Pertobatan Sejati : Pra Syarat Mengikut Tuhan Yesus Khotbah Minggu 23 Maret 2025

10 March 2025

Minggu Pra Paskah 3
Stola Ungu

Bacaan 1: Yesaya 55 : 1 – 9
Mazmur: Mazmur 63 : 1 – 9
Bacaan 2: 1 Korintus 10 : 1 – 13
Bacaan 3: Lukas 13 : 1 – 9

Tema Liturgis: Ikut Dikau Saja Tuhan
Tema Khotbah: Pertobatan Sejati : Pra Syarat Mengikut Tuhan Yesus

Penjelasan Teks Bacaan:
(Tidak perlu dibaca di mimbar, cukup dibaca saat mempersiapkan khotbah)

Yesaya 55 : 1 – 9
Pada bagian ini ada beberapa metafora yang dipakai oleh penulis kitab Yesaya untuk menggambarkan kehidupan setiap orang yang mendengarkan Tuhan. Pada mulanya ditujukan kepada bangsa Israel yang telah terbuang dari tanah kelahirannya dan terpaksa hidup dalam pengasingan di Babilonia. Pada ayat 1-3a ada sebuah Panggilan atau undangan yang ditujukan kepada semua orang yang lapar, haus bahkan mereka yang telah sejahtera di pengasingan. Melalui metafor air, roti, anggur, susu dan makanan yang berlimpah adalah simbol dari kasih karunia dan kesetiaan perjanjian Allah yang bersifat materi dan rohani. Namun mereka tidak bisa membeli semua itu karena mereka sendiri harus “datang” kepada TUHAN.

Ayat 3b-5 berisi Peneguhan perjanjian yang telah dibuat Allah dengan Daud (lih. 2 Samuel 7:8-16) yang harus digenapi atau direalisasikan sekarang juga di dalam umat itu sendiri. Sebagaimana Daud yang menjadi seorang saksi, pemimpin yang memerintah bagi suku-suku bangsa, demikian pula sekarang mereka juga akan memanggil dan menarik bangsa-bangsa lain datang kepada mereka.

Ayat 6-9 berisi Pengakuan. Seruan untuk mencari TUHAN karena waktunya sudah dekat menegaskan pentingnya akan pertobatan. Pertobatan adalah prasyarat untuk masuk ke dalam kerajaan baru. Oleh sebab itu, mereka harus berpaling dari cara-cara dan pikiran-pikiran yang menghalangi jalan TUHAN. Fokusnya adalah pada pengampunan Tuhan dimana pemikiran-Nya, cara-Nya, tujuan-Nya dan rancangan-Nya berbeda dengan manusia. Maka dari itu, mereka harus berusaha untuk “mencari” dan “kembali” kepada TUHAN.

1 Korintus 10 : 1 – 13
Dalam surat 1 Korintus 10:1-13 ini rasul Paulus mengingatkan agar jemaat di Korintus memiliki kehidupan atau cara hidup yang berbeda dengan nenek moyang mereka dahulu. Hal ini dengan jelas sebagaimana yang diuraikan pada ayat 1-4 dimana kehidupan mereka dibawah perlindungan awan, melintasi laut, dibaptis dalam awan dan laut, makan makanan rohani yang sama serta minum-minuman rohani yang sama. Meskipun memiliki kehidupan seperti itu, Allah tidak berkenan kepada sebagian dari mereka sehingga mereka binasa di padang gurun (Ay. 5). Mengapa hal ini bisa terjadi? Dalam ayat 6-11 dijelaskan oleh karena mereka menginginkan dan melakukan perbuatan yang jahat, yaitu menyembah berhala, melakukan percabulan, mencobai Kristus, dan bersungut-sungut. Pengalaman hidup masa lalu nenek moyang yang seperti ini, semestinya menjadi pembelajaran dan peringatan yang berharga bagi kehidupan jemaat Korintus. Oleh karena itu, jemaat Korintus harus memiliki pendirian yang teguh, prinsip atau keyakinan iman bahwa Allah itu setia dan tidak akan pernah membiarkan umat-Nya menghadapi cobaan yang melebihi kekuatan sebagai manusia (Ay. 12-13).

