Minggu Biasa
Stola Hijau
Bacaan 1 : 2 Samuel 11:1-15
Bacaan 2 : Efesus 3:14-21
Bacaan 3 : Yohanes 6:1-21
Tema Liturgis : Utamakan Tuhan maka segala sesuatu diberikan kepadamu
Tema Khotbah: Keteladanan Kepemimpinan Dalam Kasih
KETERANGAN BACAAN
(Tidak perlu dibaca di mimbar, cukup dibaca saat mempersiapkan khotbah)
2 Samuel 11:1-15
Daud sedang berada di puncak kejayaan dengan keberhasilannya mengalahkan bangsa-bangsa lain. Kekuasaannya makin besar. Ia memiliki panglima perang yang luar biasa yakni Yoab, anak Zeruya. Pada pergantian tahun, ketika seharusnya raja-raja maju berperang, Daud menyuruh Yoab beserta orang-orangnya dan seluruh orang Israel berperang dengan bani Amon di kota Raba. Sementara ia berada di istananya, di Yerusalem. Ketika bangun tidur petang hari, ia melihat Batsyeba binti Eliam, isteri Uria, yang sedang mandi. Daud menginginkan Batsyeba dan kemudian tidur dengannya. Ketika mengetahui Batsyeba mengandung, Daud berinisiatif untuk membunuh Uria. Daud membuat Uria mabuk di malam sebelum pertempuran. Keesokan harinya, Daud menyuruh Yoab menempatkan Uria tanpa perlindungan di barisan depan pertempuran supaya Uria mati di medan tempur.
Kisah ini merupakan salah satu kisah yang menunjukkan sisi gelap raja Daud, raja Israel yang melakukan siasat keji untuk memenuhi hasratnya sendiri. Tindakan yang dibenci Tuhan dan kelak akan mendatangkan hukuman bagi keturunan mereka.
Efesus 3:14-21
Surat Efesus adalah surat yang ditulis oleh Rasul Paulus di dalam penjara (Efesus 3:1; 6: 20). Jemaat Efesus bisa membaca surat-surat tersebut karena Tikhikus membawakan surat tersebut untuk mereka (Efesus 6:21). Penekanan dari perikop ini adalah permohonan agar jemaat dikaruniai oleh Tuhan kekuatan dan keteguhan batin untuk memahami luar biasanya kasih Tuhan.
Yohanes 6:1-21
Yesus memberi makan 5 ribu orang ini merupakan peristiwa yang dicatat dalam semua Injil (Matius, Markus, Lukas, Yohanes). Namun berbeda dengan Injil lainnya, Yohanes memberikan rincian yang lebih detail tentang peristiwa tersebut. Beberapa hal detail yang berbeda dengan Injil lainnya adalah ditulisnya nama dua murid Yesus yakni Filipus dan Andreas yang memberikan respon terhadap keinginan Yesus memberi makan ribuan orang yang mengikutiNya. Pencantuman nama dua orang murid tersebut nampaknya ingin menunjukkan bahwa penulis Injil Yohanes ini merupakan saksi mata kejadian tersebut. Penulis ingin menunjukkan bahwa kejadian tersebut benar-benar dialami oleh sang penulis.
Selain itu, perbedaan kisah Yesus memberi makan 5 ribu orang dalam Injil Yohanes dengan Injil lainnya adalah tidak dicantumkannya kisah pembunuhan Yohanes Pembaptis sebagai konteks tindakan Yesus menyeberangi danau Galilea/Tiberias.
Kisah ini menunjukkan kasih, perhatian, dan pemeliharaan Tuhan kepada umat.
Benang Merah Ketiga Bacaan
Kisah Daud membunuh Uria (2 Samuel 11:1-15) dan kisah Tuhan Yesus memberi makan lima ribu orang (Yohanes 6: 1-21) memberi gambaran perbedaan gaya kepemimpinan antara Daud dengan Tuhan Yesus Kristus. Daud melakukan hal keji untuk memenuhi hawa nafsu pribadi, sedang Tuhan Yesus melakukan kasih untuk kepentingan banyak orang. Kasih Tuhan Yesus Kristus digambarkan oleh Rasul Paulus sedemikian lebar, panjang, tinggi, dan dalam. Paulus berdoa, kiranya jemaat dapat memahami kasih Tuhan Yesus tersebut (Efesus 3: 14-21).
