Minggu Biasa
Stola Hijau
Bacaan 1 : Yesaya 58 : 1 – 9a
Bacaan 2 : 1 Korintus 2 : 1 – 12
Bacaan 3 : Matius 5 : 13 – 20
Tema Liturgis : Kesetiaan kepada Kristus Menuntun pada Hidup Kudus
Tema Khotbah : Hidup yang Berkenan dan Memuliakan Tuhan
Penjelasan Teks Bacaan :
(Tidak perlu dibaca di mimbar, cukup dibaca saat mempersiapkan khotbah)
Yesaya 58 : 1 – 9a
Sebagai utusan Tuhan, Nabi Yesaya dengan nyaring mengecam dosa umat Yehuda bagaikan bunyi sangkakala yang amat nyaring, pelanggaran dan kemunafikan umat Allah harus disingkapkan. Jikalau utusan Tuhan lalai menunjukkan dosa-dosa umat-Nya, mereka tidak setia kepada panggilan Allah. Yehuda mencari Allah, setiap hari seakan-akan mereka ingin tahu jalan-jalan-Nya, namun pada saat yang sama mereka hidup di dalam dosa dan tidak mempedulikan terhadap perintah-perintah Allah yang benar (Yesaya 58:2). Mereka secara lahiriah beribadah kepada Tuhan, kelihatannya senang memuji Dia, dan seakan-akan rindu mengetahui jalan-jalan-Nya, tetapi pada saat yang sama mereka hidup seperti kehidupan duniawi dengan segala nafsunya. Mereka mengabaikan firman Allah. “Ibadah” semacam itu merupakan penghinaan dan kekejian bagi Allah.
Umat sedang mengeluh bahwa Allah tidak mau menolong mereka. Tetapi Allah tahu bahwa ibadah dan puasa mereka munafik (Yesaya 58:3); Ia mengatakan kepada mereka bahwa perbuatan religius tidak ada nilainya jikalau itu tidak datang dari mereka yang dengan rendah hati berusaha menaati perintah-perintahNya dan yang dengan penuh belas kasihan menjangkau orang yang memerlukan pertolongan.
Mereka berpikir bahwa Allah pasti memberikan perhatian besar kepada mereka dan mengakui bahwa Tuhan berutang pada mereka atas ibadah-ibadah mereka. Perhatikanlah, sudah biasa bagi orang-orang munafik, sewaktu menjalankan ibadah-ibadah lahiriah, untuk menjanjikan diri mereka sendiri bahwa mereka akan memperoleh perkenanan Allah. Padahal Tuhan hanya menjanjikannya kepada orang-orang yang tulus hati. Setelah berusaha menipu Allah dengan ibadah-ibadah lahiriah mereka, di sini mereka mencari gara-gara untuk berselisih dengan Allah karena Dia tidak berkenan dengan ibadah-ibadah mereka, seolah-olah Allah tidak berlaku benar atau adil. Inilah umat yang munafik yang hanya beribadah menurut pemikiran mereka sendiri.
Nyatanya ibadah yang dikehendaki Tuhan adalah perbuatan yang memperbarui kehidupan yang dilandasi oleh cinta kasih kepada sesama dan kepada Tuhan dengan tindakan yang nyata dan tulus hati.
1 Korintus 2 : 1 – 12
Di jemaat Korintus ada dua jenis pandangan yang menganggap salib adalah suatu kebodohan. Pertama, pandangan Yunani. Mereka yang begitu mengutamakan ilmu pengetahuan dan filsafat, mereka tidak percaya jika Kristus yang disalibkan itu bangkit. Kedua, pandangan Yahudi. Mereka yang mengutamakan kuasa Allah, tetapi tidak percaya jika Yesus dianggap Mesias, mati di salib. Sebab menurut persepsi dan harapan mereka Mesias itu kuat, tangguh dan perkasa.
