Menjadi seperti Allah, Membongkar Pilar Pemisah Khotbah Minggu 16 Agustus 2020

3 August 2020

Minggu Biasa – Bulan Pembangunan GKJW
Stola Hijau

Bacaan 1         :  Kejadian 45 : 1 – 15
Bacaan 2         : 
Roma 11 : 1 – 2a, 29 – 32
Bacaan 3         : 
Matius 15 : 21 – 28

Tema Liturgis :  Hidup Menurut Jalan yang Ditunjukkan Tuhan
Tema Khotbah: 
Menjadi seperti Allah, Membongkar Pilar Pemisah

Penjelasan Teks Bacaan:
(Tidak perlu dibaca di mimbar, cukup dibaca saat mempersiapkan khotbah)

Kejadian 45 : 1 – 15
Bangsa Israel memiliki tradisi hikmat yang kuat. Dan dalam kisah hidup Yusuf kita merasakan adanya suasana dan berlakunya ‘hikmat’ yang di dalamnya menunjuk pada satu makna yang besar yaitu karya Allah yang memilih Israel sebagai bangsa pilihan-Nya. Yusuf adalah tokoh yang biasa namun dipanggil dan dipakai Allah untuk menunjukkan bahwa tidak ada yang bisa dibanggakan dibalik semua pencapaian-pencapaian kehidupan. Allah yang ikut campur tangan dengan cara-Nya yang tidak terduga sehingga dalam kisah kita, Yusuf berkata, “Untuk memelihara kehidupanlah Allah menyuruh aku mendahului kamu.” (ayat 5), “Maka Allah telah menyuruh aku mendahului kamu untuk menjamin kelanjutan keturunanmu di bumi ini dan untuk memelihara hidupmu.” (ayat 7). Kisah Yusuf  yang berjumpa kembali dan memperkenalkan diri kepada saudara – saudaranya memberikan penekanan kuat akan tindakkan Allah. Allah yang berkarya untuk mendatangkan kebaikan. Dan penekanan ini seharusnya menghindarkan bangsa Israel sebagai bangsa keturunan Yusuf dari anggapan yang salah terhadap eksistensinya yang menganggap dirinya lebih tinggi karena sebutan bangsa pilihan yang melekat pada dirinya. Sebagai bangsa keturunan Abraham, secara umum bangsa Israel dipanggil untuk menjadi saluran berkat Allah bagi seluruh bangsa.

Roma 11 : 1 – 2a, 29 – 32
Bacaan ini memberikan penjelasan tentang dasar teologis bagi pokok kebijaksanaan ajaran Paulus. Mengenai dirinya, Paulus mengatakan bahwa ia adalah seorang Israel, keturunan Abraham, suku Benyamin, dan nampaknya dulu Paulus berbangga dengan hal itu. Namun kebanggaannya itu berubah dengan pengakuan baru bahwa pekabaran Injil Tuhan bukan hanya dinyatakan kepada orang Yahudi saja, melainkan juga kepada orang Yunani (Roma 1:16 ; 2:9-10). Bahwa kemurahan Allah dianugerahkan bahkan kepada yang tidak taat (baik jemaat Roma maupun bukan jemaat Roma) sehingga Allah membuka tangan-Nya kepada semua orang tanpa penolakan. Hal ini menjadi hal yang mendasar dalam pengajaran Paulus mengingat Roma bukanlah jemaat hasil pekabaran Injil yang dilakukan Paulus. Karakteristik jemaat Roma adalah kentalnya pembedaan antara Kristen Yahudi dan Kristen Yunani, karena muncul keresahan dari pihak Kristen Yahudi ketika orang bukan Yahudi dapat menjadi anggota persekutuan Kristen secara langsung tanpa lewat agama Yahudi terlebih dahulu. Kesimpulan bacaan ini cukup jelas “Allah tidak memandang bulu”. Keselamatan yang semula bersifat intern Yahudi kemudian bergeser menjadi sangat universal.

