Minggu Biasa 5 | Bulan Penciptaan
Stola Hijau
Bacaan 1: Yeremia 17 : 5 – 10
Mazmur: Mazmur 1
Bacaan 2: 1 Korintus 15 : 12 – 20
Bacaan 3: Lukas 6 : 17 – 26
Tema Liturgis: Merangkul Sesama Merawat Kehidupan
Tema Khotbah: Yang Empunya Kerajaan Allah
Penjelasan Teks Bacaan:
(Tidak perlu dibaca di mimbar, cukup dibaca saat mempersiapkan khotbah)
Yeremia 17 : 5 – 10
Dalam sejarahnya Yeremia dikenal sebagai nabi yang bekerja untuk Israel Selatan (Yehuda). Misi utama Yeremia adalah memberi peringatan kepada Yehuda supaya mengubah hidup mereka. Yeremia tahu persis kehidupan mereka yang terus dan terus menyimpang dari ketetapan dan hukum Tuhan. Bahkan dalam geramnya, Yeremia juga menyampaikan nubuat tentang penghukuman Allah atas mereka jika mereka tidak bertobat. Namun rupanya, Yehuda tidak peduli dengan peringatan dan nubuatan Yeremia. Yehuda tetap hidup menyimpang dari ketetapan Allah, dan hidup menurut kehendak diri mereka sendiri.
Untuk orang-orang Yehuda yang seperti itu, Yeremia mengingatkan: ”Terkutuklah orang yang mengandalkan manusia.” Ini adalah sebuah peringatan yang sangat keras: Terkutuklah! Orang yang terkutuk itu sering dimaknai sebagai orang yang kepadanya Allah merasa jijik, oleh karenanya Allah menjauhinya. Jadi bisa dibayangkan bagaimana hidup seseorang yang dijahui oleh Allah. Mengapa Allah jijik? Karena mereka lebih mengandalkan manusia, artinya hidup mereka hanya didasarkan pada diri manusia dan berpusat pada manusia. Dan akibat dari dijauhi Tuhan, bangsa Yehuda mengalami penderitaan seperti yang digambarkan dalam Yeremia 17:6.
Untuk orang-orang Yehuda, Yeremia juga berkata: ”Diberkatilah orang yang mengandalkan Tuhan.” Ungkapan Yeremia ini hendak menegaskan bahwa hidup Yehuda bisa mengalami hal yang baik, diberkati Allah, jika mereka tak lagi berfokus pada diri mereka sendiri, tetapi fokus kepada Tuhan Allah. Yeremia ingin Yehuda melihat diri mereka kembali sebagai bangsa dan berubah, bertobat seperti yang dikehendaki Allah. Secara terbuka Yeremia hendak menyodorkan pilihan pada Yehuda: ”Engkau mau jadi manusia terkutuk yang dijahui Allah, atau kau mau menjadi manusia yang diberkati, yang dirangkul dan disayangi Allah? Semua bergantung pada pilihanmu! Jadi bertobatlah, kalau kau mau diberkati Allah.”
1 Korintus 15 : 12 – 20
Tampaknya ada banyak orang di jemaat Korintus yang meragukan peristiwa kebangkitan Yesus dari antara orang mati. Mereka yang ragu ini, kemudian berusaha untuk menyangkal kebangkitan Yesus dengan mengatakan bahwa Yesus tidak mati. Dan karena Yesus tidak mati maka pasti juga tak ada kebangkitan. Dan keyakinan ini sejajar dengan kepercayaan yang ada di dalam masyarakat waktu itu bahwa tidak ada kebangkitan orang mati.
Paulus tahu persis akan terjadinya penyangkalan terhadap kebangkitan Yesus ini. Oleh karena itu, Paulus memberi nasihat dengan sangat jelas kepada jemaat Korintus dalam 1 Korintus 15:12 – 20. Melalui apa yang ditulisnya itu, Rasul Paulus meminta kepada jemaat Korintus untuk mempertimbangkan implikasi dari tidak adanya kebangkitan. Paulus berkata: ”Jika Kristus tidak bangkit/hidup, maka Paulus adalah seorang pembohong dan bodoh. Jika Kristus hanya mati dan tidak bangkit, maka Injil yang diberitakannya tak lebih dari kebohongan besar belaka. Jika Kristus tidak bangkit, maka juga tak ada Iman dan Pengampunan.”
