Minggu Biasa | PK. Ekumene
Stola Putih
Bacaan 1: Kejadian 2 : 18 – 24
Mazmur: Mazmur 8 : 1 – 10
Bacaan 2: Ibrani 1 : 1 – 4, 2 : 5 – 12
Bacaan 3: Markus 10 : 2 – 16
Tema Liturgis: GKJW Berekumene untuk Mewujudkan Keadilan Sosial bagi Kelompok Marginal
Tema Khotbah: Membangun Relasi untuk Saling Menolong
Penjelasan Teks Bacaan:
(Tidak perlu dibaca di mimbar, cukup dibaca saat mempersiapkan khotbah)
Kejadian 2 : 18 – 24
Kejadian 2:18-24 ada pada permulaan kisah mengenai penciptaan. Dalam Kejadian 1 pada waktu Allah menciptakan, berkali-kali disebutkan bahwa ciptaan-ciptaan tersebut ‘baik’ (Kej. 1:4, 10, 12, 18, 21, 25). Namun pada Kejadian 2:18 dimulai dengan kata ‘tidak baik’. Kata penghubung ‘tidak baik’ dalam 2:18 tidak dimaksudkan sebagai sebuah kontradiksi, melainkan ini berkaitan dengan tugas yang Allah nyatakan kepada Adam di ayat 15 untuk mengusahakan dan memelihara taman Eden. Dengan demikian, kata ‘tidak baik’ menunjukkan bahwa Adam tidak dapat melaksanakan tugas mengusahakan dan memelihara taman Eden tersebut sendirian.
Realitas yang kita miliki sebagai manusia bahwa kita membutuhkan orang lain untuk menolong di tengah kelemahan kita. Atas dasar tersebut kemudian dalam ayat selanjutnya dikatakan ‘Aku akan menjadikan baginya penolong’. Kata penolong berasal dari kata dalam bahasa Ibrani “Ezer”, yang dalam Perjanjian Lama banyak menunjuk pada Allah (Mzm. 10:14; 28:7; 30:11; 33:20; 37:40; 46:6; 54:6; 70:6; 79:9; 86:17; 89:20; 109:26; 115:9-11; 118:7, 13; 119:86, 173, 175; 121:2; 124:8; 146:5; Yes. 41:10, 13-14, dll). Menurut John E. Hartley dalam bukunya berjudul Genesis: Understanding the Bible Commentary, ketika kata ‘penolong’ dikaitkan dengan ayat 18, maka yang menjadi penolong bagi Adam akan menyediakan apa yang kurang pada Adam. Penolong akan hadir untuk melengkapi kekurangan sehingga tugas dan panggilan Allah dalam diri Adam untuk memelihara Eden dapat dilakukan. Perikop ini kiranya memberikan penegasan bagi kita bahwa dalam melakukan panggilan Allah kita tidak dapat melakukannya sendiri, kita membutuhkan penolong, yakni orang lain di sekitar kita.
Ibrani 1 : 1 – 4, 2 : 5 – 12
Ibrani 2:5-12 bukanlah perikop yang mudah dimengerti. Penulis memulai dengan mengutip Mazmur 8:4-6. Mazmur 8 sesungguhnya secara keseluruhan ditujukan kepada manusia. Mazmur ini berisi pujian tentang kemuliaan yang diberikan Allah kepada manusia. Namun, ada satu ungkapan dalam Mazmur 8 yang sulit dimengerti, yakni ungkapan anak manusia. Bagi kita, ungkapan anak manusia seringkali dihubungkan dengan Yesus. Namun kata ‘anak manusia’ dalam Mazmur 8 berasal dari kata dalam bahasa Ibrani ben adam, yang berarti seorang manusia. Sebagai contoh dalam Kitab Yehezkiel, Allah memanggil Yehezkiel dengan sebutan ‘anak manusia’ lebih dari delapan puluh kali (Yeh. 21:2, 30:2, dll). Dengan demikian penggunaan kata ‘anak manusia’ dalam Mazmur maupun dalam Ibrani 2:6 dimaknai sebagai manusia secara umum. Konteks surat Ibrani adalah adanya penderitaan yang dialami oleh jemaat mula-mula (Ay. 10). Dalam penderitaan tersebut, Yesus hadir untuk menolong ‘anak manusia’ (baca: manusia).
