Minggu Biasa – Bulan Pembangunan GKJW
Stola Hijau
Bacaan 1 : Kejadian 37 : 1 – 4, 12 – 28
Bacaan 2 : Roma 10 : 5 – 15
Bacaan 3 : Matius 14 : 22 – 33
Tema Liturgis : Hidup Menurut Jalan yang Ditunjukkan Tuhan
Tema Khotbah: Anugerah Tuhan di Atas Jalan yang Ditujukkan-Nya
Penjelasan Teks Bacaan :
(Tidak perlu dibaca di mimbar, cukup dibaca saat mempersiapkan khotbah)
Kejadian 37 : 1 – 4, 12 – 28
Yusuf adalah tokoh utama dalam pasal ini. Anak tertua dari Rahel isteri terkasih dari Yakub yang membuat ia juga mengasihi Yusuf di antara anaknya yang lain. Melalui kisahnya kita tidak bisa menghindar untuk melihat sesuatu tentang Kristus di dalamnya terkait bagaimana ia direndahkan dan ditinggikan. Pada pasal ini kita mendapati cerita tentang kebencian terpendam dari saudara-saudara Yusuf. Hal ini terjadi karena Yusuf memberitahukan kepada ayahnya tentang kejahatan saudara-saudaranya itu. Terlebih saudara-saudara Yusuf merasa cemburu sebab ayah mereka lebih mengasihi Yusuf dibandingkan yang lain. Kebencian saudara-saudara Yusuf semakin bertambah lagi setelah Yusuf menceritakan mimpinya tentang kekuasaannya kepada ayah dan saudara-saudaranya.
Oleh sebab itu, saudara-saudaranya merencanakan hal yang jahat terhadap Yusuf. Kebaikan hati Yusuf menjadi kesempatan bagi mereka untuk melakukan kejahatan padanya. Mereka membuat Yusuf kelaparan lebih dulu, kemudian mereka mengubah tujuan dan menjual Yusuf sebagai budak kepada orang Ismael seharga 20 syikal perak.
Roma 10 : 5 – 15
Pada perikop ini Rasul Paulus ingin menunjukkan perbedaan antara kebenaran hukum Taurat dan kebenaran iman serta keunggulannya. Tujuannya adalah untuk meyakinkan bangsa Yahudi supaya mempercayai Kristus. Bahwa (1) kebenaran berdasarkan hukum Taurat (Orang yang melakukannya, akan hidup karenanya) dan berdasarkan iman (2) tidak ada perbedaan di antara bangsa Yahudi dan bukan Yahudi.
Hal ini dilatarbelakangi oleh mereka yang tidak mengenal kebenaran Allah, tidak mengerti dan tidak menyadari keadilan Allah. Sementara di sisi lain mereka angkuh di dalam kebenaran akan diri sendiri, yaitu kebenaran hasil rancangan dan usaha mereka sendiri. Paulus mengajak mereka untuk menghidupi iman, bukan sekedar di mulut tapi dengan segenap hati, mempercayai bahwa Dia memberikan keselamatan bagi siapapun yang berseru dalam nama Tuhan.
Matius 14 : 22 – 33
Dalam perikop ini kita bisa melihat bagaimana mujizat itu dilakukan oleh Yesus untuk menolong para sahabat dan pengikut-Nya, yakni datang pada mereka, berjalan di atas air. Diawali dari perintah pada murid-murid-Nya untuk mendahului naik perahu, pergi ke seberang supaya orang banyak itu segera pulang (setelah memberi mereka makan, ayat 13-21). Sementara Ia sendiri naik ke atas bukit untuk berdoa. Sementara angin sakal mengguncang perahu para murid-Nya. Dalam kondisi yang menakutkan ini, rupanya para murid Yesus tidak mengubah arah haluan mereka. Melainkan berusaha untuk tetap bertahan dan berupaya untuk maju. Hal ini dikarenakan mereka sangat menuruti perintah Guru. Sampai Yesus datang kepada mereka dan berjalan di atas air. Yesus membuktikan bahwa Ia berkuasa atas alam dan menggunakan air untuk menyelamatkan mereka.
