagian ayat ini terkesan terpisah dengan ayat 1 dan 2 diatas. Namun topik pembicaraan masih juga bicara diseputar “nama baik.” Ayat 9 menyebutkan bahwa orang yang baik hati akan diberkati. Orang baik hati tentulah orang yang bersedia berbagi kepada orang yang membutuhkan tanpa harus menjadi kaya berlimpah harta ataupun memiliki segalanya. Ini berbeda dengan orang yang biasa melakukan kecurangan sebab orang yang melakukan kecurangan akan menuai bencana dan bahkan amarah akan membinasakannya. Oleh sebab itulah ayat 22-23, memberikan larangan untuk melakukan penindasan kepada orang yang lemah dan kehidupannya susah sebab Tuhan (yang memiliki orang kaya ataupun orang miskin) akan menjadi hakim antara mereka. Bahkan Tuhan akan membela orang lemah dan berkesusahan itu serta Tuhan pulalah yang akan membalas aniaya yang dialami oleh orang lemah dengan mengambil nyawa penindasnya.

Yakobus 2:1-10

Sekilas membaca perikop ini maka kesan yang muncul adalah sikap dikotomis yang mempertentangkan antara si kaya dengan si miskin. Dan jikalau sembrono maka kesimpulan yang diambil adalah bahwa Yakobus lebih berpihak kepada si miskin dan menyudutkan si kaya. Lebih berbahaya lagi ketika kemudian dibuat kesimpulan umum bahwa orang kaya tidak perlu diterima. Karena itulah mari membaca teks ini secara utuh dan lengkap. Artinya, kita harus membaca teks ini secara sinambung dan menggali pesan yang ingin disampaikan seraya dengan demikian kita mengetahui permasalahan apa yang akan disampaikan oleh Yakobus.

Setidaknya ada beberapa hal yang hendak disampaikan oleh Yakobus yaitu:

  1. Berlakulah adil kepada semua orang. Pemicu sikap tidak adil dan membeda-bedakan ternyata menurut Yakobus adalah perkara penampilan orang yang kita hadapi. Jika orang itu berpenampilan menarik dengan berbagai kemewahan yang dikenakan maka betapa seringnya orang lebih menghargai dan memberikan sanjungan dengan memberikan tempat istimewa. Demikian sebalinya, jika penampilan orang terlihat lusuh dan barang yang dikenakan tidak mewah betapa sering ditolak atau diperlakukan semena-mena. Sikap adil berarti tidak membuat pembedaan sikap kepada siapapun atas dasar tampilan yang kelihatan. Karena itu ayat 1 menyebutkan bahwa: janganlah iman itu diamalkan dengan memandang muka. Artinya, iman kepada Tuhan Yesus itulah yang memampukan kita bersikap adil kepada siapapun.
  2. Keterpilihan Allah atas manusia tidak ditentukan oleh penampilan manusia tetapi dari sikap dan perbuatannya. Jika orang kaya tetapi bersikap menindas maka sesungguhnya dia juga tidak dipilih oleh Allah. Demikian juga jika orang miskin tetapi kaya dalam iman justru merekalah yang dipilih oleh Allah menjadi ahli waris Kerajaan-Nya. Jadi bukan atas dasar kepemilikan harta benda yang dapat dilihat melalui mata yang menentukan keterpilihan namun dari kekayaan iman yang ternyatakan dalam sikap yang menentukan keterpilihan.
  3. Totalitas dalam melakukan hukum kasih dengan bersikap sama kepada semua orang. Jika kita ingin melakukan hukum kasih maka tidak bisa tidak bahwa kepada siapapun sikap kita adalah sama yaitu: kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri. Untuk berelasi dengan orang lain ukurannya adalah sikap yang kita ingin orang lain lakukan kepada diri kita sendiri. Artinya, memperlakukan orang lain seperti kita melakukan untuk diri sendiri.

Jadi, perikop ini sekali lagi bukan sedang mempertentangkan antara orang kaya dengan orang miskin karena memang pesan yang ingin ditampilkan adalah ajakan untuk bersikap adil kepada semua orang sebagaimana kepada diri sendiri.