Lukas 13 : 1 – 9
Lukas 13:1-9 merupakan pengajaran Tuhan Yesus tentang pentingnya pertobatan. Pada ayat 1-5 terdapat dua peristiwa yang dipakai oleh Tuhan Yesus untuk menjelaskan pengajaran itu. Pertama, kehadiran beberapa orang yang mengabarkan keberadaan sebagian orang Galilea yang darahnya dicampur dengan darah kurban yang mereka persembahkan kepada Pilatus. Kemungkinan orang-orang Galilea pada saat itu sedang mempersembahkan kurban di Bait Allah ketika mereka dibantai oleh tentara yang disuruh Pilatus, sehingga darah mereka tertumpah ke mezbah dan bercampur dengan darah dari binatang yang sedang dikurbankan kepada Tuhan. Kedua, peristiwa kematian 18 orang yang mati ditimpa menara di dekat kolam Siloam. Peristiwa ini diceritakan oleh Tuhan Yesus sendiri sebagai tambahan atas cerita yang pertama, karena Dia tahu bahwa meskipun kedua peristiwa itu mempunyai perbedaan (peristiwa pertama orang-orang Galilea itu mati dibunuh atau mengalami penderitaan, sedangkan pada peristiwa kedua orang-orang itu mati karena kecelakaan), akan tetapi orang-orang itu mempunyai pendapat dan pemikiran yang sama terhadap kedua peristiwa tersebut, bahwa mereka mati oleh karena dosa mereka yang besar dan juga sebagai bentuk hukuman Tuhan terhadap dosa mereka.

Tuhan Yesus tidak setuju dengan pemikiran dan pendapat mereka itu. Bagi Tuhan Yesus, kedua bencana itu bukanlah semata-mata sebagai hukuman atas dosa-dosa mereka tetapi terutama sebagai peringatan kepada siapa saja bahwa hidup manusia itu tidak pasti dan tidak abadi. Maka dari itu Tuhan Yesus memerintahkan untuk melakukan suatu pertobatan (Ay. 3, 5)[1] . Hal ini diperjelas melalui pengajaran-Nya dalam bentuk perumpamaan tentang pohon ara yang tidak berbuah (Ay. 6-9). Dalam perumpamaan itu dijelaskan bahwa pohon ara ini sudah tidak menghasilkan buah selama 3 tahun (Ay. 7). Sang pemilik berinisiatif untuk menebangnya karena percuma diberi hidup. Namun, sang pekerja memohon untuk diberi kesempatan 1 tahun lagi (Ay. 8-9). Ia akan berusaha mencangkul dan memberinya pupuk, akan tetapi jikalau tetap tidak berbuah, maka pohon itu akan ditebang. Perumpamaan ini hendak menjelaskan bahwa Tuhan Yesus menunjukkan kesabaran-Nya dan memberi kesempatan untuk bertobat. Karena itu janganlah sia-siakan kesempatan itu dengan mengeraskan hati, tetapi sebaliknya segeralah bertobat.

Benang Merah Tiga Bacaan:
Kehidupan manusia di dunia ini tidak lepas dari kesalahan dan dosa. Oleh karena itu, dengan kerendahan hati manusia semestinya menyadari hal ini sehingga mampu melakukan pertobatan dan menerima anugerah pengampunan. Semua ini bisa dilakukan jikalau kita mau mendengarkan panggilan Allah, peneguhan janji-Nya dan mengakui kasih setia-Nya (Bacaan 1). Hal itu secara konkret dapat kita lihat melalui perubahan perilaku hidup baru di dalam Tuhan, yakni meninggalkan segala macam perbuatan jahat yang pernah dilakukan pada masa lalu (Bacaan 2). Selain perubahan perilaku, manusia juga harus memiliki pemikiran dan pendapat yang benar terkait makna pertobatan serta memanfaatkan kesempatan yang diberikan oleh Tuhan untuk bertobat (Bacaan 3).

