Khotbah Minggu 26 Februari 2017

14 February 2017

MINGGU TRANSFIGURASI
STOLA  PUTIH

 

Bacaan 1         : Keluaran 24:12-18
Bacaan 2         : 2 Petrus 1:16-21
Bacaan 3         : Matius 17:1-9

Tema Liturgis  : Melakukan lebih dari yang ditetapkan
Tema Khotbah : Perhatikan dan Bersaksilah!

 

Keterangan Bacaan

Keluaran 24:12-18

Perjalan Israel menuju ke tanah Kanaan bukan sekedar perjalanan biasa, itu adalah perjalanan iman. Sebuah perjalanan, dimana TUHAN sendiri membentuk dan mengajar umat yang telah dipilihNya. Dalam bagian bacaan kita hari ini, digambarkan perintah TUHAN kepada Musa untuk naik ke Gunung Sinai untuk menerima loh batu dan berbagai petunjuk untuk membuat tabut perjanjian beserta aksesorisnya (meja roti sajian, kandil, kemah suci, dll). Menarik, jika sebelum mendaki Gunung Sinai itu Musa meminta para tua-tua untuk tinggal di bawah Gunung untuk menghandle perkara-perkara orang Israel selama ia tak ada di tempat. Ia mendelegasikan tugas seseharinya pada Harun dan Hur. Begitu Musa dan Yosua, abdinya naik ke atasnya, segera gunung itu diselimuti awan dan kemuliaan Tuhan nampak bagai api di puncak gunung itu. Sungguh, kejadian alam luar biasa yang memanifestasikan kemuliaan Allah yang tak terkira

 

2 Petrus 1:16-21

Surat kedua Petrus ini juga membahas tentang kemuliaan Yesus yang disaksikannya. Penulis mengawali kesaksiannya dengan menyatakan bahwa ia benar-benar saksi mata dari terjadinya peristiwa Yesus yang dimuliakan. Nampaknya bagian ini ini merujuk kepada narasi Luk 9:28-35 (dan paralelnya) mengenai Yesus yang dimuliakan BapaNya diatas sebuah gunung. Kesaksian ini lalu menjadi dasar dari nasehat yang disampaikan kemudian. Nasehat penulis di bagian ini adalah agar para pembaca mau memperhatikan firman yang disampaikan Tuhan sama seperti mereka memperhatikan pelita dalam gelap.

 

Matius 17:1-9

Penginjil menarasikan sebuah peristiwa yang kini disebut sebagai transfigurasi oleh gereja. Peristiwa dimana ketiga murid terdekatNya menjadi saksi bagaimana Yesus berubah rupa: “wajahnya bercahaya seperti matahari dan pakaiannya menjadi putih bersinar seperti terang” (ay.2) dan saat dua tokoh terpenting Kitab Ibrani, Musa dan Elia berbincang denganNya (ay.3). Nampaknya, kehadiran dua tokoh ini (dan bukan tokoh PL yang lain) bukannya tanpa alasan. Musa adalah sang pembawa hukum bagi Israel dan Elia adalah nabi berpengaruh yang membawa Israel kepada penyembahan TUHAN yang Esa. Hebatnya, mereka berdua dingambarkan sedang berbicara dengan Dia. Hal ini menunjukkan bahwa Musa dan Elia menghormati Yesus, mereka datang ke dunia untuk bertemu dengan Dia. Tak seperti Lukas yang menyebutkan isi pembicaraan (tentang tujuan kepergian Yesus yang akan digenapiNya di Yerusalem), Matius tidak menyebutkan secara spesifik pembicaraan mereka. Meskipun demikian, nampak bahwa tekanan Matius memang bukan di isi pembicaraan mereka namun peristiwa yang lebih dahsyat lagi setelah ini.

