Melestarikan Kedalaman Relasi Sesama Ciptaan dan Sang Pencipta Khotbah Minggu 23 Februari 2025

10 February 2025

Minggu Biasa 6 | Penutupan Bulan Penciptaan
Stola Hijau

Bacaan 1: Kejadian 45 : 3 – 11, 15
Mazmur: Mazmur 37 : 1 – 11, 39 – 40
Bacaan 2: 1 Korintus 15 : 35 – 38, 42 – 50
Bacaan 3: Lukas 6 : 27 – 38

Tema Liturgis: Merangkul Sesama, Merawat Kehidupan
Tema Khotbah: Melestarikan Kedalaman Relasi Sesama Ciptaan dan Sang Pencipta

Penjelasan Teks Bacaan:
(Tidak perlu dibaca di mimbar, cukup dibaca saat mempersiapkan khotbah)

Kejadian 45 : 3 – 11, 15
Yusuf adalah salah satu keturunan bapa Israel, Yakub. Yusuf merupakan anak kesayangan, sebab dilahirkan dari ibu Rahel, istri yang sangat dikasihi bapa Yakub. Sejak kecil, Yusuf memiliki keistimewaan, yaitu dapat menafsirkan mimpi. Keistimewaan ini membuat saudara-saudaranya membencinya, sebab suatu ketika Yusuf menceritakan dua mimpinya, yang keduanya menggambarkan bahwa saudara-saudaranya dan ayah-ibunya akan menyembah dia. Di antara saudara-saudaranya, Rubenlah yang tidak membenci Yusuf. Saat usia remaja muda (17 tahun), tanpa sepengetahuan Ruben, Yusuf dijual oleh saudara-saudaranya kepada pedagang Midian dan Ismael yang sedang dalam perjalanan ke Mesir. Di Mesir, Yusuf dijual menjadi budak pegawai istana. Singkat cerita, karena kinerjanya baik, maka Yusuf mendapatkan kepercayaan besar dari majikannya di istana Mesir. Hal inilah yang melatar-belakangi Yusuf untuk memboyong keluarganya ke Mesir dan tinggal di tanah Gosyen. Kita dapat melihat sikap Yusuf yang meskipun sekian tahun berlalu setelah dijual, ia tidak menyimpan dendam kepada saudara-saudaranya. Malah, Yusuf berkenan mengajak seluruh keluarganya untuk pindah ke Mesir agar Israel dan keturunannya tetap dapat bertahan hidup dan lestari. Keputusan ini diambil sebab di tanah kediaman Israel sendiri sedang terjadi kesulitan pangan dan hampir mustahil bertahan hidup di situ. Pilihan terbaik adalah dengan berpindah ke Mesir agar kebutuhan pokok makanannya terjamin. Menyikapi perlakuan saudara-saudaranya, Yusuf memilih untuk tidak mendendam, namun mempertahankan kedalaman relasi dengan keluarganya. Ini demi kelestarian hidup bangsanya.

1 Korintus 15 : 35 – 38, 42 – 50
Rasul Paulus menerangkan tentang kehidupan kekal dengan membandingkan kehidupan badaniah dan rohaniah. Paulus menggunakan kisah penciptaan manusia pertama, yaitu Adam, agar mudah dipahami. Manusia mula-mula dibentuk dari debu tanah (badani) dan dihidupkan melalui hembusan Allah (rohani). Manusia badani tidak lestari, sebaliknya manusia rohanilah yang mendapat kehidupan kekal selamanya. Pengertian ini ditegaskan oleh Paulus kepada Jemaat Korintus agar umat yang tinggal di kota metropolitan itu — dengan segala pengaruh dan kesempatan buruknya — segera berbalik dari gaya hidup yang mengedepankan kesenangan badani menuju pada militansi untuk merawat kehidupan rohani. Paulus mengajak Jemaat Korintus agar memiliki penghayatan dan upaya kuat terhadap keberlangsungan hidup sorgawi yang bersifat kekal selama-lamanya, bukan kehidupan duniawi yang bersifat sementara saja. Tersirat jelas bahwa Paulus ingin mengajak umat untuk memiliki kedalaman relasi antar sesama umat dan dengan Sang Ilahi. Dan itu mustahil terwujud jika orang per orang hanya melakoni hidup yang berpusat pada kesenangan badaninya masing-masing.

