Khotbah Minggu 23 Juli 2017

11 July 2017

MINGGU BIASA
STOLA PUTIH

 

Bacaan 1         : Yesaya 44:6-8
Bacaan 2         : Roma 8:12-25
Bacaan 3         : Matius 13:24-30

Tema Liturgis  : Tuhan Meneguhkan Orang Yang Berpengharapan
Tema Khotbah: Anak Allah yang Berkwalitas

 

KETERANGAN BACAAN
(Tidak perlu dibaca di mimbar, cukup dibaca saat mempersiapkan khotbah.)

Yesaya 44:6-8

Bacaan pertama dalam Minggu hari ini adalah deklarasi diri Allah yang ditulis oleh Yesaya. Adapun isi deklarasi itu adalah keberadaan Allah yang digambarkan sebagai maha ada di sepanjang waktu. Oleh sebab itulah Allah menyebut diriNya sebagai “yang ada.” Keberadaan Allah ini bukan hanya dahulu ataupun sekarang ataupun yang nanti. Keberadaan Allah adalah yang terdahulu dan yang terkemudian. Ini berarti bahwa Allah mengatasi waktu dan ada sepanjang waktu baik dahulu maupun yang akan datang (ayat 6). Bahkan keberadaan Allah tersebut adalah yang mula-mula dan yang paling akhir dalam siklus waktu ini. Kekekalan Allah yang mengatasi waktu tersebut tanpa tanding dan tiada duanya (ayat 7).

Setelah deklarasi keberadaan Allah di sepanjang waktu dan bahkan yang mula-mula dan yang paling akhir tersebut maka seruan kini diarahkan kepada umat Israel. Seruan tersebut berupa peneguhan yaitu: jangan gentar dan janganlah takut (ayat 8). Peneguhan tersebut sekaligus pengingat peran umat Israel sebagai saksi-saksi Allah. Keberanian menjadi saksi Allah berarti keberanian untuk terus memberitakan tentang keberadaan Allah. Dalam keberanian memberitakan keberadaan Allah itulah janji perlindungan Allah dinyatakan sebagai Gunung Batu yang tiada tertandingi (ayat 8).

 

Roma 8:12-15

Paulus membedakan keberadaan manusia dalam dua sisi yaitu manusia yang hidup menurut daging dan manusia yang hidup menurut Roh. Keduanya memiliki kekontrasan yang sangat jauh. Manusia yang hidup menurut daging akan mengalami kebinasaan, sedangkan manusia yang hidup menurut Roh akan memperoleh kehidupan (ayat 13). Hidup menurut daging atau Roh dapat dilihat dari perilaku manusia. Jika manusia hidup menurut daging maka perilakunya adalah mengikuti hasrat dan keinginan daging yang membawa kepada ketakutan, kecemasan dan bahkan hawa nafsu dan keserakahan. Sebaliknya orang yang hidup menurut Roh kehidupannya akan menanggalkan segala nafsu kedagingan dan lebih memilih sikap yang mengarah kepada pro kehidupan.

Paulus menyebut jemaat Roma adalah manusia yang hidup menurut Roh karena Kristus yang menebus mereka. Sehingga orang Roma kini hidupnya bukan lagi hidup menurut daging tetapi menurut Roh. Karena penebusan Kristus itulah Paulus menyebut bahwa jemaat Roma memiliki hutang (ayat 12). Karena hidup menurut Roh maka jemaat Roma kini hidupnya dipimpin oleh Roh Allah. Dan setiap orang yang dipimpin oleh Roh Allah disebut sebagai anak Allah (ayat 14). Nampaklah di sini bahwa gelar anak Allah bukan hanya dimiliki oleh Yesus Kristus saja tetapi juga setiap orang yang hidupnya ditebus oleh Yesus Kristus sehingga Roh Allah ada di dalam diri manusia. Dengan sebutan anak Allah tersebut sekaligus dinyatakan bahwa bukan karena hubungan biologis atau hubungan darah namun karena perilaku hidupnya yang selalu dipimpin oleh Roh Allah. Implementasi dari sebutan anak Allah tersebut adalah keberanian dan kemerdekaan kita dalam menyebut nama Tuhan Allah yaitu: ya Abba, Ya Bapa yang merupakan ungkapan kedekatan hubungan dan sekaligus rasa hormat kita kepada Allah yang maha Kudus (ayat 15).