Entah karena saking takjub atau bingungnya, Petrus menawari Sang Guru untuk mendirikan kemah bagi mereka bertiga. Namun seakan menanggapi tawaran manusiawi Petrus, kemuliaaan Allah turun melalui awan terang yang luar biasa dan dari dalam awan itu terdengar suara: “Inilah Anak yang Kukasihi, kepada-Nyalah Aku berkenan,dengarkanlah Dia.” Melalui suara Sang Bapa telah jelas, bahwa peristiwa transfigurasi adalah peristiwa dimana ke-Tuhanan Yesus dinyatakan. Tak tahan memandang kemuliaan yang luar biasa itu, para murid tersungkur gemetar ketakutan. Lalu Yesus menyentuh mereka agar mereka tak lagi ketakutan. Namun saat menengadahkan kepala, mereka tak lagi melihat siapa-siapa. Dan saat mereka menuruni gunung itu, Sang Guru berpesan agar tak menceritakan peristiwa transfigurasi itu sebelum Anak Manusia mati dan dibangkitkan dari antara orang mati.

Matius dan Penginjil Sinoptis lain memang menggambarkan ketiga murid ini tetap menutup mulutnya dan tak menceritakan peristiwa itu sebelum Tuhan Yesus mati dan dibangkitkan. Namun, 2 Petrus tadi menunjukkan bahwa Petrus menggunakan pengalamannya untuk bersaksi dalam pekaaran injil yang dilakukannya. Dari sini kita bisa melihat bagaimana ketiga murid itu mau memperhatikan apa pengalaman iman yang mereka alami dan kemudian menjadikannya kesaksian dan memberkati lebih banyak orang.

 

BENANG MERAH TIGA BACAAN

Peristiwa transfigurasi menunjukkan ke-Tuhanan Yesus. Namun bagi para murid saat itu dan juga kita sekarang, transfigurasi Yesus adalah pengingat bahwa kita diminta untuk memperhatikan karya Tuhan dalam hidup kita melalui berbagai hal dan menjadi saksi bagi kemuliaanNya.

 

RANCANGAN KHOTBAH: Bahasa Indonesia

Pendahuluan

Sesuai dengan kalender liturgis, hari ini adalah minggu transfigurasi. Minggu ini dikhususkan untuk merayakan peristiwa transfigurasi (perubahan wajah Yesus jadi mulia) Tuhan Yesus. Transfigurasi adalah istilah yang merujuk pada beberapa peristiwa yaitu: perubahan rupa Yesus, pertemuannya dengan Musa dan Elia dan terdengarnya suara Allah. Ketiga peristiwa ini disaksikan oleh Petrus, Yakobus dan Yohanes, yang seringkali dianggap sebagai tiga murid utama Tuhan Yesus. Di kalender liturgis Gereja Katolik Roma, transfigurasi dirayakan di bulan Agustus. Namun di gereja-gereja Protestan, minggu transfigurasi dirayakan di antara minggu-minggu Epifani dan minggu-minggu pra-paskah (setelah Epifani dan sebelum minggu pra-paskah). Gereja Protestan cenderung menyusun kalender liturgisnya sesuai dengan kronologi hidup Yesus yang digambarkan Injil.

Nampaknya baik jika di Minggu Transfigurasi ini kita bertanya, apakah relevansi dari peristiwa transfigurasi terhadap kehidupan kita sesehari?

 

Isi

Bacaan pertama hari ini mengingatkan pada kita, bahwa sama seperti perjalanan Bangsa Israel menuju tanah perjanjian yang merupakan perjalanan iman. Demikian pula kehidupan kita sesehari adalah perjalanan iman. Perjalanan iman Bangsa Israel memang dipenuhi dengan peristiwa-peristiwa luar biasa yang terkadang di luar nalar, dimana TUHAN selalu menolong mereka dengan cara ajaib. Bahkan dalam bagian bacaan ini, kemuliaan TUHAN ditunjukkan di hadapan Israel dengan gilang-gemilang. Namun, segala peristiwa ajaib dan bahkan hukum dari TUHAN tidak membuat perjalanan iman Israel menjadi lebih baik. Mereka tak henti-hentinya menggerutu, bahkan sempat berbalik dari TUHAN yang sudah menunjukkan begitu banyak mujizat di hadapan mereka. Dari Keluaran, kita bisa belajar bahwa banyaknya mujizat ajaib ternyata tak menjamin kehidupan iman baik yang membuahkan tindakan baik pula.

