Minggu Biasa | Pembukaan Bulan Kitab Suci
Stola Hijau
Bacaan 1: Yeremia 15 : 15 – 21
Bacaan 2: Roma 12 : 9 – 21
Bacaan 3: Matius 16 : 21 – 28
Tema Liturgis: Kitab Suci sebagai Pedoman Nilai-nilai Kerajaan Allah
Tema Khotbah: Lakon Menang Keri
Penjelasan Teks Bacaan:
(Tidak perlu dibaca di mimbar, cukup dibaca saat mempersiapkan khotbah)
Yeremia 15 : 15 – 21
Nabi yang meratap, adalah sebutan yang seringkali disematkan pada Yeremia. Yeremia, yang masa pelayanannya dipercaya berkelindan dengan Nabi Yehezkiel ini melihat dan merasakan sendiri kekalahan dan kehancuran Yehuda. Yehuda yang selama ini berada di bawah bayang-bayang Asyur, secara mengenaskan kalah telak di bawah kekuatan baru Babilonia. Yeremia juga melihat sendiri bagaimana saudara-saudara sebangsanya dibuang ke tanah asing. Karena itulah, ia menyampaikan berita nubuatan dari Yerusalem, tanah perjanjian yang telah remuk redam itu.
Kitab Yeremia memang didominasi dengan ungkapan ratapan yang puitis dan berbagai simbol yang menjadi bagian dari nubuat yang disampaikan sang Nabi bagi Yehuda. Namun, dalam bagian bacaan kita hari ini, kita tidak berjumpa ratapan, melainkan sebuah pengakuan. Dalam bagian bacaan kita, Yeremia menyatakan pengakuannya di hadapan YHWH. Di ayat 5-9, Yeremia menunjukkan kengerian yang harus dihadapi Yerusalem. Keputusan Yoyakim sang raja Yehuda yang melakukan pemberontakan, ternyata harus dibayar mahal. Babel menyerang Yerusalem dengan kekuatan penuh, dan kota suci itu pun jatuh.
Dalam kondisi demikianlah Yeremia mengajukan keluhnya. Ia mengadukan para lawan yang mengejar dan mencela karena panggilan yang diterimanya (Ay. 15). Padahal Yeremia adalah nabi yang taat dan bahkan menjadikan firman TUHAN sebagai kegirangan dan sukacita (Ay. 16). Ia juga menjaga tindakan kesehariannya, Yeremia tidak ikut duduk beria-ria dalam senda gurau, seperti orang-orang lainnya (Ay. 17). Namun karena luka dan deritanya tak berkesudahan, Yeremia akhirnya berkata pada TUHAN, “Sungguh, Engkau seperti sungai yang curang bagiku, air yang tidak dapat dipercaya.” (Ay. 18). Namun TUHAN tak murka karena gugatan Yeremia, Dia justru menguatkan sang nabi agar bersedia kembali menjadi pelayan dan penyambung lidah bagi-Nya (Ay. 19), sehingga Yeremia akan dipakai TUHAN sebagai tembok tembaga bagi bangsanya dan akan terus menyertainya (Ay. 20-21). Dari perjalanan iman dan ratapan Yeremia ini, kita bisa belajar soal kesetiaan untuk menjadi pelayan dan penyambung lidah TUHAN, bukan hanya dalam kondisi baik dan lancar saja namun juga dalam kondisi kalah dan terpuruk sekalipun.
Roma 12 : 9 – 21
Kepada gereja yang berada di pusat dunia saat itu, Paulus memberikan berbagai nasihat dalam penutup suratnya. Kita sebagai pembaca dapat merasakan pergeseran dari penggunaan gramatika “indikatif” (pernyataan/deskripisi) yang mendominasi di psl 1-11 menjadi “imperative” (perintah) di pasal 12. Secara umum, pasal 12-13 memuat nasihat mengenai perubahan perilaku hidup sesehari. Bagi Paulus, keputusan seseorang untuk percaya pada Kristus adalah perkara eskatologis, dimana orang percaya diselamatkan. Keselamatan bukan hanya berarti perubahan identitas, namun terutama “perpindahan realitas”. Dalam pasal 5-8, Paulus menggambarkan bahwa manusia yang tadinya ada dalam realitas maut akibat dosa, ditebus dan dipindahkan dalam realitas baru, yakni dunia penuh keselamatan. Akibat perpindahan realitas inilah, perubahan cara hidup mutlak dilakukan. Oleh karenanya, dalam pasal 12-13 inilah Paulus menyediakan tuntunan etis bagi para orang Kristen baru di Kota Roma.