Lukas 6 : 27 – 38
Nasihat etis Yesus dalam dua perikop singkat ini dapat kita baca dalam beberapa bagian tertentu, misalnya: (a) mengasihi orang yang membeci kita, (b) tidak membalas atas kejahatan yang kita terima namun justru mengajak berdamai, dan (c) melakukan perlakuan apa yang ingin kita terima dari orang lain. Melalui beberapa nasihat tersebut, Yesus tentu tidak hanya ingin memberikan pemahaman sepotong-sepotong saja kepada orang-orang yang mengikut-Nya. Ia justru ingin menyampaikan gagasan yang lebih besar mengenai kehidupan ini, bahwa tindakan-tindakan etis-praktis semacam itu merupakan wujud perawatan manusia atas kehidupan ini secara utuh sehingga dapat berbuah kelestarian sejati: persaudaraan dan persamaan derajat hidup sebagai sesama ciptaan Allah. Semua ini ditekankan oleh Yesus agar orang-orang dapat membangun relasi mendalam satu sama lain sebagai wujud ekspresi atas iman mereka kepada Tuhan Allah.

Benang Merah Tiga Bacaan:
Merangkul sesama ciptaan dan merawat kehidupan ini perlu didasari dengan semangat militan untuk membangun relasi secara mendalam antar sesama ciptaan dan dengan Tuhan Allah Sang Pencipta Kehidupan.

 

Rancangan Khotbah: Bahasa Indonesia
(Ini hanyalah sebuah rancangan khotbah, silakan dikembangkan sesuai dengan konteks jemaat masing-masing)

Pendahuluan
Ada berbagai sisi gelap di dalam diri manusia, bahkan ketika berbuat baik sekalipun. Misalnya, orang yang bertindak sebagai penolong akan menganggap lebih rendah kepada orang yang ditolong. Lagi, seseorang cenderung menyimpan dalam hatinya dan memperhitungkan sebagai hutang budi atas pertolongan yang ia berikan. Hal ini sangat mungkin erat kaitannya dengan konsep pemahaman tentang hukum transaksional: penolong adalah lebih kuat, dan pertolongan adalah hutang. Sikap yang demikian ini tentu menghambat perwujudan kalimat bijak yang menyatakan demikian: ”Sebaik-baiknya orang ialah mereka yang tak mengingat kebaikan yang pernah dilakukan.” Kita sedang hidup di dunia yang serba transaksional. Di satu sisi, transaksi memang memudahkan banyak hal terkait kesepakatan-kesepakatan. Di sisi lain, transaksi berpotensi menggerus kedalaman relasi antar pihak. Kata orang, relasi mendalam terjadi ketika konflik atau ketidak-sepakatan hari ini sama sekali tidak mengurangi komunikasi esok hari. Kebijaksanaan ini rentan luntur oleh gaya hidup transaksional yang mengedepankan untung-rugi.

Isi
Pada bacaan pertama, kita melihat Yusuf tengah berada dalam upaya melestarikan kedalaman relasi di antara keluarganya, yakni Israel. Saudara-saudaranya tidak sepakat dengan Yusuf yang mengutarakan mimpinya bahwa bapa dan sanak saudaranya kelak akan menyembah dia. Ketidak-sepakatan itu menimbulkan konflik. Maka konsekuensi logis dari pendekatan transaksional ialah: Yusuf harus disingkirkan, sebab berpotensi menjadi tuan atas keluarganya, dan itu tentu tidak dikehendaki oleh saudara-saudaranya. Ini adalah perwujudan dari kebencian yang terpendam dalam hati saudara-saudara Yusuf (kecuali Ruben yang masih mengasihinya). Sikap Yusuf menjadi penting untuk kita renungkan, sebab ia tidak memendam benci dan dendam meski diperlakukan tidak manusiawi. Yusuf merespons transaksi saudara-saudaranya tidak dengan pendekatan transaksional, namun lebih jauh mempertahankan kedalaman relasi. Kerangka pikir dan pemahaman Yusuf ini menjadi kunci atas kelestarian hidup bangsanya secara utuh melebihi dorongan pribadinya untuk berbuat jahat. Sebab Yusuf menyadari andai dia menerapkan gaya hidup transaksional, maka konsekuensinya adalah kepunahan bangsanya.