RANCANGAN KHOTBAH: Bahasa Indonesia
(Ini hanya sebuah rancangan. Silakan dikembangkan sesuai konteks jemaat)
Pendahuluan
Apa reaksi seorang pimpinan ketika menghadapi sebuah persoalan? Tentunya macam-macam. Tergantung dari karakter pemimpin itu dan gaya kepemimpinan yang dikembangkannya. Ada salah satu teori yang menyebutkan berbagai gaya kepemimpinan sebagai berikut: kepemimpinan Transformatif (pemimpin dengan gaya ini memiliki kharisma, bisa mendorong bawahan mencapai standart tinggi, mendorong bawahan mampu menyelesaikan masalah dengan cermat dan rasional), Kharismatik (pemimpin dikagumi banyak pengikut, terlibat dalam perilaku yang melebihi ekspektasi, tanggap terhadap kebutuhan dan kemampuan orang lain), Partisipatif( pemimpin mendengarkan bawahan secara aktif, tanggung jawab pemecahan masalah dan pengambilan keputusan sebagian besar pada bawahan), Transaksional (pemimpin tidak peduli pada sekitar, hanya mendorong bawahan untuk bekerja sesuai aturan, terencana, mencapai sasaran, sesuai standar).
Gaya kepemimpinan mana yang paling baik untuk menyelesaikan sebuah persoalan? Tentu sangat bergantung pada persoalan yang sedang dialami dan berbagai konteks di sekitarnya.
Isi
Bacaan kita menuliskan bahwa Tuhan Yesus dan para murid sedang menghadapi sebuah persoalan. Mereka diikuti oleh ribuan orang yang takjub dengan berbagai mukjizat penyembuhan yang dilakukan oleh Tuhan Yesus. Persoalan muncul karena mereka berjumlah ribuan, tetapi Yesus ingin memberi mereka makan. Sementara mereka tidak punya bahan makanan sebanyak itu. Bagaimana rencana tersebut bisa diwujudkan?
Tuhan Yesus sebenarnya sudah tahu apa yang harus dilakukanNya terhadap ribuan orang tersebut dan dengan cara apa Ia bisa memberi makan orang sebanyak itu. Hal tersebut dituliskan secara eksplisit di Yohanes 6: 6. Oleh karena itu,pertanyaan yang diajukan Tuhan Yesus bukan : “Apakah kita akan memberi mereka makan?” tetapi “Di manakah kita akan membeli roti supaya mereka ini dapat makan?”. Pertanyaan tersebut menegaskan keputusan Tuhan Yesus untuk memberi makan orang banyak tersebut. Namun ia mengajukan pertanyaan supaya ada tindakan lanjutan dari para muridNya.
Dari sini kita bisa melihat gaya kepemimpinan Yesus. Ia tidak segera memerintahkan/mendikte para murid untuk langsung menjalankan ideNya. Namun Ia memberi kesempatan bagi para muridNya untuk menyumbangkan ide. Tuhan Yesus mengajak para murid untuk memahami konteks persoalan yang mereka hadapi.
Menariknya, mengapa pertanyaan tersebut ditujukan langsung kepada Filipus, bukan kepada murid-murid lainnya? Mengapa harus Filipus? Filipus ini jarang disebut di Injil yang lain. Namun di Injil Yohanes nama Filipus banyak sekali disebut.
Ada beberapa kemungkinan mengapa Yesus bertanya pertama-tama langsung kepada Filipus. Kemungkinan pertama, Filipus adalah orang Betsaida (Yohanes 1: 44), kota terdekat dari situ. Jadi bisa disebut bahwa Filipus adalah pemuda lokal/daerah itu. Biasanya pemuda lokal mengetahui seluk beluk kampungnya dan daerah sekitarnya karena mereka suka berkeliling. Dalam pemikiran ini, Tuhan Yesus memang benar-benar ingin tahu apakah Filipus mempunyai saran soal tempat membeli makanan yang terdekat.
