Khotbah Minggu 26 Maret 2017

14 March 2017

PRA PASKAH 4
STOLA  UNGU

 

Bacaan 1         : 1 Samuel 16:1-13
Bacaan 2         : Efesus 5:8-14
Bacaan 3         : Yohanes 9:1-41

Tema Liturgis  : “Taat Melakukan Kehendak Allah”
Tema Khotbah : “Habis gelap terbitlah terang”

 

Keterangan Bacaan

1 Samuel 16:1-13

Tuhan menghendaki situasi kehidupan bangsa Israel menjadi lebih baik. Saul sebagai raja Israel telah ditolak oleh Tuhan. Saul ditolak Tuhan sebagai raja Israel karena pelanggaran-pelanggaran yang dilakukannya (1Sam. 15). Penolakan itu membuat Samuel sedih (ayat 1). Ia merasa bertanggung jawab atas kejatuhan Saul. Tuhan mengingatkan Samuel bahwa sebagai hamba Tuhan ia harus memperhatikan kehendak Tuhan bukan membela orang yang berontak terhadap Tuhan. Samuel diberi tugas baru, mencari pengganti Saul. Dengan jujur Samuel mengakui takut dibunuh oleh Saul (ayat 2). Tuhan memberikan cara bagi Samuel untuk dapat melakukan kehendakNya.  Firman TUHAN: “Bawalah seekor lembu muda dan katakan: Aku datang untuk mempersembahkan korban kepada TUHAN.”  Tuhan mempunyai kreteria untuk memilih raja Israel yang baru. Untuk menjadi raja Israel Tuhan tidak memandang paras dan perawakan yang tinggi (bandingkan 1 Sam. 9:2). Ia telah menolaknya. Bukan yang dilihat manusia yang dilihat Allah; manusia melihat apa yang di depan mata, tetapi TUHAN melihat hati. Dari semua anak Isai, terpilihlah Daud untuk menjadi raja Israel yang baru. Ia kemerah-merahan, matanya indah dan parasnya elok. Samuel mengambil tabung tanduk yang berisi minyak itu dan mengurapi Daud di tengah-tengah saudara-saudaranya. Sejak hari itu dan seterusnya berkuasalah Roh TUHAN atas Daud.

 

Efesus 5:8-14

Rasul Paulus menjelaskan ada dua sisi kehidupan manusia, yaitu gelap dan terang. Kehidupan dalam gelap berarti kehidupan yang dikuasai dosa. Sedangkan kehidupan dalam terang adalah kehidupan yang ada dalam Yesus Kristus. Paulus mempunyai pemahaman terkait dengan terang yang Yesus Kristus bawa bagi manusia.  Terang itu menghasilkan buah yang baik, yaitu kebajikan, keadilan dan kebenaran. Kebajikan atau agathosune adalah jiwa atau semangat kemurahan hati. Keadilan atau dikaiosune yakni “hal memberi kepada manusia dan kepada Allah apa yang menjadi hak mereka”. Kebenaran atau aletheia, yakni kebenaran moral, bukan sesuatau yang hanya semata-mata untuk diketahui tetapi untuk dilaksanakan.Terang itu memampukan kita untuk membedakan apa yang membawa sukacita ada apa yang membawa dukacita bagi Allah.Terang itu membuka tabir dari setiap kejahatan.

 

Yohanes 9:1-41

Yesus adalah terang dunia. Keberadaaanya sebagai terang dunia dirasakan oleh seorang yang buta sejak lahirnya. Ketika ia buta kegelapanlah yang dirasakan. Ia melakukan mujizat itu dengan cara yang unik. Ia meludah ke tanah, dan mengaduk ludah-Nya itu dengan tanah, lalu mengoleskannya pada mata orang buta tadi. Kemudian menyuruhnya membasuh di kolam Siloam. Orang yang tadinya buta kembali dengan mata yang melek. Secara fisik ia dapat menikmati terang. Tetapi tidak hanya itu, secara spritual ia juga mendapatkan terang. Ia mengatakan bahwa Yesus  adalah seorang nabi.” Yesus datang dari Allah. Menurutnya jikalau orang itu tidak datang dari Allah, Ia tidak dapat berbuat apa-apa.” Iapun percaya kepada Yesus dan menyembahnya. Tetapi bagi orang Farisi, meski secara fisik dapat melihat dan merasakan terang, tetapi secara spritual mereka buta, berada dalam kegelapan. Hal itu nampak pada sikapnya yang meragukan Yesus dan tidak percaya kepadaNya. Menurut orang Farisi, Yesus tidak datang dari Allah, sebab Ia tidak memelihara hari Sabat.”

