Khotbah Minggu 17 September 2017

5 September 2017

Bulan Alkitab
Stola Putih

 

Bacaan 1        : Kejadian 50: 15 – 21
Bacaan 2         : Roma 14: 1 – 12
Bacaan 3         : Matius 18: 21 – 35

Tema Liturgis  : Firman Allah Mendasari Sikap dan Tindakan Umat
Tema Khotbah : Bagaimana mengampuni?

 

Keterangan Bacaan
(Tidak perlu dibaca di mimbar, cukup dibaca saat mempersiapkan khotbah)

Kejadian 50: 15 – 21

Karena kejahatan yang dilakukannya, saudara-saudara Yesuf takut bertemu dengan Yusuf. Bahkan mereka kuwatir kalau-kalau Yusuf balas dendam kepada mereka. Tetapi apa yang mereka dikuwatirkan tidak terjadi. Yusuf melupakan semua peristiwa yang terjadi atas dirinya (termasuk yang jahat sekalipun menurut pandangan saudara-saudaranya), merupakan bagian peristiwa yang harus terjadi atas perkenan Tuhan untuk memulihkan kehidupan keluarga Yakub (Kej 45:5), untuk memelihara  hidup suatu bangsa yang besar (Kej 50:20).

Atas dasar pemahaman dan iman yang seperti inilah Yusuf bersedia mengampuni kesalahan saudara-saudaranya dan menerima serta memperlakukan mereka dengan baik, apalagi mereka telah menunjukkan sikap rendah hati (“kami datang untuk menjadi budakmu”).

 

Roma 14: 1 – 12

Terkait dengan dua persoalan yang sedang hangat di Korintus tentang makan daging dan hari suci, pada bagian ini Paulus menekankan perlunya tiap orang mempunyai keyakinan yang logis. Biarlah tiap orang menentukan sikapnya menurut keyakinannya dengan kejujuran intelektual dan moral, dan ia harus membiarkan orang lain berbuat demikian juga. Ia tidak hanya hidup di hadapan orang lain tapi juga di hadapan Tuhan yang akan menghakimi kita semua. Pikiran-pikiran yang tidak begitu penting tidak boleh menghalangi seseorang dari anugerah sakramen. Tidak boleh menghalangi/ menjadi alasan untuk tidak menerima orang Kristen lain. Itu merupakan urusan orang itu dengan Tuhan. Harus dihindarkan sikap saling mengecam di antara satu dengan yang lainnya, segala persoalan harus dipecahkan dalam suasana kebebasan dan toleransi. Kewibawaan Kristus adalah yang tertinggi dan meliputi segala sesuatu dalam soal-soal hidup dan mati dan penghakiman.

 

Matius 18: 21 – 35

Perumpamaan ini menggambarkan dengan terang berapa jauh (bukan seringnya) orang harus mengampuni (6:12, 14-15), juga memberi tafsiran permohonan untuk pengampunan dalam doa “Bapa Kami”. Di samping itu, juga menggambarkan besarnya dosa manusia dan pengampunan Allah, serta hanya kasih ilahilah dasar kasih manusia yang benar.

Tidak semua bagian dari perumpamaan ini dapat diterapkan. Tapi inti dari perumpamaan ini jelas, bahwa orang yang tidak mengampuni tidak menerima pengampunan dari Allah. Orang yang mendapat pengampunan dari Allah karena apa yang telah dilakukan oleh Kristus akan membuktikan rasa terima kasihnya dan ketergantungannya kepada Dia dalam perlakuannya terhadap orang lain.

 

BENANG MERAH TIGA BACAAN

Kenyataan menunjukkan bahwa hidup dan kehidupan sangat heterogen dalam segala hal, sehingga kemungkinan perbedaan pendapat dan pendapatan selalu ada. Dan tidak jarang hal tsb menyebabkan adanya perpecahan dan permusuhan. Demi terwujudnya kerukunan, damai satu dengan yang lainnya, harus ada pengampunan dan kesediaan saling mengampuni satu dengan yang lainnya, sebagaimana Kristus telah mengampuni kita.

