Yuk, Ikut Berjuang untuk Pembebasan! Khotbah Minggu 4 Maret 2018

20 February 2018

Pra Paskah 3 / Hari Doa Sedunia
Stola Ungu

 

Bacaan 1         : Keluaran 20 : 1-17
Bacaan 2         : I Korintus 1 : 18-25
Bacaan 3         : Yohanes 2 : 13-25

Tema Liturgis  :Mengosongkan Diri dalam Ketaatan kepada Kehendak Tuhan
Tema Khotbah: Yuk, Ikut Berjuang untuk Pembebasan!

 

KETERANGAN BACAAN
(Tidak perlu dibaca di mimbar, cukup dibaca saat mempersiapkan khotbah)

Keluaran 20 : 1-17

Perjanjian adalah tema yang menggema dalam penghayatan iman bangsa Israel. Dalam pasal 19 sebelumnya, Allah menampakkan diri-Nya kepada Musa dan menyinggung mengenai perjanjian-Nya dengan bangsa Israel (Kel 19:5). Kemudian dalam pasal 24, dilakukan upacara pengikatan perjanjian antara Allah dan bangsa Israel. Perjanjian ini menegaskan bahwa YHWH adalah Allah Israel dan Israel adalah umat milik YHWH. Dengan perjanjian tersebut, Israel merupakan umat yang terikat dalam ikatan kesetiaan kepada Allah yang memilih mereka sebagai umat-Nya.

Pengikatan Perjanjian antara Allah dan bangsa Israel ini memang berlaku sekali untuk selamanya. Namun perlu dipahami bahwa perjanjian itu memiliki konsekuensi supaya bangsa Israel mengikatkan diri mereka. Sebab hakikat dari Perjanjian adalah kesepakatan kedua belah pihak. Anugerah perjanjian ini adalah warisan turun-temurun yang harus dijaga dari generasi ke generasi dalam bangsa Israel.

Dengan demikian, hukum-hukum yang diberikan Allah (baik itu Dasa Titah dan hukum-hukum serta ketetapan yang lain) adalah implikasi hubungan perjanjian tersebut. Sehingga, memberlakukan hukum Allah adalah bukti bahwa bangsa Israel tetap terikat dalam Perjanjian dengan Allah.

Selain itu, hukum-hukum yang diberikan Allah juga merupakan cara Allah menyatakan dan memperkenalkan diri-Nya kepada bangsa Israel. Misalnya di dalam pembukaan Dasatitah ini, Ia menjelaskan pembebasan yang dilakukan-Nya bagi bangsa Israel (ay 2) serta secara eksplisit menyatakan dirinya sebagai Allah yang cemburu, namun sekaligus berlimpah kasih kepada umat perjanjian-Nya yang setia (ay 5 dan 6).

I Korintus 1 : 18-25

Pemberitaan tentang salib sangatlah sulit diterima setidaknya oleh dua kalangan besar di jemaat Korintus. Bagi orang-orang Yahudi yang berpegang pada hukum, tidak mungkin bagi mereka bahwa Yesus yang mati di salib terkutuk adalah Mesias (lih Ul 21:23). Sedangkan bagi orang-orang Yunani, inkarnasi Allah di dalam Yesus yang mati tersalib tidaklah masuk akal. Sebab Allah yang sempurna dan ‘baik’ itu tidak mungkin mengambil rupa sebagai manusia yang tidak sempurna, apalagi lalu mati tersalib.

Cara pikir orang Yahudi dan Yunani yang meragukan serta menolak cara Allah melalui salib inilah yang justru dipakai Paulus dalam rangka pertahanan dan penjelasannya. Ayat 20, 21 dan 25 memperlihatkan perlawanan Paulus terhadap pemikiran dua kalangan ini. Titik pijak yang dipakai adalah ‘kelemahan dan ketidaksempurnaan’ manusia dalam menangkap kesempurnaan Allah. Bukankah manusia memang tidak akan mampu menyelami hakikat kesempurnaan Allah? Jika perbuatan Allah dapat dimengerti dan dijelaskan sempurna, bukankah manusia berarti telah sempurna seperti Allah? Dengan demikian, salib yang nampak sebagai batu sandungan dan kebodohan, menjadi sebuah alasan tepat untuk menerima Allah yang sempurna dalam ketidaksempurnaan manusia.