 

Rancangan Khotbah: Bahasa Indonesia
(Ini hanyalah sebuah rancangan khotbah, silakan dikembangkan sesuai dengan konteks jemaat masing-masing)

Pendahuluan
Dalam kehidupan kita sehari-hari, barangkali kita pernah mendengar istilah “Tobat Sambal atau Kapok Lombok”. Istilah Tobat Sambal atau Kapok Lombok adalah gambaran yang ditujukan untuk diri sendiri maupun orang lain yang sudah bertobat dan menyesali dosanya, akan tetapi masih saja mengulangi dan melakukan dosa yang sama. Hal ini seperti orang yang sedang makan sambal. Meskipun sambal itu rasanya pedas, tetapi tetap nikmat jika disantap dengan nasi hangat dan lauk pauk. Bahkan, terkadang seorang pencinta pedas tetap akan menyantap sambal meskipun merasakan kepedasan yang luar biasa, atau pernah juga merasakan sakit perut akibat terlalu banyak memakan sambal. Lantas, apakah model pertobatan seperti ini yang dikehendaki oleh Tuhan Yesus?.

Isi
Dalam Injil Lukas 13:1-9, Tuhan Yesus memberikan pengajaran tentang pentingnya arti pertobatan. Pada ayat 1-5 terdapat dua peristiwa yang dipakai oleh Tuhan Yesus untuk menjelaskan pengajaran itu. Pertama, kehadiran beberapa orang yang menggambarkan keberadaan sebagian orang Galilea yang darahnya dicampur dengan darah kurban yang mereka persembahkan kepada Pilatus. Kemungkinan orang – orang Galilea pada saat itu sedang mempersembahkan kurban di Bait Allah ketika mereka dibantai oleh tentara yang disuruh Pilatus, sehingga darah mereka tertumpah ke mezbah dan bercampur dengan darah dari binatang yang sedang dikurbankan kepada Tuhan. Kedua, peristiwa kematian 18 orang yang mati ditimpa menara di dekat kolam Siloam. Peristiwa ini diceritakan oleh Tuhan Yesus sendiri sebagai tambahan atas cerita yang pertama, karena Dia tahu bahwa meskipun kedua peristiwa itu mempunyai perbedaan (peristiwa pertama orang-orang Galilea itu mati dibunuh atau mengalami penderitaan, sedangkan pada peristiwa kedua orang-orang itu mati karena kecelakaan), akan tetapi orang-orang itu mempunyai pendapat dan pemikiran yang sama terhadap kedua peristiwa tersebut, bahwa mereka mati oleh karena dosa mereka yang besar dan juga sebagai bentuk hukuman Tuhan terhadap dosa mereka.

Tuhan Yesus tidak setuju dengan pemikiran dan pendapat mereka. Bagi Tuhan Yesus, kedua bencana itu bukanlah semata-mata sebagai hukuman atas dosa-dosa mereka, tetapi terutama sebagai peringatan kepada siapa saja bahwa hidup manusia itu tidak pasti dan tidak abadi. Maka dari itu Tuhan Yesus memerintahkan untuk melakukan suatu pertobatan (Ay. 3, 5). Hal ini diperjelas melalui pengajaran-Nya dalam bentuk perumpamaan tentang pohon ara yang tidak berbuah (Ay. 6-9). Dalam perumpamaan itu dijelaskan bahwa pohon ara ini sudah tidak menghasilkan buah selama 3 tahun (Ay. 7). Sang pemilik berinisiatif untuk menebangnya karena percuma diberi hidup. Namun, sang pekerja memohon untuk untuk diberi kesempatan 1 tahun lagi (Ay. 8-9). Ia akan berusaha mencangkul dan memberinya pupuk, akan tetapi jikalau tetap tidak berbuah, maka pohon itu akan ditebang. Perumpamaan ini hendak menjelaskan bahwa Tuhan Yesus menunjukkan kesabaran-Nya dan memberi kesempatan untuk bertobat. Oleh karena itu, janganlah sia-siakan kesempatan itu untuk mengeraskan hati, tetapi sebaliknya segeralah bertobat.