 

RANCANGAN KHOTBAH: Bahasa Indonesia
(Ini hanya sebuah rancangan…bisa dikembangkan sendiri sesuai konteks jemaat)

Pendahuluan

Setiap hari minggu kita berdoa, Doa Bapa Kami, baik diucapkan atau dilagukan. Salah satu kalimatnya: “dan ampunilah kami akan segala kesalahan kami, seperti kami juga mengampuni orang yang bersalah kepada kami”. Pasti dengan penuh kesadaran dan penghayatan kita mengucapkan doa ini dan bukan hanya di bibir saja serta bukan hanya memenuhi ketentuan liturgi. Mengampuni suatu tindakan yang tidak gampang diwujudkan, tetapi bukan berarti tidak bisa kita wujudkan/ lakukan. Sehingga pertanyaan yang relevan dan aktual adalah: bagaimana kita mengampuni?

Isi

Melalui ketiga bacaan kita kali ini, kita mendapatkan jawaban demikian: Dalam bacaan ke 3, Petrus menyangka bahwa ia telah melangkah cukup jauh, karena ia mengambil ajaran rabinik yang menganjurkan pengampunan sebanyak tiga kali itu, mengalikan dengan dua, dan ditambahkan dengan satu, sehingga diperoleh angka tujuh, yang memberi rasa puas diri dalam memberi cukup pengampunan. Perus tentu menantikan pujian dari Yesus. Tetapi Yesus mengatakan bahwa orang Kristen harus mengampuni sebanyak tujuh puluh kali tujuh kali. Dengan kata lain, tiada batas untuk pengampunan. Untuk menjelaskan ajarannya ini Yesus menceritakan kisah hamba yang hutangnya dihapuskan, tetapi ia menagih temannya yang berhutang kepadanya dalam jumlah yang sangat tidak berarti dibandingkan dengan hutangnya sendiri. Atas kejahatannya hamba itu dihukum. Perumpamaan ini meberikan pengajaran iman:

  1. Bahwa seseorang harus mengampuni supaya ia diampuni. Orang yang tidak mau mengampuni sesamanya tak dapat mengharapkan pengampunan dari Allah. Setelah Yesus mengajarkan doa-Nya, Ia menjelaskan satu permohonan dalam doa itu: Karena jikalau kamu mengampuni kesalahan orang, Bapamu yang di Sorga akan mengampuni kamu juga. Tetapi jikalu kamu tidak mengampuni orang, Bapamu juga tidak akan mengampuni kesalahanmu (Mat 6:14-15); sepetti juga difirmankan oleh Yesus…..(Mat.5:7), juga dikatakan oleh Yakobus….. (Yak 2:13). Pengampunan dari Allah dan dari manusia bergandengan tangan.
  2. Mengapa demikian? Salah satu hal penting dalam perumpamaan ini ialah kontras yang sangat mencolok di antara dua hutang itu. Hamba yang berhutang 10.000 talenta (kurang lebih Rp 4.500.000.000,-) dibebaskan oleh tuannya, tetapi setelah dibebaskan, temannya yang berhutang kepada hamba itu hanya 100 dinar (kurang lebih Rp 4.000,-), dipaksa untuk membayarnya. Artinya, tidak ada yang dapat menandingi dosa dan kesalahan kita kepada Allah. Jika Allah telah mengampuni dosa kita, kita pun harus bersedia mengampuni sesama kita atas kesalahan mereka terhadap kita. Pengampunan yang kita berikan kepada orang lain tidak dapat dibandingkan dengan pengampunan yang kita terima dari Allah.

Kita telah diampuni atas hutang yang tidak mungkin kita bayar -karena dosa manusia telah menyebabkan kematian Anak Allah sendiri- dan, bila begitu, kita pun harus mengampuni orang lain sama seperti Allah telah mengampuni kita, atau kita sama sekali tidak akan menerima kemurahan.

Bacaan pertama, kita bisa saling mengampuni di antara kita, apabila kita dapat melihat segala peristiwa yang terjadi dalam kehidupan ini dari sudut pandang iman. Apapun yang terjadi dalam kehidupan ini, termasuk adanya orang-orang yang berbuat jahat kepada kita, kita harus mengimani bahwa itu semua terjadi atas perkenan Tuhan, ada hikmah atau maksud Allah untuk mendatangkan kebaikan bagi orang-orang yang mengasihi Dia (Roma 8:28). Manusia boleh saja mereka-rekakan yang jahat (sebagaimana yang dilakukan oleh saudara-saudara Yusuf kepada Yusuf), tetapi Allah telah mereka-rekakannya untuk kebaikan (Kej 50:20).