Markus 10 : 2 – 16
Pertanyaan orang Farisi kepada Yesus adalah seputar perpisahan atau pemisahan. Dalam konteks sempit, kita melihat pertanyaan ini tentang hubungan suami-istri, namun dalam konteks yang lebih besar kita dapat memaknainya dengan pertanyaan tentang pemisahan relasi yang lebih luas.
Pernikahan merupakan hal yang sangat diidam-idamkan di lingkungan masyarakat Yahudi. Menjaga hidup suci di tengah relasi keluarga menjadi konsen penting bagi orang Yahudi. Namun, menurut hukum Yahudi, perempuan dianggap sebagai sebuah benda. Ia tidak mempunyai hak hukum apa pun, tetapi selalu merupakan tumpuan kesalahan dari laki-laki, yang adalah kepala keluarga. Akibatnya, laki-laki dapat menceraikan istrinya dengan alasan apa saja, sementara bagi seorang perempuan alasan yang boleh diajukan untuk menceraikan suami sangat sedikit. Hukum Yahudi mengenai perceraian bersumber pada Ulangan 24:1 yang berbunyi, “Misalkan seorang laki-laki mengambil seorang perempuan dan menjadi suaminya, tetapi ia kemudian tidak menyukai perempuan itu lagi, sebab didapatinya yang tidak senonoh padanya. Ia lalu menulis surat cerai dan menyerahkannya ke tangan perempuan itu serta menyuruh dia pergi dari rumahnya.” (TB 2 LAI). Hukum Yahudi memang mengatur tentang perceraian, namun Yesus menegaskan dalam ayat 11-12: “Siapa saja yang menceraikan istrinya lalu kawin dengan perempuan lain, ia berzina terhadap istrinya itu. Jika si istri menceraikan suaminya dan kawin dengan laki-laki lain, ia berzina.” (TB 2 LAI).
Demikian pula dalam ayat 13-16, ketika anak-anak datang kepada Yesus dan para murid memarahi anak-anak serta ingin memisahkan mereka dari Yesus. Yesus melarang para murid membawa perpisahan. Ia justru mengajak para murid untuk belajar dari anak-anak, karena merekalah yang empunya Kerajaan Allah.
Benang Merah Tiga Bacaan:
Dari ketiga bacaan, kita belajar tentang pentingnya relasi. Manusia tidak dapat hidup sendiri, namun senantiasa memerlukan penolong dalam hidupnya. Tentu tidak hanya membutuhkan penolong, namun bersedia hadir pula bagi orang lain sebagai penolong. Alih-alih merancangkan perpisahan, manusia semestinya mengupayakan kesatuan relasi dengan sesama.
Rancangan Khotbah: Bahasa Indonesia
(Ini hanyalah sebuah rancangan khotbah, silakan dikembangkan sesuai dengan konteks jemaat masing-masing)
Pendahuluan
Shakaiteki hikikomori (menarik diri secara sosial) merupakan salah satu budaya di Jepang, di mana banyak orang Jepang mengasingkan diri dari orang-orang di luar. Budaya ini melanda mereka yang berusia 20-64 tahun. Jumlahnya (2019) mencapai 613.000 orang. Mungkin berbeda dengan di Jepang, di Indonesia kebanyakan orang masih suka melakukan pertemuan dan perkumpulan-perkumpulan. Namun sayangnya di tengah pertemuan atau perkumpulan tersebut tidak sedikit yang tidak benar-benar hadir secara utuh, karena disibukkan dengan aktifitas di dunia maya. Tentu tidak salah dengan game dan medsos, tetapi penyalahgunaannya yang salah dapat memicu budaya anti sosial atau ansos: lebih asyik di dunia maya ketimbang di dunia nyata. Budaya ini menunjukkan budaya individualisme yang sedang marak dewasa ini.
Mungkinkah budaya individualime ini juga terjadi pada gereja? Mungkin saja. Manakala primordialisme sempit dibangun, relasi dengan agama lain bahkan gereja lain tertutup tembok-tembok yang tinggi, gereja bisa menjadi an-sos. Dalam peribadatan pada saat ini, kita akan belajar dari bacaan PL, surat-surat serta Injil tentang pentingnya membangun relasi.