Namun mereka justru terkejut melihat kedatangannya (ayat 26) dan mengatakan “Itu Hantu”. Yesus segera meluruskan kekeliruan itu dengan berkata “Tenanglah! Aku ini, jangan takut!” (ayat 27). Mendengar hal ini Petrus memberanikan diri datang kepada Yesus dengan berjalan di atas air (ayat 28). Keberanian yang memang sudah menjadi sifatnya untuk menunjukkan semangatnya mengungkapkan kasih kepada Yesus dibanding dengan murid lainnya. Yesus tidak menolaknya, justru malah memanggilnya. “Datanglah!” (ayat 29). Kemudian di ayat berikutnya kita bisa melihat ketakutan Petrus di dalam iman dan keberaniannya. Oleh karena tiupan angin dan merasa mulai tenggelam, ia berseru meminta tolong. Kemurahan hati Yesus mengakhiri kisah pada perikop ini, dimana Ia menunjukkan bahwa Ia selalu ada bagi para murid-Nya. Tangan-Nya selalu terulur untuk memberikan pertolongan bagi mereka. Sehingga peristiwa ini semakin memantapkan iman para murid dan mengaku, “Sesungguhnya Engkau Anak Allah”.
Benang Merah Tiga Bacaan:
Jalan yang ditunjukkan Tuhan bagi manusia, umat yang dikasihi-Nya bukan semata jalan yang mudah dan jelas tanpa hambatan. Melainkan sesuatu yang harus dilakukan dengan ketegaran dan kegigihan untuk tetap setia mengikut-Nya. Percaya! Adalah kuncinya. Tidak meragukan Tuhan bahkan salah paham pada pertolongan yang diberikan-Nya pada kita. Ia mengasihi semua orang, dihadapan-Nya tidak ada beda. Pertolongan dan anugerah-Nya senantiasa ada bagi semua manusia yang mau mengakui-Nya dan percaya kepada-Nya.
RANCANGAN KHOTBAH : Bahasa Indonesia
(Ini hanya sebuah rancangan, silahkan dikembangkan sesuai konteks Jemaat)
Pendahuluan
Manusia terkadang salah paham untuk mengerti pertolongan dari Tuhan. Gambaran mudah untuk melihat anugerah Tuhan adalah sama seperti seorang anak kecil yang menganggap orang dewasa bersikap baik padanya saat ia diberi permen. Dan ia berpikir orang lain bersikap pelit saat ia tidak mendapatkan permen sementara yang lain diberi. Terlalu dangkal memang, tetapi terkadang tanpa sadar manusia seperti itu. Tanpa tahu alasan sebenarnya adalah untuk kebaikan kita sendiri. Jangan-jangan orang itu tahu jika si anak akan sakit gigi karena makan permen. Jadi untuk menghindarinya orang itu sengaja tidak memberikan permen kepadanya.
Isi
Mitch Albom dalam bukunya “Have a Little Faith”, ia berkisah dengan mengajak pembaca berpikir melalui sebuah pertanyaan, “Apakah Engkau akan menyelamatkanku, Yesus? Kalau aku berjanji untuk menyerahkan diri kepada-Mu, apakah Engkau akan menyelamatkan aku?” Lalu di bagian lain ia menekankan sabda Tuhan dalam Kitab Yesaya : “Rancangan-Ku bukanlah rancanganmu. Jalanmu bukanlah jalan-Ku. Sebagaimana langit lebih tinggi daripada bumi, begitulah jalan-Ku lebih tinggi daripada jalanmu. Dan rancangan-Ku lebih tinggi dari rancanganmu.”
Percaya kepada Tuhan memang sebuah pernyataan yang mudah untuk diucapkan tetapi pada kenyataannya hal itu justru menjadi hal yang tidak mudah dilakukan. Mengakui Yesus sebagai Tuhan dan Juru Selamat dibutuhkan iman yang sungguh-sungguh dan benar dan iman itu haruslah dinyatakan dalam kehidupan sehari-hari. Ada bukti yang nyata dan bukan sekedar basa-basi.
