Memberlakukan Kejujuran dan Kebenaran Dalam Hidup Sesuai Kehendak Tuhan Khotbah Minggu 16 September 2018

3 September 2018

Bulan Kitab Suci/ Minggu Biasa
Stola Hijau

 

Bacaan 1       : Amsal 1 : 20 – 33.
Bacaan 2       : Yakobus 3 : 1 – 12.
Bacaan 3       : Markus 8 : 27 – 38.

Tema Liturgis  :Tekun Bergumul Dengan Firman Tuhan Dan Melakukan Dalam Kehidupan.
Tema Khotbah :  Memberlakukan Kejujuran Dan Kebenaran Dalam Hidup Sesuai Kehendak Tuhan.

 

Keterangan Bacaan
(Tidak perlu dibaca di mimbar, cukup dibaca saat mempersiapkan khotbah)

Amsal 1 : 20 -33.

Penulis kitab Amsal berpendapat bahwa hikmat itu amat penting. Bahkan penulis juga mem-personifikasikan hikmat. Hikmat dilukiskan sebagai sesuatu yang tidak pasif, tetapi aktif memperdengarkan seruannya kepada manusia supaya aman dan terlindung dari mala petaka (Ams. 1 : 20, 33). Hikmat juga menjadikan manusia bisa hidup bijaksana. Dalam kitab Amsal yang disebut orang bodoh, orang bebal,  adalah orang-orang yang menolak pengetahuan, nasehat dan juga hikmat. Penolakan itu menjadikan mereka tidak memahami kebenaran. Karena tidak memahami kebenaran, tentunya mereka tidak bisa hidup bijaksana, dan akhirnya perilakunya membawanya pada petaka.

Untuk mampu menerima hikmat, seseorang harus bersedia mendengarkan. Baik itu mendengarkan nasehat, teguran, pengetahuan maupun hikmat itu sendiri. Dan akhirnya haruslah disadari bahwa sumber nasehat, pengetahuan dan hikmat itu adalah Allah atau takut akan Tuhan (Ams. 1 : 29). Ada saatnya manusia mencari hikmat karena sudah celaka setelah menolaknya. Pada saat seperti itu semuanya menjadi terlambat (Ams. 1 : 28, 30, 31). Orang yang demikian memang bisa dibinasakan oleh kelalaiannya sendiri dan kebebalannya (Ams. 1 : 32). Karena takut akan Tuhan itu merupakan sumber hikmat, maka orang yang terus mencari hikmat berarti juga terus memberlakukan takut akan Tuhan dalam hidupnya. Inilah yang menjadikannya semakin bijaksana.

Yakobus 3 : 1- 12.

Mengajar merupakan perbuatan yang sangat dihormati oleh orang Yahudi. Karenanya tidaklah heran jika banyak orang Yahudi yang ingin menjadi guru. Yakobus mengingatkan bahwa mengajar, menjadi guru tidaklah sesederhana yang dibayangkan banyak orang. Ada beban berat yang harus ditanggung. Apa yang diajarkan, diucapkan,  bisa mempengaruhi kehidupan seseorang, bahkan spiritualitasnya. Apa yang dikatakan dan yang tidak dikatakan bisa menjadi teladan bagi banyak orang  (Yak. 3 : 3, 4). Itulah sebabnya betapa pentingnya mengendalikan lidah / perkataan. Perlu bijaksana dalam menggunakan lidah atau dalam berbicara. Perkataan bisa menjadi contoh yang baik, tetapi sekaligus juga bisa menjadi contoh yang buruk.

Yakobus membandingkan antara lidah dengan api. Keduanya bisa dimanfaatkan untuk hal-hal yang berguna dalam hidup manusia, tetapi sekaligus juga bisa membinasakan manusia. Semua tergantung dari bagaimana manusia menggunakannya. Itulah sebabnya diperlukan kebijaksanaan dan pengendalian diri dalam menggunakannya. Di ayat 6 Yakobus mengatakan bahwa lidah itu juga bisa merupakan suatu dunia kejahatan. Artinya, betapa banyaknya kejahatan terjadi yang bermula dari penggunaan lidah yang tidak bijaksana. Dengan perkataan seseorang bisa menyakiti hati sesamanya bahkan sampai melakukan perbuatan jahat. Lidah bagaikan api.Itulah perlunya kontrol atau pengendalian diri dalam berbicara. Lidah perlu dikendalikan agar hanya dimanfaatkan dengan bijaksana. Ini memang tidaklah mudah. Dengan lidahnya manusia bisa memuji Allah, tetapi dengan lidahnya pula manusia bisa mengutuk  sesamanya.Kutuk dan berkat bisa berasal dari mulut / lidah yang sama (Yak. 3 : 9). Semua itu tergantung dari bagaimana manusia menggunakannya.

