Hikmat Sebagai Gaya Hidup Khotbah Minggu 23 September 2018

13 September 2018

Bulan Kitab Suci/Minggu Biasa
Stola Hijau

Bacaan 1         : Amsal 31 : 10-31
Bacaan 2         : Yakobus 3  : 13-18
Bacaan 3         : Markus 9  : 30-37

Tema Liturgis  : Tekun bergumul dengan Firman Tuhan dan Melakukan dalam Kehidupan
Tema Khotbah: Hikmat Sebagai Gaya Hidup.

 

Keterangan Bacaan
(Tidak perlu dibaca di mimbar, cukup dibaca saat mempersiapkan khotbah)

Amsal 31 : 10 – 31

Bentuk  tulisan dalam Kitab Amsal sangat khas, sebab sebagian besar berisi kalimat- kalimat  hikmat. Hikmat sering dipersonifikasikan sehingga ia dapat digambarkan dengan ciri-ciiri seorang guru atau nabi ( Ams 1 : 20 ,dst). Dalam perikup kita ini, hikmat dipersonifikasikan sebagai seorang istri yang cakap. Hikmat dalam konteks perikup ini berkenaan dengan hal-hal sbb :

  • Nilai diri seseorang yang sangat berharga di mata sesamanya ( ay 10 )
  • Bisa dipercaya oleh yang lain ( ay 11 )
  • Kebaikan pribadi yang konstan selama hidupnya ( ay 12 )
  • Ketekunan / kerajinan bekerjanya bukan demi diri sendiri, tetapi untuk yang lain/ keluarganya ( ay 13-15 )
  • Rela berbagi pekerjaan dengan yang lain ( ay 15 )
  • Bersifat investatif ( sesuatu yang didapat/ dibeli yang mempunyai nilai semakin bertambah ) ( ay 16 )
  • Motivasi kerja bukan sekedar melakukan rutinitas, melainkan bisa melampau batas kewajiban yang sudah ditentukan. Dan dilakukan dengan tulus ( ay 18-19 ).
  • Berjiwa sosial/ suka menolong ( ay 20 )
  • Antisipasif tentang masa depannya dengan cermat ( ay 21 )
  • Mandiri dan membanggakan ( ay 22 )
  • Mengangkat harkat orang terdekatnya ( ay 23 )
  • Produktif dan hasilnya membanggakan ( ay 24- 25 )
  • Perkataannya mempunyai nilai pengajaran ( ay 26 )
  • Bertanggung jawab ( ay 27 )
  • Diapresiasi/ dipuji oleh orang terdekatnya ( ay 28, 31 )
  • Sangat baik/ “ excellent “ ( ay 29 ).
  • Tidak sekedar rupawan, melainkan takut akan Tuhan ( ay 30 )

Pemahaman tentang hikmat yang dipersonifikasikan seperti itu, semakin menunjukkan betapa pentingnya orang yang berhikmat dalam hidupnya, sebab dengan adanya hikmat, ia, keluarganya dan orang lain  akan  mengalami kesejahteran ( bd Hikamat yang diberikan Tuhan kepada Raja Salomo ).

Yakobus 3 : 13 – 18

Konteks bacaan kedua ini sebenarnya berbicara tentang guru. Dalam Yakobus 3 : 1, diperlihatkan bahwa ada banyak orang yang mengaku diri menjadi guru. Guru seharusnya memiliki persyaratan yaitu orang yang bijak dan berbudi, yang mempunyai karakter , prinsip dan keyakinan. Guru dalam pengertian ini tidak sekedar seperti guru yang mengajar di kelas, tetapi guru yang betul-betul memberikan waktu dan keteladanannya kepada murid-muridnya. Dalam bahasa jawa ada kereta basa “ Guru “ ( “ digugu lan ditiru “ ).  Dalam teks ini Yakobus mengatakan bahwa tidak dengan sendirinya setiap guru itu pasti bijak dan berbudi ( ay 13 ), “ Siapakah diantara kamu yang bijak dan berbudi ?”. Jika ada orang yang mengaku diri bijak dan berbudi, Yakubus mengatakan “ Baiklah ia dengan cara hidup yang baik menyatakan perbuatannya oleh hikmat yang lahir dari kelemah lembutan “ ( ay 13 ). Kalau betul ia disebut sebagai orang bijak dan berbudi, buktikanlah itu dalam tindakan nyata , melalui cara hidup yang konkrit yang penuh dengan kelemah lembutan, cara hidup yang baik dan benar dan tidak menjadi batu sandungan.