Kemungkinan kedua, Yesus ingin menguji Filipus soal keimanannya. Alasan ini jelas disebutkan di ayat 6. Di beberapa ayat dalam Injil Yohanes, Filipus digambarkan sebagai orang yang ikut Yesus tetapi belum terlalu kuat keyakinannya terhadap Yesus. Ia belum benar-benar memahami siapa Yesus (lihat Yohanes 14:8). Dalam beberapa kisah Injil, hal tersebut juga dialami murid-murid yang lain. Jadi Yesus bertanya kepada Filipus untuk mengujinya, seberapa jauh Filipus bisa melihat persoalan dalam perspektif iman.
Yesus memahami kebingungan murid-muridNya dan orang banyak tentang Dia. Oleh karenanya, Ia berusaha mengajar mereka dengan berbagai cara yang bisa membuat para murid dan orang-orang memahami MisiNya dengan lebih baik. Banyak orang, bahkan murid-muridNya ingin menjadikanNya pemimpin politik (ayat 15). Namun Tuhan Yesus tidak bermaksud untuk menjadi pemimpin politik. Maka Ia menunjukkan kepemimpinan yang berbeda. Sepanjang hidupNya di dunia, Ia mengajarkan cara hidup dan cara berpikir pemimpin pelayan, bukan pemimpin penguasa dalam pemahaman umum masyarakat.
Di sinilah kita bisa melihat contoh perbedaan kepemimpinan model Yesus dengan kepemimpinan model Daud. Dalam kasus Batsyeba, Daud memikirkan kepentingannya sendiri. Daud tidak peduli meskipun menggunakan cara-cara keji dan manipulatif, asalkan hasrat dirinya terpuaskan. Tuhan Yesus berbeda. Ia berinisiatif melayani orang-orang yang dipimpinNya dengan mengikutsertakan sebanyak mungkin orang untuk terlibat menyelesaikan sebuah persoalan bersama. Tujuannya agar bisa membawa kebaikan dan manfaat bagi banyak orang, bukan bagi diriNya sendiri. Tuhan Yesus menunjukkan kepemimpinan berdasar kasih.
Penutup
Membandingkan antara Tuhan Yesus dengan Daud tentulah tidak adil. Daud hanyalah manusia biasa, sedangkan Yesus adalah Tuhan dan manusia. Namun dari kisah ini kita bisa belajar teladan kepemimpinan Tuhan Yesus yang berdasarkan kasih. Rasul Paulus dalam doanya bagi jemaat Efesus memohonkan agar jemaat diberikan karunia keteguhan batin agar mampu memahami kasih Tuhan Yesus yang luar biasa lebar, panjang, tinggi, dan dalam. Dengan memahami kasih Tuhan itu, jemaat akan mampu meneladaninya.
Doa Paulus tersebut adalah juga doa bagi kita sekalian. Kita adalah pemimpin-pemimpin di keluarga dan di lingkungan kita. Kita menyadari betapa terbatas pemahaman kita dan betapa lemahnya kemanusiaan kita ini. Pada suatu kali, kita bisa saja melakukan hal-hal keji, manipulatif, mementingkan diri sendiri, melakukan perencanaan jahat. Kita bisa jatuh ke dalam kesalahan-kesalahan yang kelak akan kita sesali seumur hidup kita.
Oleh karenanya, biarlah dalam kehidupan kita, kita memandang terus kepada patron kita yakni Tuhan Yesus Kristus serta meneladaniNya. Apa yang Ia lakukan dan ajarkan adalah sumber inspirasi kita menjalankan kehidupan beriman sehari-hari. Menempatkan Tuhan sebagai pusat hidup akan membuat kita dipenuhi kasih yang bisa dirasakan orang-orang sekitar. Dengan demikian, hidup menjadi lebih mudah dijalani. Amin.