Mungkin tak banyak di antara kita yang pernah mengalami peristiwa ajaib gilang-gemilang atau mujizat di luar nalar. Mungkin kita merasa bahwa kehidupan iman kita berjalan biasa saja, dari dulu ya begini-begini saja. Tidak seseru kesaksian-kesaksian orang di TV yang mengalami kesembuhan ajaib, atau yang tadinya penjahat jadi petobat. Namun, apakah itu berarti kita kurang beriman? Kita tak diurapi Roh Kudus? Ah…tunggu dulu….

Dalam Surat Petrus yang kedua, penulis menuliskan kesaksian yang merujuk kepada peristiwa perubahan rupa Yesus di atas sebuah gunung. Kesaksian akan kemuliaan Kristus inilah yang dijadikannya dasar untuk menyampaikan sebuah nasehat. Ia meminta para pembaca suratnya saat itu dan juga kita saat ini untuk MEMPERHATIKAN (beri sedikit tekanan pada kata ini). Ya…memperhatikan firman Tuhan melalui segala sesuatu yang terjadi dalam hidup kita. Siapa bilang mujizat tidak terjadi dalam hidup kita yang kita nilai sendiri sebagai hidup yang biasa-biasa saja atau hidup yang begini-begini saja ini? Bisa membuka mata dan sadar kembali di pagi hari setelah tidur malam yang nyenyak adalah sebuah mujizat. Bukankah keberadaan orang-orang di sekitar kita, yang mencintai kita dan kita cintai adalah juga mujizat Tuhan? Bukankah nafas yang masih bisa kita tarik dan hembuskan, kaki yang masih bisa berdiri tegak, mata yang masih bisa melihat jelas dan hal-hal lain yang biasanya tidak kita perhatikan baik-baik adalah mujizat Tuhan?

Transfigurasi Yesus yang dinarasikan Matius menunjukkan ke-TuhananNya. Dia adalah Anak Manusia yang kepadaNya, bahkan dua tokoh sepenting Musa dan Elia datang dan memberikan hormat. Memang kemulianNya ditunjukkan dengan gilang-gemilang. Perkenan atasNya disampaikan dengan suara menggelegar. Namun, semua yang luar biasa, yang ekstravaganza itu hanya disampaikan kepada manusia berjumlah tiga. Para murid yang sebenarnya masih belum sepenuhnya mengenal siapa Sang Guru itu.

Dari kisah transfigurasi yang dinarasikan Matius, ada dua hal yang dapat kita ambil pelajaran. Pertama, kita diminta untuk memperhatikan segala hal yang terjadi dalam hidup, bahkan hal-hal yang seringkali kita anggap biasa sekalipun. Karena dalam hal biasa itulah, Tuhan bekerja, Tuhan menyatakan rencanaNya. Dalam hal biasa itulah kita dapat menemukan ke-luarbiasa-an panggilan dan karya Tuhan dalam hidup kita. Selanjutnya, jika kita telah terbiasa memperhatikan perkara-perkara “biasa” dalam hidup kita dan mensyukurinya, mari belajar untuk menjadi saksiNya. Bersaksi bukan hanya perkara sebanyak apa kita bisa berkata atau sepanjang apa kita bisa berkhotbah. Namun, kesaksian melalui tindakan nyata adalah yang diperlukan oleh dunia.

