Berefleksi Dengan Alam Khotbah Minggu 2 Februari 2020

20 January 2020

Penutupan Bulan Penciptaan
Stola  Hijau

 

Bacaan 1         :  Mikha 6 : 1 – 8
Bacaan 2         : 
1 Korintus 1 : 18 – 31
Bacaan 3         : 
Matius 5 : 1 – 12

Tema Liturgis :  Allah Berkarya, Memelihara dan Memberkati Ciptaan-Nya
Tema Khotbah: 
Berefleksi dengan Alam

 

Penjelasan Teks Bacaan :
(Tidak perlu dibaca di mimbar, cukup dibaca saat mempersiapkan khotbah)

Mikha 6 : 1 – 8

Dalam bagian ini disampaikan pengaduan Allah. Dia menegur umatNya. Allah mengingatkan umatNya tentang karya kasihNya yang sudah membebaskan mereka dari perbudakan di Mesir. Allah juga mengingatkan mereka tentang kehendakNya supaya mereka suka berbuat adil dan setia.

Teguran dan peringatan Allah tentang karya dan kasihNya itu dikehendaki, didengar dan disaksikan oleh gunung-gunung, bukit-bukit dan dasar-dasar bumi. Hal ini mengindikasikan bahwa gunung, bukit dan dasar bumi itu hidup, tidak mati. Tanah, bebatuan dan tumbuh-tumbuhan serta air yang ada di gunung, bukit dan dasar bumi itu bisa mendengar dan bereaksi.

1 Korintus 1 : 18 – 31

Di sini Rasul Paulus menyampaikan berita tentang salib Kristus. Walau pun salib itu adalah batu sandungan bagi orang Yahudi dan suatu kebodohan bagi orang Yunani, tetapi salib Kristus adalah hikmat dari Allah. Salib adalah tempat yang tinggi. Salib itu berada di atas bukit. Dari salib di atas bukit itu, Allah melakukan karya pembenaran, pengudusan dan penebusan dosa bagi orang yang percaya kepadaNya. Dari dan dengan salib Kristus di atas bukit, Allah menghargai orang yang dianggap bodoh oleh dunia, Allah menguatkan orang yang dianggap lemah oleh dunia. Dengan dan melalui benda alam, salib, benda buatan, benda yang diremehkan sebagai kebodohan dan sandungan, Allah menyatakan hikmat, karya penyelamatan dan pemeliharaan serta berkat bagi orang yang percaya kepadaNya.

Matius 5 : 1 – 12

Matius menuliskan bahwa Yesus menyampaikan pengajaran bahagia dari atas bukit. Berbeda dengan Lukas (Luk. 6:20-26), Matius bukan hanya menuliskan ajaran-ajaran Yesus dan para pendengarNya. Matius menuliskan bahwa ajaranNya itu disampaikan di atas bukit. “Bukit” atau gunung kecil, adalah tempat yang penting bagi Tuhan. Allah memanggil Musa dan memberikan perintah-perintahNya di atas gunung. Yesus mengutus para murid dan memberkati mereka lalu terangkat ke sorga di bukit Zaitun. Masih banyak contoh lain bahwa gunung atau bukit menjadi tempat yang penting dalam karya Tuhan.

Di atas bukit ini Yesus memberikan pengajaran yang menghibur dan memberkati orang-orang yang menderita dan juga kepada orang-orang yang baik. Kepada orang yang miskin diberikan Kerajaan Sorga. Kepada yang berdukacita diberikan penghiburan. Mereka yang merindukan kebenaran akan dipuaskan. Kepada mereka yang dianiaya akan diberikan Kerajaan Sorgawi. Kepada mereka yang rendah hati akan diberikan warisan sorgawi. Kepada yang suka memberi akan diberi kelimpahan. Yang murni hatinya akan melihat dan mengenal Allah. Orang-orang yang suka mendamaikan dan merukunkan menjadi anak-anak kekasih Allah.

Benang Merah Tiga Bacaan:

Bacaan 1 dan 3 menyebut-nyebut tentang gunung dan bukit, yang menjadi tempat salib Kristus yang disebut dalam bacaan 2. Dari dan disaksikan oleh benda alam itu, Allah menyatakan karya penyelamatan, pemeliharaan dan berkatNya bagi manusia.