Yohanes 2 : 13-25

Dalam rangka persiapan Paskah, Yesus dan murid-murid-Nya pergi ke Yerusalem. Yesus–yang sering digambarkan sebagai sosok yang penuh kasih dan mudah berbelas kasihan–marah besar bahkan menakutkan (sambil membawa cambuk). Yesus mengusir dan mengobrak-abrik para pedagang dan penukar uang yang ada di sana. Tentu bukan masalah penyediaan hewan-hewan korban dan penukaran uang yang memicu kemarahan Yesus. Sebab, tradisi Yahudi menghayati hukum-hukum dan ketetapan tertentu dalam hal tata cara pemberian korban. Jadi penyediaan korban dan penukaran uang ini sebenarnya menolong para peziarah yang akan melakukan ibadah di Bait Allah ini.

Yang membuat Yesus murka adalah praktek korup dan pemerasan yang dilakukan dalam kegiatan tersebut. Hukum Allah dipakai sedemikian rupa sebagai alat untuk memeras orang dan mendapatkan keuntungan. Bait Allah yang seharusnya dihayati sebagai simbol kehadiran Allah (Sang Pembebas Israel), justru menjadi tempat penindasan. Maka sekali lagi, Allah dalam diri Yesus membersihkan, membereskan dan membebaskan penindasan itu.

BENANG MERAH TIGA BACAAN

Perjuangan dalam rangka pembebasan tidak pernah selesai di dunia ini. Dari jaman Israel sampai jaman Yesus (bahkan sampai saat ini), Allah menunjukkan pertolongannya untuk membebaskan manusia. Kita yang telah dibebaskan, seharusnya ikut andil dalam perjuangan pembebasan di tengah kehidupan ini.

 

RANCANGAN KHOTBAH: Bahasa Indonesia
(Ini hanya sebuah rancangan; bisa dikembangkan sesuai konteks jemaat)

Pendahuluan

Saya termasuk orang yang malas mandi. Saya ingat sebuah kejadian menarik ketika saya SMP. Matahari sudah lama terbenam namun saya belum juga mandi. Ibu saya dengan jengkel menyuruh saya mandi untuk kesekian kalinya sesore itu. Karena bosan mendengar omelan itu, akhirnya saya menjawab, “halah nyapo to kok harus mandi barang? Aku bosen gerakane gitu-gitu tok ae. Lagian nanti habis mandi ya kotor lagi kok. Percuma ah, buang-buang air sama tenaga.” Lalu dengan masam ibu sayapun berkata : “Yowes! mulai sekarang ibu ya gak masak buat kamu ya.. Kamu nggak usah makan, percuma lha wong habis makan ya lapar lagi

Isi

Kalau kita berbicara mengenai masalah, nampaknya sama juga demikian. Selalu ada setiap hari. Mungkin malah kita pernah bosan dengan masalah di tengah-tengah kehidupan kita yang sama. Itu-itu saja. Demikian juga bacaan kita yang pertama dan ketiga hari ini menceritakan permasalahan (dalam bentuk penindasan) yang terjadi dalam sejarah mulai dari jaman bangsa Israel sampai jaman Yesus.