Nyanyian: KJ. 313: 2,7
—
RANCANGAN KHOTBAH: Basa Jawi
Pambuka
Menapa ingkang badhe dipuntindakaken pangajeng nalika ngadhepi satunggaling prekawis? Mesthinipun maneka warni. Gumantung sipatipun pangajeng menika lan cara mimpin ingkang dipungadhahi. Salah satunggaling teori nedahahken gaya kepemimpinan ingkang maneka warni. Wonten gaya kepemimpinan Transformatif (pimpinan kagungan kharisma, saged mbereg ingkang dipun pimpin kangge nggayuh standar ingkang inggil, mbereg tiyang ngandhapipun saged ngrampungaken prekawis kanthi setiti lan rasional), Kharismatik (pimpinan dipunpuja dening pandherekipun, nindakaken prekawis ingkang ngluwihi menapa ingkang dipunajeng-ajeng, tanggap dhumateng kabetahan lan kasagedanipun tiyang sanes), Partisipatif (pimpinan mirengaken ngandhapipun kanthi aktif, masrahaken sabagian ageng tanggel jawab kangge ngudhari prekawis lan mundhut keputusan dhumateng tiyang ing ngandhapipun), Transaksional (pimpinan boten perduli kaliyan sakiwa tengenipun, namung mbereg tiyang ngandhapipun kangge nyambut damel leres kados aturan lan rancangan ingkang wonten, sarta saged nggayuh sasaran lan standar).
Gaya kepemimpinan pundi ingkang paling sae kangge mrantasi perkawis? Tamtu gumantung kaliyan perkawis ingkang saweg dipunalami lan konteks ing sakiwa tengenipun.
Isi
Ing waosan kita, Gusti Yesus lan para murid saweg ngadhepi perkawis. Gusti Yesus lan para murid dipuntutaken tiyang kathah ingkang sami eram kaliyan sedaya mukjizat kasarasan ingkang dipuntindakaken Gusti Yesus. Perkawis ingkang dipun adhepi inggih menika: Gusti Yesus sedya maringi dhahar ewonan tiyang menika, nanging boten kagungan cekap dhaharan. Kadospundi rancangan menika badhe saged kaleksanan?
Saleresipun Gusti Yesus sampun mirsa menapa ingkang badhe dipuntindakaken kangge maringi dhahar ewonan tiyang menika (Yokanan 6: 6) . Mila Gusti boten ndangu: “Apa awak dhewe arep menehi wong-wong iki panganan?” nanging “Ing ngendi anggon kita arep tuku roti supaya wong-wong iki bisa mangan?” Anggenipun ndangu kados makaten mratandhani bilih Gusti sampun kagungan keputusan bilih tiyang kathah menika badhe dipunparingi dhaharan. Pitakenan ingkang kersa dipundhutaken pirsa saking para murid namung bab menapa ingkang salajengipun kedah katindakaken.
Saking ngriki kita saged mangertosi gaya kepemimpinan Gusti Yesus. Gusti boten enggal paring dhawuh/ndikte supados para murid nindakaken menapa ingkang dipunkersakaken, ananging Gusti maringi wekdal kangge para muridipun kangge nyumbangaken ide. Gusti ngajak para murid ndherek ngrembag perkawis ingkang saweg dipunadhepi.
Nanging kenging menapa Gusti Yesus namung ndangu Filipus, sanes murid lintunipun? Filipus menika arang dipuntulis ing kitab Injil. Namung ing Injil Yokanan menika nami Filipus radi asring dipunsebut.
Wonten sawatawis pamanggih, kenging menapa Gusti Yesus paring pitakenan dhumateng Filipus. Sepisan, Filipus menika tiyang Betsaida (Yokanan 1: 4), salah satunggaling kitha ingkang celak saking papanipun Gusti Yesus badhe paring dhahar tiyang kathah kalawau. Filipus saged dipunarani nem-neman lokal. Umumipun lare nem-neman lokal ngertos papan-papan ing sakiwatengen daerahipun awit nem remen dolan. Mila Gusti Yesus ndangu Filipus menika amargi pancen ngersakaken saran bab panggenan kangge mundhut dhaharan ing celak papan ngriku.