Markus 7: 24 – 37

Yesus pergi ke Tirus yaitu daerah diluar wilayah kekuaaan Israel karena Tirus adalah daerah independen yang tidak masuk wilayah yang dikuasai oleh orang Israel (Yosua 19:24, 29; 2 Samuel 24:7). Tirus adalah daerah perindustrian yang menjadi pusat perekonomian. Dengan kemajuan industri dan perdagangan ini, muncullah kekayaan, kecongkakan, dan keangkuhan. Para saudagar dan pedagangnya membanggakan diri bahwa mereka adalah pembesar-pembesar dan orang-orang terhormat di bumi (Yesaya 23:8). Akhirnya, Tirus juga mengembangkan sikap menentang Allah dan berkomplot dengan bangsa-bangsa tetangga untuk melawan umat Allah (Mazmur 83:2-8). Jadi, karena berani menantang Allah, kota itu akhirnya mengalami penghukuman, kejatuhan, dan pembinasaan. Dapatlah disimpulkan bahwa Tirus adalah daerah yang terhukum dan tidak mendapatkan anugerah Allah.

Mengapa Tuhan Yesus menyingkir sebegitu jauh dan terkesan tidak ingin berinteraksi dengan orang-orang Yahudi karena memilih daerah diluar Israel ? Patut diduga bahwa Tuhan Yesus mengalami kelelahan yang luar biasa karena perdebatan yang sangat serius dengan serombongan orang Farisi dan beberapa ahli Taurat dari Yerusalem (Markus 7:1). Oleh sebab itulah Markus 7: 24 menyebutkan bahwa Tuhan Yesus sengaja menghindari orang untuk bertemu dengannya. Namun toh senyatanya, keinginan Tuhan Yesus untuk tidak berjumpa dengan siapapun tidak dapat dilakukan. Dalam ayat 25 disebutkan bahwa ada seorang ibu yang anak perempuannya kerasukan roh jahat datang menemui Tuhan Yesus untuk memohon pertolongan kepadaNya. Perempuan tersebut bukan orang Yahudi, perempuan tersebut adalah seorang Yunani berkebangsaan Siro-Fenisia. Dari kebangsaannya jelas bukan termasuk umat pilihan Allah sebagaimana Israel. Oleh sebab itulah dialog yang terjadi antara seorang ibu dengan Tuhan Yesus berada diseputar keterpilihan itu. Artinya, Tuhan Yesus sedang menceriterakan kembali hal yang sebenarnya sudah diketahui oleh ibu itu bahwa yang layak mendapatkan berkat hanyalah umat pilihan yang disebut sebagai anak-anak Allah. Sedangkan bangsa diluar itu sesungguhnya tidak mendapatkan hak berkat tersebut.

Membaca dialog Tuhan Yesus dengan perempuan Siro-Finesia ini sungguhlah sebuah dialog yang sangat vulgar sebab Tuhan Yesus menganalogikan umat Israel sebagai anak-anak tetapi orang diluar Israel dianalogikan sebagai anjing yaitu binatang yang selama ada jamuan makan tidak patut mendekat ke meja jamuan apalagi memakan roti yang belum dimakan oleh anak-anak dalam jamuan makan. Derajat perempuan itu turun jauh karena dibandingkan dengan anjing, bahkan lebih dari itu disebut sebagai “yang tidak layak” menerima karunia apapun. Disinilah kita melihat bagaimana perempuan Siro-Fenesia itu bersedia merendahkan diri dalam penyerahan dengan menjawab bahwa anjingpun akan makan dari remah-remah yang dijatuhkan oleh anak-anak. Perempuan ini tau diri, tidak mengharapkan lebih dengan meminta berkat yang bukan menjadi haknya yang dia mau hanyalah bagian kecil dan itu adalah sesuatu yang dibuang oleh umat yang layak menerima berkat. Dari ungkapan itulah maka Tuhan Yesus melihat betapa kesungguhan dan kerelaan hatinya untuk mendapatkan mujizat Tuhan Yesus adalah benar-benar murni. Sehingga dengan jawaban perempuan itu Tuhan Yesus melakukan mujizat dengan bersedia mengusir setan yang merasuki anak perempuannya.

