BULAN ALKITAB; MINGGU BIASA
STOLA PUTIH
Bacaan 1 : Yunus 4: 1 – 11
Bacaan 2 : Fillipi 1: 21 – 30
Bacaan 3 : Matius 20: 1 – 16
Tema liturgis : Firman Allah Mendasari Sikap dan Tindakan Umat.
Tema khotbah: Apakah Aku berlaku tidak adil?
Keterangan Bacaan
(Tidak perlu dibaca di mimbar, cukup dibaca saat mempersiapkan khotbah)
Yunus 4: 1 – 11
Yunus tidak dapat menerima sikap dan tindakan Allah yang membatalkan hukuman-Nya kepada orang-orang Niniwe. Yunus tidak senang melihat orang-orang Niniwe bertobat. Yunus merasa Allah telah berlaku tidak adil, oleh karena itu dia memilih lebih baik mati. Tuhan segera menantang Yunus, dengan pertanyaan: “Apakah pada tempatnya engkau marah? Apakah engkau sangat marah?” Allah juga menyajikan tantangan-Nya secara dramatis, dalam bentuk “perumpamaan hidup” tentang pohon jarak. Allah memberikan naungan kepada Yunus, dengan memberikan pohon jarak. Kemudian keesokan harinya Tuhan membalikan hal itu dengan membinasakan pohon jarak tsb. Yunus menjadi sangat marah karena pohon jarak tsb binasa. Sekalipun itu bukan kepunyaannya, namun Yunus menyayanginya, karena hal itu membawa kesenangan baginya.
Ini menunjukkan betapa eksklusifnya keagamaan Yunus telah membuat dia tidak mempunyai kemurahan hati, malah perikemanusiaan pun tidak. Kepentingan diri sendiri, kebutaan, ketidakadilan, semuanya ini dinyatakan secara berurutan dengan perumpamaan tentang dosa-dosa Yunus.
Fillipi 1: 21 – 30
Bagi Paulus hidup atau mati ia tetap bersukacita. Terus hidup di dunia ini adalah hidup dalam kegembiraan Kritus yang mantap, dan selanjutnya akan ada pekerjaan menyenangkan dalam pelayanan kepada Tuhannya. Di lain pihak ia tahu bahwa kematian adalah melulu keuntungan, karena di seberang kematian adalah hadirat Kristus, dengan kematian berarti beserta dengan Kristus. Adalah lebih menguntungkan baginya untuk pergi bersama Tuhannya; bagi orang lain adalah lebih menguntungkan bahwa ia hidup terus. Dengan tetap hidup ia akan menolong mereka memajukan kerohanian mereka, dan membuat mereka lebih sungguh-sungguh bersukacita dan menang dalam iman mereka. Adalah suatu kemegahan orang Kristen yang bergembira atas pekerjaan Allah dalam diri orang Kristen lainnya.
Matius 20: 1 – 16
Dalam perumpamaan ini yang dipentingkan ialah bahwa setiap orang dalam Kerajaan itu menerima apa yang dibutuhkannya (sedinar adalah upah sehari seorang pekerja) dan ini adalah hidup yang kekal. Ini adalah pemberian Allah, yang selalu memanggil manusia yang mencapai tingkat yang berbeda-beda di bidang moral dan punya kesempatan yang berbeda-beda di bidang rohani, untuk melayani-Nya. Dan karenanya tak seorangpun dapat menuntut dari pada-Nya lebih dari apa yang diberikan-Nya kepada setiap orang. Tidak ada ketidakadilan dalam apa yang dilakukan oleh Allah, sebab Ia memberikan apa yang dijanjikan-Nya (13). Ia punya kebebasan yang berdaulat untuk melakukan apa yang berkenan kepada-Nya sebab kemurahan hati dapat ditambahkan kepada keadilan (14-15).
Benang Merah Tiga Bacaan
Pola keagamaan yang eksklusif, bisa menyebabkan orang tidak memilki kemurahan hati, bahkan perikemanusiaan pun tidak. Selalu merasa tidak senang melihat pekerjaan Allah dalam diri orang lain, selalu berorientasi pada diri sendiri bahkan kesenangan dan keuntungan diri sendiri. Manakala merasa tidak diuntungkan, dengan gampang menuduh Allah berlaku tidak adil.