Markus 9 : 30 – 37

Yesus sedang bersama-sama para muridnya untuk mengajar. Ia menciptakan sebuah keadaan yang intim bersama para murid, sehinggatidak ingin diketahui oleh orang lain ( ay 30-31 ). Yesus menginginkan supaya para muriddapat menerima pengajarannya dengan fokus dan dengan sungguh-sungguh, sehingga mereka paham maksud kedatangan Anak Manusia ( Yesus ) ke dalam dunia ini.

Materi pengajaran Yesus kepada para muridnya adalah : “ Anak Manusia akan diserahkan ke dalam tangan manusia, dan mereka akan membunuh Dia, dan tiga hari sesudah Ia dibunuh Ia akan bangkit “. ( ay 31 ). Sebenarnya pokok pengajaran ini sudah pernah diajarkan oleh Yesus sebelumnya  (Markus 8: 31 ), namun sayangnya para murid tetap saja tidak paham dan tidak mengerti yang dimaksud Yesus dalam pengajaran-Nya tersebut, tetapi segan untuk bertanya.

Seperti pepatah malu bertanya sesat di jalan. Ketidaktahuan para murid tercermin dari obrolan yang mereka perbincangkan selama perjalanan menuju Kapernaum.Inti ajaran Yesus itu adalah penyelamatan/pertolongan terjadi karena adanya seorang yang bersedia berkorban untuk yang lain. Sedangkan perbincangan mereka mengenai “siapa yang terbesar di antara mereka” ( ay 34 ). Sangat berlawanan dan menunjukkan ketidakmengertian mereka.

Mereka sibuk berdiskusi tentang kehormatan dan kepentingan diri sendiri , sementara Yesus baru saja mengajar mereka tentang bagaimana memperhatikan bahkan mengorbankan diri demi orang lain. Hal ini sangat memilukan Tuhan Yesus. Dari sinilah Tuhan Yesus sekali lagi memberi pengajaran kepada para muridNya “ Jika seseorang ingin menjadi terdahulu, hendaklah dia menjadi terakhir dari semuanya dan pelayan dari semuanya “ (ay 35 ). Artinya jika mau menjadi yang terbesar bukan dengan menjadi yang pertama, melaikan yang terakhir, bukan menjadi Tuan melainkan menjadi pelayan bagi semuanya. ( bukan untuk dilayani oleh orang lain, tetapi untuk melayani orang lain ).

Benang Merah Ketiga Bacaan

Banyak orang ingin memiliki hikmat, sebab hikmat itu sangat berharga. Namun hikmat tidak semudah itu dimiliki seseorang, karena sejatinya hikmat adalah sebuah karunia yang terus-menerus harus diasah di dalam tindakan nyata sehingga menjadi sebuah gaya hidup.

 

RANCANGAN KHOTBAH : BAHASA INDONESIA
(Ini hanya sebuah rancangan. Sila dikembangkan sendiri sesuai konteks jemaat)

 Pengantar

Apakah saudara memiliki media sosial? Media sosial apa saja yang saudara miliki? Dalam satu hari, berapa jam waktu yang saudara habiskan dengan media sosial saudara? Bahkan terkadang karena terlalu asyik dengan media sosialnya, seseorang bisa mengalami kecelakaan. Entah yang kecil sampai yang besar. Ibu-ibu masak sambil facebook-an, tidak sadar kalau masakannya hangus. Ada tiang listrik diam saja, tetapi tiba-tiba ditabrak orang karena terlalu asyik memperhatikan media sosial di hapenya. Bahkan, banyak kecelakaan besar terjadi karena berkendara sambil memperhatikan media sosialnya.

Media sosial jaman now ini menjadi sebuah sarana penting yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan kita. Melalui media sosial ini, kita dapat mengenal dan dikenal oleh orang lain. Tapi tidak jarang, orang bisa tertipu melalui media sosial. Sebab yang diposting di dalam media sosial, bisa disesuaikan dengan keinginan pemiliknya. Misalnya, yang ingin diakui sebagai orang kaya, mereka memposting foto dengan latar belakang mobil dan rumah mewah, padahal hanya editan saja. Yang ingin diakui sebagai orang berpendidikan tinggi, akan menuliskan gelar yang macam-macam di belakang namanya. Yang ingin diakui sebagai orang yang saleh, sering memposting ayat-ayat Alkitab dan renungan setiap hari, walaupun kenyataannya berdoa saja masih sering lupa.