Dari perikop ini sebenarnya Injil Markus ingin menegaskan kembali bahwa Tuhan Yesus berkuasa atas semua bangsa walaupun bangsa itu tidak dihitung sebagai bangsa yang dipilih Allah. Sekaligus dari perikop ini ditegaskan kembali bahwa iman adalah pengakuan percaya dalam penyerahan diri yang bersedia membawa diri untuk rendah dihadapan Tuhan sehingga kuasa Tuhan saja yang terejawantahkan.

Benang Merah Ketiga Bacaan

Kasih karunia Tuhan Allah berlaku bagi semua orang karena memang setiap orang dikasihi-Nya. Oleh sebab itu bersikap adil dan menaruh penghargaan kepada semua orang adalah sikap yang musti kita lakukan sebagai perwujudan iman kepada Tuhan Allah. Ukuran sikap dan perlakukan kita kepada orang lain bukanlah dari apa yang terlihat dari penampilannya saja namun lebih dari itu adalah kasih Kristus kepada semua orang yang melandasi sikap kita kepada orang lain. Dan itulah pelayanan yang sebenarnya.

 

RANCANGAN KHOTBAH: Bahasa Indonesia
(Hanya Sebuah Rancangan, sila dikembangkan sendiri sesuai konteks jemaat)

 

Pengantar

Siapa yang tidak pernah mengalami kelelahan ? Semua orang pasti pernah mengalami kelelahan baik fisik maupun pikiran. Mungkin karena padatnya aktifitas sehari-hari atau rutinitas yang tidak pernah henti sering menjadi pemicu utama kelelahan itu. Ketika energi yang kita punya tidak sebanding dengan tingkat aktifitas maka menjadikan tubuh dan pikiran kita mudah sekali mengalami kelelahan bahkan sering stres. Disinilah tubuh dan pikiran membutuhkan pemulihan dan pemulihan itu bisa saja dengan mengambil waktu istirahat atau pergi rekreasi. Jangan heran jika hari ini sering muncul ungkapan: “panik karena kurang piknik.” Begitu ada waktu senggang entah hari libur atau akhir pekan maka tempat-tempat rekreasi berjubel ramai didatangi wisatawan yang membutuhkan piknik. Lalu, gerejapun dituntut untuk menjadi tempat rekreasi. Jika ibadah gereja monoton dan tidak menghibur maka akan sepi dengan warga yang menghadiri peribadatannya. Tempat-tempat retreat pun ramai didatangi oleh jemaat yang sebenarnya rekreasi bukan retreat dalam arti yang sebenarnya. Gereja pun membuat PKT dengan nama yang masih rohani, misalnya: Wisata Rohani, Safari Iman dan seterusnya. Salahkah itu ? Tidak ada yang salah karena memang itu adalah kebutuhan warga jemaat. Namun yang perlu juga diperhatikan adalah apa masalah utamanya yang memicu kelelahan kita bukan hanya sekadar mengalihkan kelelahan dengan menghibur diri sesaat. Senyatanya banyak orang yang rekreasi malah justru sepulangnya mengalami kelelahan yang luar biasa.

 

Isi

Jemaat yang terkasih dalam nama Tuhan Yesus,

Tuhan Yesuspun dalam Injil Markus 7 juga dikisahkan sedang mengalami kelelelahan. Oleh sebab itulah Tuhan Yesus menyingkir ke daerah Tirus sebuah daerah yang diluar wilayah Israel. Tuhan Yesus masuk kesebuah rumah dan berharap tidak ada orang yang mengetahuinya. Tuhan Yesus berharap tidak akan bertemu dan diganggu dengan banyaknya orang yang berbondong meminta kesembuhan atau mujizat sebagaimana di daerah Israel itu sendiri. Namun toh keinginan itu masih tidak dapat terwujud sebab kedatangan-Nya tidak dapat dirahasiakan (ay 24). Bahkan ada seorang ibu yang segera datang kepada-Nya dan memohon pertolongan atas anaknya perempuan yang kerasukan roh jahat. Ya, niatnya Tuhan Yesus sejenak menghindar dari rutinitas pelayanan namun toh keinginan itu tidak bisa terwujud.