 

Rancangan Khotbah :  Bahasa Indonesia
(Ini hanya sebuah rancangan, silahkan dikembangkan sesuai konteks Jemaat)

Pendahuluan

Banyak orang yang suka mendaki gunung. Padahal mendaki gunung pasti bukanlah kegiatan yang mudah dan ringan. Jalan pendakian pastilah sempit dan menanjak, bahkan mungkin melalui tanjakan yang terjal, berada di sisi jurang yang dalam dan tentu berbahaya bagi keselamatan. Perjalanannya pasti menyusuri hutan rimba, tidak melalui rumah-rumah penduduk, artinya tidak banyak bertemu dengan orang yang bisa menolong, melainkan banyak bertemu dengan binatang-binatang liar dan mungkin buas. Karena itu, pendaki gunung harus mempunyai stamina fisik yang kuat, mempunyai keberanian yang besar. Selain itu, mereka tentu harus mempunyai perlengkapan yang tidak sedikit yang harus dibawa dengan berjalan kaki. Sekali pun demikian, banyak orang yang suka mendaki gunung. Mendaki gunung mendatangkan kebahagiaan dan kesenangan. Udara yang segar dan jauh dari polusi udara serta keindahan alam ciptaan Tuhan, menimbulkan kekaguman dan rasa syukur kepada Tuhan Sang Pencipta yang Maha Kuasa. Dengan berada di gunung orang sangat mungkin mendapatkan hikmat dan wawasan bagaimana Tuhan memelihara ciptaan yang lain. Sebab, dari gununglah mengalir air jernih yang sangat menyegarkan. Dari letusan gunung tumbuh-tumbuhan di sekitar dan bawahnya mendapatkan kesuburan. Gunung menjadi salah satu tempat yang penting.

Isi

Dalam bacaan 1 (Mikha 6:1-8) digambarkan bahwa gunung dan bukit dan dasar bumi adalah ciptaan yang hidup, tidak mati. Karena itu, mereka bisa menyaksikan pengaduan atau keluhan Tuhan tentang umatNya. Gunung, bukit dan dasar bumi menjadi saksi bagaimana Allah melakukan karya pembebasan bagi umat Israel dari perbudakan di Mesir dan bagaimana Allah memelihara hidup mereka. Di atas gunung (Sinai) Allah memberikan tuntunan dan pedoman hidup bagi umat Israel. Di atas bukit berbatu sekali pun Allah memberi air minum kepada umat yang kehausan dalam perjalanan panjang mereka. Gunung, bukit dan dasar bumi harusnya menjadi peringatan bagi umat Israel tentang karya dan kasih Allah bagi mereka. Pengaduan dan peringatan Allah yang disaksikan oleh gunung, bukit dan dasar bumi itu mendatangkan hikmat dan pengetahuan tentang bagaimana harusnya sikap dan perilaku umat Israel selanjutnya, yaitu bahwa mereka harus berlaku adil, mengamalkan cinta kasih dan bersikap rendah hati.

Bacaan 3 (Matius 5:1-12) menyebutkan bahwa Tuhan Yesus menyampaikan ajaran-ajaran-Nya di atas bukit. Matius menyebut bukit di sini rupanya bukan sekedar sebagai strategi Tuhan Yesus dalam menyampaikan ajaran kepada orang banyak. Matius –di dalam Injilnya- berulang kali menyebut bukit dan tempat-tempat lain di mana Tuhan Yesus melakukan karya pelayanan dan pengajaranNya.

Bukit atau gunung kecil menjadi salah satu tempat yang penting bagi Tuhan untuk menyatakan Diri, karya dan kehendakNya. Allah menyatakan DiriNya kepada Musa, mengutus dia dan menyatakan kehendakNya kepada umat Israel di gunung Sinai. Tuhan Yesus dimuliakan bersama Musa dan Elia di atas bukit. Allah memberi air minum kepada umat Israel dari lereng gunung di Gilgal. Di atas bukit Golgota Tuhan Yesus menanggung penderitaan umat manusia berdosa pada kayu salib. Di atas bukit Tuhan Yesus memberkati dan mengutus murid-muridNya lalu kemudian terangkat ke sorga.

Dalam bacaan kita (Matius 5:1-12) disebutkan bahwa di atas bukit Tuhan memberikan penghiburan kepada orang yang miskin, yang berdukacita, lapar dan haus akan kebenaran, yang dianiaya dan yang dicela. Kepada mereka diberikan Kerajaan Sorga, penghiburan, kepuasan dan upah sorgawi yang indah. Juga kepada orang yang baik: rendah hati dan lemah lembut, yang murah hati, yang murni/ suci hatinya, yang membawa damai. Kepada mereka Allah akan menyatakan DiriNya dan memberi berbagai berkat. Sehingga, mereka semua akan berbahagia.