Bacaan kedua, adalah suatu kenyataan yang tidak dapat dipungkiri bahwa dalam kehidupan ini sangat heterogen dalam segala segi, sehingga pasti ada perbedaan pemahaman, sikap dan tindakan di antara kita termasuk di bidang rohani atau spiritual. Yang penting dalam hal ini adalah bagaimana seseorang memahami dan menyikapi perbedaan ini dari sudut pandang iman, dengan jalan:

  1. Tidak selalu mencari kesalahan atau kelemahan sesama, tidak gampang menghakimi, tetapi saling menerima satu dengan yang lainnya, sebagaimana Kristus telah menerima kita untuk kemuliaan Allah (Roma 15:7).
  2. Tidak membesar-besarkan kesalahan atau kelemahan sesama, tetapi saling megampuni demi kemuliaan Allah.
  3. Memacahkan segala persoalan dalam suasana kebebasan dan toleransi, tidak saling mengecam dan mengancam.
  4. Kita selalu memiliki hati, pikiran dan perasaan bahwa masing-masing kita mempertanggung jawabkan perbuatan kita masing-masing kepada Tuhan.

 

Penutup

Mengampuni adalah panggilan bagi kita selaku orang Kristen. Dengan kata lain mengampuni hukumnya wajib bagi orang Kristen. Melalui perenungan kita kali ini, kita kembali disegarkan bagaimana sesungguhnya mengampuni. Tidak ada alasan untuk tidak mengampuni siapapun yang bersalah kepada kita. Biarlah panggilan untuk selalu mengampuni disegarkan terus oleh pujian Kidung Ria 156: 3

Mengampuni, mengampuni lebih sungguh (2x)
Tuhan lebih dulu mengampuni kepadaku
Mengampuni, mengampuni lebih sungguh. Amin (SS)

 

Nyanyian: KJ 467:1,2

RANCANGAN KHOTBAH: Basa Jawi

Pambuka

Saben dinten minggu kita ndedonga, Donga Rama Kawula, menapa punika kita ucapaken utawi kita pujekaken. Ing antawisipun wonten ukara: ”Saha Paduka mugi ngapunten kalepatan kawula, kadosdene kawula inggih ngapunten ing tetiyang ingkang kalepatan dhateng kawula”. Sampun tamtu ing salebeting kita nglairaken pandonga menika kanthi tulusing manah, lan boten namung kandheg ing lathi utawi namung nuhoni liturgi ingkang wonten. Ngapunten punika salah satunggaling tumindak ingkang boten gampil katindakaken, ewasemanten boten ateges boten saged kita tindakaken. Pramila pitakenanipun: kadospundi ngapunten punika?

 

Isi

Ing waosan 3, Petrus nggadhahi panginten bilih piyambakipun sampun ngapunten dhateng sesami ingkang kalepatan dhateng piyambakipun, langkung sae menawi katandhing kaliyan sanesipun. Amargi piyambakipun sampun nuhoni piwucalipun para rabi ingkang kedah paring pangapunten kaping tiga, kaliyan Petrus dipun pingaken kalih lan katambah setunggal, matemah dados pitu; ingkang kawawas sampun maringi raos marem ing bab paring pangapunten. Petrus ngajeng-ajeng kaalembana dening Gsuti Yesus. Ananging Gusti Yesus dhawuh bilih tiyang Kristen kedah paring pangapunten: ”Aja mung ping pitu, malah ngantia ping pitungpuluh ping pitu”. Kanthi tembung sanes miturut Gusti Yesus paring pangapunten punika boten wonten watesipun. Kangge nerangaken piwucalipun punika Gusti Yesus ngandharaken cariyos bab abdi ingkang kaluwaran utangipun, ananging piyambakipun nagih kanthi rodha peksa dhateng abdi sanesipun ingkang nggadhahi utang dhateng piyambakipun, lajeng kakunjara ngantos lunas utangipun; kamangka utangipun punika estu-estu boten imbang cacahipun menawi katandhing kaliyan utangipun dhateng bendaharanipun. Paribasan punika paring piwucal dhateng kita sami:

  1. Supados kita kaapunten, kita kedah ngapunten. Tiyang ingkang boten purun ngapunten sesaminipun, boten saged ngajeng-ajeng pangapunten saking Gusti. Sasampunipun Gusti Yesus paring piwucal bab ndedonga, lajeng dhawuh: ”Sebab, manawa kowe padha ngapura kaluputaning wong, Ramamu ing swarga iya bakal ngapura marang kowe. Nanging manawa kowe ora ngapura marang wong, Ramamu iya bakal ora ngapura kaluputanmu” (Mat 6:14-15). Ugi kadhawuhaken: …….(Mat 5:7); Yakobus ugi paring pepenget:……(Yak 2:13) Pangapunten saking Allah lan saking manungsa bergandengan tangan.
  1. Kenging menapa makaten? Bab ingkang estu mencolok bab kathahipun utang ing antawisipun abdi satunggal lan satunggalipun. Abdi ingkang sepisan nggadhahi utang saleksa talenta (watawis Rp 4,5 milyar), kaluwaran utangipun; ananging sasampunipun kaluwaran, rencangipun ingkang nggadhahi utang dhateng piyambakipun namung satus dinar (watawis Rp 4.000,-), dipun peksa nyaur.

Bab punika paring gambaran dhateng kita bilih boten wonten ingkang saged nandhingi agenging dosa lan kalepatan kita dhateng Gusti Allah. Menawi Gusti Allah ngapunten dosa kita ingkang boten saged kaetang, kita kedah sumadya ngapunten sesami kita, ingkang kalepatan dhateng kita. Pangapunten ingkang kita paringaken dhateng sesami kita, estu boten imbang menawi katandhing kaliyan pangapunten ingkang sampun kita tampi saking Gusti.

Kita sampun kaapunten saking utang ingkang mokal kita saur -karana dosanipun manungsa sampun murugaken Putranipun Allah seda- lan, menawi mekaten kita kedah ngapunten tiyang sanes kadosdene Allah sampun ngapunten kita, utawi kita babarpisan boten badhe nampi sih kamirahanipun Gusti.

Waosan 1, kita saged apunten-ingapunten ing antawis kita, menawi kita saged ningali kanthi iman kapitadosan. Menapa kemawon ingkang kelampahan ing gesang kita, kalebet wontenipun tiyang-tiyang ingkang sengaja damel awon dhateng kita, kita kedah sinau pitados bilih sedaya punika kelampahan, awit saking keparenging Gusti. Wonten hikmah, wonten karsa ingkang adi lan sae saking Gusti kangge gesang kita (Rum 8:28). Manungsa saged kemawon ngrantam ingkang awon (kadosdene ingkang katindakaken dening para sedherekipun Yusuf dhateng Yusuf), ananging “iku kacipta malih dadi becik dening Gusti Allah” (Pur Dum 50:20).

Waosan 2, satunggaling kasunyatan ingkang boten saged dipun selaki bilih ing pagesangn kita punika pancen benten-benten ing sedaya prakawis utawi babagan, pramila mesthi wonten benten-bentening pemanggih, tumindak ing antawis kita, kalebet ing babagan karohanen. Pramila ingkang penting kadospundi anggen kita sami ninggali kasunyatan punika tata iman, kanthi cara:

  1. Boten tansah madosi kalepatan lan karingkihaning sesami, boten gampil njeksani, ananging tampen-tinampen ing antawis kita, kadosdene Sang Kristus anggenipun sampun nampeni kita, kagem kaluhuranipun Gusti Allah (Rum 15:7).
  2. Boten ngageng-agengaken lan netepaken kalepatan lan karingkihanipun sesami, ananging tansah apunten-ingapunten, kagem kaluhuranipun Gusti Allah.
  3. Ngrampungaken sedaya masalah kanthi suasana kebebasan lan toleransi, boten menang-menangan, boten ancam-ingancam satunggal lan satunggalipun.
  4. Kita tansah nggadhahi pangagen-angen lan pangraos bilih kita piyambak-piyambak badhe ngunjukaken panjawab dhumateng Gusti Allah bab prakawis kita piyambak-piyambak (Rum 14:12).

Panutup

Gesang apunten-ingapunten mujudaken timbalan kita minangka tiyang Kristen, kanthi tembung sanes apunten-ingapunten punika ukumipun wajib tumraping tiyang Kristen. Lumantar reraosan kita dinten punika, kita sami kasegeraken malih raos pangraos kita sami, kadospundi sejatosipun ngapunten utawi apunten-ingapunten punika. Boten wonten alesan tumrap kita boten ngapunten sinten kemawon ingkang kalepatan dhateng kita. Swawi timbalan apunten-ingapunten punika kita antepaken kanthi pamuji Kidung Ria 156: 3. Amin (SS)

Pamuji: KPK 165:4,5

 

Renungan Harian

Renungan Harian Anak