Manusia memang tidak sempurna. Tetapi dengan kebijaksanaannya mengendalikan lidah bisa menjadikan manusia seperti yang Allah kehendaki. Manusia membutuhkan hikmat dari Tuhan yang menjadikannya bijaksana dalam berkata-kata. Segala yang berasal dari Allah pasti akan mendatangkan kebaikan, karena Allah selalu baik (Yak. 3 : 12).  Dengan demikian maka kebijaksanaan seseorang antara lain bisa dilihat dari kemampuannya mengendalikan lidahnya atau dalam dia berkata-kata.

Markus 8 : 27 – 38.

Kaisarea Filipi pada saat itu merupakan salah satu kota tempat orang-orang Yunani  masih banyak menyembah patung dewa-dewa seperti Baal. Karena itu tidaklah mengherankan jika di perjalanan sekitar Kaiserea Filipi itu lalu Yesus bertanya kepada para muridNya tentang siapakah Yesus bagi  mereka. Memang ada banyak pendapat diantara orang-orang. Ada yang menganggap Yesus itu Yohanes Pembabtis, Elia, bahkan juga salah satu dari para nabi. Namun demikian pendapat orang banyak itu rupanya belumlah memuaskan Yesus. Karenanya Dia bertanya dan ingin para murid menjawab pendapat mereka sendiri (pribadi) tentang siapakan Yesus itu (Mark. 8 : 28, 29). Ini sebuah pengakuan yang harus diucapkan dengan kata-kata.  Petrus memberikan jawaban yang mungkin bisa mewakili jawaban dari teman-temannya, bahwa Yesus adalah Mesias.

Jawaban Petrus ini sangat tidak lazim. Pengakuan bahwa Yesus adalah Mesias tentunya tidak datang dengan tiba-tiba. Dengan bibir lidahnya Petrus mengakui bahwa Yesus adalah Mesias. Artinya, bahwa Yesus bukan sekedar nabi pembuat mujizat atau penyambung lidah Allah, bukan pula hanya membabtis seperti Yohanes Pembabtis, melainkan Dia pembawa keselamatan. Figur Mesias pada saat itu merupakan figur yang sangat dinantikan supaya bisa melepaskan Israel dari belenggu penjajah dan juga yang akan mampu memberikan kesejahteraan bagi Israel. Hal ini tentunya dipertegas oleh pemberitahuan Yesus kepada para murid bahwa Dia harus menanggung banyak penderitaan dan penolakan oleh banyak fihak. Hal ini sekaligus menjelaskan bahwa figur Mesias itu bukan hanya dipahami sebagai pembawa damai sejahtera dan keselamatan saja, tetapi juga figur yang berkorban dan rela menderita demi menyelamatkan umat. Inilah yang dikehendaki Allah BapaNya, dan tidak ada satupun kekuatan yang bisa merintanginya, termasuk Petrus (Mark. 8 : 33). Siapapun, termasuk muridNya, yang bermaksud merintangi kehendak Allah itu berarti bukan berasal dari Allah. Itulah sebabNya Yesus menghardik Petrus dengan perkataan :”Enyahlah Iblis !”. Murid Yesuspun bisa dimanfaatkan oleh iblis untuk merintangi kehendak Allah menyelamatkan manusia. Lidah manusia (perkataan) bisa dipakai untuk menyatakan pengakuan dan keimanan kepada Tuhan, tetapi sekaligus juga bisa digunakan untuk merintangi karya Allah.