Dalam bacaan 2 (1 Korintus 1:18-31) Tuhan juga memberikan hikmat ilahi kepada orang yang dianggap bodoh oleh dunia. Rasul Paulus menyebut bahwa salib adalah hikmat ilahi. Salib yang tertancap di bukit Golgota adalah hikmat Allah. Dari salib di atas bukit itu, dengan hikmat, Allah tahu apa yang dilakukan bagi orang berdosa, yaitu karya pembenaran, pengudusan dan penebusan dari kuasa dosa. Dari dan dengan salib Kristus di atas bukit, Allah menghargai orang yang dianggap bodoh oleh dunia, Allah menguatkan orang yang dianggap lemah oleh dunia. Dengan dan melalui benda alam, salib, benda buatan, benda yang diremehkan sebagai kebodohan dan sandungan, Allah menyatakan hikmat, karya penyelamatan dan pemeliharaan serta berkat bagi orang yang percaya kepadaNya. Dengan percaya kepada kasih dan karya Allah yang dinyatakan pada kayu salib itu, orang mendapat hikmat Allah. Orang yang berhikmat ilahi itu tahu apa yang harus dilakukan di dunia ini.

Alam lingkungan kita diciptakan oleh Allah bukan hanya untuk memenuhi kebutuhan jasmani manusia. Sebagaimana dinyatakan di atas bukit tadi, seluruh bagian alam ini diciptakan oleh Tuhan juga untuk menyatakan diriNya, menyatakan kasih, karya, kuasa dan kehendakNya. Dari seluruh bagian alam ini, orang bisa mendapatkan hikmat ilahi, orang jadi tahu apa yang seharusnya dan seyogyanya dilakukan. Untuk itu, sering-seringlah kita berefleksi dengan bagian-bagian alam ciptaan Allah. Dalam berefleksi itu kita memikirkan dan merenungkan benda atau bagian alam itu tentang dirinya sendiri, tentang hubungannya dengan bagian alam yang lain, dan dalam hubungannya dengan manusia. Dari situ akan tahu betapa agung dan mulianya kasih, karya, kuasa dan kehendak Tuhan. Dari situ kita tahu bahwa kita harus mencintai alam, menjaga dan mengembangkan ciptaan Allah.

Sekali pun Bulan Penciptaan GKJW ditutup pada hari ini, tetapi jangan pernah berhenti berefleksi dengan alam. Sebab, Bulan Penciptaan ditetapkan -yang terbatas hanya satu bulan ini- bukan sebagai kesempatan sebatas itu untuk berefleksi dengan alam. Bulan Penciptaan itu ditetapkan sebagai peringatan, tuntunan dan penyemangat bagi kita untuk terus berefleksi dengan alam.

Penutup

Sebagai penutup khotbah ini, saya mengajak saudara-saudara untuk mencoba berefleksi dengan bagian alam (atau benda alam) ini. Pikirkan dan renungkan bagian alam (benda alam) ini! (Tayangkan di layar LCD sebuah gambar atau video pendek sebuah gunung atau bukit atau laut! Atau tunjuk(kan) sebuah benda tertentu!)

Refleksi atau hikmat apakah yang saudara dapatkan? Mungkin bahwa tumpukan anugerah Tuhan bagaikan tinggi dan besarnya bukit dan gunung. Karena itu, dakilah, telusurilah! Tak terbatasnya kasih Tuhan bagaikan luas dan dalamnya lautan; arungilah dan selamilah! Harta karunia Tuhan bagaikan dasar bumi yang terpendam; galilah! Limpahan berkat Tuhan bagaikan hamparan daratan; jelajahilah! Tuhan memberkati kita semua. Amin. [st]

Pujian :  KJ. 66 “Di gunung dan Di Lurah | KK. 147 “Jika Kita Mencintai Alam”