 

Matius 13:24-30

Injil Matius 13 berisikan perumpamaan-perumpamaan yang disampaikan oleh Tuhan Yesus. Perumpamaan ini memiliki tema yang berbeda satu dengan yang lainnya. Adapun pendengar dari perumpamaan-perumpamaan tersebut adalah orang banyak (ayat 2). Jadi perumpaan-perumpamaan tersebut ditujukan kepada orang-orang secara umum yang memiliki latar belakang berbeda-beda sehingga pesan yang disampaikan adalah pesan umum sesuai tema dari perumpaan tersebut.

Adapun perikop Matius 13:24-30 memiliki tema tentang Akhir Zaman yang dalam ayat 24 disebut Kerajaan Sorga. Diumpamakan Kerajaan Sorga tersebut seumpama orang yang menaburkan benih gandum yang baik di ladangnya. Seiring penabur tersebut meninggalkan ladangnya dan tidur maka musuh dari pemilik lahan tersebut juga menaburkan benih lalang di lahan yang sama. Pada fase benih itu belum tumbuh maka tidak dapat diketahui lagi mana benih baik yang ditabur oleh pemilik ladang dengan benih lalang yang ditaburkan musuhnya. Namun pada saat benih tersebut sudah tumbuh maka mulailah nampak mana yang benih baik dan mana benih lalang (ayat 26). Paling umum bagi petani ketika melihat benih lalang di antara benih gandum adalah membuang benih lalang tersebut supaya tidak mengganggu pertumbuhan benih gandum. Itulah nampaknya yang disuarakan pekerja-pekerja pemilik lahan tersebut (ayat 27). Namun rupanya, pemilik lahan tersebut tidak mengijinkan tindakan itu dilakukan dan justru sengaja membiarkan kedua benih tersebut tumbuh bersamaan.

Karena bersifat perumpaan maka simbolisasi dalam perumpaan tersebut mewakili masing-masing peran. Penjelasan atas perumpamaan tersebut oleh Matius dijelaskan dalam pasal 13:36-43. Pemilik lahan adalah Anak Manusia yaitu Tuhan Yesus Kristus. Musuh yang menabur benih lalang adalah Iblis dan ladang yang dimaksud adalah dunia ini. Adapun benih yang dimaksudkan dalam perumpaan ini adalah manusia buka firman Tuhan. Jadi dapat disimpulkan bahwa dunia ini dipenuhi oleh dua jenis manusia yaitu manusia baik yang disebut sebagai anak-anak Kerajaan dan manusia pengganggu/ jahat yang disebut anak si jahat (ayat 38). Pada waktu mereka hidup di dunia, keduanya terlihat sama namun tindakannyalah yang menjadi pembeda. Namun demikian keduanya tidak langsung dipisahkan dengan menumpas yang jahat, namun keduanya diberi kesempatan sampai pada akhir jaman. Pembeda antara anak-anak Allah dengan anak-anak si jahat adalah terletak pada buah yang dihasilkan saat panen (akhir zaman).

 

BENANG MERAH ANTAR BACAAN

Gelar anak manusia adalah gelar yang sangat mulia dan penting. Gelar tersebut didapatkan karena kesetiaan kepada pimpinan Roh Allah dan menjadikan Allah sebagai pusat kehidupannya. Dalam kesetiaan kepada pimpinan Allah inilah kita diperhadapkan kepada tantangan dunia yang semakin jahat sehingga kwalitas diri kita sebagai anak Allah sangat teruji. Jikalau kita tetap hidup dan berbuah maka buah kita haruslah sesuai dengan sumber hidup kita yaitu Allah. Dan dunia sedang menantikan buah kita supaya iman kita mewarnai dunia.

 

RANCANGAN KHOTBAH: Bahasa Indonesia
(Ini hanya sebuah rancangan. . . bisa dikembangkan sendiri sesuai konteks jemaat)

Pendahuluan

Andaikan Semua Seperti Yang Kita Mau….