Pengakuan dengan mulut dan perkataan saja ternyata belumlah cukup untuk menjadi pengikut Kristus yang sesungguhnya. Masih harus dibuktikan dengan perbuatan yang berani untuk menyangkal diri, memikul salibnya dan mengikut Kristus (Mark. 8 : 34). Ini semua merupakan bukti nyata dari apa yang diucapkan. Pengakuan bahwa Yesus adalah Mesias menuntut bukti nyata yang disertai dengan pengorbanan. Bahkan kerelaan untuk mengorbankan nyawanya demi Injil yang diyakininya. Mengakui bahwa Yesus adalah Mesias, penyelamat, sama artinya bahwa kita menganggap Dialah yang terpenting dalam hidup. Tanpa Sang Mesias,  manusia tidak akan hidup atau kehilangan nyawanya (Mark. 8 : 37). Dan pengakuan dengan perkataan ini juga perpengaruh pada pengakuan Kristus kepada kita di hadapan BapaNya yang di sorga. Artinya, apapun yang kita ucapkan memang harus dipertanggung jawabkan di hadapana Allah.

Benang Merah Tiga Bacaan

Allah adalah sumber hikmat dan kebijaksanaan. Salah satu tanda orang berhikmat adalah kemampuannya mengendalikan diri, termasuk perkataannya. Terlepas dari Allah berarti juga terlepas dari hidup berhikmat.

 

RANCANGAN KHOTBAH : Bahasa Indonesia.
(Ini hanya sebuah rancangan, sila dikembangkan sendiri sesuai konteks jemaat)

 

TERUS TERANG
(Nats : Markus 8 : 32a)

 

Pendahuluan

Bicara terus terang biasanya diharapkan oleh semua orang, sebab tidak ada seorangpun yang ingin ditipu. Sayangnya, tidak semua orang siap mendengar keterus-terangan lawan bicaranya. Ada orang yang tidak siap mendengar keterus-terangan lawan bicaranya, khususnya jika itu menyangkut hal yang sulit atau tidak disukainya. Apapun resikonya, Tuhan Yesus memilih untuk berbicara dengan terus terang kepada para murid, bahkan kepada orang banyak. Perkataan-perkataan Yesus tidak ada yang mengandung unsur kebohongan atau sekedar menyenangkan orang lain. Semua dikatakan dengan terus terang, jujur dan benar, apapun tanggapan dari orang yang mendengarnya. Apapun resikonya, Tuhan Yesus tetap bicara terus terang meskipun itu sesuatu yang tidak menyenangkan bagi para murid atau orang yang mendengarnya, karena dianggap sesuatu yang “berat” untuk dilaksanakan ataupun sesuatu yang tidak lazim.

Isi

Keterus-terangan Yesus diawali dengan bertanya kepada para murid tentang siapakah Yesus menurut orang banyak, dan siapakah Yesus menurut para murid sendiri (Mark 8 : 27b, 29). Yesus berharap para murid juga akan menjawab dengan terus terang. Keterus-terangan Yesus yang kedua adalah ketika Dia untuk pertama kalinya mengungkapkan dalam pengajaranNya bahwa Anak Manusia harus menanggung banyak penderitaan dan penolakan, bahkan akan dibunuh, tetapi akan bangkit pada hari ketiga. Keterus-terangan Yesus yang ketiga adalah ketika Yesus berbicara kepada orang banyak dan para murid bahwa mengikut Yesus itu tidak mudah. Pengikut Yesus harus menyangkal dirinya, memikul salibnya dan mengikut Yesus (Mark. 8. :34). Dan keterus-terangan Yesus yang keempat dinyatakan ketika Dia berkata bahwa pengikutNya harus rela kehilangan nyawanya sekalipun demi pemberitaan Injil dan menjadi pengikut Kristus (Mark. 8 : 35 – 37). Yang kelima, dengan terus terang Yesus mengatakan bahwa para mengikutNya tidak boleh malu mengakui sebagai pengikut Kristus (Mark. 8 : 38). Pengakuan ini penting, dengan harapan bahwa pengakuan itu akan mengungkapkan kejujuran  dan keterus-terangan seseorang berkaitan dengan apa yang diimaninya.