Dari kisah perjumpaan Tuhan Yesus dengan perempuan di Tirus ini kita dapat merenungkan beberapa hal antara lain:

  1. Terus Melayani

    Jemaat yang dikasih Tuhan,

    Kelelahan tubuh dan pikiran tentulah bukan semata karena aktifitas pekerjaan kita saja. Dalam pelayanan kita juga sering mengalami kelelahan itu. Apalagi menjelang-menjelang perayaan gerejawi. Apalagi menjadi pelayan dalam kurun waktu yang cukup lama. Kadang muncul kejenuhan, kebosanan bahkan kelelahan yang luar biasa. Dalam saat seperti itulah kita kemudian tergoda untuk beristirahat sejenak, meregangkan otot-otot dengan menghentikan pelayanan. Bisakah itu? Sesungguhnya sangat sulit untuk sejenak berhenti dari pelayanan. Inginnya tidak melayani orang sakit, tetiba saja tanpa diduga ada orang yang membutuhkan pertolongan kita. Inginya tidak terlibat dalam kegiatan gereja, tetapi ide dan keterbebanan hati tidak pernah bisa dijauhkan dari gereja. Sulit memang mencoba berisitrahat atau berhenti melayani.

    Tuhan Yesuspun juga mengalami kesulitan yang sebagaimana kita alami. Tuhan Yesus ingin sejenak berhenti melayani tetapi justru dihampiri oleh seorang perempuan Siro-Finesia yang memohon kesembuhan atas diri anaknya perempuan yang kerasukan roh jahat. Yah…. niatnya istirahat justru malah tidak bisa terwujud. Dan itulah pelayanan, bahwa semakin melayani semakin menjadi bagian kehidupan kita. Jikalau sudah menjadi bagian hidup kita maka pastilah tidak akan pernah dapat dipisahkan dari kehidupan kita. Bahkan termasuk juga tidak bisa lagi untuk berhenti melayani. Melayani menjadi candu yang menjadikan pelayan tidak pernah meninggalkannya. Demikian Tuhan Yesus ketika bertemu dengan perempuan Siro-Fenesia, walaupun Tuhan Yesus ingin sejenak beristirahat namun tetap harus melayani. Bisa saja Tuhan Yesus tidak meladeni perempuan yang datang kepadaNya namun itu tidak dilakukan olehNya. Tuhan Yesus tetap menemui perempuan itu dan melayaninya.

    Melayani adalah panggilan hidup kita dan melayani adalah kehidupan kita itu sendiri. Melayani bukan rutinitas hidup sebab melayani adalah memberi makna bagi kehidupan kita. Hidup semakin lengkap jikalau terus melayani. Mari terus melayani dengan kehidupan kita di dalam ataupun diluar gereja, dirumah demikian juga ditengah masyarakat kita.

  2. Layani Semua Orang

    Jika melayani adalah gaya hidup orang percaya maka waspadai juga ada sebuah bahaya yang sewaktu-waktu menyusup dalam kehidupan kita. Bahaya itu adalah melayani menjadi rutinitas tanpa makna, aksi tanpa empati. Jikalau melayani sudah menjadi rutinitas maka sering sekali menjadikan pelayan kehilangan kendali. Target menjadi tujuan bukan lagi sapaan dan kasih sayang. Kita bisa berkhotbah panjang, terlibat banyak kegiatan namun jikalau kemudian semua itu menjadi rutinitas maka kita kehilangan makna. Ujungnya pasti semua terasa hampa. Supaya melayani penuh dengan makna maka yang tidak boleh dilewatkan adalah sapaan dan manaruh belaskasihan kepada semua orang. Sebagaimana Tuhan Yesus juga bersedia melayani perempuan Siro-Finesia, seorang perempuan yang bukan sebangsanya, yang tidak masuk dalam umat pilihan, perempuan yang dipandang sebagai penduduk bangsa terkutuk, perempuan yang dianggap tiada dan tidak berharga. Melayani tidak bisa pilih-pilih, apalagi jika disusupi motivasi untuk mencari keuntungan diri. Apakah mungkin kita melakukan pelayanan yang tulus demikian ? Sangatlah mungkin jika pelayanan yang kita lakukan atas ketulusan hati.