Isi
Bacaan pertama kita dalam Kejadian 2:18-24 berbicara tentang pentingnya penolong bagi manusia. Manakala kita membaca teks ini, kemungkinan besar pikiran kita langsung terhubung dengan relasi suami-istri. Tentu pikiran yang demikian tidak salah, karena memang teks Kejadian 2:18-24 kerap dipakai dalam khotbah pemberkatan perkawinan, dan memang di bagian ayat 24-25 berbicara tentang relasi suami-istri. Namun pada kesempatan ini mari kita memperhatikan secara lebih mendalam apa yang terdapat pada ayat 18. Kejadian 2:18-24 ada dalam kisah mengenai manusia pertama yang ditempatkan oleh Allah di taman Eden. Keberadaan manusia pertama (Adam) di taman Eden bukan tanpa tujuan. Dalam ayat 15 dikatakan demikian: “Tuhan Allah mengambil manusia itu dan menempatkannya di Taman Eden untuk mengerjakan dan memelihara taman itu.” Ada tanggung jawab yang diberikan oleh Tuhan kepada manusia, yakni mengerjakan dan memelihara taman Eden. Setelah ayat 15, di ayat 16 dan 17, Tuhan Allah berfirman tentang buah pengetahuan yang tidak boleh dimakan oleh manusia. Kemudian pada ayat 18, Tuhan Allah berfirman tentang perlunya penolong yang sepadan bagi Adam. Itu berarti ayat 18 ada dalam kerangka tugas yang diberikan oleh Tuhan pada ayat 15. Kebutuhan tentang penolong yang sepadan ada oleh karena tugas perutusan bagi manusia untuk mengerjakan dan memelihara taman. Pekerjaan mengerjakan dan memelihara taman Eden tidak bisa dilakukan sendirian. Manusia membutuhkan penolong untuk melakukannya. Kata penolong berasal dari kata dalam bahasa Ibrani “Ezer”, yang dalam Perjanjian Lama banyak menunjuk pada Allah (Mzm. 10:14; 28:7; 30:11; 33:20; 37:40; 46:6; 54:6; 70:6; 79:9; 86:17; 89:20; 109:26; 115:9-11; 118:7, 13; 119:86, 173, 175; 121:2; 124:8; 146:5; Yes. 41:10, 13-14, dll). Menurut John E. Hartley dalam bukunya berjudul Genesis: Understanding the Bible Commentary, ketika kata ‘penolong’ dikaitkan dengan ayat 18 maka yang menjadi penolong bagi Adam akan menyediakan apa yang kurang pada Adam. Penolong akan hadir untuk melengkapi kekurangan sehingga tugas dan panggilan Allah dalam diri Adam untuk memelihara Eden dapat dilakukan.
Bacaan kedua dan ketiga pada saat ini juga berbicara hal yang senada. Bacaan kedua mengingatkan kita tentang keberadaan manusia yang diciptakan oleh Tuhan Allah dengan sangat berharga. Penulis surat Ibrani (Ibr. 2:6-7) mengutip ungkapan dalam Mazmur 8:5-7. Manusia diciptakan oleh Tuhan dengan beragam keistimewaan, namun ternyata manusia telah jatuh ke dalam dosa. Dalam keberadaan berdosa tersebut manusia tidak dapat menyelamatkan dirinya sendiri, sehingga membutuhkan penolong. Penolong yang dimaksud adalah Yesus yang telah bersedia turut menderita dan mati demi menebus dosa manusia (Ibr. 2:9).
Demikian pula bacaan ketiga berkisah tentang nasihat Yesus agar menjaga relasi dan bukan memisahkan relasi. Orang-orang Farisi datang untuk mencobai Yesus dengan bertanya pendapat-Nya mengenai perceraian (Mrk. 10:2). Menjawab jebakan pertanyaan dari orang-orang Farisi tersebut, Yesus menjawab dengan menunjukkan tentang perintah yang diberikan Musa berkaitan dengan perceraian (Ay. 4). Namun lebih dari pada itu, Yesus mengingatkan mereka tentang pentingnya menjaga relasi suami-istri (Ay. 10-12). Demikian pula ketika anak-anak datang kepada Yesus, para murid menganggap mereka sebagai gangguan sehingga para murid mencoba mengusir anak-anak itu. Namun Yesus kembali menunjukkan tentang pentingnya relasi. Yesus justru mengijinkan anak-anak itu bersama dengan-Nya, bahkan menyebut anak-anak itu sebagai pemilik Kerajaan Allah.