Demikian pula pada bacaan kedua. Kehidupan umat di Korintus lekat dengan transaksional yang banyak berpusat pada kesenangan badani. Gaya hidup demikian ini menjadi penyebab utama sirnanya relasi mendalam antar sesama. Imbasnya tentu pada kelestarian hidup yang tak dapat dipertahankan turun-temurun, atau kehancuran Jemaat. Untuk itulah, Paulus mengajak umat untuk memusatkan hidupnya bukan pada kehendak orang per orang, namun pada kehendak komunal-ilahi yang menekankan kedalaman relasi satu dengan yang lain. Terlebih relasi pribadi dan persekutuan dengan Tuhan Allah. Sebab, kehendak perorangan hanya akan membawa hidup pada kehancuran. Namun kehendak komunal-ilahi membawa pada kelestarian hidup.

Nasihat etis Tuhan Yesus pada bacaan ketiga juga menjadi penegasan bahwa kehidupan umat sama sekali tidak diperkenankan berpusat pada kehendak perorangan. Sebab hanya akan semakin mengarahkan kehidupan ini pada ketidak-selarasan dengan karya Ilahi. Kebencian dan dendam yang didasarkan pada pendekatan transaksional makin menjamur, yang artinya hukum kasih tidak akan dapat diberlakukan dan malah melestarikan hukum mata ganti mata. Hal ini menjadikan kedalaman relasi yang memuat cinta dan pengorbanan tidak akan berlaku.

Penutup
Merangkul sesama dan merawat kehidupan ini hanya akan menemui kesejatiannya jika orang per orang memiliki pemahaman yang utuh atas pentingnya kedalaman relasi antar sesama ciptaan dan dengan Tuhan Allah Sang Pencipta Kehidupan. Mari masing-masing kita menumbuhkan dorongan kuat untuk membangun kedalaman relasi dengan sesama ciptaan dan dengan Tuhan Allah Sang Pencipta. Amin. [aan].

 

Pujian: KJ. 426  Kita Harus Membawa Berita

 

Rancangan Khotbah: Basa Jawi
(Punika namung rancangan khotbah, saged dipun kembangaken miturut konteks pasamuwan piyambak)

Pambuka
Taksih kathah tiyang ingkang nganggep asor tiyang sanes ingkang dipun biyantu. Mekaten ugi kathah tiyang ingkang nganggep utang tumrap pitulungan ingkang kaparingaken dhateng tiyang sanesipun. Pamanggih punika wonten gegayutanipun kaliyan padatan ”dol-tinuku”. Temah ndadosaken tiyang ingkang mitulungi rumaos langkung rosa tinimbang tiyang ingkang nampi pitulungan. Makaten ugi bab pitulungan ingkang katandukaken, kaanggep lan kaetang minangka utang. Pamanggih ingkang kados makaten punika tamtu dados pepalang tumrap kawasisan ingkang suraosipun: ”Tan wonten tiyang becik kajaba ingkang mboten ngenget-enget tumrap kabecikan ingkang sampun katindakaken.” Pancen kita saweg lumampah ing satengahing pigesangan ingkang sarwa dol-tinuku. Sasisih, padatan punika ndadosaken gampilipun kathah prekawis gegayutan kaliyan pasarujukan. Sasisih malih, padatan dol-tinuku saged nggerus jeroning cecaketan ing antawisipun sapepadha. Wonten tiyang ingkang mungel bilih jeroning cecaketan saged katitik saking pepadon ingkang kalampahan dinten punika mboten ngantos nyuda bab sapa-sinapa ing dinten mbenjing. Kawasisan punika saged kemawon luntur dening padatan dol-tinuku ingkang nengenaken bab untung-rugi.