    Yakobus 2:1 mengingatkan kita supaya iman itu diamalkan dengan tidak memandang muka. Artinya bahwa dasar pelayanan kita adalah iman kepada Tuhan Yesus. Iman kepada Tuhan Yesus adalah iman yang tidak tidak membada-bedakan siapapun, iman yang menerima siapapun. Jika dasar pelayanan adalah perwujudan iman maka kita akan semakin dimurnikan dalam melayani. Kita tidak akan pilih-pilih kepada siapa melayani. Juga kita tidak akan mencari keuntungan apalagi penghormatan dari pelayanan yang kita lakukan. Layanilah semua orang karena memang itulah iman kita. Dengan melayani siapapun juga maka kita tidak membedakan kaya atau miskin, suku dan golongan manapun (Amsal 22: 9). Apakah melayani tidak memiliki keterpihakan ? Tentu saja melayani memiliki keterpihakan yaitu kepada keadilan dan kehidupan. Sehingga tugas pelayanan kita adalah memastikan berlakunya  keadilan dan kehidupan bagi semua orang.

  3. Upah Melayani

    Betapa seringnya kita tergoda dengan hasil yang akan kita dapatkan ketika melayani. Aku sudah lakukan ini, lakukan itu, sudah kesana-kemari, apa yang aku dapatkan dari pelayanan ini ?

    Jemaat yang dikasihi Tuhan,

    Mengharapkan hasil kalau itu diartikan sebagai upah maka betapa sering kegiatan pelayan mengharapkan hasil. Upah pelayanan bukan hanya berupa materi, pujian atau ucapan terimakasih. Upah pelayanan juga bisa berupa harapan adanya perubahan pada yang dilayani. Dan ketika pelayanan ditujukan kepada hasil, maka betapa bangga dan bersukacitanya kita ketika pelayanan yang kita lakukan berbuahkan hasil. Demikian sebaliknya, betapa kecewa dan menjadikan kita putus asa jikalau pelayanan yang kita lakukan tidak membuahkan hasil. Disinilah kemurnian pelayanan kita sedang diuji. Melayani adalah tugas kita hasil adalah bagian diluar kemampuan diri kita. Tugas kita hanyalah melakukan tugas kita, selebihnya serahkan kepada Tuhan yang kita imani. Sebab pelayanan kita adalah upaya kita mewujudkan iman kita kepada Tuhan Yesus Kristus. Dan senyatanya, hasil dari sebuah pelayanan selalu mengalami sebuah proses. Pelayanan Tuhan Yesus kepada perempuan Siro-Finesia itu mendapatkan hasil juga mengalami proses yaitu pergulatan bathin, penyerahan diri dan ungkapan pengakuan percaya kepada kuasa Tuhan Yesus. Jikalau anak perempuan itu kemudian terbebas dari kuasa roh kegelapan, itu semua karena proses panjang yang dialami perempuan itu bersama Tuhan Yesus. Jadi, layanilah dengan sungguh-sungguh tanpa tergoda melihat hasilnya sebab hasil pelayanan kita adalah proses yang terus terjadi bersama Tuhan.

Akhirnya,

Saat ini kita sedang memasuki proses dauran pelayan di jemaat se-GKJW yaitu dauran Penatua dan Diaken. Mungkin ada sebagian jemaat yang sudah menyelesaikan tahapan dauran ini namun sebagaian ada juga yang masih berproses. Proses ini bukan sekadar rutinitas tiga tahunan, dan proses ini juga bukan semata proses organisasi. Proses ini adalah proses iman kita dalam panggilan pelayanan melalui gerejaNya. Karena itu bagi para calon Penatua dan Diaken hendaknya kembali memurnikan panggilan pelayanan ini, demikian bagi yang tidak termasuk calon, anda adalah juga para pelayan Tuhan dalam jemaat ini. Tidak ada satupun yang bisa menghindarkan diri dari pelayanan di gereja ini karena memang semua orang terpanggil untuk melayani. Kini tersisa jawaban apa yang akan kita berikan dalam panggilan itu ? Demikian juga tidak ada kata istirahat atau berhenti. Mungkin ada yang tidak menjadi penatua atau diaken daur ini atau daur depan tetapi seluruh kehidupan kita ini adalah melayani. Jangan lelah melayani, jangan menyerah ketika menghadapi segala tantangan dalam pelayanan. Mari melayani Tuhan dengan segala talenta yang Ia berikan kepada kita baik di dalam gereja maupun juga diluar gereja supaya nama Tuhan dimuliakan dan menjadikan GKJW semakin Mandiri dan Menjadi Berkat. Amin.(to2k)