RANCANGAN KHOTBAH: Bahasa Indonesia
(Ini hanya sebuah rancangan…bisa dikembangkan sendiri sesuai konteks jemaat)
Pendahuluan
“Apakah Aku berlaku tidak adil?” Tema ini sebuah pertanyaan yang datangnya dari Yesus, ditujukan kepada manusia khususnya umat milikNya. Pertanyaan ini muncul menjawab pergumulan manusia/ umat yang merasa Allah tidak berlaku adil kepada mereka atau merasa tidak diperlakukan secara adil oleh Allah. Benarkah demikian? Benarkah Allah berlaku tidak adil?
Isi
Perumpamaan ini dimaksudkan sebagai peringatan kepada para murid Yesus dan kepada semua orang lain yang bekerja bagi Yesus dan bagi Kerjaan Allah.
1. Kepada para murid Yesus seolah-olah berkata: “Kalian telah menerima hak istimewa datang lebih dahulu dalam persekutuan Kristen/ Jemaat, sejak semula, sejak awal. Di hari kemudian akan datang yang lain, kalian tidak boleh menuntut hak atau perlakuan istimewa, penghormatan khusus, tempat khusus, karena kalian menjadi orang Kristen sebelum mereka. Semua orang tak peduli kapan datang, sama berharganya di mata Allah.”
Kadang-kadang ada saja orang yang datang awal merasa bahwa gereja miliknya, sehingga mendikte kebijakan gereja. Tidak senang melihat bangkitnya generasi baru dengan rencana dan cara yang berbeda. Dalam Gereja, senioritas tidak dengan sendirinya berarti kehormatan. Kekristenan tidak mengenal konsep herrenvolk, ras tuan.
2. Di sini terdapat belas kasih Allah yang tidak terbatas, terdapat unsur kelemahlembutan manusiawi. Dalam ukuran keadilan yang ketat, makin singkat seseorang bekerja makin sedikit upah yang diterima. Namun tuan itu tahu benar bahwa satu dinar per hari bukanlah upah yang besar, kalau buruh pulang ke rumah dengan upah yang kecil, isteri dan anak-anaknya kelaparan. Karena itu dia melangkah melampaui keadilan, memberi mereka lebih banyak dari yang seharusnya mereka terima. Perumpamaan ini mengungkapkan dua kebenaran yang merupakan hak pekerja, yaitu hak semua orang untuk bekerja, dan hak semua orang untuk menerima upah yang layak atas pekerjaannya.
3. Di sini kita dapat melihat kemurahan Allah. Orang-orang itu tidak melakukan pekerjaan yang sama, tetapi mereka menerima upah yang sama besarnya. Ada dua pelajaran penting:
a. Semua pekerjaan sama pentingnya di hadapan Allah. Bukan jumlah pekerjaan, tetapi buah yang dihasilkanlah yang dipentingkan. Allah tidak memandang jumlah pekerjaan/ pelayanan kita. Semuanya sama pentingnya di hadapan Allah, selama kita memberi semua yang harus kita berikan.
b. Semua yang Allah berikan bersumber dari anugerah. Kita tidak dapat memaksa Allah, lebih lagi kita tidak layak untuk menerimanya; jangan bertindak dan bersikap seperti Yunus (bacaan 1). Apa yang Allah berikan kepada kita berasal dari kebaikan hatiNya. Yang Allah berikan bukan bayaran, melainkan hadiah; bukan upah melainkan anugerah.
4. Setiap orang percaya haruslah/ wajib bekerja bagi Tuhan dan bagi Kerajaan Allah, dan bahkan mengajak orang lain untuk bekerja bersama. Tetapi yang penting adalah apa semangat yang melandasinya. Para pekerja dalam perumpamaan ini ada dua kelompok:
a. Pekerja yang datang pertama, dengan membuat kesepakatan dengan tuannya, “kami bekerja kalau mendapat upah sekian” -mereka ingin mendapatkan sebanyak mungkin pekerjaan itu- upah sebanyak mungkin.
b. Pekerja yang datang kemudian, tanpa membuat kesepakatan dengan tuannya, yang penting mendapat kesempatan untuk bekerja dan mereka dengan rela menyerahkan jumlah besar upahnya kepada tuannya. Orang Kristen bekerja seharusnya demi sukacita melayani Allah dan sesamanya dan minat utamanya bukan upah (sebagaimana Palus bacaan 2).
