Sorakkan Hosanamu! Lambaikan Daun Palemmu! Rawatlah Kehidupan! Khotbah Minggu 24 Maret 2024

11 March 2024

Minggu Palmarum
Stola Merah

Bacaan 1:
Mazmur: Mazmur 118 : 1 – 2, 19 – 29
Bacaan 2:
Bacaan 3: Markus 11 : 1 – 11

Tema Liturgis: GKJW Berkorban Bersama Yesus Mewujudkan Perdamaian
Tema Khotbah: Sorakkan Hosanamu! Lambaikan Daun Palemmu! Rawatlah Kehidupan!

Penjelasan Teks  Bacaan:
(Tidak perlu dibaca di mimbar, cukup dibaca saat mempersiapkan khotbah)

Markus 11 : 1 – 11
Menurut Stefan Leks, Markus 11 – 13 adalah satu paket kisah yang berbicara dan berpusat tentang Bait Suci di Yerusalem. Tema tersebut setidaknya tampak dari gerak perjalanan Tuhan Yesus (Leks 2003, 372). Di pasal 11:1-11, Tuhan Yesus meninggalkan Betfage dan Betania menuju Yerusalem (Bait Suci) dan di pasal 13: 1, Tuhan Yesus meninggalkan Bait Suci di Yerusalem, menubuatkan kehancurannya (13:2), lalu kembali ke Bukit Zaitun (13:3). Yerusalem dan Bait Suci menjadi titik sentral dari dua hal, yaitu perjalanan Tuhan Yesus selanjutnya memasuki penderitaan-Nya sekaligus terwujudnya penggenapan janji Allah kepada Daud. Sekalipun, penggenapan janji tersebut tidak sama dengan yang dibayangkan oleh orang Yahudi bahwa akan ada Daud baru yang secara politik, lalu Daud baru itu akan menumpas habis musuh dan membawa pada masa kejayaan.

Dari Yerusalem, Tuhan Yesus mempersiapkan diri untuk memasuki penderitaan-Nya. Penderitaan itu dipersiapkan dan dijalani dengan melibatkan para murid dalam persiapan-Nya. Di ayat 2-6, penulis Injil Markus memperlihatkan kepada pembaca bahwa semuanya diatur oleh Tuhan Yesus dengan matang dan tepat. Pesan Tuhan Yesus kepada dua murid-Nya terjadi tepat. Para murid menemukan seekor keledai muda tertambat yang belum pernah ditunggangi orang sekaligus ditanya oleh orang-orang tentang pemakaian keledai tersebut. Akurasi peristiwa yang dipesankan oleh Tuhan Yesus teridentifikasi sebagai nubuatan seorang Mesias. Hal itu semakin diperkuat oleh keledai muda tertambat yang belum pernah ditunggangi orang. Dalam kebiasaan orang Yahudi pada saat itu, hewan yang diperuntukkan untuk kebutuhan sakral memang disendirikan sehingga hewan tersebut tidak dipakai untuk urusan-urusan lain. Dengan demikian, keledai muda itu teridentifikasi sebagai hewan untuk kebutuhan sakral yang menunjuk pada hewan tunggangan seorang Mesias yang pernah dinubuatkan dalam kitab Zakharia. Dari hal tersebut, penulis Injil Markus ingin mengarahkan pembaca bahwa nubuatan dan keledai tersebut dekat dengan sosok Mesias yang menunjuk pada diri Tuhan Yesus. Citra seorang Mesias yang demikian berbeda dengan citra seorang Mesias yang diharapkan oleh orang Yahudi. Mesias yang diharapkan oleh orang Yahudi adalah Mesias yang membawa kejayaan melalui perlawanan terhadap musuh dengan naik kuda. Sedangkan Mesias yang dicitrakan oleh Tuhan Yesus adalah Mesias yang menempuh jalan pengorbanan dengan melibatkan para murid-Nya untuk mempersiapkan jalan penderitaan-Nya.