Lima hal keterus-terangan yang diungkapkan oleh Tuhan Yesus dalam perikop ini tampaknya memang tidak ada satupun yang menyenangkan untuk didengar apalagi dilakukan oleh mereka yang mendengarkannya. Pengakuan secara terus terang tentang siapa Yesus bagi pribadi para murid dituntut untuk diucapkan dan itu merupakan pengakuan pribadi dan keputusan pribadi. Bukan kata orang. Dalam hal ini dibutuhkan kejujuran antaran antara apa yang diimani dan apa yang diucapkan haruslah sesuai. Untuk sampai pada pengakuan bahwa Yesus adalah Mesias bagi pribadi para murid adalah hikmat dari Allah yang dinyatakan melalui karya Roh Kudus. Orang berhikmat memang selalu akan mendengarkan suara Allah yang mendasari setiap perkataan dan perilakunya (lih. bacaan 1). Pengakuan juga melibatkan lidah yang berbicara. Orang bijaksana tentunya adalah orang yang mampu mengendalikan lidahnya, sehingga apa yang diucapkan seturut dengan kehendak Allah (lih. bacaan 2).

Yesus yang dengan terus terang mengungkapkan bahwa diriNya memang harus menerima berbagai penolakaan, penderitaan, bahkan sampai pada kematian, hal ini juga tidak mudah diterima oleh para murid. Tampak pada respon Petrus yang secara spontan menegor Yesus. Petrus dan mungkin juga para murid lainnya tidak ingin Yesus mengalami hal itu. Tetapi kenyataan itulah yang ada dalam skenario Allah. Sehingga dengan lidahNya, Yesus tetap harus mengatakannya karena itulah kehendak Allah. Siapapun yang merintangi rencana Allah berasal dari iblis, meskipun yang mengatakan adalah muridNya sendiri (Petrus). Iblis telah menggunakan lidah Petrus untuk mengatakan sesuatu yang tampaknya membela Yesus, tetapi kenyataannya justru itu tidak sesuai dengan kehendak Allah. Petrus mungkin tidak paham, sehingga diapun tidak mampu mengendalikan lidahnya dan akhirnya menegor  Yesus. Dan dengan terus terang pula Yesus memarahi Petrus dan menunjukkan bahwa perkataan Petrus itu berasal dari iblis (Mark. 8 : 33).

Demikian juga keterus-terangan Yesus yang mengungkap semacam “persyaratan” menjadi pengikutNya. Yaitu harus menyangkal diri, memikul salibnya, mengikut Kristus, rela berkorban hingga nyawanya, dan juga berani terus terang mengakui dengan perkataan dan perbuatan bahwa ia pengikut Kristus. Semua perkataan Yesus itu tentunya akan menimbulkan berbagai reaksi. Tetapi, paling tidak Tuhan Yesus telah memberikan teladan bahwa dengan perkataanNya, Dia dengan terus terang mengatakan kebenaran. Apapun resikonya, kebenaran yang dari Allah memang harus dinyatakan. Seharusnya, jika pendengarNya itu adalah orang-orang yang bijaksana dan berhikmat, mereka akan menerimanya dengan senang hati. Yesus yang mengatakan kebenaran dengan terus terang itu sesungguhnya juga menjadi teladan bagi semua orang yang mendengarnya dan juga bagi para pengikutNya.

Berikutnya, Tuhan Yesus juga telah memberi teladan bahwa orang yang berbicara terus terang itu juga harus siap dengan segala respon dari setiap orang yang mendengarnya. Apapun itu, tentunya berbicara terus terang, jujur dan benar itu lebih baik dari berbicara yang sekedar menyenangkan hari orang yang mendengarkan meski diliputi kebohongan. Terus terang itu artinya jujur; mengatakan apa adanya (menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi keempat). Terus terang jelas berlawanan dengan kebohongan atau bermulut manis demi menyenangkan orang yang mendengarkan, tetapi sesungguhnya jauh dari kebenaran. Ini bukan orang yang berhikmat. Dan itu artinya tidak mampu mengendalikan lidah untuk berbicara hal-hal yang tidak Allah kehendaki (lih. bacaan 2). Keterus-terangan Yesus memiliki dasar yang kuat, yaitu kehendak Allah dan rencana Allah untuk menyelamatkan manusia.