 

BENANG MERAH TIGA BACAAN

Tuhan menghendaki kehidupan umatNya menjadi lebih baik, dan tidak terkungkung pada tindakan dosa. Manusia tidak terus-menerus berada dalam kegelapan, tetapi harus hidup dalam terang. Kehadiran dan karya Tuhan Yesus secara nyata mengubah seseorang dari kegelapan menjadi terang. Orang yang percaya kepadaNya akan hidup dalam terang itu dan menghasilkan kebajikan, keadilan dan kebenaran.

 

RANCANGAN KHOTBAH: Bahasa Indonesia

Pendahuluan

Mari kita bayangkan sejenak jika listrik mendadak mati di malam hari, apa yang pertama kali kita cari? Jawabannya adalah kalau bukan senter, korek api, biasanya ya, lilin. Hal yang jelas kita lakukan adalah segera berusaha mencari hal yang bisa membuat terang. Ketika listrik menyala, tanpa komando kita semua serentak berteriak. Begitu pula saat kita berada di sebuah ruang gelap. Hal pertama yang kita cari adalah saklar lampu untuk menerangi kegelapan. Tanpa disadari, kita sudah sangat bergantung pada terang. Dan memang, mata tidak bisa melihat tanpa adanya terang.

Tapi sayangnya, ketika terang sudah kita dapat, saat kita bisa melihat dengan jelas karena adanya cahaya atau sinar, kadang kita lupa bersyukur. Kita hanya merasa biasa-biasa saja ketika matahari bersinar dan membuat kita bebas melihat apa saja tanpa bantuan lampu atau lilin. Tak jarang, malah kita mencaci maki matahari ketika panasnya menyengat kulit. Malam hari, saat listrik memberikan terang melalui lampu yang menyala, kita pun sudah merasa biasa-biasa saja. Padahal di luar sana, masih banyak orang yang belum mendapat saluran listrik hingga tiap malam hanya diterangi temaram bulan purnama atau lampu minyak dan lilin. Sadarkah kalau sebenarnya sinar terang itu adalah kenikmatan mutlak yang telah diberikan kepada kita? Coba ingat saat tiba-tiba lampu mati. Tak jarang orang segera mengutuk kegelapan yang terjadi. Betapa tidak nyamannya gelap. Inilah yang patut kita renungkan, betapa terang adalah sebuah berkah yang luar biasa. (disadur dari http:/ / didekatnya.blogspot.co.id)

 

Isi

Gelap dan terang adalah sebuah gambaran dua sisi kehidupan manusia. Kehidupan dalam gelap berarti kehidupan yang dikuasai dosa. Sedangkan kehidupan dalam terang adalah kehidupan yang ada dalam Yesus Kristus. Tuhan menghendaki agar kita hidup dalam terang tidak dalam kegelapan. Oleh karena itu Ia bertindak cepat, agar kehidupan umatNya tidak terbelenggu dalam kegelapan.

Dalam bacaan pertama dijelaskan bahwa seakan Tuhan tidak sabar ketika Samuel tidak segera bertindak untuk mengurapi raja baru menggantikan Saul. Tuhan menghendaki situasi kehidupan bangsa Israel menjadi lebih baik. Saul sebagai raja Israel telah ditolak oleh Tuhan. Saul ditolak Tuhan sebagai raja Israel karena pelanggaran-pelanggarannya (1 Sam. 15). Tuhan menghendaki raja Israel yang baru. Tuhan mempunyai suatu kriteria tersendiri. Untuk menjadi raja Israel Tuhan tidak memandang paras dan perawakan yang tinggi (band. 1 Sam. 9:2). Bukan yang dilihat manusia yang dilihat Allah; manusia melihat apa yang di depan mata, tetapi TUHAN melihat hati. Pilihanpun jatuh pada diri Daud.

Keseriusan Tuhan agar umatNya hidup dalam terang adalah dengan kehadiran dan karyaNya di dunia ini. Kehadiran serta karyaNya yang nyata akan menggerakkan hati setiap orang untuk percaya kepada-Nya. Peristiwa penyembuhan orang buta sejak lahir, pada bacaan ketiga, menjadi cara Tuhan Yesus untuk menjelaskan bahwa diriNya adalah Sang Terang itu. Ia melakukan mujizat itu dengan cara yang unik. Ia meludah ke tanah dan mengaduk ludah-Nya itu dengan tanah, lalu mengoleskannya pada mata orang buta tadi. Kemudian menyuruhnya membasuh di kolam Siloam. Orang yang tadinya buta kembali dengan mata yang melek. Secara fisik ia dapat menikmati terang. Tetapi tidak hanya itu, secara spritual ia juga mendapatkan terang. Ia mengatakan bahwa Yesus adalah seorang nabi. Yesus datang dari Allah. Menurutnya jikalau orang itu tidak datang dari Allah, Ia tidak dapat berbuat apa-apa. Iapun percaya kepada Yesus dan menyembahNya. Ia tidak lagi hidup dalam kegelapan, tetapi dalam terang.