Isi
Wonten ing waosan kapisan, kita saged ningali bilih Yusuf saweg ngupaya supados cecaketaning gesang ing antawisipun sakulawarga saged lestantun. Rikala samanten, para sadherekipun mboten sarujuk kaliyan wosing supena ingkang kalairaken dening sang Yusuf, inggih sagotrah badhe nyembah dhateng piyambakipun. Lajeng para sadherek mangun pasarujukan piyambak supados Yusuf saged kasingkiraken. Pasarujukan punika nedahaken bilih para sadherek sami ruamos ”rugi” manawi Yusuf manetep ing kulawarganipun. Punika ujuding dol-tinuku ingkang katandukaken dhumateng Yusuf. Ewa semanten, kita kedah nyinau saking Yusuf anggen ngadhepi prekawis punika. Piyambakipun mboten males nandukaken piawon dhateng para sadherekipun, ananging nengenaken bab jeroning cecaketan ing kulawarganipun. Ing pangangkah supados saged lestantun ing bab pigesangan bangsanipun. Pamawas saha panggalihipun Yusuf wigatos sanget kangge kita raos-raosaken. Awit, manawi piyambakipun manut dhateng pambereg ingkang awon, tamtu kulawarganipun badhe tinemu ing karisakan.

Mekaten ugi ing waosan kaping kalih. Rasul Paulus paring pangenget bilih pasamuwan ing Korinta saweg kaabenajengaken kaliyan bebayaning gesang awujud nguja kasenenganing badan. Kahanan punika inggih minangka ujud lampahing gesang ingkang raket sanget kaliyan padatan dol-tinuku, satemah saged ndadosaken sirna bab jeroning cecaketan ing antawisipun sapepadha. Ing tembe, endah lan adining gesang mboten saged lestantun turun-tumurun. Pramila Rasul Paulus ngatag dhateng umat supados sami nglambari pigesanganipun wonten ing karsanipun pasamuwan kang ilahi, mboten adhedhasar pepinginan badanipun pribadi mbaka pribadi. Angkahipun supados para umat saged mangun gesang ingkang rumaket satunggal lan sanesipun, makaten ugi rumaket dhumateng Gusti Allah. Ing ancas lan wosipun supados gesangipun pasamuwan mboten tinemu ing karisakan, nanging sageda lestantun turun-tumurun.

Dene Gusti Yesus ugi paring pikekah ingkang negesaken bilih gesangipun para umat mboten saged dipun lambari dening pikajengipun piyambak-piyambak. Awit gesang ingkang kados makaten namung murugaken cengkahing lampah kaliyan pakaryanipun Allah. Kahanan punika saged sansaya awonipun sabab sinarengan dening tuwuh-njamuripun raos sengit-sinengitan. Tamtu sadaya punika ndadosaken patinipun angger-angger katresnan. Sasisih malah ndadosaken lestantunipun katetepan mripat ganti mripat, laras kaliyan padatan dol-tinuku. Menawi kadadosanipun kados makaten, jeroning cecaketan ing antawisipun sapepadha mboten badhe ginayuh, punapa malih rumaketing gesang dhumateng Gusti Allah.

Panutup
Bab ngrangkul sapepadha lan ngreksa pigesangan badhe pinanggih rahayu inggih namung saking pribadi mbaka pribadi ingkang nggadhahi pamawas ingkang jangkep bab wigatosipun mbangun jeroning cecaketan kaliyan sagung tumitah, punapa dene rumaket dhumateng ingkang Nitahaken. Pramila sumangga kita sami nuwuhaken pambereg ing salebeting manah supados lampahing gesang kita mboten winates ing dol-tinuku, nanging kanthi tumemen sami mbangun rumaketing gesang kaliyan sapepadha lan kaliyan Gusti. Amin. [aan].

 

Pamuji: KPJ. 345  Nadyan Kula Amicara

Renungan Harian

Renungan Harian Anak