Bagi Rasul Paulus, Yesus Kristus sungguh sudah bangkit. Dia berkata: ”Tetapi Kristus telah dibangkitkan dari antara orang mati.” Baginya kebangkitan Kristus ini akan menjadi contoh sejarah yang nyata bagi orang percaya, bahwa akan ada kebangkitan bagi orang yang percaya kepada Yesus. Itulah sebabnya kebangkitan Yesus dikatakan sebagai ”buah sulung” karena buah kebangkitan yang lain pasti akan terjadi. Singkat kata, Yesus yang bangkit menjadi jaminan keselamatan dan kehidupan kekal bagi mereka yang percaya kepada-Nya. Kebangkitan Yesus itu menjadi pokok pengharapan yang berasal dari Allah.
Lukas 6 : 17 – 26
Lukas 6:17-19 menjadi kunci untuk memhami ucapan bahagia dari peringatan yang disampaikan Yesus dalam Lukas 6 :20-26. Narasi Pertama (Ay. 17-19) memberi informasi yang sangat jelas dan gamblang bahwa saat pelayanannya Yesus berhadapan dengan wajah kemiskinan, penderitaan, dan kelaparan. Dalam kepeduliaan-Nya, Yesus menolong, menyembuhkan, dan memulihkan semua orang yang dijumpai-Nya tanpa kecuali. Bahkan orang-orang di luar Yahudipun disembuhkan dan dipulihkan, seperti orang Sidon dan Tirus. Dengan tindakan-Nya ini, Yesus memandang dan menyatakan kesetaraan dan keadilan bagi semua seiring dengan Kerajaan Allah yang diberitakan. Kata: “Di tempat datar dan menyembuhkan semua orang yang ada disitu”, menjadi pertanda jelas bahwa Kerajaan Allah yang diwartakan-Nya mewujud dalam tindakan memperlakukan semua setara dan adil.
Dalam perspektif kesetaraan dan keadilan yang dikerjakan oleh Yesus itulah, ucapan bahagia dan peringatan Yesus di ayat 20-26 bisa dipahami, yaitu yang celaka adalah orang yang menciptakan ketidak-setaraan dan ketidak-adilan, yang kemudian melahirkan kemiskinan dan penderitaan. Dan itu biasanya erat hubungan dengan orang kaya. Karena orang kaya inilah yang secara langsung atau tidak langsung seringkali menciptakan struktur sosial yang tidak adil dalam masyarakat. Oleh karena itu, Yesus berkata: ”Celakalah hai kamu yang kaya.” Bukan berarti bahwa Yesus anti/tidak suka pada harta kekayaan atau orang kaya. Yesus mencintai mereka dan menjangkau mereka supaya bertobat, kemudian turut bekerja untuk menciptakan struktur sosial yang adil dan setara. Ingat cerita Zakeus si pemungut cukai? Orang kaya yang bertobat seperti ini bisa menjadi alat Kerajaan Allah yang berguna di tangan Allah.
Yang menarik untuk diperhatikan adalah dalam Kerajaan Allah tidak dikenal istilah “orang kaya”. Oleh karena itu, kebalikan dari orang miskin itu bukan orang kaya, tetapi yang empunya Kerajaan Allah merekalah yang disebut sebagai yang berbahagia. Siapa yang empunya Kerajaan Allah? Mereka yang terus berjuang melawan kemiskinan dan penderitaan di dunia ini. Mereka yang terus belajar mendapat berkat dan menjadi berkat bagi dunia.