Dalam kitab Yesaya 55:1-9 (Bacaan 1), dijelaskan bahwa seseorang akan segera bertobat apabila ia mau merendahkan hati dan menyediakan diri untuk mendengarkan panggilan Allah, percaya akan peneguhan janji keselamatan Allah serta mengakui anugerah pengampunan yang Allah sediakan. Yang perlu dilakukan adalah mengarahkan atau memfokuskan diri pada rahmat pengampunan Allah dimana pemikiran-Nya, cara-Nya, tujuan-Nya dan rancangan-Nya berbeda dengan manusia. Oleh sebab itu, setiap orang harus terus menerus berusaha “mencari” dan “kembali” kepada kuasa kehendak Allah. Hal itu secara konkret dapat ditunjukkan melalui perubahan perilaku hidup baru yang berkenan dihadapan Allah, yakni dengan cara meninggalkan segala macam perbuatan jahat yang pernah dilakukan pada masa lalu (1 Korintus 10:1-13/ bacaan 2). Itulah pertobatan yang sesungguhnya atau pertobatan sejati.

Penutup
Memasuki Minggu Pra Paskah 3 saat ini marilah kita:

  1. Melihat diri sendiri atau intropeksi diri atas apa yang telah kita lakukan, baik itu dalam pikiran, perkataan, perbuatan dan sikap hidup yang telah kita lalui. Intropeksi diri bisa dilakukan apabila kita mau merendahkan hati untuk menyadari akan segala keterbatasan, kelemahan, kesalahan dan dosa yang telah kita perbuat, baik terhadap TUHAN maupun sesama.
  2. Mensyukuri setiap anugerah kehidupan yang Tuhan Yesus berikan. Jika sampai saat ini kita masih diberikan kesempatan untuk hidup, berarti Dia menunjukkan kasih sayang-Nya, kesabaran-Nya dan memberikan kesempatan kepada kita untuk bertobat. Oleh karena itu janganlah sia-siakan kesempatan hidup ini dengan mengeraskan hati, tetapi sebaliknya segeralah bertobat.
  3. Senantiasa berusaha “mencari” dan “kembali” kepada kuasa kehendak Allah yang secara nyata diwujudkan melalui perubahan perilaku hidup baru yang berkenan dihadapan-Nya dengan cara meninggalkan segala macam bentuk perbuatan jahat yang pernah kita lakukan pada masa lalu. Inilah makna pertobatan yang sesungguhnya atau pertobatan sejati. Amin. [G-Mbul].

 

Pujian: KJ. 35 : 1 – 4  Tercurah Darah Tuhanku

 

Rancangan Khotbah: Basa Jawi
(Punika namung rancangan khotbah, saged dipun kembangaken miturut konteks pasamuwan piyambak)

Pambuka
Ing salebeting gesang kita padintenan, mbok menawi kita nate mireng tembung “Tobat Sambel utawi Kapok Lombok”. Tembung Tobat Sambel utawi Kapok Lombok punika dados gambaran ingkang katujokaken kangge dhiri piyambak utawi tiyang sanes ingkang sampun mratobat lan nggetuni dosanipun, ananging taksih kemawon mangsuli lan nindakaken tumindhak dosa ingkang sami. Bab punika kados tiyang ingkang saweg nedha sambel. Sanadyan sambel punika raosipun pedhes, nanging tetep eca bilih dipun tedha kaliyan sekul anget lan maneka warni lawuh. Temahan, kangge tiyang ingkang remen raos pedhes tetep kemawon nedha sambel sanadyan nate ngraosaken kepedhesen ingkang tanpa upami utawi nate ngraosaken sakit madharan krana kekathahen nedha sambel. Lajeng, punapa pamratobat kados punika ingkang dipun kersakaken dening Gusti Yesus?.