 

Nyanyian: Kidung Kontekstual 171

RANCANGAN KHOTBAH: Basa Jawi

Pambuka

Sinten ingkang mboten nate ngraosaken lungrah ? Tamtu sedaya tiyang nate angraosaken lungkrah jiwa lan raganipun. Sawetawis kathahipun kegiatan ing pandintenan utawi sedaya rutinitas ingkang mboten nate kendat asring dadosaken kita punika angraosaken lungkrah. Nalika daya kita punika mboten sagen ngimbangi kegiatan ingkang kita tindakaken tamtu kemawon andadosaken jiwa lan raga kita dumawah lungkrah malah saged ngantos stress. Pramila jiwa lan raga kita punika ambetahaken pemulihan. Pemulihan punika saged mawi istirahat utawi rekreasi. Wonten satunggal unen-unen ingkang katujukaken dumateng tiyang ingkang gampil angraosaken lungkrah: “panik karena kurang piknik.”awit kabetahan piknik supados mboten gampang panic tamtu menawi wonten liburan utawi wonten ing akhir pecan badhe kaginakaken kagem rekreasi dumateng panggenan ingkang elok. Pramila panggonan rekreasi asring rame awit kathahipun tiyang jaman sakmangke ingkang betahaken piknik. Mekaten ugi gerja jaman sakmangke dipun suwun saged dados panggenan rekreasi ingakang saged nglipur manah lan raga kita. Gereja ingkang mboten saged paring kebingahan lan panglipuran bade dipun tilar dening warganipun. Panggenan retreat sakmangke ugi saweg rame sanadyan tujuanipun rekreasi mboten retreat inggih punika nenangaken diri. Gereja damel PKT kanthi erah-erahan rohani, umpaminipun: Wisata Rohani, Safari Iman lsp. Punapa punika salah ? Tamtu boten saged dipun salahaken. Ananging kita tamtu mboten saged anamung nylimuraken raos lungkrah punika, kita kedah ngramtami penyebabipun lungkrah punika. Kathah kegiatan rekreasi ingkang sakkunduripun kegiatan malah andadosaken kita lungkrah malah gerah.

Isi

Pasamuwan ingkang dipun tresnani dening Gusti Yesus,

Lelampahanipun Gusti Yesus ingkang kaserat wonten ing Injil Markus 7 dinten punika ugi nyariosaken babagan lungkrah ingkang dipun rasoaken Panjenenganipun. Pramila Gusti Yesus kesah sumingkir dateng papan ingkang tebih saking tiyang-tiyang Yahudi supados saged rehat lan tenang. Anangin pepinginan ingkang kados punika wau mboten saged kemaplahan awit nalika Gusti yesus tindhak dhateng Tirus ugi wonten ibu-ibu ingnag putrinipun kapanjingan demit nyuwun pitulunganipun Gusti Yesus (ay 24). Niatipun bade rehat lan nenenangaken diri pramila kanthi sidem tindhakipun malah sampun dipun papag dening penduduk Tirus punika.