Setelah membicarakan soal memberikan tubuh sebagai persembahan yang hidup bagi Tuhan di ayat 1-8, Paulus melanjutkan tulisannya dengan nasihat mengenai wujud nyata kasih dalam ayat 9-21 yang menjadi bacaan kita hari ini. Dalam perikop ini, kita bisa melihat bagaimana Paulus mengulas berbagai dimensi kasih kristiani. Paulus memulai dengan peringatan agar kasih yang dimiliki Jemaat Roma bukan kasih pura-pura belaka, karena kasih harus diwujudkan dalam tindakan yang baik (Ay. 9). Di ayat-ayat selanjutnya, Paulus mendefinisikan apa saja tindakan baik yang mencerminkan kasih itu. Di ayat 10-13, dijelaskan bagaimana relasi kasih ideal antara saudara seiman. Saling mengasihi dan saling mendahului memberi hormat (Ay. 10), serta menunjukkan kemurahan hati pada yang kekurangan dan keramahan pada yang membutuhkan tumpangan (Ay. 13). Menurut Paulus, tindakan-tindakan baik ini berkelindan dengan pertumbuhan spiritualitas, karena tindakan baik adalah bukti dari roh yang bernyala dalam melayani Tuhan (Ay. 11). Kasih yang sejati ini juga menuntun pada pengharapan, kesabaran, dan ketekunan (Ay. 12).
Mulai di ayat 14, intensi Paulus bergeser ke relasi dengan orang-orang non-Kristen. Dia mengingatkan gereja di Kota Roma untuk memberkati, -bukannya mengutuk- para penganiaya. Sumber dari segala berkat tentulah hanya Tuhan sendiri, jadi jika Paulus meminta orang Kristen Roma untuk memberkati, berarti mereka diminta untuk meminta Tuhan memberkati para penyebab luka pedih yang harus mereka rasakan. Jelas bagi Paulus, bahwa dalam etika kristiani, kasih adalah dasar dari segala perbuatan baik. Tindakan baik ini bukanlah sekedar membalas kebaikan yang telah diterima, namun lebih dari itu, kita juga tetap diminta bertindak baik bahkan saat kita dianiaya. sekalipun.
Matius 16 : 21 – 28
Perikop ini menandakan klimaks masa pelayanan Yesus di Galilea. Yesus mulai menyampaikan secara terbuka di hadapan para murid-Nya soal misi utama-Nya. Dengan jelas, Yesus menerangkan bahwa Ia harus pergi ke Yerusalem untuk menanggung banyak penderitaan, dibunuh, dan akan dibangkitkan (Ay. 21). Masalahnya, gambaran macam ini tidak cocok dengan figur Mesias. Apalagi Petrus baru saja dipuji karena pernyataan imannya di ayat 16, bahkan pernyataan iman itu disebut bukan dari manusia, melainkan dari Bapa sendiri. Oleh sebab itulah, Petrus percaya diri, kemudian dengan tegas ia menarik Yesus ke samping dan menegur Dia (Ay. 22). Tentu tindakan Petrus ini mestilah dipahami dari sudut pandang dan konteks yang lebih besar. Bagi orang Yahudi di Abad Pertama yang sedang ada dalam kekuasaan Romawi, Mesias adalah figur dambaan ideal. Bagi mereka, Mesias pastilah tidak terkalahkan karena Ia datang dengan kuasa TUHAN sebagai pemimpin politik, pemimpin militer, dan juga pemimpin agama. Jadi bagi Petrus yang telah percaya bahwa Gurunya adalah Mesias, penderitaan dan kematian yang dikabarkan Yesus sama sekali tidak cocok dengan harapan Mesianis yang dipahaminya.