Rancangan Khotbah: Basa Jawi

Pambuka

Kathah tiyang ingkang remen minggah (mendaki) gunung. Kamangka minggah gunung tamtu sanes kegiatan ingkang gampil lan entheng. Marginipun mesthi ciyut lan minggah tur tebih, malah kala-kala nglangkungi inggah-inggahan ingkang ndeder, utawi ing ereng-erenganing jurang ingkang mbebayani sanget. Marginipun sok-sok nggih nglangkungi wana rungkut, boten wonten griya-griyaning tiyang, ateges boten asring pinanggih tiyang ingkang saged paring pitulungan, nanging malah pinanggih sato kewan galak. Pramila saking punika, tiyang ingkang minggah gunung kedah nggadhahi badan ingkang rosa lan nggadhahi kekendelan ingkang ageng. Kejawi saking punika, tamtu kedah mbekta sawatawis piranti ingkang dipun bekta kanthi lumampah. Ewa samanten, kathah tiyang ingkang remen nindakaken kegiatan minggah gunung. Rupinipun minggah gunung punika ndhatengaken kabingahan. Hawa ingkang seger tebih saking polusi sarta kaendahan alam titahipun Allah nuwuhaken raos eram lan sokur dhumateng Gusti ingkang maha kawasa. Kanthi dumugi lan mapan sawatawis ing gunung tiyang saged pikantuk kawicaksanan lan wawasan kados pundi Gusti Allah ngrimati sadaya titah sanesipun. Saking gunung mili toya ingkang seger. Saking bledhosaning gunung, tetuwuhan ing sakiwa tengen lan ngandhapipun pikantuk kasuburan. Gunung dados salah satunggaling papan ingkang penting.

Isi

Ing waosan kapisan (Mikha 6:1-8) malah kagambaraken bilih gunung lan dhasaring bumi punika titah ingkang gesang, sanes pejah. Pramila gunung lan dhasaring bumi saged nekseni tan-trimahing Allah tumrap umatipun. Gunung lan dhasaring bumi dados seksi kados pundi anggenipun Allah nindakaken pakaryan pangluwaran tumrap umat Israel saking pangawulan ing tanah Mesir lan kados pundi anggenipun Gusti Allah ngrimati gesanging umat punika. Ing gunung (Sinai) Allah paring tuntunan lan paugeraning gesang kagem umat Israel. Wonten ing gunung sela Allah paring toya minum dhateng umat ingkang sami ngelak awit panjanging lelampahanipun. Gunung lan dhasaring bumi dados pepenget tumrap umat Israel bab sih kanugrahan lan pakaryanipun Allah. Raos boten trimah lan piwelehipun Gusti Allah ingkang dipunsekseni dening gunung lan dhasaring bumi punika ndhatengaken kawicaksanan lan wawasan menggah kados pundi prayoginipun tumindak lan lakuning gesang salajengipun, inggih punika srana njejegaken laku adil, ngecakaken katresnan lan asikep andhap asor.

Waosan 3 (Mateus 5:1-12) nyebataken bilih Gusti Yesus ngandharaken piwulangipun ing gunung. Mateus nyebat gunung ing ngriki ketingalipun boten namung minangka cara anggenipun Gusti Yesus nyuwantenaken piwulang dhateng tiyang kathah. Mateus –ing Injil seratanipun punika- makaping-kaping nyebat gunung lan papan-papan sanes ingkang dipun agem dening Gusti Yesus nindakaken pakaryan paladosan lan piwulangipun.

Gunung dados salah satunggaling papan ingkang penting kagem Gusti nedahaken Pribadinipun, pakaryan lan karsanipun dhateng manungsa. Gusti Allah mratelakaken Pribadinipun dhateng nabi Musa, ngutus piyambakipun lan nedahaken karsanipun dhateng umat Israel ing gunung Sinai. Gusti Yesus nedahaken kamulyanipun sesarengan kaliyan nabi Musa lan Elia ugi ing gunung. Allah paring toya minum dhateng umat Israel saking ereng-erenganing gunung ing Gilgal. Ing gunung Golgota Gusti Yesus nanggel kasangsaraning umat manungsa dosa ing kajeng salib. Ing satunggaling gunung Gusti Yesus mberkahi sarta ngutus para murid lajeng mekrad dhateng swarga.

Ing waosan kita dinten punika (Mateus 5:1-12) kasebataken bilih ing gunung Gusti paring panglipur dhateng tiyang miskin, ingkang sedhih, ingkang luwe lan ngelak tumrap kayekten, ingkang kaaniaya lan dipun wewada. Dhateng tiyang-tiyang punika kaparingaken Kratoning Swarga, panglipur, pemarem sarta opah kaswargan ingkang endah. Makaten ugi dhateng tiyang ingkang sae : ingkang alus ing budi lan andhap asor, ingkang loma lan dhemen weweh, ingkang suci lan tulus ati, ingkang ambekta pirukun. Dhateng tiyang-tiyang punika Gusti Allah mratelakaken Pribadinipun lan paring warni-warni berkah. Satemah, sadaya tiyang-tiyang punika ngalami rahayu lan bingah.