Kaping kalih, Gusti Yesus kersa nguji Filipus ing bab iman. Menika dipundhawuhaken ing ayat 6. Ing sawatawis ayat ing kitab Injil Yokanan kaserat, bilih Filipus menika kagambaraken dados tiyang ingkang dereng kiyat kapitadosanipun dhumateng Gusti Yesus. Piyambakipun dereng saged mangertosi sinten Gusti Yesus menika (1 Yokanan 14: 8). Ing sawatawis cariyos Injil, bab boten paham kaliyan Gusti Yesus lan Misi-nipun menika ugi dipunalami dening para murid lintunipun. Mila Gusti Yesus kedah ndangu Filipus kangge nguji sapinten anggenipun Filipus saged mawas perkawis ngagem kaca tingal kapitadosan.
Ing kathah cariyos kitab suci, kita saged maos bilih Gusti Yesus maklum kaliyan para sakabat lan tiyang kathah ingkang rumaos bingung kaliyan Panjenenganipun. Gusti Yesus ngupadi paring piwulang kanthi kathah cara supados para sakabat lan tiyang kathah saged paham kanthi temen piwucal lan misi ingkang dipunemban dening Gusti Yesus Kristus. Gusti Yesus mimpin kanthi cara ingkang benten, boten kados pimpinan politik. Gusti paring piwucal lumantar cara gesang lan cara pikir pangajeng palados, sanes pangajeng panguwaos ing pangertosanipun tiyang kathah.
Saking ngriku kita saged ningali bentenipun kepemimpinan model Gusti Yesus kaliyan kepemimpinan model Prabu Dawud. Ing bab Batsyeba, prabu Dawud saestu anggenipun mentingaken dhiri pribadinipun. Boten perduli kaliyan cara-cara keji, prabu Dawud nabok nyilih tangan, ngginakaken tiyang ingkang dipunpimpin kangge kabetahaning nepsunipun piyambak. Gusti Yesus nyata benten. Gusti ngupadi ngladosi tiyang-tiyang ingkang dipunpimpin kanthi paring panggenan dhumateng para sakabat kangge mrantasi perkawis sesarengan kangge kasaenanipun tiyang kathah, sanes kagem diri pribadinipun.
Panutup
Mbandhingaken antawisipun Prabu Dawud kaliyan Gusti Yesus Kristus tamtu boten adil. Prabu Dawud menika manungsa limrah, dene Gusti Yesus manungsa inkang ugi Gusti Allah. Nanging saking cariyos menika kita saged sinau tuladha mimpin saking Gusti Yesus ingkang adhedhasar katresnan. Rasul Paulus ing pandonganipun kagem pasamuwan Efesus, nyuwun denen pasamuwan kaparingan berkah kakiyatan lan kasantosan batin supados pitados dhumateng katresnanipun Gusti ingkang amba, dawa, inggil, lan jeru menika. Kanthi mangertosi katresnanipun Gusti, pasamuwan badhe saged nuladhani.
Pandonga menika ugi pandonga kangge kita sadaya. Kita menika para pimpinan ing brayat ugi ing sakiwa tengen kita. Kita nyadhari winatesing pangertosan kita lan mendah ringkihipun kamanungsan kita. Kita saged nindakaken perkawis-perkawis ala, manipulatif, mentingaken dhiri pribadi, saged ngrancang perkawis-perkawis ala. Kita saged dhawah ing kaluputan ingkang saged ndadosaken kita keduwung salawasing gesang.
Krana menika, sumangga kita tansah madhep mantep nuladha patron kita, Gusti Yesus Kristus. Menapa ingkang dipunwucalaken lan ingkang dipuntindakaken sageda dados sumber inspirasi gesang kita sadinten-dinten. Kanthi ndadosaken Gusti Yesus Kristus punjering gesang, gesang kita badhe kebak katresnan ingkang saged dipunraosaken tiyang-tiyang sakiwa tengen kita. Kanthi makaten, gesang dados langkung gampil dipunalami. Amin.
Pamuji: KPJ. 147: 1, 2.