Paulus melihat bahwa jemaat Korintus masih dipengaruhi pandangan- pandangan tersebut. Hal ini harus dibereskan. Karena itu Paulus mengingatkan beberapa hal kepada jemaat Korintus: pertama, bahwa pemberitaan salib, kematian dan kebangkitan Kristus adalah pusat pemberitaan Injil. Kedua, bahwa untuk orang dimungkinkan mengenal Allah, haruslah melalui pemberitaan Injil. Ketiga, di dalam pemberitaan Injil, manusia akan menemukan kekuatan Allah yang sungguh nyata mengalahkan dosa dan maut serta mengaruniakan hidup kekal bagi yang percaya (Ay. 25).
Di sini Paulus menyebutkan apa tujuannya memberitakan Kristus yang disalibkan dengan cara demikian, yaitu supaya iman mereka jangan bergantung pada hikmat manusia, tetapi pada kekuatan Allah (Ay. 5). Tujuannya adalah supaya mereka tidak ditarik oleh berbagai dorongan manusia, atau dimenangkan oleh penjelasan manusia. Supaya jangan ada orang mengatakan bahwa mereka menjadi Kristen karena pidato yang fasih atau pikiran manusia. Sebaliknya, agar mereka mengatakan bahwa tidak ada hal lain lagi yang diberitakan selain Kristus yang disalibkan. Mereka haruslah berkata dengan jelas apa adanya, maka keberhasilannya pastilah diperoleh bukan karena hikmat manusia, melainkan karena anugerah Tuhan. Injil diberitakan sedemikian rupa seperti ini supaya Allah dapat tampak dan dimuliakan dalam segala sesuatu. Yang dikehendaki Paulus adalah, Jemaat yang telah menerima Injil kebenaran hidupnya berpadanan dengan Injil itu, bukan bergantung pada hikmat dan kepandaian manusia. Percuma mempunyai pandangan dan filsafat yang tinggi, namun tidak nampak dalam sikap dan perbuatan hidup sehari-hari.
Matius 5 : 13 – 16
Teks ini merupakan salah satu bagian Alkitab yang paling terkenal. Sebelum mengupas masing-masing bagian dari teks ini secara lebih detil, ada beberapa poin pengantar yang perlu untuk dipelajari terlebih dahulu. Hal pertama adalah konteks. Teks ini muncul sesudah Tuhan Yesus membicarakan tentang penganiayaan (Ay. 10-12). Dengan kata lain, situasi yang sedang dipikirkan bukanlah situasi yang mudah dan nyaman. Ada resiko yang menanti.
Teks ini sekaligus diletakkan sebelum Tuhan Yesus menuntut agar kesalehan kita melebihi legalisme orang-orang Farisi terhadap Taurat (Ay. 17-20; ayat 20 “hidup keagamaan” = kesalehan). Posisi semacam ini menyiratkan bahwa kehidupan kita akan selalu dipantau oleh orang lain dan dibandingkan dengan kepercayaan yang lain. Kita tidak hanya diperintahkan untuk menyamai, melainkan melebihi mereka di dalam kesalehan. Ini bukan tugas yang mudah.
Jika di tengah situasi yang mudah dan nyaman saja orang-orang Kristen seringkali gagal memainkan peran sebagai garam dan terang, bagaimana jika kita dituntut untuk menunjukkan itu di tengah-tengah penganiayaan dan tekanan? Mampukah kita menyediakan teladan konkrit dari kekristenan melalui kehidupan kita di tengah dunia?
Hal kedua yang tidak boleh dilupakan adalah relevansi. Metafora garam dan terang menyiratkan sesuatu yang terus-menerus diperlukan. Beberapa literatur Yahudi kuno menyatakan secara eksplisit bahwa manusia tidak dapat hidup tanpa garam (dan terang). Ini bukan tentang barang atau benda yang hanya diperlukan setiap bulan atau setiap tahun. Ini bukan hanya diperlukan oleh segelintir orang di budaya tertentu. Setiap hari orang membutuhkan garam untuk memasak. Setiap hari orang membutuhkan terang pada waktu malam hari. Jadi, walaupun konteks spesifik yang sedang dipikirkan adalah penganiayaan dan tekanan, peranan sebagai garam dan terang berlaku secara universal dan permanen. Dimanapun dan kapanpun peranan kita akan selalu relevan.