Isi
Wonten ing Injil Lukas 13:1-9 Gusti Yesus paring piwucal bab wigatosipun pamratobat. Ing ayat 1-5 wonten kalih prastawa ingkang dipun agem dening Gusti Yesus kangge njlentrehaken piwucal punika. Sepisan, rawuhipun sawetawis tiyang ingkang ngabaraken kawontenaning saperangan tiyang Galilea ingkang rahipun dipun campur kaliyan rah kurban ingkang dipun pisungsungaken dening Pilatus. Rikala semanten tiyang-tiyang Galilea saweg misungsungaken kurban wonten ing Padalemen Suci nalikanipun sadaya dipun tumpes dening para prajurit ingkang dipun utus Pilatus, mila rahipun sadaya wutah wonten mezbah lan kacampur kaliyan rahipun kewan ingkang saweg kinurbanaken dhumateng Allah. Kaping kalih, prastawa sedanipun 18 tiyang ingkang karubuhan menara wonten ing celakipun kolam Siloam. Prastawa punika kacariyosaken dening Gusti Yesus piyambak minangka tambahan cariyos ingkang sepisan. Amargi Gusti Yesus mangertos sanadyan kalih prastawa punika benten (prastawa sepisan tiyang-tiyang Galilea punika seda krana dipun tumpes utawi ngalami kasangsaran, dene prastawa kaping kalih tiyang-tiyang punika seda amargi kacilakan utawi musibah), ananging para tiyang ingkang rawuh wonten ing ngarsanipun Gusti Yesus punika gadhah pemanggih ingkang sami. Sadaya tiyang kalawau seda awit dosanipun piyambak ingkang ageng lan prastawa punika dados wujuding paukumanipun Gusti Allah tumrap sadaya dosanipun.

Gusti Yesus piyambak mboten sarujuk kaliyan pemanggipun tiyang-tiyang kalawau. Kagem Gusti Yesus, kalih prastawa punika sanes dados paukuman awit dosa-dosanipun para tiyang kalawau, ananging dados pepenget dhumateng sinten kemawon menawi gesangipun manungsa punika mboten mesthi lan mboten lestantun. Pramila Gusti Yesus paring dhawuh supados sami nindakaken pamratobat (Ay. 3, 5). Bab punika dipun tegesaken lantaran piwucalipun ingkang wujud pasemon kadosdene wit anjir ingkang mboten awoh (Ay. 6-9). Ing salebeting pasemon dipun jlentrehaken menawi wit anjir punika sampun mboten awoh salami 3 warsa (Ay. 7). Awit saking punika, ingkang gadhah wit anjir paring dhawuh supados dipun tegor kemawon amargi muspra tanpa guna dipun paringi gesang. Ananging, tiyang ingkang ngurus kebon anggur punika nyuwun supados dipun paring wekdal 1 warsa malih (Ay. 8-9). Piyambakipun badhe mbudidaya siti ing sakubenging wit punika dipun paculi lan dipun paringi rabuk. Bilih tetep mboten woh, wit punika tetep badhe dipun tegor. Pasemon punika mratelakaken bilih Gusti Yesus nedhahaken kesabaranipun lan paring wekdal dhumateng sinten kemawon kangge mratobat. Pramila, sampun ngantos nglirwakaken utawi mbucal wekdal punika kangge mangkotaken manah, nanging kosok wangsulipun sumangga sami mratobat.