Tak bisa dipungkiri bahwa ketakutan seseorang untuk bicara terus terang adalah resiko mendapatkan penolakan, bahkan dibenci. Ada juga orang yang takut menyakiti / menyinggung perasaan orang yang mendengarnya, meskipun itu sama artinya dengan membiarkan orang tersebut melakukan hal yang tidak benar. Bicara terus terang disertai dengan kebijaksanaan dalam menyampaikannya tentunya merupakan hal yang penting untuk dilakukan. Meskipun itu berisi tegoran (seperti Tuhan Yesus menegor Petrus), pengajaran ataupun nasehat, semua itu harus disampaikan dalam kejujuran. Kebenaran juga harus diungkapkan dengan kejujuran atau secara terus terang.

 

Penutup

Keterus-terangan Yesus mengajarkan kepada kita agar kita juga gemar untuk mengatakan kebenaran. Penguasaan diri dan pengendalian lidah hanya untuk mengatakan sesuatu yang berkenan bagi Allah. Jauh dari bermanis kata hanya demi menyenangkan orang yang mendengarkan meski itu jauh dari kejujuran. Ketika kita memutuskan mengatakan sesuatu dengan terus terang, maka kita juga harus siap dengan segala resikonya. Resiko itu bisa berupa penolakan, bahkan sampai pada penganiayaan. Tetapi ketika kita memiliki dasar yang kuat yaitu memberlakukan kehendak Allah, kita tidak perlu takut. Allah akan menyelamatkan setiap orang yang menderita ataupun kehilangan nyawanya karena memberkalukan kehendak Allah dan karena pemberitaan Injil. Orang yang bijaksana tentunya akan memilih untuk diselamatkan oleh Allah, sehingga dia berani berbicara terus terang dan mampu mengendalikan lidahnya hanya untuk berkata-kata tentang apa yang benar. Marilah kita terus berusaha untuk bicara dalam kejujuran dan terus terang. Amin.

 

Nyanyian  : KJ. 427 : 1, 2.

RANCANGAN KHOTBAH :Basa Jawi.

NGEBLAK (=TERUS TERANG).
(Jejer : Markus 8 : 32a)

Pambuka.

Limrahipun, saben tiyang remen sinten kemawon ingkang wicanten kanthi ngeblak (terus terang).Awit pancen boten wonten tiyang ingkang remen dipun gorohi. Emanipun, boten sedaya tiyang punika siap mirengaken tiyang sanes ingkang wicanten kanthi ngeblak. Wonten tiyang ingkang boten siap awit punapa ingkang dipun ucapaken punika sesambetan kaliyan prekawis ingkang ewet utawi boten ngremenaken. Punapa kemawon resiko ingkang dipun adhepi, Gusti Yesus tetep milih ngendikan kanthi ngeblak dhumateng para sakabat, mekaten ugi dhateng tiyang kathah. Punapa kemawon ingkang kapangandikakaken dening Gusti Yesus boten wonten ingkang semu goroh utawi namung kangge ngremenaken tiyang sanes. Punapa kemawon kapangandikakaen dening Gusti kanthi ngeblak, bares (jujur) lan leres, senadyan nampeni pamanggih ingkang kados pundi kemawon saking tiyang ingkang mirengaken. Punapa kemawon resiko ingkang dipun adhepi, Gusti Yesus tansah ngandika kanthi ngeblak senadyan punika boten ngremenaken para sakabat utawi tiyang kathah ingkang sami mirengaken, awit pangandika punika dipun wastani prekawis ingkang ”awrat” katindakaken utawi prekawis ingkang boten limrah.

 

Isi

Anggenipun Gusti Yesus ngandika kanthi ngeblak kawiwitan nalika ndangu para sakabat ing bab pamanggihipun tiyang kathah dhumateng Panjenenganipun, lan ugi sinten ta Gusti Yesus punika ing pamanggihipun para sakabat pribadi (Mark. 8 : 27b, 29). Gusti Yesus ngersakaken supados para sakabat ugi saged paring wangsulan kanthi ngeblak. Ingkang kaping kalih Gusti Yesus ugi ngandika kanthi ngeblak nalika mucal ingkang wiwitan bab Putraning Manungsa ingkang kedah nandhang sangsara, katampik, mekaten ugi dipun sedani lan wungu ing dinten ingkang kaping tiga. Ingkang kaping tiganipun Gusti Yesus ngandika kanthi ngeblak dhateng para sakabat lan tiyang kathah bilih ndherek Gusti punika boten gampil. Para pandherekipun Gusti kedah saged nyingkur badanipun piyambak, manggul salibipun lan ndherek Gusti (Mark. 8 : 34). Mekaten ugi Gusti ngandika kanthi ngeblak ingkang kaping sekawan ing bab para pandherekipun kedah sumadya koncatan nyawa kangge nglabuhi pawartos Injil lan kangge ndherek Gusti (Mark. 8 : 35 – 37). Ingkang kaping gangsal Gusti Yesus ngandika kanthi ngeblak bilih para pandherekipun boten pareng lingsem kangge ngakeni bilih dados pandherekipun Sang Kristus (Mark. 8 : 38). Pangaken punika saestu wigati, kanthi pangajeng-ajeng bilih pangaken punika mratelakaken anggenipun bares lan wicanten kanthi ngeblak ing bab iman kapitadosanipun.