Hal terakhir adalah identitas. Kita sering mendengar banyak orang Kristen mengatakan: “kita harus menjadi garam dan terang dunia”. Ungkapan seperti ini ternyata tidak sepenuhnya tepat. Tuhan Yesus mengajarkan bahwa kita adalah garam dan terang. Ini lebih tentang identitas kita di tengah-tengah dunia, bukan sekadar peranan. Peranan justru muncul dari identitas. Persoalan di dunia bukan terjadi karena tidak ada garam atau terang, tetapi karena garam itu telah menjadi tawar dan terang itu telah ditutupi oleh gantang. Karena itu, Tuhan Yesus menyerukan agar identitas sebagai murid Yesus, nyata dalam perbuatan sehari-hari, tidak seperti orang-orang Farisi yang munafik.
Benang Merah Tiga Bacaan:
Identitas sebagai umat pilihan Allah, semestinya bertindak secara benar, jujur dan senantiasa tulus. Dengan segenap hati dan segenap jiwa, memuliakan Allah melalui perbuatan yang nyata. Setiap orang yang telah menerima kebenaran Firman, akan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, bukan hanya teori dan pengetahuan saja. Pada akhirnya kehidupan anak-anak Tuhan sungguh-sungguh bermanfaat bagi sesama menjadi berkat dalam seluruh aspek kehidupan manusia.
RANCANGAN KHOTBAH : Bahasa Indonesia
(Ini hanya sebuah rancangan, silahkan dikembangkan sesuai konteks Jemaat)
Pendahuluan
Bapak ibu dan saudara-saudari yang dikasihi oleh Tuhan, suatu saat ada seorang songleader (pemimpin pujian) yang memimpin pujian dalam sebuah ibadah. Cara membawakannya sungguh mengharukan. Suaranya yang merdu, bisa menciptakan suasana yang teduh, suasana sukacita, juga suasana seperti penuh kesucian. Dalam mengajak jemaat menyanyi, diselingi dengan kutipan-kutipan Firman Tuhan yang memotivasi untuk sungguh-sungguh menyembah dan memuliakan Tuhan. Andaikata bisa dikatakan, songleader ini mempunyai kerohanian yang tinggi.
Sebulan kemudian terdengar kabar bahwa songleader ini ditangkap polisi karena menggunakan sabu-sabu. Setelah diselidiki, ternyata songleader ini sudah terdeteksi menggunakan sejak setahun yang lalu. Mengapa bisa demikian terjadi? Lalu, bagaimana seorang yang kelihatannya rohaninya tingkat tinggi, namun faktanya rapuh dan bobrok? Apa yang terlihat diluar, bukan jaminan kualitas iman kerohaniannya.
Isi
Bapak ibu dan saudara-saudari yang dikasihi oleh Tuhan, bacaan pertama kita dalam Yesaya 58 : 1-9a menceritakan bahwa umat Tuhan sudah bertindak munafik. Secara lahiriah mereka beribadah kepada Tuhan, kelihatannya senang memuji-muji Dia dan seakan-akan rindu mengetahui jalan-jalan-Nya, tetapi kenyataanya pada saat yang sama mereka hidup seperti kehidupan duniawi dengan segala nafsunya. Mereka mengabaikan firman Allah. Kehidupan agamawi yang kelihatannya sangat bagus dengan ditunjukan dengan berpuasa, merendahkan diri namun tidak sesuai dengan kenyataan.