 

Penutup

Saudara terkasih, demikianlah peristiwa transfigurasi yang gilang-gemilang justru ditunjukkan kepada tiga murid yang biasa. Itu bukan tanpa sebab, karena Tuhan ingin memakai yang biasa menjadi luar biasa. Dan sama seperti Tuhan telah memakai Petrus, Yohanes dan Yakobus yang biasa itu, Tuhan juga mau memakai kita yang biasa ini untuk karyaNya yang luar biasa.

Bagaimana jawab kita? Maukah kita terus memperhatikan karyaNya dalam hidup kita dan bersaksi? Tuhan memberkati. Amin. (Rhe)

 

Nyanyian: KJ 370

RANCANGAN KHOTBAH: Basa Jawi

Pambuka

Miturut kalender (penanggalan) liturgis (kegiatan greja), dinten menika kasebut Minggu transfirgurasi. Minggu menika kapilih mirunggan kagem mahargya lelampahan transfigurasi (malihing pasuryanipun) Gusti Yesus (dados mulya). Transfigurasi menika istilah ingkang nuju dhateng tigang lelampahan, nggih menika: malihing pasuryanipun Gusti Yesus, pepanggihanipun kaliyan nabi Musa lan Elia, tuwin kapirenging swantenipun Gusti Allah. Tigang lelampahan menika dipun sekseni dening Petrus, Yakobus lan Yokanan, ingkang asring kaanggep tigang murid ingkang ketengen dening Gusti Yesus. Ing kalender liturgisipun Greja Katolik Rum, transfigurasi menika katindakaken ing wulan Agustus. Nanging Greja-greja Protestan, minggu transfigurasi dipun tetepaken ing antawisipun minggu-minggu Epifani lan minggu-minggu pra Paskah (bakda Epifani lan saderengipun pra Paskah). greja Protestan langkung condhong netepaken kalender liturgis manut urut-urutaning lelampahanipun Gusti Yesus ingkang kagambaraken ing kitab Injil.

Raosipun prayogi menawi ing Minggu Transfigurasi menika kita apitaken, menapa gandheng-cenengipun lelampahan transfigurasi menika tumrap pigesangan kita padintenan?

 

Isi

Waosan kapisan dinten menika ngengetaken kita bilih kados dene lampahing bangsa Israel tumuju tanah prajanjian minangka lelampahaning iman, mekaten ugi pigesangan kita sadinten-dinten dados lelampahan iman. Lelampahan imaning bangsa Israel pancen kebak prekawis ingkang elok ingkang boten tinemu ing nalar, dene Gusti Allah tansah paring pitulungan kanthi margi ingkang ngedab-edabi. Malah ing peranganing waosan menika kamulyanipun Gusti katedahaken ing ngajenganipun Israel kanthi padhang trawangan. Ewasamanten, sedaya prekawis ingkang elok lan malah angger-angger ingkang saking Gusti jebul boten ndamel lampahing bangsa Israel dados langkung sae. Bangsa Israel tanpa kendhat anggenipun ngresula, malah nate minger saking Gusti ingkang sampun nedahaken kathah mukjijat ingkang nyata. Saking kitab Pangentasan kita saged sinau bilih kathahing mukjijat ingkang elok jebul boten mesthekaken pigesanganing iman utami ingkang nuwuhaken tumindak ingkang sae ugi.

Mbokmenawi boten kathah ing antawis kita ingkang nate ngalami prekawis elok padhang trawangan utawi mukjijat ingkang boten tinemu ing nalar. Mbokmenawi kita rumaos bilih gesanging iman kita namung biasa kemawon, wiwit rumiyin nggih namung kados mekaten, boten kados kesaksianipun tiyang ing TV ingkang ngalami kasarasan elok, ingkang swaunipun tiyang duraka dados tiyang ingkang mratobat. Nanging, menapa ateges bilih kita kirang pitados? Kita rak nggih sampun jinebadan dening Roh Suci ta? Eh…mangke rumiyin….