Penutup
Minggu ini kita bersama ada dalam penghayatan Perjamuan Kudus Ekumene. Kata Ekumene berasal dari dua suku kata dalam bahasa Yunani, yakni oikos (=rumah) dan menein (=tinggal). Dengan demikian Ekumene berarti kesediaan untuk tinggal bersama dalam satu rumah. Kesediaan untuk membangun relasi dengan komunitas lain, kesediaan untuk ditolong dan menolong komunitas lain. Melalui pelayanan Perjamuan Kudus Ekumene pada saat ini, kita diingatkan bahwa komunitas gereja kita terhubung dengan komunitas gereja yang lain di seluruh penjuru dunia. Mari kita saling membangun relasi untuk menjadi penolong dan bersedia pula untuk ditolong oleh komunitas di luar kita. Amin. [ANS].
Pujian: KJ. 249 : 1, 2 Serikat Persaudaraan
Rancangan Khotbah: Basa Jawi
(Punika namung rancangan khotbah, saged dipun kembangaken miturut konteks pasamuwan piyambak)
Pambuka
Shakaiteki hikikomori (narik dhiri saking sesambetan) salah satunggaling budaya ing Jepang, nalikanipun kathah tiyang Jepang ingkang mboten purun sesambetan kaliyan tiyang sanes. Budaya punika katindakaken dening tiyang ing yuswa 20-64 taun. Cacahipun ing tahun (2019) dumugi 613.000 tiyang. Mbok menawi benten kaliyan Jepang, wonten Indonesia kathah tiyang ingkang taksih remen kekempalan. Nanging emanipun sanadyan wonten ing salebeting kekempalan, mboten sekedhik tiyang ingkang kempal sacara utuh, karana sibuk kaliyan gadgetipun piyambak-piyambak. Tamtu mboten lepat nindakaken game utawi medsos, nanging menawi anggenipun ngginakaken kanthi lepat, saged ndadosaken tiyang mboten purun mbangun sesambetan kaliyan tiyang sanes, utawi asring dipun wastani an-sos: anti sosial. Budaya punika nedahaken bilih individualisme tansaya ngrembaka wonten ing wekdal samangke.
Punapa budaya ingkang kados mekaten saged kalampahan wonten ing greja? Saged kemawon. Nalikanipun greja langkung nengenaken kasaenan kelompokipun piyambak tansaya kiyat wekdal sesambetan kaliyan agama sanes, malah kepara greja saged katutup dening tembok-tembok ingkang inggil, lajeng saged ugi greja dados an-sos (anti sosial). Waosan kita ing dinten punika ngemutaken kita bab wigatosing sesambetan kaliyan kelompok sanes.
Isi
Waosan kita ingkang sepisan saking Purwaning Dumadi 2:18-24 ngrembag bab wigatosing rowang kang sembada. Tembung rowang saking tembung rewang nggadhahi teges ‘tulung’. Nalika kita maos waosan punika, pikiran kita langsung enget kaliyan sesambetan ing antawisipun tiyang jaler lan pawestri ing salebeting sesemahan. Tamtu pikiran ingkang kados mekaten mboten lepat, karena waosan PD 2:18-24 asring kawedhar ing salebeting pangabekti pamberkatan perkawinan, mila wonten ing ayat 14-15 ngrembag bab sesambetan ing antawisipun jaler lan pawestri. Nanging wonten ing wekdal punika, sumangga kita sinau langkung bebles punapa ingkang kaserat wonten ing ayat 18. Purwaning Dumadi 2:18-24 punika nyariosakan nalikanipun manungsa kapisan inggih punika Adam kapapanaken wonten ing taman Eden. Kawontenan manungsa kapisan (Adam) ing taman Eden mboten tanpa tujuan. Wonten ing ayat 15 kaserat mekaten, “Sang Yehuwah mundhut manungsa mau kapapanake ana ing taman Eden kakarsakaken ngolah lan ngreksa.” Wonten tanggel jawab ingkang kaparingaken dening Gusti dhateng Adam, inggih punika ngolah lan ngreksa taman Eden. Sasampunipun ayat 15, wonten ing ayat 16-17 Gusti Allah maringaken dhawuh bab wohing pangawruhing