Perjalanan kehidupan Yusuf diliputi oleh kemelut kebencian dari para saudaranya, menjadikannya mengerti akan anugerah dan penyertaan Tuhan Allah dalam hidupnya. Yusuf hidup dengan sikap setianya kepada Tuhan sehingga dia bisa mencapai puncak makna perjalanan hidupnya selama ini. Untuk menghadapi sikap iri hati dari saudara-saudaranya bukanlah perkara yang mudah. Bahkan ketika dia dilemparkan ke dalam sumur kering kemudian dijual kepada orang Ismael hingga sampai ke Mesir, kepada Potifar, bisa saja hal ini menimbulkan luka batin yang dalam bagi Yusuf. Namun rupanya Tuhan memiliki rancangan yang baik bagi Yusuf, kesetiaannya pada Allah membuatnya berhasil dalam hidup. Kesetiaan Yusuf inilah yang senantiasa membuat penyertaan Tuhan ada padanya dan menjadi bukti dari apa yang ia percayai.
Karena iman percaya itu bukan hanya dimulut melainkan juga di dalam hati. Melalui iman kita meyakini bahwa Allah adalah Tuhan memberi keselamatan. Bukan tanpa batas Dia memberi kasihNya melainkan Dia memberi keselamatan itu bagi setiap orang yang berseru kepada nama-Nya. Hal serupa dialami oleh para murid Yesus yang diombang-ambingkan gelombang karena angin sakal di tengah danau. Dalam kondisi yang demikian tentu saja mereka diliputi kecemasan dan ketakutan. Tentu Yesus tidak tinggal diam. Ia datang menolong mereka dan berjalan di atas air. Namun hal itu justru membuat Petrus seakan bimbang pada kehadiran-Nya hingga ia berkata, “Tuhan, apabila Engkau itu suruhlah aku datang kepadaMu berjalan di atas air”. (ayat 28).
Dalam keadaan serupa kita terkadang merasa bimbang akan kehadiran pertolongan dari Tuhan. Mungkin karena pertolongan itu mengejutkan bagi kita (tidak sesuai dengan apa yang kita harapkan) sehingga membuat kita mempertanyakan pertolongan itu. Dalam hal ini seringkali kita tidak sabar dengan sebuah proses yang harus dijalani, sehingga menuntut Tuhan mengabulkan harapan kita melalui ungkapan bahwa kita “percaya” kepada-Nya, tanpa menilik bahwa “percaya” itu tidak disertai dengan keyakinan yang pasti. Bukankah Ia berkuasa atas segala perkara? Bukankah Ia sudah menujukkan kasih-Nya melalui pengorbanan-Nya bagi manusia? Berarti kita tidak seharusnya hanya mengakui semata, melainkan juga meyakininya dan menyatakan iman kita dalam kehidupan.
Mitch Albom juga menuliskan pengalamannya bersama seorang Rabi :
Ketika itu musim panas dan kami sedang duduk di ruang kerjanya.
Aku bertanya kepadanya mengapa menurutnya ia menjadi rabi.
Ia menghitung dengan jari-jarinya.
Nomor satu, aku selalu menyukai manusia.
Nomor dua, aku menyukai kelembutan.
Nomor tiga, aku memiliki kesabaran.
Nomor empat, aku suka mengajar.
Nomor lima, aku berpegangan kuat pada keyakinanku.
Nomor enam, berkaitan dengan masa laluku.
Nomor tujuh – dan yang terakhir – itu memungkinkan aku memenuhi pesan tradisi kita : hidup dengan benar, melakukan kebajikan dan diberkati.
Tak sepatah katapun tentang Tuhan di dalamnya.
Ia tersenyum.
“Tuhan ada sebelum nomor satu.”