Matius 15 : 21 – 28
Injil Matius memberi kesan bahwa pendengar perkataan Yesus adalah orang-orang Kristen yang berasal dari bangsa Yahudi. Sehingga kisah mengenai seorang perempuan kanaan yang memohon kesembuhan bagi anak perempuannya yang kerasukan setan menjadi sebuah alat bagi Tuhan Yesus untuk memberikan wawasan mengenai konsep keselamatan dan karya pertolongan Allah bagi semua orang. Di sini nampak kembali keuniversalan Injil yang memang bukan hanya bagi segelintir atau beberapa orang dan golongan namun bagi seluruh orang. Upaya ini yang dimunculkan oleh perempuan kanaan yang sedang memohon kesembuhan untuk anaknya yang kerasukan setan. Sang perempuan sedang mencoba membuka tirai-tirai yang membatasi anugerah keselamatan yang selama ini dipahami oleh pembaca yang hanya diterima oleh golongan pilihan. Dan bagi seorang Kanaan, perempuan dan yang memiliki anak perempuan yang kerasukan setan, tentu bukan masuk dalam kategori golongan terselamatkan. Namun respon sang perempuan, “Anjing makan remah-remah yang jatuh dari meja tuannya” (ayat 27). Ketika Tuhan Yesus melarangnya dengan ungkapan, “Tidak patut mengambil roti yang disediakan bagi anak-anak dan melemparkannya kepada anjing.” (ayat 26) menjadi penggambaran bahwa sang perempuan yang merasa dirinya rendah dan terpinggirkan namun sebenarnya merindukan jamahan kasih Tuhan.  Dan ketika anak perempuannya sembuh dari kerasukan setan karena Tuhan Yesus melihat iman sang ibu yang besar, menjadi epilog yang indah bagi pesan besar Injil Matius tentang sapaan Allah yang menyapa kaum terpinggirkan dan marginal.

Benang Merah Tiga Bacaan :
Keuniversalan kasih Allah nampak dalam sejarah perjalanan kehidupan manusia. Kasih dan karya penyelamatan Allah terwujud bagi semua bangsa, golongan, kelas masyarakat. Perlu interpretasi ulang ketika pemahaman manusia masih menunjukkan arogansi dan klaim keselamatan secara sepihak hanya untuk beberapa golongan atau kalangan. Karena sejatinya ketika Sang Maha Kasih menyatakan karya-Nya kepada semua ciptaan-Nya, maka kitapun dipanggil untuk berkarya dalam kasih tanpa sekat dan batas.

 

RANCANGAN KHOTBAH :  Bahasa Indonesia
(Ini hanya sebuah rancangan, silahkan dikembangkan sesuai konteks Jemaat)

Pendahuluan
UNESCO (Badan khusus PBB yang bergerak di bidang pendidikan, keilmuan dan kebudayaan) pernah mengusulkan sebuah konsep bagi semua proses belajar yang melibatkan 4 pilar utama, yaitu :

  1. Learning to know. Berkaitan dengan aspek kognitif yaitu sebuah proses belajar mengetahui.
  2. Learning to do. Pilar ini berkaitan dengan perilaku.
  3. Learning to be. Yang ini berkaitan dengan identitas diri naradidik, pembentukan identitas dan karakter.
  4. Learning to live together. Pilar keempat menekankan dimensi kebersamaan.

Konon, pilar ke 4 ditambahkan di kemudian hari oleh UNESCO setelah membaca adanya fenomena konflik yang terjadi akibat ketidakmampuan manusia mengelola perbedaan dan keberagaman. Hal inipun bisa saja menghinggapi komunitas gerejawi. Orang-orang Kristen canggung bergaul dengan orang yang berbeda agama, suku, golongan, kelamin, usia dan sebagainya. Sehingga menimbulkan prasangka dan penghakiman kepada kelompok dan golongan tertentu.