Sudah menjadi naluri alamiah petani ketika tanamannya terkena hama tanaman pasti ingin segera dibuang tanaman hama tersebut. Ambillah contoh, petani sawah ketika menanam padi dan tiba-tiba ada banyak rumput liar yang tumbuh maka pasti petani akan bersegera mencabuti rumput-rumput yang tumbuh di sekeliling padi yang ditanamnya tersebut. Demikian juga petani kebun, ketika menanam bibit kopi dan ada rumput merambat yang mengganngu bibit kopi pasti akan segera mencabut atau memotong tanaman rumput yang mengganggu bibit kopinya. Naluri alami itu muncul karena kebutuhannya untuk melindungi tanaman yang ditanam supaya tumbuh dengan baik seraya menaruh harapan tanaman tersebut menghasilkan buah yang banyak dan baik. Sangat wajar kalau kemudian ada yang merintangi tujuan petani tersebut kemudian segera membersihkannya.

Contoh di atas adalah dalam konteks petani, mari sekarang kita tarik dalam konteks yang lebih umum. Saat kita melihat orang yang ndablegnya kelewatan yang hobinya mengganggu ketentraman orang lain dan bahkan tidak nampak sisi religiusnya (seakan tidak takut Tuhan), apa reaksi kita? Saya menduga kurang lebih seperti petani juga. Dalam hati maupun terucap pasti kita akan berkata mengapa orang kayak begitu dibiarkan hidup. Dunia ini pasti akan lebih baik dan nyaman kalau tidak ada orang jahat seperti itu. Dunia ini akan ayem kalau semua orang hidup baik, cinta Tuhan dan rajin beribadah. Benarkah?

 

Isi: Sayangnya Dunia Tidak Sewarna…

Ada pertanyaan nakal yang demikian: “Apakah yang terjadi kepada dunia ini seandainya iblis itu berhenti dari pekerjaannya dan bertobat menjadi baik? (biarkah jemaat berpendapat)

Ketika iblis itu bertobat dan tidak lagi memainkan perannya sebagai yang jahat maka dunia ini semakin tidak jelas karena semua sewarna. Kita tidak lagi bisa membedakan mana yang jahat dan mana yang baik karena saat iblis bertobat tidak ada lagi figure jahatnya. Sayangnya memang kemudian semua-semua yang jahat selalu kambing hitamnya adalah iblis. Manusia tidak pernah merasa punya andil terhadap kejahatan karena ada iblis yang selalu disalah-salahkan setiap manusia berbuat jahat. Sampai akhirnya tidak jelas lagi mana manusia dan mana iblisnya.

Memang dunia kita tak sewarna bahkan tidak dapat dengan jelas dipilah-pilah warnanya tetapi kita bisa memilih-milih sendiri warna apa yang mau kita pakai untuk diri kita sendiri.

 

Mewarnai Dunia Kita…

Karena begitu banyaknya warna sampai tidak jelas lagi keberadaan dunia ini. Kejahatan berkelendian dengan kebaikan dan bahkan yang baik pun bisa diputar jadi jahat dan yang jahatpun bisa dijadikan baik. Yang salah bisa dianggap benar dan yang benarpun bisa dianggap salah. Berat ya hidup di dunia ini? Susah ya hidup di dunia ini? Ruwet ya hidup ini? Dalam titik tertentu sampailah kita kemudian bertanya kepada Tuhan: mengapa Tuhan biarkan kejahatan merajalela di dunia ini? Mengapa Tuhan biarkan kejahatan hidup di dunia ini?

Di sinilah tiga bacaan Alkitab kita berkumandang kepada kita semua, yaitu:

Pertama, ada massa di mana Tuhan akan memisahkan kejahatan dengan kebaikan, antara anak-anakNya dengan anak-anak si jahat, yaitu saat akhir zaman di mana Kerajaan Sorga dinyatakan di dunia. Tentang masanya tentu sepenuhnya menjadi otoritas Tuhan bukan otoritas kita sebagai manusia. Bahkan tentang masanya diungkapkan seperti pencuri yang datangnya tidak pernah dinyana. Ini berarti kita tidak punya hak untuk menentukan waktu akhir zaman tersebut. Hak kita adalah menjaga diri untuk dapat menghasilkan buah yang baik sebab diri kita adalah seumpama gandum yang disebarkan oleh Tuhan di dunia ini. Saat Tuhan menyebarkan kita tentu harapan Tuhan kita dapat hidup, tumbuh dan berbuah. Sangat disayangkan jikalau kita ternyata tumbuh tetapi pertumbuhannya sangat tidak baik dan tidak menghasilkan apapun pada akhirnya. Pasti Tuhan akan sangat kecewa, sama kecewanya dengan petani yang menanam bibit padi tetapi padi tersebut tidak berbuah (berisi). Karena itulah fokus kita bukan pada apa yang terjadi di dunia ini tetapi apakah kita mampu bertahan menjadi gandum yang berkualitas baik sehingga buah kita juga baik. Untuk dapat bertumbuh dan berbuah, maka tidak ada hal lain selain tetap menaruh tujuan kehidupan kita ini kepada Tuhan yang telah mempercayakan dunia ini kepada kita. Merawat kehidupan, memberikan penghargaan kepada semua kehidupan dan mewarnai kehidupan dengan buah yang menjadikan semua hidup. Itulah fokus diri kita.

Ke dua, di antara semua yang terjadi dalam kehidupan ini Tuhan selalu ada sepanjang waktu. Dia adalah Allah yang ada dari permulaan, kini dan sampai pada akhirnya nanti. Jikalau Tuhan selalu ada di sepanjang waktu kehidupan ini, maka tugas kita saat ini adalah tetap memelihara kedekatan dan hubungan kita dengan Tuhan supaya kita terjauhkan dari berbagai rupa pencobaan dan kejahatan. Dengan kesadaran diri penuh kita harus senantiasa mampu mewujudkan diri dalam ungkapan: ya Abba, ya Bapa dalam ritual dan laku kehidupan kita ini.

Ke tiga, di antara semua kondisi kehidupan dunia ini kita sedang ditantang kembali untuk menjadi diri kita yang sejati. Kwalitas diri kita sedang diuji yaitu apakah kita ini anak-anak Allah yang bersumber dari Allah atau anak-anak si jahat. Sesungguhnya kita ini adalah anak-anak Allah, sebab kita bersumber dari Allah dan akan terus menjadi anak-anak Allah jikalau kita selalu hidup dalam pimpinan Roh Allah. Jika kita hidup dalam pimpinan Roh Allah, maka sesungguhnya kita ada di pihak Allah dan Allah menjadi benteng perlindungan kita yang teguh.

 

Penutup: Dunia Menantikan Karya Kita…

Meratapi carut-marut dunia tidaklah cukup. Berdoa bagi kebaikan dunia dalam safaat setiap kebaktian hanyalah permulaan, karena setelah itu adalah pergerakan kita mewujudkan safaat kita bagi kehidupan dunia ini. Kita memang tak boleh serupa dengan dunia jika memang dunia ini dipandang jahat. Tetapi tidak berarti bahwa kita antipati kepada dunia, sebab justru kondisi kehidupan dunia ini sedang menantikan karya dan aksi nyata kita. Dari mana semua itu bermula?

Dari diri kita sendiri yaitu menyadari bahwa kita ini adalah biji gandum yang disebarkan Allah di dunia ini. Supaya kwalitas hidup kita semakin berbuah baik, kita harus tetap bergaul intim dengan Tuhan Allah kita. Dengan menjadikan diri kita berkwalitas, sesungguhnya sebagai pribadi kita telah menjadi pribadi yang mandiri. Jikalau diri pribadi sudah mandiri, kehadiran dan karya kita pasti juga menjadi berkat bagi yang lainnya yaitu keluarga, gereja dan masyarakat serta bangsa dan negara kita. Mari kita bersahabat dengan dunia tetapi bukan menjadi serupa dengan dunia. Mari kita menghasilkan buah yang baik supaya dapat dinikmati oleh yang lainnya. Akhirnya, mari kita menjadi pribadi yang berkwalitas dan mandiri serta menjadi berkat bagi dunia ini. Amin.(to2k)

 