Gangsal prekawis ing bab anggenipun Gusti Yesus ngandika kanthi ngeblak ing perikop punika rupinipun pancen boten wonten satunggal prekawis kemawon ingkang ngremenaken kangge kapirengaken punapa malih katindakaken dening tiyang ingkang mirengaken. Pangaken ingkang kanthi ngeblak saking para sakabat secara pribadi punika  pancen kedah kaucapaken dados pangaken pribadi lan keputusan pribadi. Sanes punapa ujaripun tiyang sanes. Ing bab punika tamtunipun kabetahaken raos bares ing antawisipun punapa ingkang kapitados lan punapa ingkang kaucapaken. Punika kedah selaras. Saged dumugi ing pengaken bilih Gusti Yesus punika Sang Mesih tumrap pribadinipun para sakabat, punika mbetahaken kayekten ingkang saking Allah ingkang kababar lumantar Sang Roh Suci. Tiyang ingkang nampeni kayekten pancen badhe tansah mirengaken pangandikanipun Allah ingkang dados landhesan wonten anggenipun wicanten lan tumindak (mugi kapirsanan waosan 1). Pangaken ugi ngginakaken ilat kangge wicanten. Tiyang ingkang wicaksana tamtunipun ugi saged ngemudheni ilatipun, kanthi mekaten punapa kemawon ingkang kaucapaken selaras kaliyan karsanipun Allah (mugi kapirsanan waosan 2).

Gusti Yesus kanthi ngeblak ngandika bilih Panjenenganipun pancen kedah nampeni mawerni-werni panampik, kasangsaran, ngantos dumugi seda, prekawis punika ugi boten gampil katampi dening para sakabat. Punika cetha saking tumindakipun Petrus ingkang kanthi spontan ngaturi pepenget dhateng Gusti. Petrus lan saged ugi sedaya para sakabat sami boten purun menawi Gusti ngalami prekawis ingkang kados mekaten. Ananging nyatanipun inggih kawontenan ingkang mekaten kala wau ingkang dados rancanganipun Allah. Pramilo, Gusti Yesus inggih tansah ngandika ing prekawis punika, awit inggih punika karsanipun Allah. Sinten kemawon ingkang ngalang-alangi rancanganipun Allah punika asalipun saking iblis, senadyan ingkang ngucapaken sakabatipun piyambak (Petrus). Iblis sampun migunakaken ilatipun Petrus kangge ngucapaken prekawis ingkang kados dene mbelani Gusti Yesus, ananging nyatanipun malah boten selaras kaliyan karsanipun Allah. Mbok bilih Petrus pancen boten mangertos, kanthi mekaten piyambakipun boten saged  ngemudheni ilatipun lan wusananipun ngegetaken Gusti Yesus.Gusti Yesus ndukani Petrus kanthi ngeblak  ugi lan nedahaken bilih punapa ingkang kaucapaken dening Petrus punika asalipun saking iblis (Mark. 8 : 33).