Isi

Dalam bacaan yang kedua, fenomena semacam ini juga terjadi. Ada orang-orang yang mengaku diri berhikmat, walaupun kenyataannya tidak. Sebab tidak tercermin dalam kehidupannya. Mengaku diri berhikmat tetapi memiliki perasaan iri dan mementingkan diri sendiri (Yak 3:14). Bukan hanya orang-orang di bacaan kita yang ingin diakui sebagai orang yang berhikmat. Tentu kita, orang-orang jaman sekarang juga ingin kan diakui sebagai orang yang berhikmat? Mengapa? Sebab seperti di dalam bacaan pertama, hikmat itu sangatlah berharga. Orang yang dianggap berhikmat selalu memiliki tempat dan dihormati di tengah-tengah kehidupan bersama. Perkataan dan tindakannya selalu diperhatikan dan menjadi panutan.

Tapi tidak semudah itu orang mengaku diri berhikmat. Dalam bacaan yang ketiga, kita melihat betapa sulitnya para murid menangkap hikmat yang disampaikan Tuhan kepada mereka. Selama tiga tahun bergaul bersama para murid, Yesus memberi teladan dan mengajarkan hikmat-Nya kepada mereka. Inti hikmat yang diajarkan dan diteladankan Yesus adalah “menjadi seorang pelayan bagi semua”. Bukan menjadi tuan yang lebih suka dilayani daripada melayani. Juga bukan sebagai yang pertama, melainkan sebagai yang terakhir (Mar 9:35). Berarti ia mendahulukan kepentingan orang lain daripada kepentingan dirinya sendiri.

Hikmat semacam ini, sulit diterima begitu saja oleh para murid (pada waktu itu) dan mungkin juga kita pada masa sekarang di tengah segala persaingan dan egoisme yang berkembang sebagai gaya hidup pada umumnya. Buktinya saat itu, sesaat setelah Yesus mengajarkan pengajaran tersebut, para murid malah meributkan siapa yang terbesar di antara mereka. Sebuah kontradiksi dari yang diajarkan Yesus. Menunjukkan bahwa mereka masih juga belum paham (padahal sebelumnya dalam Markus 8:31, Yesus pernah mengajarkan hal yang sama).

Seperti dalam bacaan yang kedua, hikmat dari Allah memang sangat berbeda dengan hikmat duniawi. Maka, diperlukan ketekukan dan kesadaran yang terus-menerus untuk mengerti dan melakukan hikmat tersebut secara terus-menerus sampai menjadi sebuah gaya hidup. Itu yang kita lihat terjadi dalam kehidupan para murid. Pada akhirnya mereka mengerti justru ketika Tuhan Yesus telah mati dan bangkit, kemudian para murid melakukan perkataan Kristus itu sepanjang hidup mereka, sebagai gaya hidupnya.

Penutup

Dalam Bulan Kitab Suci ini kita diberi waktu khusus dalam mempergumulkan firman dan hikmat Tuhan yang tertulis di dalam Alkitab. Kiranya kita tidak hanya sibuk berdebat dan berdiskusi mengenai hikmat Tuhan, tetapi benar-benar hidup sebagai orang yang berhikmat. Tidak sekedar pandai menjelaskan seluk beluk hikmat dan kehendak Tuhan, tetapi terlebih benar-benar menjadikannya sebagai gaya hidup.

 

Nyanyian:       KJ 51 : 1-4

RANCANGAN KHOTBAH: Basa Jawi

 

Pambuka

Para sedherek pasamuwan, punapa panjenengan kagungan media sosial? Media sosial ingkang arupi menapa ingkang panjenengan gadhahi? Pinten dangunipun wekdal ingkang panjenengan angge njingglenggi media sosial panjenengan saben dintenipun? Kadang kala, wonten tiyang ingkang  asyik njingglenggi media sosialipun ngantos ngalami kacilakan. Kacilakan ingkang sepele, saged ugi kacilakan ingkang awrat. Contonipun, ibu-ibu saweg masak dipunsambi Facebook-an/ WA-an/ instagram-an ngantos masakanipun gosong. Utawi awit asyik kalian media sosialipun, cagak listrik dipun tabrak, lan sak piturutipun.

Media sosial jaman now (jaman sakmangke) pancen minangka setunggiling sarana ingkang wigatos lan mboten saged kapisahaken kaliyan gesang kita. Lantaran media sosial menika, kita saged mangertosi lan ugi dimangertosi dening tiyang sanes. Nanging, asring tiyang ingkang keblithuk (kapusan) inggih lantaran media sosial. Awit ingkang dipun-posting wonten ing media sosial menika saged dipun rekayasa, manut pikajengipun ingkang memposting. Umpaminipun, tiyang kang kepingin dipunanggep sugih dening tiyang sanes, nunten memposting foto kanthi latar belakang mobil dalasan griya mewah, mangka niku wau sanes gadhahanipun piyambak.Wonten sanesipun ingkang kepingin dipunanggep pinter (berpendidikan tinggi), nunten gelar-gelaripun kedah dipuncantumaken, dipunserat ing ngajeng lan wingkingipun nami. Wonten malih tiyang ingkang kepingin dipunanggep saleh, nunten piyambakipun memposting ayat-ayat Alkitab, mangka ingkasunyatanipun ndedonga kemawon sok kesupen.