Isi
Penulis Injil Matius membuka wawasan baru berkaitan pemahaman bangsa Yahudi saat itu. Dalam teks kita Matius 15:21-28 digambarkan bagaimana seorang Perempuan Kanaan yang memiliki anak perempuan yang kerasukan setan dan sangat menderita mendatangi Yesus dan memohonkan kesembuhannya. Upayanya tidak main-man, mulai dari berseru, lalu mendekat dan menyembah. Menarik bahwa alasan Tuhan Yesus menolak adalah karena Dia hanya diutus kepada domba-domba yang hilang dari umat Israel. Penggambaran Tuan adalah Allah, anak-anak adalah bangsa Yahudi yang mengklaim dirinya berhak atas karya keselamatan (mendapat roti), dan anjing adalah bangsa-bangsa non Yahudi menjadi pendobrak konsep yang telah dipahami secara mentradisi bahwa Bangsa Yahudi yang merupakan keturunan bangsa Israel adalah bangsa yang istimewa melebihi bangsa lain.

Cerita mengenai perjumpaan Yusuf dengan saudara-saudaranya dalam bacaan pertama pun menggarisbawahi bahwa upaya penyelamatan Yusuf dari kejahatan saudara-saudaranya dalam kerangka karya penyelamatan Allah. Artinya, karya dan kasih Allah tidak bisa dan tidak seharusnya dibatasi dalam kotak-kotak bangsa, golongan, usia, suku dan sebagainya. Paulus pun sebagai orang Yahudi asli yang akhirnya mengikut Yesus mengajarkan paradigma baru bagi jemaat Roma yang rupanya menganggap rendah orang Non Yahudi yang menjadi Kristen.

Bagi  kita yang yang telah menerima kematian dan kebangkitan Kristus adalah percaya bahwa sudah tidak ada tabir pemisah, penghalang dan pembagi. Jika masih ada tabir pemisah, maka kita perlu berjuang dengan kekuatan Kristus untuk merobeknya. Tidak ada lagi pemisah antara bangsa pilihan dan kafir, semua orang punya hak yang sama dan dipersatukan dalam kasih karunia Yesus Sang Kristus. Allah telah menggulingkan pemisah dengan manusia yang mencintai dan dicintai-Nya

Penutup
Coba mari kita renungkan, tabir pemisah apa saja yang masih ada dalam kehidupan kita? Sekat-sekat apa yang masih memisahkan antara manusia satu dengan manusia lainnya, mengutamakan yang satu dan meremehkan yang lain, menyanjung yang satu dan menekan yang lain? Kita perlu menggulingkan batu yang memisahkan manusia lainnya atas dasar suku, agama, tingkat ekonomi, kelamin, usia dan banyak hal lain. Dan tidak membuat Tuhan terpisah pula dengan yang lemah. Kita perlu merayakan keberagaman dan kesatuan dengan konsep yang saling melengkapi. (AMT).

 

Nyanyian :  KJ. 424 : 1, 2, 3  Yesus Menginginkan Daku

 

 

RANCANGAN KHOTBAH : BASA JAWI

Pambuka
UNESCO (Badan khusus PBB ingkang mandegani prekawis pendidikan, keilmuan sarta kabudayan)  paring usul kangge proses pasinaon ingkang arupi 4 pilar utami, inggih punika :

  1. Learning to know. Punika satemah para siswa sami sinau kados pundi anggen mangertosi ilmu-ilmu punika.
  2. Learning to do. Pilar punika gegilutan kaliyan tumindaking urip.
  3. Learning to be. Para siswa kagulawenthah identitas saha karakteripun.
  4. Learning to live together. Pilar ingkang kaping sekawan punika paring penekanan kados pundi anggen gesang sesarengan kaliyan tiyang sanes.