Teorinya berpuasa adalah mengekang diri dan menyangkal diri, namun kenyataannya mereka masih bertindak sewenang-wenang dengan sesamanya. Keangkuhan dan kesombongan dipakai untuk menekan yang lemah. Mereka seharusnya menjadi umat yang sabar dan rendah hati, namun masih suka bertengkar dan berkelahi. Tidak mempunyai belas kasihan kepada sesamanya dan tidak peduli kepada orang lain. Yesaya mengatakan bahwa ibadah semacam itu merupakan penghinaan dan kekejian bagi Allah.
Sebutan sebagai umat Tuhan merupakan identitas yang khusus dan istimewa. Istimewa karena mengandung makna yang dalam. Identitas sebagai anak-anak Tuhan artinya mempunyai sifat dan karakter seperti sifat dan karakter Tuhan. Segala tindakannya dilandasi oleh cinta kasih yang tulus dan suci. Dalam Matius 5:13-16 Tuhan Yesus menyebut sebagai garam dan terang dunia. Artinya, umat pilihan Allah harus berperan dan berfungsi untuk kehidupan manusia dalam segala bidang.
Dalam hal ini Tuhan Yesus mengingatkan, jangan sampai identitas yang khusus dan istimewa ini, yaitu sebagai garam dan terang menjadi tawar dan redup. Jikalau garam sudah tidak asin lagi dan menjadi tawar maka akan kehilangan fungsinya. Jikalau sebutan umat Tuhan adalah terang dunia, maka semestinya bisa menerangi kehidupan sesamanya.
Bagi setiap anak Tuhan, dalam menjalankan kehidupan kerohanian bukan hanya pada tataran teori dan pemahaman pengetahuan, namun harus diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Pemahaman, pengetahuan yang hanya sebatas teori tanpa dilakukan dengan perbuatan yang nyata, akan menjadi sia-sia. Identitas sebagai umat pilihan Tuhan adalah sebuah anugerah dari Tuhan. Seseorang yang menerima anugerah Tuhan, karena hasil pemberitaan Injil. Dengan mendengar Injil, percaya dengan segenap hati dan segenap jiwa , Yesus yang mati di atas kayu salib, lalu bangkit dari antara orang mati untuk menyelamatkan orang berdosa. Dengan jalan demikian, manusia akan mengenal dan bergantung kepada Tuhan. Inilah yang disebut identitas orang yang beriman.
Beranjak dari situlah, Rasul Paulus menekankan supaya setiap orang pilihan yang merupakan orang-orang yang beriman kepada Yesus Kristus, menyatakan identitasnya yang sejati. Identitas yang diwujudkan dalam perbuatan sehari-hari kepada sesamanya, secara nyata. Dampak dan pengaruhnya adalah kehidupan yang bisa dirasakan dan menjadi berkat bagi sesamanya.
Bapak ibu dan saudara sekalian yang diberkati Tuhan, pembelajaran yang kita peroleh saat ini adalah anugerah Tuhan yang kita terima sebagai anak-anak Tuhan, merupakan identitas yang istimewa. Identitas menunjukan jati diri kita yang sesungguhnya. Kalau kita mengaku sebagai anak-anak Tuhan, semestinya berlaku dan bertindak seperti sifat dan karakter Tuhan. Kalau Tuhan adalah Allah yang Maha Pemurah dan Penyayang, seharusnya kita juga mencerminkan cinta kasih, murah hati serta penyayang. Kalau Tuhan adalah Maha Suci dan Kudus, kita sekalian seharusnya senantiasa berlaku jujur, murni dan tidak munafik.
Kita melakukan itu semua bukan untuk dipuji, bukan supaya dianggap rohani yang tinggi, namun mencerminkan sifat dan karakter Tuhan. Sehingga kehidupan kita berkenan kepada Tuhan dan bermanfaat bagi sesama.