Tidak berhenti sampai di situ, rupanya Sang Mesias membawa dan mengobarkan pengharapan bagi banyak orang. Hal tersebut ditandai dengan dilambaikannya ranting-ranting hijau oleh orang banyak ketika Tuhan Yesus memasuki Yerusalem. Dalam tradisi orang Yahudi, pelambaian ranting-ranting hijau dilakukan pada hari raya Hannukah yang memperingati penyucian Bait Suci oleh Yudas Makabe pada tahun 165 SM. Peringatan itu selalu mengobarkan semangat nasional atas identitas mereka sebagai orang Yahudi yang diinjak-injak oleh raja Antiokhus melalui penajisan bait Suci. Yudas Makabe dielu-elukan sebagai Mesias (pahlawan, penyelamat) karena dia menyucikan Bait Suci setelah dinajiskan oleh raja Antiokhus. Dalam pengisahan Markus, Tuhan Yesus diproyeksikan sebagai Yudas Makabe, Sang Penyelamat yang menyucikan Bait Suci. Menurut Margaret Barker, pada zaman itu Bait Suci menjadi “najis” karena tercemar oleh korupsi, konflik, dan kekerasan (Barker 1991, 4). Proyeksi tersebut diperkuat oleh pengisahan Markus di ayat 11 yang menunjukkan bahwa Tuhan Yesus meninjau keseluruhan Bait Suci untuk mempersiapkan penyuciannya yang terjadi pada pasal 11:15-19.

Kedatangan Tuhan Yesus menyucikan kenajisan di Bait Suci. Oleh karena itu, kedatangan-Nya disambut dengan lambaian ranting-ranting hijau dan dielu-elukan oleh orang banyak. Dalam pengisahan Markus orang banyak meneriakkan, “Hosana! Diberkatilah Dia yang datang dalam nama Tuhan, diberkatilah kerajaan yang datang, kerajaan bapak kita, Daud, Hosana di tempat yang Mahatinggi!” Menurut John. H. Stek, dalam Baker’s Evangelical Dictionary of Biblical Theology, kata Hosana dapat diartikan sebagai pernyataan: Allah telah menyelamatkan, atau seruan doa: Tolong, Selamatkanlah! Definisi Stek diperkuat oleh teriakan orang banyak setelah kata Hosana, yaitu diberkatilah Dia yang datang dalam nama Tuhan. Frasa ini dalam teks liturgi kuno diserukan dalam bahasa Latin yang berbunyi, benedictus qui venit (diberkatilah yang datang). Dalam teks Doa Syukur Agung, baik dari tradisi Kekristenan Timur dan Barat, frasa benedictus qui venit diawali dan diikuti oleh frasa hosanna in excelsis. Formula ini sama dengan yang diteriakkan oleh orang banyak di dalam pengisahan Markus. Formula tersebut menunjukkan rasa syukur kepada Tuhan yang telah menyelamatkan dan akan terus menyelamatkan. Selain itu, dalam tradisi Yahudi yang lain, kata Hosana juga diteriakkan dalam liturgi hari raya Tabernakel. Selama hari raya Tabernakel, para peziarah memasuki Bait Allah untuk bersyukur kepada Allah sambil melambaikan daun palem dan dedaunan rempah lainnya. Orang banyak mengimani hal itu dalam gestur dan teriakannya bahwa Yesus adalah Mesias yang menghadirkan kerajaan Daud di dunia yang membawa pemulihan. Pengisahan Markus dalam pasal-pasal berikutnya menunjukkan bahwa pemulihan itu terwujud dalam pengorbanan diri Yesus Kristus.

Di akhir kisah ini, Markus tidak mengisahkan kemana orang banyak itu pergi setelah mengelu-elukan Tuhan Yesus. Kemungkinan mereka pergi dan terpencar setelah melewati rute yang panjang dan melelahkan dari Yerikho ke Yerusalem. Ester Pudjo Widiasih mengatakan terpencarnya orang banyak tersebut adalah wujud Misteri Paskah. Pendapat Widiasih itu didasarkan pada perspektif Heather Murray Elkins yang mengatakan bahwa dalam Minggu Palmarum tercermin Misteri Paskah yang merupakan matriks iman dimana kita semua hidup, bergerak, dan menjadi diri kita (Widiasih 2022, 53). Setiap orang yang meneriakkan Hosana dan melambaikan daun Palem adalah orang-orang yang mengimani bahwa Tuhan telah menyelamatkan dan terus melakukan karya penyelamatan, sekaligus juga turut terpencar dan bergerak ke seluruh penjuru dunia dalam solidaritas pengorbanan Allah untuk memulihkan dunia, menyucikan dunia, dan mewujudkan perdamaian dunia.