Banyak orang dalam dunia ini, yang telah menerima upah besar, akan menduduki tempat yang rendah dalam Kerajaan Allah, karena pekerjaannya hanya tertuju pada upah. Sebaliknya, banyak orang yang menurut ukuran dunia ini miskin, namun akan menjadi besar dalam Kerajaan Allah, karena ia tidak pernah berpikir tentang upah itu dan karena senang melayani. Inilah paradox kehidupan kristiani, bahwa orang yang menginginkan upah akan kehilangan upahnya, dan yang melupakan upahnya akan mendapatkannya.
5. Pekerjaan bagi Tuhan dinodai apabila ada kata “aku” muncul dan apabila kita iri hati kepada orang-orang lainnya, yang menerima lebih banyak karunia dan pemberian Tuhan, sebagaimana Yunus yang iri terhadap karunia/ anugerah pengampunan dari Alah kepada orang Niniwe. Kesombongan dan iri hati menyebabkan kita menjadi orang terakhir dan paling rendah.
Penutup
Manusia bisa saja berlaku atau bersikap dan bertindak tidak adil. Manusia bisa saja tebang pilih dalam memberlakukan keadilan atau menegakkan keadilan, tetapi Tuhan tidak demikian. Apa yang Allah berikan atau lakukan kepada kita atas dasar belas kasih-Nya yang tak terbatas, atas dasar kemurahan-Nya yang semuanya bersumber dari kebaikan hati-Nya dan anugerah-Nya. Kita tidak dapat memaksa Allah menuruti kemauan kita, yang sebenarnya bersumber dari kesombongan dan iri hati kita. Yakinlah bahwa Allah selalu berlaku adil kepada kita dan terbukalah untuk menrima pemberlakuan keadilan Allah. Amin (SS)
Nyanyian: KJ 260:2,3
—
RANCANGAN KHOTBAH: Basa Jawi
Pambuka
“Apakah Aku berlaku tidak adil?” Sesirah menika mujudaken pitakenanipun Gusti Yesus ingkang katujokaken dhateng umat pepilihanipun, mliginipun dhateng para murid. Pitakenan menika paring panjawab dhateng raos-pangraosipun manungsa ingkang rumaos bilih Gusti Allah boten tumindak adil dhateng piyambakipun. Menapa pancen inggih mekaten kasunyatanipun? Menapa leres Gusti Allah menika boten adil?
Isi
Pasemon menika sejatosipun minangka pepenget dhateng para murid lan dhateng sinten kemawon ingkang nyambut damel kagem Gusti Yesus lan kagem kratonipun Allah.
1. Dhateng para murid kados-kados Gusti dhawuh: “ Kowe kabeh wus nampa ganjaran kang maligi/ istimewa teka luwih dhisik ing patunggilaning pasamuwan, wiwit wiwitan mula. Sabanjure arep teka wong liyane, kowe ora oleh njaluk hak kang maligi, kaurmatan kang maligi, papan kalungguhan kang maligi, karana kowe dadi wong Kristen sadurunge wong liya-liyane. Kabeh wong padha ajine ana ing ngarsane Allah, ora perduli kapan tekane”.
Sok-sok wonten tiyang ingkang dados warga wiwitan, rumaos greja dados gandhahanipun, pramila asring ndhikte kebijakan greja. Boten remen menawi ningali wonten generasi enggal ingkang tuwuh kanthi cara-cara lan rancangan-rancangan ingkang benten kaliyan jamanipun. Wonten ing pasamuwan, boten kanthi otomatis senioritas menika ateges kaurmatan. Ke-Kristen-an boten tepang konsep herrenvolk, ras tuan.
2. Ing ngriki wonten sih katresnanipun Allah ingkang tanpa wates. Miturut ukuran kaadilan ingkang kaku, saya sekedhap tiyang menika nyambut damel saya sekedhik pituwas ingkang katampi. Ananging majikan menika mangertos saestu bilih pituwas satunggal dinar menika pituwas ingkang alit sanget, menawi berah menika wangsul kanthi pituwas ingkang sekedhik sanget, semah lan anakipun badhe keluwen. Pramila, majikan menika tumindak nglangkungi padatan ingkang wonten, nglangkungi kaadilan, maringi pituwas dhateng berah menika langkung kathah katimbang ingkang samesthenipun katampi. Paribasan menika kanthi samar nedahaken kalih kaleresan ingkang mujudaken hakipun berah, inggih menika: hak tumraping sedaya tiyang nyambut damel lan hak sedaya tiyang nampi pituwas ingkang murwat kaliyan pandamelan ingkang katindakaken.