Ing serat 2 Petrus kaserat paseksi ingkang magepokan kaliyan lelampahan malihing pasuryanipun Gusti Yesus ing redi. Paseksi bab kamulyanipun Sang Kristus menika ingkang kadadosaken tetales (dasar) kangge paring pitutur. Penulisipun nyuwun supados para ingkang maos seratipun menika nalika semanten lan ugi kita samangke supados MIGATOSAKEN, nggih menika migatosaken sabdanipun Gusti lumantar sadhengah prekawis ingkang kelampahan ing gesang kita. Sinten ingkang ngendika bilih mukjijat boten kelampahan ing gesang kita ingkang kita anggep minangka gesang ingkang biasa kemawon utawi ingkang kados mekaten kemawon? Kita saged melek lan sadhar malih sasampunipun tilem kanthi lerem menika nggih satunggaling mukjijat. Tiyang-tiyang ing sakiwa tengen kita, ingkang nresnani lan kita tresnani menika rak nggih mukjijat saking Gusti? Kita saged ambegan, suku ingkang murugaken kita saged ngadeg jejeg, mripat ingkang taksih saged ningali kanthi cetha saha sedaya prekawis limrah lan prasaja ingkang asring boten kagatosaken menika nggih mukjijatipun Gusti.

Transfigurasinipun Gusti Yesus ingkang kacariyosaken dening Mateus nedahaken anggenipun jumeneng GUSTI. Panejenganipun menika Putraning Manungsa ingkang dipun rawuhi lan dipun urmati dening nabi ageng Musa lan Elia. Kamulyanipun katedahaken kanthi sumilak trawangan. Karenanipun Allah dhateng Panjenenganipun katedahaken kanthi swara ingkang gumaleger. Nadyan mekaten, sedaya ingkang elok lan ngedab-edabi menika namung katedahaken dhateng tiyang tiga, nggih menika Petrus, Yakobus lan Yokanan ingkang sejatosipun dereng saestu wanuh sinten ta Gurunipun menika.

Saking lampahan transfigurasi ingkang kacariyosaken Mateus menika wonten kalih prekawis ingkang saged dados piwulang kangge kita. Sepisan, kita kapurih migatosaken sedaya prekawis ingkang dumados ing pigesangan, ugi prekawis-prekawis ingkang asring kita anggep biasa, limrah. Ing salebeting prekawis ingkang biasa utawi limrah menika Gusti makarya, Gusti nedahaken rancanganipun. Ing prekawis ingkang limrah menika kita ugi saged manggihaken timbalan lan pakaryanipun Gusti ingkang elok wonten ing gesang kita. Kalih, menawi kita sampun kulina nggatosaken prekawis ingkang “limrah” ing gesang kita lan saos sokur, sumangga blajar dados seksinipun Gusti. Atur paseksi menika sanes prekawis sepinten kathahing tembung ingkang saged kita ucapaken utawi sadangunipun menapa kita saged kotbah. Nanging, paseksi menika lumantar tumindak nyata ingkang kabetahaken dening donya menika.

 

Panutup

Para sedherek kinasih, lah mekaten lelampahan transfigurasi ingkang sumilak trawangan malah katedahaken dhateng murid tiga ingkang prasaja, biasa, limrah. Menika sanes tanpa sabab, karana Gusti arsa ngagem ingkang prasaja, ingkang biasa utawi limrah dados elok lan ngedab-edabi. Kados dene Gusti sampun ngagem Petrus, Yakobus lan Yokanan ingkang prasaja menika, Gusti ugi arsa ngagem kita ingkang prasaja menika kagem pakaryanipun ingkang agung.

Kados pundi wangsulan kita? Menapa kita cumadhang terus nggatosaken pakaryanipun Gusti ing gesang kita lan atur paseksi? Gusti mberkahi. Amin. [terj. st]

 

Pamuji: KPK 39: 1,2.

Renungan Harian

Renungan Harian Anak