Benang Merah Tiga Bacaan
Dalam perayaan Minggu Palmarum, setiap orang yang meneriakkan Hosana dan melambaikan daun palem adalah orang-orang yang mengimani bahwa Tuhan telah menyelamatkan dan terus melakukan karya penyelamatan, sekaligus juga turut terpencar dan bergerak ke seluruh penjuru dunia dalam solidaritas pengorbanan Allah untuk memulihkan dunia, menyucikan dunia, dan mewujudkan perdamaian dunia.

 

Rancangan Khotbah: Bahasa Indonesia
(Ini hanyalah rancangan khotbah, silakan dikembangkan sesuai dengan konteks jemaat masing-masing)

Pendahuluan
Ada sebuah film anak-anak yang berjudul The Little Rascals. Film ini menceritakan tentang seorang nenek yang memiliki sebuah toko roti (bakery) dan bertetangga dengan sekelompok anak kecil yang bermarkas di sebuah rumah pohon. Dalam rangka mempertahankan toko rotinya, sang nenek meminjam uang sebesar 10.000 dolar kepada bank. Rupanya, sang nenek tidak bisa mengembalikan pinjaman itu secara tepat waktu dan pada akhirnya jatuh tempo. Oleh karena hal itu, datanglah seorang pengembang bangunan yang ingin membeli toko roti beserta rumah pohon yang ada di sampingnya. Pengembang bangunan itu merasa bahwa di tengah kota yang berkembang, bangunan toko roti itu terlihat tua, sehingga perlu dirobohkan dan diganti dengan bangunan lain yang lebih multiguna bagi masyarakat. Nenek tersebut tidak mau menjual toko rotinya. Anak-anak tersebut juga menolak apabila rumah pohonnya juga dibeli pengembang tersebut. Menurut mereka, bangunan toko roti dan rumah pohon sangat berharga kenangannya dan tidak bisa ditukar dengan apapun. Oleh karena itu, bangunan toko roti dan rumah pohon itu harus dipertahankan dengan cara apapun.

Anak-anak yang bermarkas di rumah pohon itu berusaha sekuat tenaga untuk membantu sang nenek dengan melakukan pekerjaan apapun yang bisa menghasilkan uang sampai 10.000 dolar. Salah satu dari anak-anak itu adalah cucu dari sang nenek. Dia memimpin teman-temannya untuk mencari uang 10.000 dolar dengan cara apapun. Dia percaya niat baik mereka pasti mendapatkan jalan. Anak-anak ini menyebar ke seluruh penjuru kota untuk melakukan pekerjaan apapun yang bisa mereka lakukan. Sering mereka gagal dengan pekerjaan yang mereka kerjakan. Mereka mengalami banyak hal yang tidak menyenangkan. Pada akhirnya, mereka mendapatkan uang tersebut dengan memenangkan sebuah festival band.

Isi
Saudara-saudara yang dikasihi Tuhan, dari film Little Rascals ini, kita belajar tentang mempertahankan dan memperjuangkan sesuatu yang baik agar kehidupan terus berlangsung. Dalam pengisahan Markus, sebelum Tuhan Yesus menderita sengsara dan wafat tergantung di kayu salib, Dia mendatangi Bait Allah untuk menyucikan Bait Allah dari kenajisan. Dia ingin mengembalikan Bait Allah pada hakikatnya dimana melalui Bait Allah kehidupan umat yang beribadah kepada Allah betul-betul dirawat dan tidak tercemar dengan kenajisan. Proses itu bukanlah proses yang tanpa risiko, karena pada akhirnya setelah pasal-pasal ini, kita melihat bahwa tindakan Tuhan Yesus untuk menyucikan Bait Allah semakin memperbesar kebencian orang banyak dan memperkuat keinginan orang banyak untuk menyalibkan Dia. Jika pada umumnya, orang akan segera menarik diri dan menghindar dari peristiwa buruk yang akan menimpanya, maka Tuhan Yesus memilih terus maju dan menjalani itu semua sampai tuntas di atas kayu salib. Semua itu dilakukan oleh Tuhan Yesus untuk merawat kehidupan agar kehidupan terus berlangsung.