Nyanyian: Kidung Kontekstual 153

RANCANGAN KHOTBAH: Basa Jawi

Pambuka

Sampun dados nalurinipun para among tani menawi tanemanipun kenging taneman ama, taneman ama punika mesthi enggal kabucal. Contonipun, menawi ing tengahing taneman pantun wonten rumput (jawan), pramila pak tani punika enggal mbubuti rumput (jawan) punika. Makaten ugi ing pategilan, menawi taneman kopi dipun rambati rerumputan, rumput punika enggal dipun babat. Naluri punika tuwuh karana kabetahan ngreksa tetaneman ingkang katanem, supados tetaneman punika saged tuwuh kanthi sae lan kaangkah saged ngedalaken woh ingkang kathah lan sae. Pramila limrah menawi gangguan tumrap tetanemanipun tumunten kasingkiraken, tetanemanipun dipun resiki.

Conto ing inggil punika gegayutan kaliyan tetanen. Samangke mangga kita cundhukaken kaliyan kawontenan ingkang langkung umum. Menawi kita ningali tiyang ingkang ndablegipun punika kebangeten, karemanipun punika ngganggu katentremanipun tiyang sanes tuwin boten ngetingalaken kautamanipun ing babagan agami (boten ajrih asih dhumateng Gusti), punapa reaksi (ingkang badhe katindkaken) kita? Kula kinten boten patos benten kaliyan petani kala wau. Kita mbatin utawi malah ngucap kenging tiyang kados mekaten punika kok dipun kendelaken gesang. Donya punika mesthi badhe kangkung sae lan ayem menawi boten wonten tiyang durjana kados mekaten. Donya punika mesthi badhe ayem menawi sedaya tiyang gesang sae, nresnani Gusti lan sregep ngibadah. Leres?

 

Isi

Wonten pitakenan nakal mekaten: “Punapa ingkang badhe kelampahan tumrap donya punika saupami iblis kendel saking padamelanipun lan mratobat dados sae?” (kaaturana pasamuwan paring wangsulan!)

Menawi iblis mratobat lan kendel saking piawonipun, donya badhe saya boten cetha karana badhe dados tunggal warni. Kita boten saged malih mbentenaken pundi ingkang awon lan pundi ingkang sae, karana iblis mratobat saking piawonipun. Emanipun, samukawis ingkang awon kaanggep dados pokalipun iblis. Manusa rumaos boten nate tumut-tumut ing piawon, karana iblis tansah dipun lepataken saben-saben tumindak awon. Wusananipun boten cetha malih pundi tumindakipun manusa lan pundi tumindakipun iblis.

Pancen donya kita punika tunggal warni, ewet milah-milah warninipun, nanging kita saged milih piyambak warni punapa ingkang badhe kita agem kangge diri kita piyambak.

Saking kathahipun warni ngantos boten cetha malih kawontenanipun donya punika. Piawon raosipun worsuh kaliyan kasaenan, malah ingkang sae saged dipun puter dados awon lan ingkang awon kadadosaken sae. Ingkang lepat saged kaanggep leres lan ingkang leres saged kaanggep lepat. Raosipun repot gesang ing donya punika? Ruwet gesang nggih gesang punika?  Lajeng kita pitaken dhumateng Gusti: Kenging punapa Gusti ngendelaken piawon saya ndadra ing donya punika?  Kenging punapa Gusti ngendelaken piawon gesang ing donya punika?

Ing ngriki 3 waosan Kita Suci kita ngumandhang kangge kita:

Sepisan, wonten titi mangsanipun Gusti misahaken piawon kaliyan kasaenan, antawisipun putra-putranipun Gusti kaliyan anak-anaking piawon, nggih punika titi wanci pungkasaning jaman ing wanci Kratoning Swarga kawujudaken ing donya. Dene titi wancinipun dados wenangipun Gusti pribadi, sanes dados wenang kita manusa. Malah titi wancinipun kasebataken kados maling ingkang boten kanyana-nyana dhatengipun. Kita boten nggadhahi hak netepaken titi wanci pungkasaning jaman punika. Hak kita namung njagi dhiri supados saged ngedalaken who ingkang sae, karana dhiri kita punika saupami wiji gandum ingkang dipun sebar dening Gusti ing donya punika. Nalika Gusti nyebar wiji (kita) punia, tamtu Panjenenganipun ngajeng-ajeng kita punika gesang, tuwuh lan ngedalaken woh. Saestu eman menawi jebul kita tuwuh boten sae lan boten ngedalaken who punapa-punapa. Gusti tamtu badhe kuciwa sanget, sami kuciwanipun kaliyan petani ingkang nanem wiji pantun nanging wohipun gabug. Pramila, focus (entering batos) kita sanes dhateng punapa ingkang dumados ing donya punika, nanging punapakita saged dados gandum ingkang berkwalitas temah wohing gesang kita ugi sae. Supados saged tuwuh lan uwoh, kita kedah ngeneraken pigesangan kita dhumateng Gusti ingkang sampun mitayakaken donya punika dhateng kita. Ngrimati pigesangan, ngajeni sedaya pigesangan saha ngiseni pigesangan kaliyan woh ingkang murugaken sedaya dados gesang. Punika focus dhiri kita.

Kaping kalih, ing antawisipun sedaya ingkang kelampahan ing pigesangan punika Gusti tansah wonten ing sauruting wegdal. Panjenenganipun punika Allah ing wonten wiwit wiwitan mila, samangke lan ngantos salaminipun. Menawi Gusti tansah wonten ing sauruting wegdal pigesangan punika, ingkang dados jejibahan kita nggih punika tansah njagi rumaketing sesambetan kita kaliyan Gusti supados kita sampun ngantos dhawah sawernining pacoben lan piawon. Kanthi kasadharan kita kedah tansah saged mujudaken dhiri srana pangucap, “Dhuh Abba, dhuh Rama” ing salebeting pangibadah lan lakuning pigesangan kita.

Kaping tiga, in antawisipun sedaya kawontenaning pigesangn donya punika kita dipun tantnang dados jatining dhiri kita. Ajining dhiri kita saweg kauji punapa kita punika putra-putranipun Allah utawi anak-anaking piawon. Seyektosipun kita punika putra-putranipun Allah, awit kita asesumber saking Allah lan badhe tansah dados putra-putranipun Allah menawi kita tansah gesang ing pangrehipun Roh Allah. Menawi kita gesang ing pangrehipun Roh Allah, saestunipun kita wonten ing wewengkonipun Allah lan Allah dados betenging gesang kita ingkang bakuh.

 

Panutup

Nlangsani worsuhing donya punika boten cekap. Ndedonga murih kasaenaning donya ing saben pangibadah punika nembe dados wiwitanipun, karana bakda punika kita kedah mujudaken pambudidaya murih kasembadaning pandonga tumrap pigesanganing donya punika. Kit apancen boten pareng madha rupa kaliyan donya punika menawi donya pancen kaanggep awon (jahat). Nanging punika boten ateges kita kedah antipati tumrap donya, awit kawontenaning pigesangan donya punika saweg ngantos-antos pakaryan kita ingkang nyata. Kawiwitan saking pundi?

Punika kawiwitan saking dhiri kita, nggih punika ngrumaosi bilih kita punika wiji gandum ingakng kasebar dening Allah ing donya punika. Supados ajining gesang kita saya ngedalaken woh ingkang sae, kita kedah tansah rumaket kaliyan Gusti Allah kita. kanthi ndadosaken dhiri kita dados aji (berkwalitas), sayektosipun kita minangka pribadi sampun dados pribadi ingkang mandiri. Menawi dhiri kita sampun mandiri, jejering gesang lan pakaryan kita tamtu dados berkah tumraping asanes, tumrap kulawarga, greja lan bebrayan agung (masyarakat) sarta bangsa lan negari kita. sumangga srawung kaliyan donya, nanging sanes madha rupa kaliyan donya. Sumangga kita ngedalaken woh ingkang sae supados saged dipun raosaken dening asanes. Wusananipun, swawi kita dados pribadi ingkang berkawalitas lan mandiri sarta dados berkah tumrap donya punika. Amin. [terj. st]

 

Pamuji: KPK 300: 1, 4.

Renungan Harian

Renungan Harian Anak