Cariosipun, pilar ingkang kaping sekawan punika dipun tambahaken kaliyan UNESCO amargi ningali kahanan gesangipun manungsa ingkang ngetingalaken fenomena konflik amargi manungsa mboten saged ngelola kasunyatan gesang ingkang pinanggih kaliyan mawarni-warni golongan, suku, agami lan sapaliyanipun. Prekawis ingkang kados mekaten ugi saged dipunraosaken ing gesangipun tiyang Kristen. Kathah tiyang Kristen ingkang canggung nalika sesrawungan kaliyan tiyang ingkang beda agama, suku, golongan, jenis kelamin, usia lan sakpiturutipun, langkung-langkung kathah ingkang gampil paring penghakiman dhumateng golongan sanesipun. 

Isi
Injil Matius paring wawasan enggal bab kados pundi anggenipun mangertosi saha ngelampahi ajaranipun bangsa Yahudi. Wonten ing  Matius 15:21-28 paring gambaran nalika tiyang estri bangsa Kanaan ingkang kagungan anak estri ingkang kapanjingan dhemit nyuwun kasarasan dhumateng Gusti Yesus. Upayanipun kanthi tumemen, wiwit ngangge upaya nguwuh-uwuh ngantos marek lan sujud ing ngarsanipun Gusti Yesus. Ananging Gusti Yesus nampik damel wangsulan bilih Panjenenganipun punika kautus dhateng mendha-mendha Bani Israel ingkang sami ical. Bandara dados gambaran Gusti Allah, anak-anak dados gambaran bangsa Yahudi ingkang pitados bilih kawilujengan namung dipun tampi dening bangsanipun piyambak (kagambaraken dening roti), sarta segawon ingkang dados gambaran bangsa non Yahudi dados carios pancingan ingkang ndobrak pangerten ingkang sampun dados tradisi Bangsa Yahudi bilih katurunan bangsa Israel punika bangsa ingkang istimewa ngluwihi bangsa sanesipun.

Carios anggen Yusuf blakakake sariranipun dhateng para sadherekipun ingkang kaserat ing waosan sepisan nedahaken upaya Gusti Allah paring kawilujengan dhateng Yusuf nalika para sederek-sederek tumindak ala dhateng piyambakipun punika minangga dados tumindakipun Gusti Allah ingkang maha tresna. Punika ateges bilih tumindak sarta katresnanipun Gusti Allah boten saged dipun watesi kaliyan kotak-kotak bangsa, golongan, usia, suku lan sakpiturutipun. Lajeng langkung dipun kiyataken ing waosan ingkang kaping kalih nalika Paulus ingkang dados tiyang Yahudi tulen, ingkang pungkasanipun nderek Gusti Yesus paring ajakan supados pasamuwan Rum purun ngowahi pangertenipun ingkang remen ningali tiyang non Yahudi ingkang dados Kristen ngangge paningal ingkang ngremehaken.

Kangge kita para pitados, seda lan wungunipun Gusti Yesus kedah dipun mangertosi bilih sampun mboten wonten malih tabir ingkang dados pamisah, penghalang utawi pembagi ing gesang kita kaliyan tiyang sanes. Menawi taksih wonten pamisah, punika kedah dipun suwek kanthi nyuwun kakiyatan Gusti piyambak. Sampun boten wonten pamisah bangsa pilihan sarta bangsa kafir. Sedaya tiyang kagungan hak ingkang sami sarta dipun tunggilaken ing katresnanipun Gusti Yesus.

Panutup
Sakmangke, cobi kita sami raos-raosaken, tabir pamisah punapa kemawon ingkang taksih wonten ing gesang kita? Sekat-sekat punapa ingkang misahaken kita kaliyan manungsa sanesipun? Punapa kita taksih ngunggulaken tiyang setunggal lajeng ngremehaken tiyang sanesipun? Kita  nyanjung tiyang setunggal lajeng mboten nganggep tiyang sanesipun? Kita kedah nggulingaken pamisah ing gesang arupi suku, agama, tingkat ekonomi, jenis kelamin, usia lan kathah panisah sanesipun ugi kita mboten ndadosaken Gusti kapisah kaliyan ingkang ringkih. Amin. (AMT).

 Pamuji : KPJ.  339   Iba Dennya Mbingahaken

Renungan Harian

Renungan Harian Anak