Ada pandangan yang menyatakan bahwa Minggu Palmarum adalah perayaan yang sia-sia untuk dihayati karena tidak ada gunanya. Sekarang kita berteriak “Hosana” dan melambaikan daun palem, sementara beberapa hari kemudian, kita yang tadinya berteriak “Hosana” ternyata berteriak “Salibkan Dia!” Kita adalah orang yang “menyalibkan” Tuhan Yesus. Rasanya, pandangan itu perlu dikoreksi. Orang-orang yang berteriak “Hosana” adalah orang-orang yang percaya bahwa Tuhan sudah berkarya dengan memberikan kehidupan kepada seluruh umat dan Tuhan yang sama akan terus berkarya merawat kehidupan. Setelah mereka berteriak “Hosana”, orang-orang itu berpencar ke seluruh penjuru dunia untuk terus merawat kehidupan. Baik Tuhan Yesus dan orang-orang tadi sama-sama tahu resikonya ketika mereka harus merawat kehidupan dan memperjuangkan yang baik di tengah dunia yang tidak baik. Mereka berjalan pada jalan asing, sendirian, dan sunyi, bahkan kerap mengalami perlakuan yang buruk. Bagaimanapun juga kehidupan harus terus dirawat.

Gereja dipanggil keluar (Eklesia) untuk merawat kehidupan. Bagaimana caranya? Selama ini, kita mengenal bahwa gereja memiliki tri tugas panggilan gereja, yaitu Koinonia, Diakonia dan Marturia. Tri tugas panggilan itu tidak cukup dilihat hanya sebagai tugas saja, tetapi bukankah ketiga aspek itu adalah identitas gereja? Koinonia tidak hanya berhenti pada persekutuan yang hanya berkumpul, tetapi kembangkanlah Koinonia itu sebagai sebuah persekutuan atau rumah yang aman bagi semua; tidak ada bullying, tidak ada diskriminasi, dan tidak ada pelecehan seksual. Diakonia tidak hanya berhenti pada aksi memberi, tetapi kembangkanlah Diakonia sebagai ruang yang berdimensi social care bagi mereka yang hampir tak punya akses untuk mendapatkan pendidikan yang layak, mereka yang sedang mengurus perizinan untuk produk UMKM, mereka yang sedang minim informasi kesehatan, dan mereka yang sedang mengurus kependudukannya. Marturia tak hanya berhenti pada berucap tentang Injil Kabar Sukacita, namun berkembang menjadi Marturia yang hidup: menjadi pengurus lingkungan yang bertanggung jawab dan kreatif, selalu berpartisipasi dalam kegiatan masyarakat, dan bersahabat dengan semua orang tanpa membedakan SARA. Yesus meneladankan itu kepada kita. Melalui gereja, Allah sudah berkarya dan akan terus berkarya.

Penutup
Seorang pendeta GKJW, (Alm.) Pdt. Sri Wismoady Wahono semasa hidup dan pelayanannya selalu menggelorakan spiritualitas Pro Eksistensi, yaitu spiritualitas yang merawat kehidupan. Dalam Pekan Suci ini, mari kita mengingat dan merayakan pengorbanan Tuhan Yesus demi kehidupan seluruh umat manusia. Oleh karena itu, di Minggu Palmarum ini, teriakkanlah Hosanamu, lambaikan daun Palmamu, dan rawatlah kehidupan dimanapun engkau berada, baik sebagai pribadi orang Kristen maupun sebagai gereja. Amin. [dix].

 

Pujian: PKJ. 267  Damai di Dunia

 

Rancangan Khotbah : Basa Jawi
(Punika namung rancangan khotbah, saged dipun kembangaken miturut konteks pasamuwan piyambak)

Pambuka
Salah satunggaling film inggih punika, The Little Rascals nyariyosaken ibu sepuh ingkang kagungan toko roti. Toko roti punika jejer kaliyan rumah pohon ing pundi sawatawis lare asring nglempak lan manggen wonten ing rumah pohon punika. Rupinipun ibu sepuh kalawau nggadhahi sesambetan dhateng bank, agengipun 10.000 dolar. Kacariyos ibu sepuh kalawau boten saged nyaur sesambetan punika. Pramila lajeng wonten tiyang ingkang badhe numbas toko rotinipun kalawau ugi kaliyan rumah pohon sisihipun. Miturut tiyang punika, toko roti punika sampun ketawis kuna lan kedah dipun rubuhaken. Tamtunipun ibu sepuh lan para lare punika boten sarujuk awit panggenanipun punika saestu aji. Pramila, sedaya rekadaya dipun tindakaken supados ngasilaken arta 10.000 dolar, supados bangunan kalawau saged tetap lestari. Anggenipun ngrekadaya boten gampil lan asring ngalami prekawis-prekawis ingkang boten ngremenaken. Wusananipun, lare-lare kalawau angsal arta 10.000 dolar lumantar menang festival band.