 

Isi

Kados dene  dipunsebat ing pambuka menika kalawau, ugi kedadosanipun memper kaliyan ingkang pinanggih wonten ing Yakobus 3:13-18. Wonten sawetawis tiyang ingkang ngaken bilih piyambakipun wicaksana, senadyan pranyatanipun mboten, awit mboten nyata ing lampah gesangipun. Ngaken dirinipun wicaksana ananging nggadhahi raos iren lan mentingaken dirinipun piyambak (Yak 3:14). Sejatosipun mboten ngamungaken para tiyang ingkang dipunsebat ing Kitab Suci kemawon ingkang remen dipunanggep wicaksana, tiyang-tiyang jaman samangke ugi remen dipunanggep wicaksana. Punapa sebabipun? Awit miturut Wulang Bebasan 31:10-31, wicaksana menika saestu inggil aosipun. Tiyang ingkang dipunanggep wicaksana, tansah kinurmatan saha kajen keringan. Pitembunganipun dalasan tindak-tandukipun dados tuladha sae tumrap ngasanes.

Ananging pranyata, dados tiyang wicaksana mboten gampil, kados dene pengalamanipun para sekabat ingkang kaserat wonteng ing Markus 9 : 30-37.  Senadyan sampun tigang taun para sekabat dipuntunggil, dipunwucal, dipunparingi tuladha dening Gusti Yesus bab kawicaksanan, nanging mboten nyandak. Wosipun kawicaksanan ingkang dipunparingaken inggih menika bab “dadia peladene wong kabeh” (Mar 9:35). Ingkang tegesipun, Gusti Yesus ngersakaken para sekabatipun ngutamekaken betahipun tiyang sanes langkung rumiyin katimbang betahipun piyambak.

Kawicaksanan ingkang kados mekaten, mboten gampil dipunmangertosi dening para sekabat nalika semanten ugi kita ing jaman kita samangke, langkung-lakung wonten ing saktengahing persaingan lan egoisme ingkang kiat pengaruhipun tumraping gaya hidupumumipun tiyang samangke. Kacihna, bagda Gusti Yesus mucalaken bab kawicaksanan menika, para sekabat malah udreg bab sinten ingkang pinunjul ing antawisipun para sekabat (Mark 9:34). Bab ingkang dipunrembag para sekabat menika sungsatipun benten sanget kaliyan ingkang dipunparingaken dening Gusti Yesus. Kawontenan ingkang mekaten menika nedahaken bilih ing antawisipun para sekabat dereng sami paham (mangka Gusti sampun nate mucalaken bab menika, pirsani Markus 8:31).

Cundhuk kaliyan waosan ing Yakobus 3 : 13-16,nedahaken bilih kawicaksananipun Gusti Allah pancen benten sanget kaliyan kawicaksananipun donya menika. Pramila, supados kawicaksananipun Gusti Allah saged tumama dumateng gesang kita, dipunperlokaken tansah remen nggilut-nggilut bab Sabdanipun Gusti, saha ngudi ngestokaken ing gesang matemah dados setunggaling gaya hidup. Lan menika ingkang saged kita sinaoni menggahing gesanging para sekabatipun Gusti Yesus. Badga Gusti Yesus seda lan wungu saking antawisipun tiyang pejah, para sekabadt nunten saweg mangertosi sedaya ingkang nate dipundawuhaken Gusti Yesus. Pramila dhawuhipun Gusti Yesus ingkang minangka kawicaksanan tumrap para sekabat dados setunggaling gaya hidup. Dados setunggaling perkawis ingkang mboten saged dipunpisahaken kaliyan gesangipun.

Panutup

Ing Wulan Kitab Suci menika, kita dipunajak nyuraos bab kawicaksananipun Gusti Allah ingkang mijil saking Kitab Suci. Sumangga kawicaksananipun Gusti menika mboten namung kita rembag. Kita mboten namung pinter nerangaken bab kawicaksananipun Gusti, nanging saestu dadosa patraping gesang (gaya hidup) padinan minangka tiyang pitados.

 

Pamuji:KPJ. 196 : 1-5

 

Renungan Harian

Renungan Harian Anak