Saking pepanggihanipun Gusti Yesus kaliyan piyantun estri Siro-fenesia punika kita saged sinau babagan:

  1. Tetep Lelados

    Pasamuwan kinasihipun Gusti,

    Lungkrahipun jiwa lan raga punika mboten anamung karana pandamelan lan ugi aktifitas kita kemawon. Peladosan ugi asring andadosaken kita punika lungkrah. Punapa malih menawi kita punika dados penitia pahargyan-pahargyan gerejawi, punapa malih bilih kita punika aktif peladosan wonten wekdal ingkang sampun dungkap dangu tamtu kita saged lungkrah malah saged ugi bosen utawi jenuh. Bilih kita angraosaken hananan ingkang makaten lajeng kita asring anggadahi pemanngih bilih kita lereh sawetawsi saking peladosan. Punapa saged lereh saking peladosan ? Ewet, estunipun menawi kita badhe lereh mboten peladosan tamtu ewet sanget. Niatipun manah lereh peladosanm eh wonten tiyang ingkang betahaken peladosan kita. Kepingin lereh mboten ketawis peladosan ing pasamuwan, eh manah kita mboten tega ningali gereja betahaken peladosan kita. Pramila lereh saking peladosan punika ewet.

    Kahanan ewet lereh saking peladosan punika ugi dipun raosaken dening Gusti Yesus Kristus. nalika kepingin lereh sawetawis kemawon lan tindhak dateng panggenan tebih ing kitha Tirus, taksih wonten kemawon wonten piyantun estri ingkang nyuwun pitulunganipun Gusti Yesus. Pramila saking perkawis punika kita sinau bilih peladosan punikanwanci mekaten, mboten wonten wekdal kagem lereh. Nalika kita sampun sumedya lelados tamtu peladosan punika dados perangan gesang kita malah dados pigesangan kita piyambak. Gesang kita punika peladosan lan menwi mboten lelados malah kirang jangkep pigesangan kita punikan. Peladosan punika nagihi lan mboten saged nilaraken malih peladosan punika. Nalika pinanggih piyantun estri Siro-Fenesia estunipun Gusti Yesus saged kemawon mboten ngladosi malah nolak ananging karena peladosan punika gesangipun Gusti Yesus pramila piyantun estri punika taksih dipun ladosi kemawon.

    Peladosan punika timbalanipun geang tiyang Kristen. Peladosan sanes rutinitas ingkang mboten wonten makna lan ginanipun. Peladosan sansaya jangkepaken teges lan tujuanipun pigesangan kita. Sumangga sampun lereh saking peladosan, kita kedhah tetep ngladosi wonten ing pundi lan mawi tatacara punapa kemawon.

  2. Sumangga Lelados Dhumateng Sedaya Tiyang

    Menawi peladosan punika pigesangan kita pramila kita kedah tetep waspada sampun ngantos motivasi lan tujuan peladosan kita ewah-gingsir. Estu bebeyani menawi peladosan punika anamung rutinitas ingkang tanpa gina. Pramila peladosan ingkang kita tindakaken kedah tansah anggadahi teges lan tujuan ingkang cetha awit kanthi makaten peladosan kita anggadahi makna lan tujuan ingkang sae. Kita saged khotbah ingkang sae, saged dherek peladosan sedaya kegiatan ananging menawi kita sampun koncatan tujuan lan makna tumrap peladosan kita tamtu muspra tanpa gina peladosan ingkang kita ayahi. Pramila peladosan kedah andodasaken kita sansaya peduli, berempati lan linambaran raos welas-asih dumateng sedaya tiyang. Tulada nyata kaparinagekn dumateng kita lantaran Gustu Yesus ingkang sumedya ngladosi piyantun estri saking Siro-fenesia inggih punika piyantun ingkang sanesn satunggal golongan lan satunggal bangsa kaliyan Panjenenganipun, piyantun ingkang dipun anggep mboten binerkahan, piyantun ingnkang mboten kenggep ananging Gusti Yesus sumedya ngramut lan ngladosi. Peladosan punika mbiten saged pilah-pilih, peladosan punika mboten saged kanthi motivasi kagem kemulyanipun diri. Pramila peladosan kedah linambaran katulusanipun manah lan budi kita kathi andap asor lan welas-asih.