Masalahnya, Petrus melakukan kekeliruan. Sebagai seorang murid, tidak sepantasnya ia menarik Yesus ke samping, apalagi menegur-Nya. Bagi komunitas Yahudi masa itu, seorang Rabbi adalah guru yang terhormat, dimana para muridnya benar-benar berjalan di belakangnya. Tidak ada murid mengoreksi gurunya, apalagi menegur. Namun, konfrontasi keras Yesus di ayat 23, “enyahlah Iblis” nampaknya bukan karena sikap tak sopan Petrus. Masalah utamanya adalah perbedaan mendasar antara apa yang “dipikirkan Allah” dengan apa yang “dipikirkan manusia”. Oleh sebab itu, segera setelah Dia menghardik Petrus dengan cukup keras, Yesus langsung memberikan pengajaran soal mengikut-Nya (menempatkan Petrus di belakang-Nya secara figuratif). Jadi, setelah Petrus “menarik-Nya ke samping” sebagai simbol dari pemikiran manusia, Yesus justru menempatkan Petrus kembali di belakang-Nya, yaitu di dalam pikiran Allah. Inilah pelajaran penting soal pemuridan.
Murid adalah mereka yang bersedia merendahkan hati untuk menyangkal diri dan memikul salib di jalan yang sama dengan jalan yang telah Yesus lewati. Jalan salib tidak lain dan tidak bukan adalah jalan derita. Kematian Yesus sebagai Mesias berimplikasi serius pada para murid-Nya. Menjadi murid Kristus berarti meletakkan kehidupan dan kesetiaan secara penuh pada Kristus. Meski sekali lagi, jalan-Nya bukan jalan kemegahan, melainkan penderitaan.
Benang Merah Tiga Bacaan:
Gugatan Nabi Yeremia direspon TUHAN dengan keramahan dan kemurahan. Yeremia yang sedang ketakutan dan kelelahan diterimaNya apa adanya. Selama ia masih bersedia menjalankan tugas panggilan kenabiannya, TUHAN tetap berjanji akan terus menyertai Yeremia. Pasang surut relasi dengan Tuhan juga dialami oleh Petrus. Pernyataan imannya tentang kemesiasan Yesus disebut sebagai berasal dari pikiran Allah. Namun saat ia mengikuti pikiran manusianya, ia dihardik dan diperingatkan dengan keras. Menjadi murid Kristus memang tak bisa setengah-setengah. Pemuridan dalam Kristus berarti melibatkan-Nya dalam segala sendi kehidupan, sejak dari pikiran sampai tutur dan laku.
Rancangan Khotbah: Bahasa Indonesia
(Ini hanyalah sebuah rancangan khotbah, silakan dikembangkan sesuai dengan konteks jemaat masing-masing)
Pendahuluan
Lakon menang keri, adalah prinsip standar yang biasanya kita pegang saat menonton film. Meski awal-awalnya mungkin sempat kalah atau kesulitan, tetapi yang namanya lakon pasti menang di akhir film. Mungkin karena prinsip inilah, masih ada Avengers: End Game (2019) setelah Avengers: Infinity War (2018). Dalam Infinity War, semua lakon yang biasanya jagoan tak terkalahkan ternyata keok saat berhadapan dengan Thanos, -sang kolektor batu akik berkulit ungu- yang berhasil memusnahkan separuh penduduk dunia dengan jentikan jarinya. Para penggemar MCU (Marvel Cinematic Universe) agak kaget saat para lakon ini tetap saja tak menang, bahkan saat film usai. Bayangkan, Tim Avengers yang isinya Captain America, Iron Man, Spiderman sampai Black Widow dan Hulk ternyata tak mampu melawan Thanos. Bahkan banyak anggota tim Avengers turut luruh jadi debu. Namun, lakon menang keri harus tetap terjaga. Karena itu, setahun setelah film para lakon kalah, dirilislah sekuel (lanjutan) filmnya. Dalam End Game, akhirnya para lakon yang tersisa menemukan cara untuk mengembalikan semua orang yang jadi debu dan mengalahkan Thanos. Tuh kan, lakon memang harus menang meskipun keri.