Wonten ing kitab Yesaya 55:1-9 (Waosan 1), kanthi cetha dipun jlentrehaken bilih tiyang purun enggal mratobat menawi piyambakipun kagungan manah ingkang andhap asor lan nyawisaken dhiri utawi cumadhang kangge mirengaken timbalanipun Allah, pitados ing bab prajanjian kawilujengan Allah saha ngakeni kanugrahan utawi sih rahmat palimirma pangapuntening dosa ingkang sampun Gusti Allah cawisaken. Ingkang kedah dipun tindakaken inggih punika ngeneraken utawi “memfokuskan dhiri” ing sih rahmatipun Allah saha tansah pitados bilih rancangan utawi pakaryanipun Gusti Allah punika benten kaliyan rancanganipun manungsa. Pramila, saben tiyang kedah tansah mudidaya “ngupadi” lan “wangsul” malih dhateng pakaryan lan panguwaosipun Gusti Allah. Bab punika secara nyata dipun tedahaken kanthi lantaran wontenipun ewah-ewahaning tumindhak gesang enggal ingkang cundhuk kaliyan karsanipun Allah. Inggih punika kanthi cara nilaraken sadaya macem tumindhak ala ingkang nate dipun tindhakaken kala rumiyin (1 Korintus 10:1-13/waosan 2). Punika ingkang dipun wastani pamratobat ingkang saestu utawi pamratobat sejati, ingkang dipun kersakaken dening Gusti Yesus.

Panutup
Lumebet ing Minggu Pra Paskah 3 wegdal punika, sumanga kita:

  1. Niti priksa dhiri piyambak utawi “intropeksi dhiri” awit punapa ingkang sampun kita tindakaken, sae punika ing salebeting penggalih, pangucap, tumindak lan sikap gesang ingkang sampun kita lampahi saben dinten. Intropeksi dhiri saged dipun lampahi menawi kita purun andhap asoring manah ngrumaosi sadaya kakirangan, karingkihan, kalepatan lan dosa ingkang sampun kita tindhakaken dhumateng Gusti Allah lan ugi sesami.
  2. Saos sokur awit kanugrahaning gesang ingkang sampun Gusti Yesus paringaken dhumateng kita. Bilih dumugi wekdal punika kita taksih kaparingan wekdal kangge gesang, punika ateges Gusti Yesus nedhahaken katresnan-Ipun, kesabaran-Ipun lan paring wekdal kangge kita mratobat. Pramila sampun ngantos kita nglirwakaken wekdal punika kangge mangkotaken manah, ananging sakwangsulipun sumangga kita nggadhahi greget mratobat.
  3. Tansah “ngupadi” lan “wangsul” malih dhateng panguwaosipun Gusti Allah ingkang kita wujudaken kanthi sarana wontenipun ewah-ewahaning tumindhak gesang enggal ingkang cundhuk kaliyan karsanipun Allah. Inggih punika kanthi cara nilaraken sadaya macem tumindhak ala ingkang sampun lan nate kita tindakaken kala rumiyin lan janji mboten badhe ngambali malih. Punika ingkang dipun wastani pamratobat ingkang saestu utawi pamratobat sejati, pamratobat ingkang dipun kersakaken dening Gusti Yesus. Amin.
    [G-Mbul].

 

Pamuji: KPJ. 61  Saestu Keduwung

___________________

[1] Kata ‘bertobat’ yang dipakai dalam ayat 3 diterjemahkan dari kata Yunani METANOETE, yang ada dalam bentuk present imperative (kata perintah dalam bentuk present atau sekarang). Hal ini menunjukkan suatu perintah yang harus ditaati secara terus menerus. Sedangkan kata ‘bertobat’ pada ayat 5 diterjemahkan dari kata Yunani METANOESATE, yang ada dalam bentuk aorist imperative (kata perintah dalam bentuk aorist atau lampau). Ini merupakan suatu perintah yang hanya perlu ditaati satu kali saja.

Renungan Harian

Renungan Harian Anak