Ing waosan 2 (1 Korinta 1:18-31) Gusti ugi maringaken kawicaksanan dhateng tiyang ingkang kaanggep bodho dening jagad. Rasul Paulus nyebataken bilih salib punika kawicaksanan saking Allah. Salib ingkang tumancep ing gunung Golgota punika kawicaksanan saking Allah. Saking salib ing gunung punika, kalayan kawicaksanan Gusti Allah pirsa punapa ingkang katindakaken kangge manungsa dosa, nggih pakaryan ngleresaken, nucekaken lan nebus manungsa saking rehing dosa. Saking lan srana salib Kristus ing gunung, Allah ngajeni tiyang ingkang kaanggep bodho dening jagad, Allah paring kakiyatan dhateng tiyang ingkang kaanggep ringkih dening jagad. Kanthi lan lumantar barang alam, salib, barang damelan, barang ingkang dipun sepelekaken minangka kabodhohan lan sandhungan, Gusti Allah mratelakaken kawicaksanan, pakaryan karahayon lan pangrimat sarta berkah tumrap tiyang ingkang pitados dhumateng Panjenenganipun. Srana pitados dhateng sih lan pakaryanipun Allah ingkang kawujudaken ing kajeng salib, tiyang pikantuk kawicaksananipun Gusti Allah. Tiyang ingkang nampeni kawicaksananipun Allah sumerep punapa ingkang kedah dipun tindakaken ing donya punika.

Alam punika katitahaken dening Gusti Allah boten namung kangge nyekapi kabetahan jasamani kita. Kados ingkang kapratelakaken ing gunung kalawau, sadaya peranganing alam punika katitahaken dening Allah ugi kagem mratelakaken Pribadinipun Allah, mratelakaken sih katresnan, pakaryan, pangwasa lan karsanipun Allah. Saking sadaya peranganing alam punika, tiyang saged pikantuk kawicaksananipun Allah, tiyang saged mangertos menggah punapa ingkang kedah utawi prayoginipun katindakaken. Ingkang punika, kita perlu nindakaken refleksi kaliyan perangan-peranganing alam titahipun Gusti Allah punika. Ing salebeting refleksi punika kita menggalih lan ngraos-raosaken peranganing alam utawi barang alam tumrap dirinipun piyambak, bab gegayutanipun kaliyan peranganing (barang) alam sanesipun, ing bab sesambetanipun kaliyan manungsa. Saking ngriku kita badhe nyipati lan mangertos saiba agung lan mulyaning sih katresnan, pakaryan, pangwasa lan karsanipun Gusti Allah. Saking ngriku kita mangertos bilih kita kedah nresanni alam, ngreksa lan ningkataken alam titahipun Gusti Allah punika.

Sanadyan Bulan Penciptaan GKJW dipun pungkasi dinten punika, nanging sampun kendel nindakaken refleksi kaliyan alam. Awit Bulan Penciptaan ingkang katetepaken  namung satunggal sasi punika boten ateges ugi namung sesasi kita perlu nindakaken refleksi kaliyan alam. Bulan Penciptaan punika katetepaken minangka piweling, tuntunan lan pangatag supados kapan kemawon kita tansah nindakaken refleksi kaliyan alam.

Panutup

Minangka panutup kotbah punika, sumangga nyobi refleksi kaliyan peranganing (barang) alam punika. Sumangga menggalih lan ngraos-raosaken sawatawis peranganing (barang) alam punika! (Katedahna ing geber LCD satunggaling gambar utawi video cekak bab gunung utawi seganten! Utawi katedahna satunggaling barang alam!)

Panjenengan pikantuk refleksi utawi kawicaksanan punapa? Mbokmenawi bilih tumpukaning kanugrahanipun Allah punika kados dene inggil lan agenging gunung. Pramila, swawi kainggahana! Tan-winatesing sih katresnanipun Gusti punika kados dene jembar lan lebeting seganten; swawi kasilemana! Warni-warni pinta-pinta sih rahmatipun Gusti punika kados dene dhasaring bumi; swawi kadhudhuka! Gusti mberkahi kita sadaya. Amin. [st]

Pamuji : KPK. 175  “Tiyang Rahayu”

Renungan Harian

Renungan Harian Anak