Penutup
Bagi Tuhan, semua bisa saja terjadi. Kesulitan hidup yang menekan batin membutuhkan lebih banyak kerelaan hati untuk bersabar pada kuasa karya-Nya. Yusuf butuh bertahun-tahun untuk meraih keberhasilannya dan menjadi berkat bagi orang lain. Para Rasul penuh pengorbanan dan perjuangan hebat untuk menyatakan karya Tuhan, dan Tuhan tidak tinggal diam. Yesus berkarya untuk menunjukkan kuasa-Nya, berjalan di atas air dan menyelamatkan para murid-Nya. Bahkan Dia merelakan dirinya berada dalam penderitaan dan sengsara, menjadi manusia dan menerima hinaan. Namun semua itu membawa kelepasan bagi setiap manusia yang dikasihi-Nya. Anugerah yang sangat besar bagi kita semua yang tanpa ragu mengimani-Nya dan percaya bahwa pertolongan Tuhan sungguh-sungguh nyata. Jadikan Tuhan sebelum nomor satu, anugerah-Nya akan selalu ada di setiap jalan yang ditunjukkan-Nya pada kita. Percaya kepada Tuhan memperkokoh iman kita, membangun diri untuk lebih setia, menunjukkan bukti nyatanya melalui kehidupan diri sendiri, persekutuan dan jemaat. Amin. (Vie)
Nyanyian :
- KJ. 254 Kristus, Penolong Umat yang Percaya
- 409 Yesus, Kau Nahkodaku
- 370 Ku Mau Berjalan dengan Jurus’lamatku
—
RANCANGAN KHOTBAH : Basa Jawi
Pambuka
Manungsa asring boten saged mangertosi bab pakaryanipun Gusti Allah. Gambaran ingkang gampil kangge mangertosi sih rahmatipun Gusti Allah nggih punika sami kalian bocah ingkang nganggep tiyang punika sae menawi dipun paringi permen. Lan nganggep tiyang punika medhit bilih boten dipun paringi permen lan kancanipun dipun paringi. Cekak sanget, nanging kadangkala manungsa boten sadar menawi sampun nindakaken prekawis punika. Boten mangertos sebabipun ingkang leres punika rupinipun ugi kagem kasaenan manungsa. Saged ugi panjenenganipun pirsa bilih bocah punika sakit waja nalika ngemut permen. Dados bab punika sengaja dipun tindakaken.
Isi
Mitch Albom wonten ing bukunipun “Have a Little Faith” ngajak dhateng kita ngraos-raosaken bab pitakenan “Punapa Paduka badhe paring kawilujengan, dhuh Gusti Yesus? Bilih kula sampun pasrah sumarah lan pitados wonten ing Paduka? Lajeng wonten ing bab sanesipun dipun serat, sabda Gusti ing Yesaya “Awit rancanganingSun iku dudu rancanganira, lan dalanira iku dudu marginingSun, mangkono pangandikane Pangeran Yehuwa. Amarga sapira dhuwure langit saka ing bumi, iya semono dhuwure marginingSun saka ing dalanira sarta rancanganingSun saka ing rancanganira”.
Pitados wonten ing Gusti Allah punika prekawis ingkang gampil dipun ucapaken ananging ewet dipun tindakaken ing salebeting gesang. Kita betahaken iman ingkang tumemen anggenipun ngakeni Panjenenganipun dados Gusti lan Juru Wilujeng kita. Wonten bukti sanes basa-basi.
Ing salebeting gesangipun, Yusuf dipun benci lan dipun kuya-kuya kaliyan para saderekipun. Prekawis punika lajeng dadosaken Yusuf mangertos kadospundi sih rahmat lan pangayomanipun Gusti Allah. Yusuf ngestoaken kasetyanipun dhumateng Gusti Allah, satemah piyambakipun nampi kawicaksanan ing gesangipun. Ngadhepi raos iri saking para saderekipun sanes prekawis ingkang gampil. Punapa malih nalika Yusuf dipun bucal ing sumur lajeng dipun sade dhateng tiyang Ismael ngantos dumugi Mesir, dhateng Potifar. Yusuf seged ngarosaken sakit hati. Ananging rupinipun Gusti Allah gadhahi rancangan ingkang sae dhateng Yusuf ingkang sampun setya wonten ing Panjenenganipun. Wonten perikop punika pancen dereng dipun terangaken kanthi gamblang kadospundi Gusti makarya, ananging pangayomanipun Gusti ing gesangipun Yusuf dados bukti ingkang nyata kagem tiyang pracaya.