Isi
Sebagai seseorang yang menerima tugas kenabian, sudah pantas jika Yeremia merasa dirinya adalah lakon dalam skenario besar yang dirancang TUHAN untuk Yehuda. Namun ternyata ia tak kunjung menang. Kenyataannya, Yeremia harus menghadapi celaan dan ancaman yang mengerikan. Kondisi Yehuda juga tak kunjung membaik. Yerusalem, Kota Suci dimana TUHAN berdiam justru ditaklukan dan hancur berantakan. Di tengah rasa putus asa yang mendera inilah, Yeremia datang pada TUHAN dan mengajukan gugatannya. Meskipun menerima gugatan, respon TUHAN bukanlah kemarahan, namun sebaliknya, penuh kemurahan dan keramahan. TUHAN tetap menerima Yeremia dan terus berjanji untuk menyertainya. Akhirnya, Yeremia bersedia setia, apapun kisah lakon yang harus dialaminya.
Dalam bacaan Injil kita hari ini, nampaknya lakon menang keri juga menjadi prinsip Petrus. Seperti orang Yahudi lain di Abad Pertama saat itu, Petrus percaya bahwa Mesias adalah tokoh dengan kuasa Ilahi yang akan membebaskan umat milik TUHAN dari penjajahan Kekaisaran Romawi. Mesias pasti menang dengan gilang gemilang. Karena itulah, bagi Petrus yang percaya bahwa Yesus adalah Mesias, berarti Yesus tidak boleh menderita, Dia tidak boleh kalah, apalagi mati. Pokoknya, lakon gak boleh kalah, itu pikiran manusia yang dimiliki Petrus. Namun, karya penyelamatan Yesus berbeda. Lakon kemenangan-Nya justru melalui jalan salib. Jalan yang terdapat penganiayaan, penderitaan dan bahkan kematian. Inilah jalan yang sesuai dengan kehendak Sang Bapa, bukan kehendak manusia. Lakon karya penyelamatan Kristus bukan kemenangan atau kemegahan, namun justru kematian yang penuh penghinaan. Jalan yang dipilih Sang Guru inilah yang juga berimplikasi pada para murid yang mau mengikuti-Nya.
Pemuridan, menurut Paulus adalah bagian dari perkara eskatologis. Dimana keputusan menjadi murid Kristus bukanlah sekedar identitas, melainkan sebuah perubahan entitas dan perpindahan realitas. Dari manusia yang dikuasai dosa, yang pikiran, perkataan dan tindakannya dikendalikan oleh dosa menjadi manusia yang diselamatkan, sehingga hidupnya dikuasai oleh Tuhan. Oleh sebab itu, menjadi murid Kristus, menjadi orang Kristen tidak bisa setengah-setengah. Hidup sebagai orang Kristen berarti hidup dengan meneladan cara hidup Kristus sendiri. Yesus sendiri mengingatkan bahwa untuk mengikuti-Nya, kita harus menyangkal diri dan memikul salib. Menyangkal diri berarti menyangkal keinginan dan kehendak diri sendiri, dan meletakkan kehendak Kristus sebagai pusat hidup kita. Memikul salib berarti memikul salib kita sendiri, bukan salib Kristus. Memang tidak ada salib yang enak, karena salib berarti derita. Namun, tidak semua derita adalah salib. Salib adalah derita karena Kristus. Inilah yang harus kita pikul.
Penutup
Saudara-saudara yang terkasih, mungkin lakon kehidupan kita juga tak selalu menyenangkan, tak selalu sesuai dengan yang direncanakan. Mungkin ada berbagai “Thanos” yang tak mampu kita kalahkan, bahkan setelah kita mengusahakan sebaik yang kita bisa. Jangan menyerah sekarang. Mari sejenak ambil waktu untuk kembali pada Tuhan. Mari curahkan pada-Nya segala isi hati, bisa berupa penyesalan, luka atau bahkan gugatan pada-Nya.