Isi
Para sadherek ingkang kinasih, saking film kalawau kita saged sinau bab ngrekadaya (berjuang) prekawis ingkang sae supados gesang peparingipun Gusti punika saestu karimat. Cariyosing Injil Markus nedahakan, saderengipun Gusti Yesus nglampahi sangsara lan seda sinalib, Gusti Yesus nucekaken Padaleman Suci supados lumantar adegipun Padaleman Suci, gesangipun para tiyang ingkang manembah dhumateng Allah saestu karimat lan boten najis. Prekawis punika prekawis ingkang kebak risiko, awit menawi kita gatosaken cariyos ing bab-bab candhakipun, punapa ingkang dipun tindakaken dening Gusti Yesus punika ndadosaken tiyang kathah kepengin enggal nyalibaken Gusti Yesus. Umumipun, kita salaku manungsa tamtunipun badhe nebih menawi badhe wonten prekawis-prekawis awon ingkang badhe murugi kita. Boten mekaten ingkang dipun tindakaken Gusti Yesus. Gusti Yesus nglajengaken lampahipun ngantos tuntas supados gesangipun para tiyang pitados saestu karimat lan lestari lumantar pangurbanan-Ipun.

Wonten pamanggih bilih Minggu Palmarum punika boten wonten ginanipun menawi dipun pengeti. Kenging punapa? Awit tiyang-tiyang ingkang sami nyorakaken “Hosana” lan ngibaraken ron Palem punika mangke ugi badhe nyorakaken: “Kasalibna!” Pamanggih punika kedah dipun koreksi. Menawi kita nggatosaken cariyosing Injil Markus, tiyang-tiyang ingkang sami sorak “Hosana” punika tiyang-tiyang ingkang pitados bilih Gusti Allah sampun lan saweg nindakaken pakaryan-Ipun kangge ngrimat gesanging alam donya punika. Sabibaripun tiyang-tiyang punika sorak, tiyang-tiyang kalawau sami mencar ing saindenging jagad nulad Sang Kristus anggenipun ngrimat pigesangan lan merjuangaken bab-bab ingkang sae.

Kita salaku greja (Eklesia) dipun timbali medal kangge ngrimat pigesangan. Kadospundi caranipun? Kita mangertos wonten tri tugas greja ingkang dipun sebat lumantar istilah Koinonia, Diakonia lan Marturia. Tigang prekawis punika boten namung tugas kemawon, ananging dados jati dhirinipun greja. Koinonia boten namung tiyang ngempal dhateng greja, memuji asmanipun Gusti, lan nggegilut sabdanipun Gusti, ananging ugi kedah dados ruang aman kangge sedaya: boten wonten bullying, diskriminasi, lan pelecehan seksual. Diakonia boten cekap namung dum-dum berkahipun Gusti, sae punika arupi arta lan sembako, ananging saged dados ruang mangun kepedulian (social care) dhateng: tiyang ingkang boten nggadhahi akses pendidikan ingkang sae, tiyang ingkang saweg ngupaya perizinan kangge produk UMKN-ipun, tiyang ingkang kepengin mangertos perkembangan bab kesehatan, lan ingkang saweg ngurus bab administrasi kependudukan. Marturia boten cekap namung bab tutur-tutur bab Injil Kabar Kabingahan, ananging ugi kedah dipun wujudaken kados: dados pengurus lingkungan ingkang tumemen lan kreatif, numuti kegiatan ing satengahing masyarakat, lan mangun sesrawungan ingkang harmonis kaliyan sedaya tiyang tanpa mawang tiyang.

Panutup
Salah satunggaling pandita GKJW, (Alm.) Pdt. Sri Wismoady Wahono, samangsa gesang lan peladosanipun tansah memucal lan mujudaken spiritualitas Pro Eksistensi, spiritualitas ingkang saestu mujudaken tatanan gesang ingkang sae. Ing mangsa Pekan Suci punika, mangga kita sedaya sami nulad Sang Kristus ingkang ngupadi mujudaken tatanan gesang ingkang sae. Pramila ing Minggu Palmarum punika, kita sorakaken “Hosana”, kita unjukaken ron palem, lan pungkasanipun kita nulad Sang Kristus kangge mujudaken tatanan gesang ingkang sae, sae punika minangka pribadi tiyang Kristen mekaten ugi minangka greja, gegelitaning Sang Kristus. Amin. [dix].

 

Pamuji: KPJ. 367  Ora Et Labora

Renungan Harian

Renungan Harian Anak