becik lan ala ingkang mboten pareng katedha dening manungsa. Lajeng wonten ing ayat 18, Gusti Allah paring pangandika bab wigatosing rowang tumraping manungsa. Punika negesaken bilih ayat 18 wonten gandeng cenengipun kaliyan ayat 15. Kebetahan rowang kang sembada inggih punika karana tanggel jawab ingkang kaparingaken Gusti tumraping manungsa saperlu ngolah lan ngreksa taman Eden. Pakaryan ngolah lan ngreksa taman Eden mboten saged katindakaken piyambakan. Manungsa mbetahaken rowang ingkang wonten ing basa Ibrani kapendet saking tembung ‘ezer’. Tembung ezer wonten ing Kitab Suci sacara wradin kaginakaken magepokan kaliyan Gusti Allah ingkang dados juru pitulung tumraping manungsa (Mzm. 10:14; 28:7; 30:11; 33:20; 37:40; 46:6; 54:6; 70:6; 79:9; 86:17; 89:20; 109:26; 115:9-11; 118:7, 13; 119:86, 173, 175; 121:2; 124:8; 146:5; Yes. 41:10, 13-14, dll). Miturut John E. Hartley wonten ing bukunipun Genesis: Understanding the Bible Commentary, nalika tembung ‘rowang’ kacundhukaken kaliyan ayat 18 mila ingkang dados juru pitulung tumraping Adam badhe nambahi punapa ingkang kirang saking Adam. Rowang punika badhe nutupi kekiranganipun tiyang sanes satemah timbalan saking Gusti wonten ing Adam anggenipun ngolah lan ngreksa taman Eden saged katindakaken kanthi sae.
Waosan kaping kalih lan kaping tiga wonten ing wekdal punika ugi nyariosaken bab ingkang sami. Waosan kaping kalih ngengetaken kita bab kawontenanipun manungsa ingkang katitahakan kanthi kawontenan ingkang mulya. Serat Ibrani (Ibr. 2:6-7) methik saking Jabur 8:5-7. Manungsa kayasa dening Gusti kanthi marupi-rupi kasanenan, nanging kanyatanipun manungsa dhumawah wonten ing dosa. Wonten ing kawontenan ingkang kebak dosa, manungsa mboten saged milujengaken dhirinipun piyambak, pramila mbetahaken juru pitulung. Juru pitulung ingkang dipun sebat wonten ing serat Ibrani, inggih punika Gusti Yesus ingkang kersa nandhang sangsara malah kepara seda sinalib saperlu ngluwari manungsa saking dosa (Ibr. 2:9).
Mekaten ugi wonten ing waosan kaping tiga ngrembag bab wigatosing sesambetan lan mboten misahaken sesambetan. Tiyang-tiyang Farisi sowan saperlu badhe nyobi dhateng Gusti Yesus lan mundut pirsa pamanggih bab pegat (Mrk. 10:2). Mangsuli pitakenan saking tiyang Farisi, Gusti Yesus paring wangsulan kanthi ngemutaken bab dhawuhipun Musa bab pegat (Mrk. 10:4). Nanging Gusti Yesus ngemutaken bab wigatosipun njagi sesambetan ing antawisipun sesemahan (Ay. 10-12). Mekaten ugi nalika para lare sowan dhateng Gusti Yesus, para sakabat lajeng nyrengeni para lare. Nanging Gusti Yesus sepisan malih ngemutaken bab wigatosing sesambetan. Gusti Yesus malah kepara ngeparengaken lare-lare celak kaliyan Panjenenganipun.
Panutup
Minggu punika kita wonten ing Bujana Suci Ekumene. Tembung Ekumene kapendhet saking tembung wonten ing basa Yunani, oikos (= griya) dan menein (= mapan). Kanthi mekaten Ekumene negesaken semangat gesang sesarengan wonten ing satunggaling griya ingkang sami. Purun mbangun relasi kaliyan komunitas sanes, purun dipun tulungi lan purun nulungi komunitas sanes. Lumantar bujana suci Ekumene dinten punika kita kaemutaken bilih greja kita wonten sesambetan kaliyan greja sanes saindenging bumi. Sumangga kita mbangun sesambetan temahan dados juru pitulung lan purun dipun tulungi dening komunitas sanes. Amin. [ANS].
Pamuji: KPJ. 348 : 1, 2 Pasamuwan Kang Nyawiji