Kita perlu mengingat konteks bacaan kita yang pertama. Dahulu, bangsa Israel mengalami perbudakan dan penindasan di Mesir. Lalu Allah menolong dan membebaskan mereka. Allah memilih bangsa Israel sebagai umat-Nya dan menjamin keselamatan bangsa itu ada di bawah naungan-Nya. Perjanjian Allah itu diberikannya pada Kel 19:5 dan diteguhkan dalam pasal 24. Pemilihan Allah atas umat Israel itu bukan tanpa konsekuansi. Seperti di dalam konsep sebuah perjanjian, bangsa Israel perlu menunjukkan kesetiaannya kepada Allah. Wujudnya adalah dengan melakukan segala hukum dan ketetapan yang diberikan Tuhan. Jadi, hukum dan ketetapan Tuhan kepada bangsa Israel itu adalah wujud bangsa Israel mengikatkan diri dan kesetiaannya kepada Allah yang telah menolong dan membebaskan mereka.

Namun kemudian yang menarik, dalam bacaan kita yang ke 3, hukum dan ketetapan Allah yang diwariskan dalam tradisi Yahudi itu justru menjadi alat untuk menindas. Pemerasan terjadi dalam kegiatan jual-beli ternak untuk korban bakaran serta penukaran uang di Bait Allah. Ternak dijual jauh lebih tinggi dari seharusnya dan penukaran uang juga dengan ketetapan yang membuat keuntungan berlipat-lipat. Hukum Allah yang sejatinya adalah wujud bangsa Israel untuk mengingat tindakan pembebasan Allah, justru dipakai sedemikian rupa untuk memeras dan menindas. Parahnya, itu dilakukan di Bait Allah, tempat yang dijadikan sebagai simbol kehadiran Allah. Maka, tidak heran bahwa Yesus yang sering digambarkan sebagai sosok yang penuh kasih ini kemudian marah besar. Marah sambil membawa cambuk bukanlah sebuah kemarahan biasa. Yesus murka dan mengusir  para pedagang serta penukar uang itu. Ia menyucikan Bait Allah. Ia membebaskan umat dari penindasan dan pemerasan.

Bapak Ibu sdr, ketika berbicara mengenai pembebasan, tentu sebenarnya kita sadar bahwa pembebasan itu tidak pernah selesai. Masalah selalu muncul sehingga pembebasan selalu dibutuhkan. Melihat kenyataan ini, tidak sedikit orang menyikapinya seperti yang saya lakukan ketika disuruh mandi tadi. “halah, wes ben! sesuk ya ngene maneh..”  Apalagi, bila perjuangan itu kaitannya dengan orang lain. Membantu pembebasan orang lain, menolong permasalahan pihak lain. “ halah males, nyapo to kok buang waktu, buang tenaga, buang uang untuk orang lain”, “membantu orang miskin, toh ya kemiskinan masih ada terus”, “memerangi kejahatan, nyapo? Wong kejahatan ya mesti ada terus”.

Demikianlah seperti yang dihadapi Paulus yang dituangkan dalam surat Korintus yang pertama tadi. Berita tentang salib adalah sebuah kebodohan! Berjuang demi pembebasan adalah sebuah kebodohan! Tapi, apakah benar demikian?

Perjuangan pembebasan bukanlah sebuah kebodohan, bukan pula kesia-siaan yang tak harus dilakukan. Allah saja menunjukkan bahwa diri-Nya senantiasa melakukan pembebasan dalam sejarah kehidupan manusia. Apakah berani kita berkata bahwa apa yang dilakukan Allah itu bodoh? Tidak, kan? Dan memang tidak! Sebab pembebasan adalah sumber kehidupan. Membebaskan berarti memberi kesempatan untuk hidup dan berkembang. Dan pembebasan sejatinya adalah identitas Allah. Allah adalah Sang Pembebas. Ia tidak pernah berhenti melakukan pembebasan-demi pembebasan di dalam sejarah kehidupan manusia sampai saat ini.