Lalu bagaimana hidup dalam terang itu? Buah harus dihasilkan. Rasul Paulus mengingatkan, terang itu menghasilkan buah yang baik, yaitu kebajikan, keadilan dan kebenaran. Kebajikan atau agathosune adalah jiwa atau semangat kemurahan hati. Keadilan atau dikaiosune yakni “hal memberi kepada manusia dan kepada Allah apa yang menjadi hak mereka”. Kebenaran atau aletheia, yakni kebenaran moral, bukan sesuatau yang hanya semata-mata untuk diketahui tetapi untuk dilaksanakan.Terang itu memampukan kita untuk membedakan apa yang membawa sukacita dan apa yang membawa dukacita bagi Allah.Terang itu membuka tabir dari setiap kejahatan.

Tetapi tidak semua orang menghargai terang. Masih ada saja orang yang tetap hidup dalam kegelapan. Contohnya adalah orang Farisi. Meski secara fisik dapat melihat dan merasakan terang, tetapi secara spritual mereka buta, berada dalam kegelapan. Hal itu nampak pada sikapnya yang meragukan Yesus dan tidak percaya kepadaNya. Menurut orang Farisi, Yesus tidak datang dari Allah, sebab Ia tidak memelihara hari Sabat.

 

Penutup

Tuhan Yesus sudah membawa kita ke dalam terang. Kita tidak lagi hidup dalam kegelapan. Tetapi apakah kita masih berada dalam terang itu? Atau apakah kita menyepelekan terang itu? Marilah kita bertanya kepada diri sendiri! Hidup dalam terang harus menghasilkan buah kebajikan, keadilan dan kebenaran. Kita harus menyadari bahwa dunia menawarkan hal yang berbeda. Ada banyak upaya untuk menjauhkan kita dari terang. Di media elektronik berita yang beredar adalah teladan-teladan yang menampilkan ketidakbajikan, ketidakadilan dan ketidakbenaran. Kebajikan, keadilan dan kebenaran masih menjadi barang yang mahal. Mari kita senantiasa hidup dalam terang! Amin. [SWT]

 

Nyanyian: KJ. 424

RANCANGAN KHOTBAH: Basa Jawi

Pembuka

Sawetawis wegdal, sumangga kita sami ngraosaken menawi listrik dumadakan pejah ing wanci dalu. Punapa ingkang badhe kita lampahi? Wangsulanipun inggih punika: menawi mboten pados senter, korek api, nggih pados lilin. Ingkang terang kita enggal pados barang ingkang saged ndadosaken padhang. Sareng listrik punika murub, tanpa prentah, kita sedaya sami surak. Mekaten ugi menawi kita wonten ing salah satunggaling kamar ingkang peteng. Wiwitan ingkang kita padosi inggih punika saklar lampu, kangge madhangi kamar peteng. Tanpa kita sadhari, kita punika gumantung kaliyan pepadhang. Nggih pancen, mripat kita mboten badhe saged ningali, tanpa wontenipun pepadhang.

Nanging eman sanget, sasampunipun kita manggihi pepadhang lan saged ningali kanthi terang, kita supe saos sokur. Srengenge ingkang mancaraken pepadhang, lan mbiyantu kita ningali tanpa mbetahaken lilin utawi lampu, sami kita anggep perkawis limrah. Kita malah nggrundhel, rikala panasipun srengenge punika sumelet ing kulit.  Ing wanci dalu, rikala listrik paring pepadhang, kita ugi nganggep punika perkawis ingkang limrah. Kamangka ing papan sanes, taksih kathah tiyang ingkang dereng pikantuk saluran listrik, ing wanci dalu namung dipun padhangi cahyaning rembulan, lan namung ngagem lampu minyak lan obor. Punapa kita sadhar menawi  pepadhang punika berkah ageng ingkang dipun paringaken dhateng kita? Cobi kita enget rikala listrik dumadakan pejah. Kathah tiyang ingkang sami ngresula, lan nyupatani pepeteng. Saestu, pepeteng punika mboten sekeca. Punika perkawis ingkang kita raosaken, saestu pepadhang punika berkah ingkang ngeram-eramaken sanget. (http:/ / didekatnya.blogspot.co.id)

 

Isi

Pepeteng lan pepadhang, kalih perkawis ing pigesangipun manungsa. Gesang ing pepeteng ateges gesang ing pangwasaning dosa. Gesang ing pepadhang ateges gesang ing Sang Kristus. Gusti ngersakaken kita gesang ing pepadhang, mboten ing pepeteng. Mila saking punika Gusti enggal mujudaken pakaryanipun, supados umat kagunganipun mboten dipun blenggu ing pepeteng.