Tenanglah, karena sama seperti Tuhan menerima Yeremia, Dia juga menerima kita apa adanya. Yang perlu kita lakukan adalah terus berusaha setia sampai akhir, karena Dia senantiasa beserta. Jika dalam usaha kita untuk setia ternyata kita merasa terlalu lelah, jika ada saat dimana salib itu menekan terlalu berat dan menyakitkan, mari datang pada-Nya dan katakan …. (pengkhotbah menyanyikan KPKL 137)
Manggul Salib
Gusti Yesus kula badhe nderek Tuwan slaminya
Nderek manggul salib Tuwan, sajeg kula neng Donya
Kula Tuwan kiyataken sageda tahan susah
Sampun ngantos kemuriden, sampun cuwa ing manah
Akhirnya, selamat terus berusaha mengikut Tuhan dengan setia, apapun lakon kehidupan yang harus kita hadapi. Amin. [Rhe].
Pujian: KJ. 375 Saya Mau Ikut Yesus
—
Rancangan Khotbah: Basa Jawi
(Punika namung rancangan khotbah, seged dipun kembangaken miturut konteks pasamuwan piyambak)
Pambuka
Lakon menang keri punika biasanipun dados prinsip anggenipun kita ningali film. Sanajan ing wiwitan carita lakon punika kalah utawi ngadepi pakewed nanging ingkang naminipun lakon mesti ing pungkasanipun film badhe menang. Menawi karana prinsip punika, wonten film Avengers: End Game (2019) sasampunipun film Avengers: Infinity War (2018). Ing cariyos Infinity War, sadaya lakon ingkang biasanipun menang, nyatanipun kawon nalika ngadepi Thanos, ingkang sampun mejahi separuh tiyang ing donya kanthi jentikaken drijinipun. Prekawis punika dadosaken kaget para tiyang ingkang remen MCU (Marvel Cinematic Universe), ngantos bibaripun film para lakon tetap kemawon kawon. Saged dipun bayangaken, Tim Avengers ingkang isinipun Captain America, Iron Man, Spiderman, Black Widow dan Hulk boten kiyat nglawan Thanos. Para anggota tim Avengers punika kawon dados lebu. Sanajan mekaten, lakon menang keri kedah tetap kalajengaken. Awit saking punika, setunggal taun sasampunipun para lakon kawon, wonten film salajengipun ingkang dipun damel inggih punika film End Game. Ing film End Game punika, para lakon ingkang taksih sisa nemu cara kados pundi anggenipun mulihaken sadaya tiyang ingkang sampun dados lebu punika lan ngawonaken Thanos. Pancen lakon kedah memang sanajan keri.
Isi
Minangka tiyang ingkang nampi tugas nabi, Yeremia punika saged dipun wastani lakon wonten ing rangcanganipun Gusti Allah kangge Yehuda. Ananging nyatanipun Yeremia boten menang. Piyambakipun kedah ngadepi pangolok-olok lan ancaman ingkang gegirisi. Kahanan Yehuda ugi boten langkung sae. Yerusalem, kutha suci ing pundi Gusti Allah jumeneng, malah kawon lan risak. Nalika Yeremia rumaos semplah, Yeremia marek sowan wonten ngarsanipun Gusti Allah lan gugat Gusti Allah. Gusti Allah ingkang pirsa Panjenenganipun dipun gugat dening Yeremia, boten duka, nanging malah nedahaken kamirahan lan kasaenanipun. Gusti Allah tetap nampi Yeremia lan janji tansah nganthi Yeremia. Ing pungkasanipun, Yeremia sumadya setya dhateng Gusti, punapa kemawon lakon ingkang kedah dipun lampahi.