Penutup

Allah telah mewujudkan perjuangan pembebasan-Nya kepada kita melalui salib. Demikian juga setiap hari, jika kita peka, Allah masih dan sedang melakukan tindakan-tindakan pembebasan dan penyelamatan bagi kita. Dengan kenyataan ini, apakah kita masih merasa bahwa perjuangan pembebasan bukanlah hal yang penting untuk dilakukan? Apakah patut kita tergeming, mengambil jarak, sambil merasa bahwa perjuangan pembebasan adalah tindakan percuma?

Masa pra paskah dan terutama HDS ini adalah waktu yang baik untuk membuka lebar-lebar mata, telinga dan hati kita. Mari kita melihat keadaan sekitar kita dengan lebih peka. Ada banyak kesewenang-wenangan, ada banyak penindasan, ada banyak permasalahan, ada banyak kehidupan yang butuh ditolong.  Tidakkah kita rindu untuk ikut bersama-sama dalam perjuangan pembebasan dunia ini bersama dengan Allah? Maukah kita bergerak? Maukah kita berjuang, serta berkorban seperti Yesus?   [vin]

Nyanyian: KJ. 157, KJ 429:3, KJ 432


RANCANGAN KHOTBAH: Basa Jawi

Pembuka

Kula kalebet tiyang ingkang males adus. Kula taksih kemutan nalika SMP, kula didhawuhi ibuk adus, ngantos wungsal-wangsul didhawuhi nanging kula mboten adus-adus. Ibu ngantos radi duka lan gregeten. Kula piyambak inggih bosen mirengaken dhawuhipun ibuk ingkang wungsal-wangsul ngutus kula adus. Lajeng kula wangsuli : “walah buk.. nyapo kok kudu adus, paling yo ngono-ngono kuwi wae, lan sakwise adus ya rusuh maneh. Percuma buk, tiwas mbuwang banyu lan ngrepoti. Nyapo dadak adus barang?”, kanthi sebel ibu dhawuh : “nduk, yen ngono piye lek ibuk wiwit dina iki ora usah masak kanggo kowe ya, mbok kowe ora usah maem wae. Kan percuma to?  mari maem yo luwe maneh”

Isi

Menawi kita nggalih gesangipun manungsa, masalah menika mesti wonten kemawon. Kadang kala kita inggih judeg, amargi masalah menika nggih sami kemawon. “iku-iku ae masalahe”. Mekaten ugi ing waosan wiwitan (Pangentasan) lan waosan ketiga (Yokanan), nyariosaken masalah ingkang kawujud panindesan ingkang nyata rikala jaman bangsa Israel rumiyin ngantos ing jaman Gusti Yesus.

Kita mboten saged pisah kaliyan konteks waosan ingkang wiwitan. Kala semanten bangsa Israel ngalami pangawulan lan panindesan ing tanah Mesir. Nunten Gusti Allah mitulungi/ngluwaraken saking tanah pangawulan. Gusti Allah miji Bangsa Israel dados umat-Ipun lan nanggel kawilujenganipun bangsa punika. Bangsa Israel punika kareksa dening Gusti Allah piyambak. Prasetyanipun Gusti Allah dipunparingaken pinanggih ing Pangentasan 19:5 lan prasetyanipun diteguhkan  ing bab 24. Gusti Allah miji Bangsa Israel dados umat-Ipun punika mboten ateges tanpa konsekuensi. Kados dene wonten ing setunggiling perjanjian, umumipun dipunperlokaken kasetyan. Wujudipun kasetyan Bangsa Israel dumateng Gusti Allah menika, kanthi nindakaken sadaya titah dalasan kersanipun Gusti ingkang sampun mitulungi lan nguwalaken saking tanah pangawulan.