Mekaten ugi anggenipun Gusti Yesus ngandika kanthi ngeblak ing bab kados pundi “syaratipun” dados pandherekipun Gusti. Inggih punika kedah nyingkur badanipun piyambak, manggul salibipun, ndherek Gusti rila paring pangorbanan dumugi nyawanipun, lan ugi wantun ngakeni kanthi ngeblak ing tembung lan laku bilih piyambakipun dados pandherekipun Sang Kristus. Sedaya pangandikanipun Gusti Yesus punika tamtu badhe nuwuhaken mawerni-werni reaksi. Ananging, paling mboten, Gusti Yesus sampun paring tuladha bilih kanthi pangandikanipun, Panjenenganipun sampun mratelakaken kayekten kanthi ngeblak. Punapa kemawon resikonipun, kayekten ingkang saking Allah kedah kababar. Menawi para tiyang ingkang mirengaken Gusti punika pancen tiyang ingkang wicaksana, kedahipun badhe saged nampeni pangandika punika kanthi bingah. Gusti Yesus ingkang sampun ngandika  kanthi ngeblak ing bab kayekten punika estunipun ugi dados tuladha tumrap sedaya tiyang ingkang mirengaken lan ugi tumrap para pandherekipun.

Salajengipun, Gusti Yesus ugi sampun paring tuladha bilih tiyang ingkang wicanten kathi ngeblak punika ugi kedah siap ing sedaya respon saking sinten kemawon ingkang mirengaken. Punapa kemawon respon punika, tamtunipun wicanten kathi ngeblak, bares lan leres punika langkung sae tinimbang wicanten namung kangge ngremenaken manahipun tiyang ingkang mirengaken senadyan kebak goroh. Ngeblak punika tegesipun jujur; wicanten punapa wontenipun (miturut Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi keempat). Wicanten kanthi ngeblak punika kosok wangsulipun goroh utawi lamis namung kangge ngremenaken manahipun tiyang ingkang mirengaken, ananging estunipun boten bares. Punika sanes tiyang ingkang wicaksana. Lan tegesipun sanes tiyang ingkang saged ngemudheni ilat kangge ngucapaken prekawis-prekawis ingkang boten kakersakaken dening Allah (mugi kapirsanan waosan 2). Anggenipun Gusti Yesus ngandika kanthi ngeblak punika gadhah landhesan ingkang kiyat, inggih punika karsanipun Allah lan rancanganipun Allah kangge milujengaken manungsa.

Boten saged dipun selaki bilih anggenipun tiyang ajrih wicanten kanthi ngeblak inggih punika nampeni resiko katampik, saged ugi dipun sengiti tiyang sanes. Wonten ugi tiyang ingkang ajrih nyenggol manahipun tiyang ingkang mirengaken, senadyan punika ateges ndadosaken tiyang kalawau ndlarung lan nindakaken prekawis ingkang boten leres. Wicanten kanthi ngeblak lan wontenipun kawicaksanan tamtunipun dados prekawis ingkang wigati kangge katindakaken. Senadyan punika asipat pepenget (kados dene Gusti Yesus ngengetaken Petrus), piwucal utawi pitutur, sedayanipun kedah kaucapaken kanthi bares. Kayekten ugi kedah kababar kanthi bares lan ngeblak.

 

Panutup

Anggenipun Gusti Yesus ngandika kanthi ngeblak paring piwucal dhumateng kita sami supados kita ugi remen wicanten ing bab kayekten. Ngemudheni dhiri lan ilat namung kangge wicanten ing prekawis-prekawis ingkang condhong kaliyan karsanipun Allah. Tebih saking tumindak lamis namung kangge ngremenaken manahipun tiyang ingkang mirengaken senadyan punika boten bares.Nalika kita gadhah keputusan kangge wicanten kanthi ngeblak, kita ugi kedah siap ing bab resiko ingkang badhe dipun adhepi. Resiko punika saged arupi panampik, kepara ngantos dumugi kasangsaran. Ananging, menawi kita gadhah landhesan ingkang kiyat inggih punika nindakaken karsanipun Allah, kita boten prelu ajrih. Gusti Allah badhe paring kawilujengan dhumateng saben tiyang ingkang sangsara utawi koncatan nyawa awit saking nindakaken karsanipun Allah lan pawartosing Injil. Tiyang ingkang wicaksana tamtunipun badhe milih kawilujengaken dening Allah, kanthi mekaten inggih tansah wantun wicanten kathi ngeblak lan saged ngemudheni ilat namung kangge ngucapaken prekawis ingkang leres. Sumangga kita tansah ngupadi supados saged wicanten kanthi bares lan ngeblak.  Amin.

 

Pamuji : KPK. 62 : 1, 3.

Renungan Harian

Renungan Harian Anak