3. Ing ngriki kita saged ningali sih kamirahanipun Gusti Allah. Tiyang-tiyang menika boten nindakaken pakaryan ingkang sami, ananging nampi pituwas ingkang sami kathahipun. Wonten kalih piwulang ingkang wigatos:
a. Sedaya pakaryan sami ajinipun wonten ing ngarsanipun Gusti Allah. Sanes kathahing pakaryan ingkang dipun pentingaken, ananging wohing pakaryan menika. Sepisan malih, Gusti Allah boten mawas kathah utawi cacahing pakaryan kita. Sedaya pakaryan/ peladosan sami wonten ing ngarsanipun Allah, waton kita ngaturaken sedaya menapa ingkang kedah kita aturaken.
b. Sedaya ingkang kaparingaken dening Gusti Allah asesumber saking sih kanugrahanipun. Kita boten saged meksa Gusti Allah, langkung-langkung sejatosipun kita boten sembada nampi sedaya menika; sampun ngantos kita tumindak lan nggadhahi sikaping gesang kadosdene Yunus (waosan 1). Menapa ingkang kaparingaken dening Gusti Allah dhateng kita namung awit kasaenanipun. Ingkang kaparingaken dening Gusti Allah sanes bayaran, ananging hadiah; sanes pituwas ananging kanugrahan.
4. Saben tiyang pitados kedah makarya kagem Gusti lan kagem kratonipun Gusti Allah, malah kedah ngajak tiyang sanes makarya sesarengan. Ananging ingkang penting greget/ semangat menapa ingkang ndhasari. Para buruh tani ing paribasan menika wonten kalih golongan:
a. Buruh tani ingkang dhateng wiwitan, kanthi sarujuking rembag kaliyan majikanipun, “kula nyambut damel menawi angsal pituwas semanten…” Buruh tani menika kepengin angsal pandamelan sakathah-kathahipun lan pituwas sakathah-kathaipun.
b. Buruh tani ingkang dhateng selajengipun, tanpa damel sarujuking rembag kaliyan majikanipun, ingkang penting angsal wewengan nyambut damel lan piyambakipun kanthi legawa masrahaken pinten pituwas ingkang katampi saking majikanipun. Tiyang Kristen makarya kedahipun adhedhasar kabingahanipun ngladosi Gusti Allah lan sesami lan sanes pituwas ingkang kadadosaken minat ingkang utami (nulada Paulus ing salebeting makarya kagem Gusti –waosan 2).
Kathah tiyang ing jagad menika, ingkang sampun nampi pituwas ingkang ageng, nampi kalenggahan ingkang asor ing Karatoning Allah, karana pakaryan ingkang katindakaken namung tumuju dhateng pituwas. Kosok wangsulipun, kathah tiyang ingkang menawi miturut ukuran donya miskin, ananging dados ageng ing Kratonipun Allah, karana boten nate menggalih bab pituwas lan klangenanipun nindakaken peladosan. Menika paradox gesang Kristen, bilih tiyang ingkang kepengin nampi pituwas, badhe kecalan pituwasipun lan tiyang ingkang boten menggalih pituwas badhe nampi pituwasipun.
5. Pakaryan kagem Gusti, badhe dados kucem, menawi wonten tembung “aku” ingkang tuwuh lan menawi wonten manah meri dhateng tiyang sanes, ingkang nampi talenta lan peparing langkung kathah saking Gusti, kadosdene Yunus ingkang meri kaliyan sih rahmatipun Gusti Allah, awujud pangapuntening dosa dhateng tiyang Ninewe. Wontenipun raos sombong lan meri, ingkang murugaken kita dados pamburi lan paling asor.
Panutup
Manungsa saged kemawon nggadhahi sikaping gesang lan tumindak boten adil. Manungsa saged kemawon tebang pilih ing salebeting nindakaken kaadilan lan njejegaken kaadilan, ananging boten mekaten menggahing Gusti Allah. Menapa ingkang kaparingaken utawi katindakaken dening Gusti Allah dhateng kita adhedhasar sih kamirahanipun, ingkang sedaya menika asesumber saking kasaenanipun lan kanugranipun Gusti piyambak. Kita boten saged meksa Gusti Allah nuruti sedaya pepenginan kita, ingkang sejatosipun asesumber saking manah kita ingkang sombong lan meri. Mangga kita sami pitados bilih Gusti Allah tansah tumindak adil dhateng kita lan tansah binuka nampeni kanthi legawa tumindaking kaadilanipun Allah. Amin. (SS)
Pamuji: KPK 294: 3,4