Ing waosan kaping tiga, angger-angger lan pranatanipun Gusti Allah ingkang turun-tumurun ing tradisinipun tiyang Yahudi punika, dados piranti kangge nindes ngasanes. Kewan-kewan ingkang dipunsade ing pedaleman suci punika dipun regeni inggil sanget katimbang limrahipun. Tiyang-tiyang ingkang usaha nukar arta, mendhet bathi ageng sanget. Angger-anggeripun Gusti Allah ingkang mestinipun kangge ngemut-emut pangluwaranipun/pitulunganipun Gusti Allah, malah dipunagem nindhes lan meres umat. Kok nggih kebacut, tumindak menika dipuntindakaken wonteng ing Pedaleman Suci, papan ingkang dipunpitadosi dados lambangipun Gusti Allah rawuh ing satengahing umat. Pramila, Yesus ingkang kasuwur kebak welas asih, dados pinanggih duka sanget. Panjenenganipun duka ngantos ngasta pecut. Tamtunipun menika mboten namung duka, nanging murka. Gusti Yesus nucekaken Pedaleman Suci lan kanthi mekaten, Panjenenganipun nguwalaken tiyang-tiyang ingkang saweg katindes, ingkang saweg dipun peres.

Bapa Ibu sdr, menawi kita ngrembag bab pembebasan, kita mangertos bilih pembebasan punika mboten nate rampung. Awit masalah menika tansah wonten, pembebasan inggih tansah dipunbetahaken. Ningali kenyataan menika, kathah tiyang ingkang nyikapi kados kula nalika dipunutus ibu adus: “halah wes ben.. sesuk yo ngene maneh!”  Menapa malih nalika perjuangan dipunkaitaken kaliyan tiyang sanes. Mitulungi lan mbebasaken tiyang sanes, mitulungi masalahipun tiyang sanes : “ halah males, nyapo to kok mbuang wektu, mbuang tenaga, buang duwit kangge wong liya”, “nulungi wong miskin, lah kemiskinan ya tansah ana”, “memerangi kadursilan, nyapo? Wong kadursilan ya tansah ana”.

Kados mekaten ingkang dipunadhepi Rasul Paulus ingkang kaserat ing serat Korinta ingkang sampun kita waos kala wau. Pawarta bab salib menika dipunanggep kabodhohan. Perjuangan pembebasan menika dipunanggep kabodhohan. Kados pundhi para sedherek, menapa leres mekaten?

Perjuangan pembebasan menika sanes sawijining kabodhohan, sanes perkawis ingkang nglaha lan mboten perlu dipuntindakaken. Gusti Allah tansah nindakaken pangluwaran ing sauruting sejarah gesangipun manungsa. Menapa kita wantun wicanten bilih ingkang dipuntindakaken Gusti menika setunggaling kabodhohan? Lak mboten, ta? Dan memang tidak demikian! Sabab, pangluwaran menika sumbering gesang. Pangluwaran artosipun maringi wewengan kangge gesang lan ngrembaka. Lan sejatosipun, pangluwaran punika identitasipun Gusti Allah. Allah menika Sang Pembebas! Gusti mboten nate kendel nindakaken pembebasan wonten ing sauruting gesang manungsa ngantos samangke.

Panutup

Gusti Allah sampun ngentas/nguwalaken kita lantaran margi salib. Mekaten ugi kita ing gesang padintenan, menawi kita ngraosaken, sejatosipun Gusti Allah saweg ngentasaken/milujengaken kita. Punapa kita taksih nganggep menawi pembebasan menika perkawis ingkang mboten wigatos lan nglaha kemawon?

Moment prapaskah ingkang sareng HDS menika sae sanget kangge migatosaken kawontenan sakiwa-tengen kita. Taksih kathah pinanggih kadadosan sawenang-wenang, panindesan lan kathah persoalan-persoalan sesami ingkang mbetahaken pitulung. Punapa manah kita mboten katimbalan sesarengan kaliyan Gusti Allah, nderek cawe-cawe wonten ing salebeting gerakan pembebasan? Punapa kita purun ngudi klayan saestu? Punapa kita purun berjuang lan berkorban kados dene Gusti Yesus? [vin]

 Pamuji: KPJ 425, 445

Renungan Harian

Renungan Harian Anak