Ing waosan ingkang sepisan dipun terangaken bilih Gusti Allah kados-kados mboten sabar, rikala Samuel mboten enggal njebadi ratu ingkang enggal, gantosipun Saul. Gusti ngersakaken kawontenaning gesangipun bangsa Israel langkung sae. Saul minangka ratuning Israel sampun dipun tampik dening Gusti. Saul dipun tampik Gusti awit nerak dhawuhipun (1 Sam 15). Gusti ngersakaken ratuning Israel ingkang enggal. Gusti kagungan ukuran kangge milih ratu ingkang enggal. Kangge dados ratuning Israel, Gusti mboten nyawang bagusing rupa lan dedeg ingkang inggil (bandingaken 1 Sam. 9:2). Gusti sampun nampik. Gusti mboten mawas caranipun manungsa. Menawi  manungsa namung mawas ing lair, nanging Gusti mawas ing batin. Pilihanipun dhawah ing Dawud.

Gusti rawuh lan makarya ing donya. Punika perkawis ingkang dipun lampahi dening Gusti supados manungsa gesang ing pepadhang. Karawuhan lan pakaryanipun ndadosaken manungsa krentek mujudaken kapitadosanipun dhumateng Gusti. Lampahan kasarasanipun tiyang ingkang wuta wiwit lair, (waosan kaping tiga) dados margining Gusti Yesus nerangaken bilih Panjenenganipun punika pepadhanging jagad. Mukjijatipun Gusti dipun lampahi kanthi cara ingkang aneh. Gusti Yésus kecoh ing siti. Kecohipun dipun ulet kaliyan siti, dipun lèlètaken ing mripatipun tiyang wuta. Lajeng dipun utus raup ing blumbang Siloam. Tiyang ingkang waunipun wuta, wangsul kanthi mripat ingkang saged ningali. Sacara badan, tiyang wau saged ngraosaken pepadhang. Nanging mboten namung punika, secara spritual (karohanen) piyambakipun ugi pikantuk pepadhang. Tiyang wau matur bilih Gusti Yesus punika nabi, Gusti Yesus pinangkanipun saking Allah. Miturut tiyang wau, menawi Gusti Yesus pinangkanipun sanes saking Allah, Panjenenganipun mboten saged nindakaken punapa-punapa. Lajeng tiyang wau pitados lan sujud ing ngarsanipun Gusti. Piyambakipun mboten gesang ing pepeteng, nanging ing pepadhang.

Lajeng, kados pundi gesang ing pepadhang punika? Nggih kedah ngasilaken woh. Rasul Paulus ngengetaken pepadhang punika ngasilaken woh ingkang sae, inggih punika kabecikan, kaadilan, kayektèn. Kabecikan utawi agathosune inggih punika jiwa utawi semangat kamirahan. Kaadilan utawi dikaiosune inggih punika perkawis peparing dhateng manungsa lan Gusti, punapa ingkang dados hakipun. Kayekten utawi aletheia, inggih punika kayekten ing moral (kasusilan), mboten namung ing bab punapa ingkang kedah dipun mangertosi, nanging punapa ingkang kedah dipun lampahi. Pepadhang nyagedaken kita mbedakaken punapa ingkang saged ngasilaken kabingahan, lan kuciwaning Allah. Pepadhang punika mbikak tutuping pandamel ingkang awon.

Nanging mboten sedaya tiyang saged nampi pepadhang. Taksih wonten kemawon tiyang ingkang tetep gesang ing  pepeteng. Contonipun inggih punika tiyang Farisi. Senaosa secara badan saged ningali lan ngraosaken pepadhang, nanging secara spiritual (karohanen) tiyang Farisi wuta, lan gesang ing pepeteng. Perkawis punika ketingal saking panampinipun ingkang mangu-mangu dhateng Gusti Yesus lan mboten pitados dhateng Panjenganipun. Miturut tiyang Farisi, Gusti Yesus pinangkanipun sanes saking Allah, amargi mboten saged njagi dinten Sabat.

 

Panutup

Gusti Yesus sampun ngajak kita tumuju dhateng pepadhang. Kita mboten gesang ing pepeteng malih. Nanging punapa kita taksih wonten ing salebeting pepadhang punika? Utawi kita nyepelekaken pepadhang? Sumangga kita nguji dhiri kita piyambak-piyambak! Gesang ing pepadhang kedah ngasilaken woh kabecikan, kaadilan lan kayektèn. Kita sadhar bilih ndonya nawakaken perkawis ingkang benten. Kathah perkawis ingkang nebihaken kita saking pepadhang. Ing media elektronik, pawartos ingkang kita tampi sanes kabecikan, kaadilan, kayektèn, nanging kosok wangsulipun. Lan taksih ewet manggihaken kabecikan, kaadilan, kayektèn ing pigesangan kita. Sumangga kita tansah gesang ing pepadhang! Amin. [SWT]

 

Pamuji: KPK 130

Renungan Harian

Renungan Harian Anak