Penutup
Bapak ibu dan saudara sekalian yang diberkati Tuhan, sebagai tekat dan komitmen kita sekalian, marilah terus bertindak secara benar, jujur dan senantiasa tulus. Dengan segenap hati dan segenap jiwa, memuliakan Allah melalui perbuatan yang nyata. Tetap semangat dalam merenungkan kebenaran Firman, berusaha melakukan dalam kehidupan sehari-hari, bukan hanya teori dan pengetahuan saja. Sehingga hidup kita sungguh-sungguh bermanfaat bagi sesama menjadi berkat dalam seluruh aspek kehidupan manusia. Tuhan memberkati kita sekalian. Amin (kj).
Pujian : KJ. 424 “Yesus Menginginkan Daku”
—
RANCANGAN KOTBAH : Basa Jawi
Pambuka
Bapak ibu para sedherek ingkang binerkahan dening Gusti, nalika semanten wonten songleader (pemimpin pujian) ingkang mimpin pujian ing saklebeting pangabekti. Anggenipun nyuraos, dadosaken manah kita trenyuh. Suraosipun endah, merdu, saged dadosaken kahanan kang ayem lan tentrem. Piyambakipun saged bekta suasana pangabekti ing kahanan kang lerep lan kebak kasucen. Langkung-langkung, anggenipun ngluhuraken Asmanipun Gusti, keselipan dhawuh pangandikanipun Gusti, kang ngatag lan ngiyataken iman kapitadosan kita. Para warganipun pasamuan kaatag kanthi sak-estu, manembah lan ngluhuraken Asmanipun Gusti. Estu endah sanget. Piyambakipun saged kawastanan priyantun kang sae lan karohanenipun inggil.
Boten kanyana-nyana sesasi kepungkur, wonten pawartos bilih songleader menika kecepeng polisi amargi ngonsumsi sabu-sabu. Sak sampunipun polisi niti priksa, songleader menika sampun ngginakaken sabu-sabu sampun sawetawis setahun. Kados pundi bab menika saged kelampahan? Lajeng, menapa pemanggih kita sedaya ningali kahanan kang kados mekaten? Priyantun kang ketingalipun gadhah karohanen inggil, ananging rapuh lan asor. Menapa kang ketingal ing jawi, boten saged dados jaminan iman kapitadosanipun.
Isi
Bapak ibu para sedherek kang binerkahan dening Gusti, waosan sepisan ing wekdal menika, Yesaya 58 : 1-9a nyariosaken bilih umat kagunganipun Gusti Allah sampun tumindhak kang munafik. Ketingalipun umat tansah manembah lan ngluhuraken Asmanipun Gusti. Ketingalipun bangsa Israel remen maos lan nggegilut sabdanipun Gusti, ananging ing pigesanganipun boten cundhuk ing karsanipun Gusti. Bangsa Israel nindhakaken pigesangan kebak ing hawa nepsu kadonyan. Bangsa Israel malah asring nilar lan boten nggatosaken sabdanipun Gusti. Pigesangan agamawi ketingal sae lan luhur kanthi siam lan mepes raga. Gesang agamawinipun ketingal andhap asor lan lembah manah, ananging benten kaliyan punapa ingkang dados tumindhak gesangipun saben dinten.
Tiyang ingkang siam, kedahipun mepes raga lan nyingkur pepinginan dhiri, ugi lembah manah, ananging bangsa Israel malah tumindhak sewenang-wenang ing sesaminipun. Kanthi sifat adigang, adigung lan adiguna, malah nindhes lan meres ing sesaminipun. Sak mesthinipun dados umat kagunganipun Gusti Allah ingkang andhap asor, sabar ananging malah remen cecongkrahan lan gegeran. Bangsa Israel boten gadhah welas asih ing sesaminipun ugi boten purun nggatosaken sesaminipun. Ing bab menika, Nabi Yesaya ngengetaken bilih pangabektinipun bangsa Israel boten cundhuk ing karsanipun Gusti, malah ndadosaken dukanipun Gusti Allah.