    Yakobus 2:1 ngemutaken malih dumateng kita sami supados pangandel punika kawartosaken tanpa mawang tiyang. Ategse bilh tetalesipun peladosan punika pangandel kita dumateng Gusti Yesus. Pangendel dumateng Gusti Yesus punika pangandel ingkang mboten pilih-kasih ananging pangandel ingkang sumedya nampi dumateng sedaya tiyang. Bilih peladosan kita punika minangka wujudipun pengandel dumateng Gusti Yesus tamtu peladosan kita punika sansaya pener lan ngener. Kita mboten gampang kagoda pilih-kasih anggen lelados. Lelados dumateng sedaya tiyang punika pangandel kita. Kanti sumedya lelados dumateng sinten kemawon estunipun kita mboten malih mawang sugih lan miskin tiyang ingkang kita ladosi (Wulang Bebasan 22:9). Lajeng lelados punika mbelani sinten ? Inggih punika ingkang tansah kita bela tumindak adil, lan pigesangan. Pramila peladosan punika supados ngudi kaadilan lan pigesangan kagem sedaya tiyang.

  3. Oleh-olehanipun Peladosan

    Peladosan asring dumawah dumateng panggoda kasilipun. Kula sampun lelados kanthi sedaya, sampun lelados dumateng pundi-pundi panggenan, pramila punapa oleh-olehanipun ?

    Pasamuwan kinasihipun Gusti Yesus,

    Anggadahi pangajeng-ajeng pikantuk pituwasipun peladosan mboten anamung tata materi ananging ugi kasilipun ingkang mawujud. Bilih oleh-olehanipun mboten anamung materi ananging ugi pangalembana, atur panuwun lan ugi pangajeng-ajeng wonten owah-owahan kagem tiyang ingkang kita ladosi tamtu peladosan kita punika gumantung dumateng oleh-olehanipun punika. Pramila kita saged sukabingah bilih peladosan kita punika kasil, lan kita tamtu sedih bilih peladosan kita punika mboten nuwuhaken owah-owahan. Pramila peladosan punika ketawis tujuan lan maknanipun estunipun mboten gumantung dumateng kasil uatwi mboten kasik ananging peladosan punika gumantung kaliyan tulus anggenipun ngayahi darmanipun pangandel dumateng Gusti Yesus. Pramila punpa kemawon kasilipun peladosan kita mboten menggalih malih ananging ingkang kita kedah ayahi inggih punika anamung leladosa lan lelados kemawon. Awit estunipun, peladosan punika ambetahaken proses kados dene peladosanipun Gusti Yesus dumateng piyantun estri Siro-fenesia ingkang ugi mawi proses inggih punika gegelitan kaliyan batosipun piyantun estri punika, psarah sumarah lajeng pengandel ingkang tuhu. Menawi putrid kinasihipun piyantun estri punika dangan estunipun krana proses punika. Pramila sumangga kita lelados kanthi estu dene kasilipun punapa mawon kita anamung cumadong dumateng Gusti.

Pungkasanipun,

Dinten-dinten sakmangke kita pasamuwan sak indengipun GKJW sami lumebut ing proses daur penatua lan diaken. Sumangga kita sami estu-estu anggraita lan menggalih motivasi lan timbalan peladosan kita. Mekaten ugi kagem sedaya warga ingkang mboten kelebet calon utawi ingkang mboten pinilih dados penatua utawi diaken kedah tansah lelados kanthi tulus lan sukabingahing manah. Proses dauran punika mboten anamung rutinitas tigang tahunan tata kamanungsan ananging proses dauran punika timbalan pangandel kita dumateng Gusti Yesus lantaran gerejaniPun. Mboten wonten satunggal piyantun kemawon ingkang saged selak dateng tinbalan peladosan punika awit sedaya tiyang katimbalan lelados ing dalem asamanipun Gusti Yesus. Sak mangke kados pundi wangsulan kita nalika Gusti Yesus nimbali kita supados dherek lelados ? Mekaten ugi mboten wonten istilah lereh saking peladosan. Sumangga sami sengkut makarya ing peladosan punika sae lantaran penatua lan diaken, sae wonten ing salebeting kegiatan gereja lan ugi pakaryan kita padintenan. Mugi Gusti piyambak ingkang nyembadani ngastosa GKJW punika saged dados gereja ingkang Mandiri dan Menjadi Berkat. Amin.

Pamuji: KPK. 85:1,2

Renungan Harian

Renungan Harian Anak