Ing waosan kita saking Injil dinten punika, kadosipun lakon menang keri punika ugi dados prinsipipun Petrus. Kados tiyang Yahudi sanesipun ing Abad Sepisan, Petrus pitados menawi Sang Mesih punika tokoh ingkang kagungan panguwaos Ilahi, ingkang badhe ngentasaken umatipun Gusti saking jajahan Kraton Romawi. Sang Mesih tamtu badhe menang. Awit saking punika, Petrus ingkang pitados bilih Gusti Yesus punika Sang Mesih, ateges Gusti Yesus boten angsal nandhang sangsara, Panjenenganipun boten angsal kawon punapa malih seda. Pokokipun, lakon punika boten angsal kawon, punika ingkang dados pemanggihipun Petrus. Nanging karya kawilujengan ingkang dipun tindakaken Gusti Yesus benten. Lakon menang punika kedah kalampahan lumantar margi salib. Margi ingkang kebak aniaya, kasangsaran lan badhe seda. Punika margi ingkang miturut karsanipun Sang Rama, sanes pikajengipun manungsa. Lakon karya kawilujenganipun Sang Kristus sanes prekawis menang utawi megahipun, nanging lumantar sedanipun. Margi ingkang dipun pilih Sang Guru punika ugi mbetha akibat kangge para sakabat ingkang ndherek Gusti Yesus.
Pamuridan miturut Paulus inggih punika perangan saking prekawis eskatologis, ing pundi dados sakabatipun Gusti Yesus sanes namung identitas, nanging arupi owah-owahan gesang lan pindahipun kasunyatan. Ing pundi, saking manungsa ingkang kebak dosa, ingkang pemanggih, pitutur lan tumindakipun dipun kendaleni dosa, dados manungsa ingkang dipun slametaken, saengga gesangipun dipun kuwasani Gusti. Karana punika, dados sakabatipun Gusti Yesus punapa dados tiyang Kristen punika boten saged setengah-setengah. Gesang dados tiyang Kristen punika tegesipun gesang sarana nuladani cara gesangipun Gusti Yesus piyambak. Gusti Yesus piyambak ngengetaken para pandherekipun, kita kedah nyingkur dhirinipun piyambak lan manggul salib. Nyingkur dhirinipun piyambak tegesipun nyingkur kepenginan lan pikajengipun piyambak, lan mapanaken karsanipun Sang Kristus minangka punjering gesang kita. Mikul salib tegesipun mikul salib kita piyambak, sanes salibipun Sang Kristus. Pancen boten wonten salib ingkang enak, karana salib tegesipun kasangsaran. Nanging boten sadaya kasangsaran punika salib. Salib inggih punika kasangsaran karana Sang Kristus ingkang kedah kita pikul.
Panutup
Para sadherek ingkang kinasih, mbok menawi lakoning gesang kita boten namung remenaken kemawon, kadang kala ugi boten kados ingkang dados rancangan kita. Menawi wonten maneka warni “Thanos” ingkang boten saged kita kawonaken, sanajan kita sampun ngupaya sasagedipun kita, sampun ngantos kita nyerah. Mangga kita mendhet wekdal kagem marek sowan dhumateng Gusti Allah. Mangga kita aturaken sadaya raosing manah kita dhumateng Gusti bilih taksih wonten sumeliping panelangsan, sesakit ugi gugatan dhumateng Panjenenganipun.
Mugi kita tansah tenang, awit kados dene Gusti Allah kersa nampi Yeremia, Panjenenganipun ugi kersa nampi kita punapa kawontenan kita. Ingkang perlu kita tindakaken inggih punika tansah ngupaya setya tuhu dhumateng Gusti ngantos pungkasaning gesang kita. Kita pitados Gusti Allah tansah nganthi kita. Bilih ing pangupaya kita setya tuhu dhumateng Gusti, kita rumaos sayah, bilih salib ingkang kita pikul karaos awrat, mangga kita marek sowan ing ngarsanipun lan ngucap ingkang mekaten “…” (palados memuji KPKL 137)
Manggul Salib
Gusti Yesus kula badhe nderek Tuwan slaminya
Nderek manggul salib Tuwan, sajeg kula neng Donya
Kula Tuwan kiyataken sageda tahan susah
Sampun ngantos kemuriden, sampun cuwa ing manah
Pungkasanipun, sugeng ngupaya ndherek Gusti kanthi setya, kados ta pundi lakon ing gesang kita kedah kita adhepi. Amin. [Terj. AR].
Pamuji: KPJ. 124 : 1, 2 Kula Sestu Ndherek Gusti