Sinebut dados umat kagunganipun Gusti Allah menika pratandha kang sae lan luhur sanget. Sae lan luhur amargi boten sembarangan. Sinebut putra-putanipun Gusti Allah, ateges gadhah sipat lan watak kados dene Gusti Allah. Sedaya tumindhak ingkang kelampahan, linambaran katresnan, tulus lan suci. Wonten ing Matius 5:13-16, Gusti Yesus maringi gegambaran, bilih para umat kagunganipun kados dene uyahing donya lan pepadhange jagad. Tegesipun, umat kagunganipun Gusti kedah migunani lan dados margining sih rahmat ing donya menika.
Kanthi mekaten, Gusti Yesus ngengetaken, sampun ngantos jati dhiri kang sae lan luhur boten maedahi ing donya menika. Umat kagunganipun Gusti sampun ngantos kecalan jati dhiri. Sak mesthinipun dados uyah kang asin, sak menika ilang asine. Sakmesthinipun dados pepadhange jagad, malah dados watu sandhungan ing sesaminipun. Menawi dados umat kagunganipun Gusti, kedah nindhakaken pigesangan karohanen boten namung ing cecaturan lan teori, ananging katindhakaken kanthi nyata ing pigesangan saben dinten. Jati dhiri dados umat kagunganipun Gusti Allah menika satunggaling kanugrahan ingkang ageng lan luhur sanget. Amargi dados umat timbalanipun Gusti karana sampun nampi lan mirengaken pawartos kabingahan, nggih menika Injil. Sok sinten ingkang pitados kanthi gumolonging manah, Gusti Yesus menika Gusti kang sinalib ing redi Golgota kangge nebus dosanipun, menika amargi pawartosipun Injil. Pitados kanthi gumolonging manah, lan nggetuni dosanipun, murugaken manungsa sumarah lan sumendhe ing Gusti Allah. Menika jati dhiri umat kagunganipun Gusti kang estu pitados.
Kanthi mekaten Rasul Paulus ngatag, supados para umat kagunganipun Gusti, mbuktikaken jati dhirinipun ingkang sejatos, kanthi mawujud ing pigesangan saben dinten. Tujuanipun, pigesangan ingkang sae saged nyumrambahi lan migunani lan saged karaosaken ing sasaminipun. Gesang kang maedahi lan dados lantarane berkah.
Bapak ibu para sedherek kang binerkahan dening Gusti, pasinaon kangge kita sedaya nggih menika, kita angsal kanugrahan ageng sinebut putra-putranipun Gusti Allah, menika jati dhiri ingkang sae lan luhur sanget. Menawi kita ngakeni dados umat kagunganipun Gusti, sakmesthinipun tumindhak lan sipat kita kedah nuladha sipat lan watag-ipun Gusti Allah. Menawi Gusti Allah menika Gusti ingkang kebak sih palimirma lan welas asih, mesthinipun kita ugi tumindhak kanthi welas asih ing sesami. Menawi Gusti Allah menika asipat Suci lan luhur, sak mesthinipun kita ugi nindhakaken gesang kanthi tulus murni lan boten munafik.
Kita nindhakaken gesang kanthi jujur, sae lan leres, boten supados angsal pangalembana, boten supados kaanggep gadhah karohanen kang inggil, ananging amargi nuladha Gusti Allah ingkang dados sesembahan kita. Satemah gesang kita saged cundhuk kaliyan karsane Gusti lan saged dados lantarane berkah tumrap sesami.
Panutup
Bapak ibu para sedherek kang binerkahan dening Gusti, kangge tekat kita sedaya, sumangga kita tumindhak kanthi leres, jujur lan tansah tulus ing sedaya samukawis. Kita tindhakaken kanthi gumolonging manah lumantar pigesangan lan tumindhak kang nyata. Tansah semangat anggen kita ngresepi lan budidaya nindhakaken sabdanipun Gusti, satemah gesang kita saged migunani lan dados lantarane berkah tumrap sesami. Gusti tansah mberkahi kita sedaya. Amin. (kj)
Pamuji : KPK. 141 “Gesang Kula Dados Kidung”