Iman kapitadosan dhateng Gusti punika kedahipun boten namung dipun ucapaken kemawon ananging kedah dipun tindakaken ing salebeting gesang padintenan kanthi gumolonging manah. Mekaten bab katresnanipun Gusti punika boten wonten watesipun dhateng sedaya manungsa ingkang pitados dhateng Panjenenganipun.
Prekawis ingkang sami ugi dipun alami para sakabatipun Gusti Yesus Nalika para sakabat ing satengahing seganten, para sakabat ngadepi prahara awit saking ombak lan angin ingkang ageng. Wonten ing kahanan ingkang mekaten kalawau dadosaken para sakabat ngroasaken kuatos lan ajrih. Nanging Gusti Yesus boten sare. Gusti Yesus tansah paring pitulungan lan napak wonten ing seganten. Bab punika rupinipun dadosaken Petrus bimbang lajeng wicanten, “Gusti menawi saestu Paduka, kawula kadhawuhana murugi Paduka kaliyan lumampah ing nginggil toya.” (ayat 28).
Kadangkala kita wonten ing kahanan mekaten kalawau. Kita saged wangu-wangu ing pitulunganipun Gusti Allah. Nalika Gusti Allah nulungi dhateng kita, kita rumaos kaget karana pitulunganipun Gusti Allah punika boten sami kaliyan pemanggih kita. Asring kita punika boten sabar ngrantos proses ingkang kedah dipun lampahi lajeng nuntut dhateng Gusti Allah supados maringi punapa ingkang dados pepinginan kita. Gusti Allah punika Mahakwasa ing sedaya prekawis, kanthi nyata Gusti Allah sampun paring katresnan kagem manungsa lantaran pangurbananipun. Menawi sampun mekaten, sejatosipun kita boten cekap namung pitados kemawon ananging kita kedah nindakaken kanthi nyata iman kapitadosan punika wonten ing gesang kita.
Mitch Albom ugi nyerat pengalamanipun kalian salah setunggaling Rabi :
Wonten semanten ing musim panas, sesarengan kula lenggah ing ruang pendamelan,
kula nggadahi pitakenan dateng salah setunggaling Rabi, “kadospundi piyambakipun saged dados rabi?”.Lajeng piyambakipun ngetang kalian drijinipun.
Sepisan, kula remen kalian manungsa.
Kalih, kula remen kalian kelembutan.
Tiga, kula remen kalian kesabaran.
Sekawan, kula remen anggenipun ngajar.
Gangsal, kula kuat wonten ing kapidatosan.
Enem, kula ngamalaken piwucal ingkang rumiyin.
Pitu – lan ingkang pungkasan – kula nindhakaken pesen tradisi : gesang kanthi leres, nindakaken kasaenan lan dipun berkati.
Boten wonten bab Gusti ing salebeting punika. Lajeng piyambakipun mesem.
“Gusti Allah wonten sakderengipun nomor setunggal”
Panutup
Kagem Gusti, sedaya kahanan saged nyata. Prekawis gesang ingkang ruwet betahaken manah ingkang iklas lan sabar ingkang katah. Kados Yusuf ingkang sabar anggenipun nglampahi proses ingkang awrat ngantos dados berkat kagem brayatipun. Mekaten ugi Para Rasul ingkang purun ngorbanaken gesangipun, nindakaken pakaryaning Gusti Allah.
Kita pitados Gusti Allah tansah nganthi, paring pitulungan lan pangayoman. Kados ingkang dipun tindakaken Gusti Yesus ingkang maringi katentreman para sakabat nalika ngadepi prahara ing satengahing saganten. Langkung malih kagem kita sedaya, Gusti Yesus sampun ngorbanaken Sariranipun supados kita katebus saking dosa. Gusti Yesus sampun paring pangluwaran kangge manungsa ingkang dipun tresnani. Sih Rahmatipun ingkang ageng punika ngengetaken kita supados tansah setya tuhu wonten ing iman kapitadosan. Pitados dhumateng Gusti Allah punika ngiyataken iman kita. Mangga kita purun mbangun diri lan manah ingkang langkung setia, ngestokaken pakaryanipun Gusti lantaran pigesangan kita, patunggilan ugi pasamuwan. Amin (Vie).
Pamuji : KPJ. 335 : 1, 2 Ana Prau Layar