Benang Merah Tiga Bacaan:
Ketiga bacaan ini memberikan tekanan pada perubahan hidup yang diharapkan oleh Allah dalam hidup orang percaya. Yehuda diharapkan berubah untuk hidup berorientasi pada Tuhan. Orang kaya dalam cerita Injil diharapkan berubah menjadi alat Allah yang menghadirkan kesetaraan dan keadilan, demi menjadi orang yang empunya Kerajaan Allah, demi menjadi orang yang berbahagia. Dan orang yang mempunyai kebahagiaan ini terus mewujudkan kehendak Kristus yang bangkit dalam hidupnya sebagai orang percaya, sehingga hidup dan kepercayaannya kepada Kristus tidak pernah menjadi sia-sia.
Rancangan Khotbah: Bahasa Indonesia
(Ini hanyalah sebuah rancangan khotbah, silakan dikembangkan sesuai dengan konteks jemaat masing-masing)
Pendahuluan
Dalam hubungannya dengan harta kekayaan, tak jarang orang Kristen bertanya: ”Apakah diperbolehkan orang Kristen mengejar kekayaan dan menjadi kaya? Apakah murid-murid Yesus boleh bercita-cita menjadi orang kaya?” Pertanyaan-pertanyaan seperti ini kerap muncul karena seolah Alkitab itu memiliki pandangan negatif terhadap harta kekayaan dan orang kaya. Malahan dalam bacaan Injil hari ini, Yesus berbicara dengan sangat jelas dan tegas: “Celakalah kamu, hai, kamu yang kaya.” Sedangkan untuk yang miskin Yesus berkata: “Berhagialah kamu yang miskin.” Jadi kembali kita bisa bertanya: “Boleh orang Kristen/murid-murid Yesus mengejar kekayaan dan menjadi kaya?”
Terhadap pertanyaan-pertanyaan semacam ini tampaknya kita perlu sekali untuk berhati-hati. Karena kesan dan kesimpulan: ”Bahwa kekayaan ini negatif atau buruk, sedang kemiskinan itu mulia, menjadi kaya itu terkutuk dan menjadi miskin itu dekat dengan Sorga,” bisa salah dan menyesatkan. Apalagi di zaman ini, siapa yang peduli dengan kesan dan kesimpulan seperti itu. Sebab sesungguhnya tidak ada orang mau menjadi miskin. Semua orang pada dasarnya ingin menjadi kaya. Dan paling penting perlu kita sadari adalah Alkitab bahkan Yesus tidak memaksudkan demikian, tidak memiliki pandangan negatif terhadap harta kekayaan dan orang kaya. Nah, sekali lagi mari di sini kita bertanya: ”Bolehkah orang Kristen mengejar harta dan kekayaan? Berdosakah kalau orang Kristen menjadi kaya?”
Isi
Kalau kita perhatikan bacaan Injil dengan seksama, kita akan tahu dengan jelas bahwa Lukas 6:17-19 ditempatkan sebagai latar belakang dari pengajaran Yesus dalam Lukas 6:20-26. Pengajaran Yesus dalam Lukas 6:20-26 perlu dipahami demikian :
- Bahwa pada saat itu, Yesus sedang mengatakan sesuatu yang merupakan cerminan dari apa yang tidak seharusnya terjadi, tetapi itu terjadi di dunia ini. Sesuatu yang tidak seharusnya tetapi terjadi. Yang tidak seharusnya terjadi adalah orang menjadi miskin, orang menjadi lapar dan menangis, akibat dari penderitaan. Bagi Yesus, di dalam Kerajaan Allah, semua itu tidak boleh ada. Dan apa yang terjadi saat itu, dalam Kerajaan Allah akan diubahkan menjadi sebaliknya. Oleh karena itu, jangan mengagungkan kemiskinan, dan penderitaan, sebab itu bukan yang seharusnya terjadi. Walaupun kemiskinan itu ada dan terjadi, tetapi kemiskinan itu bukan yang seharusnya.
- Dalam perspektif Kerajaan Allah, yang akan terjadi itu adalah apa yang sebaliknya; yang menangis akan tertawa, yang lapar dan haus akan di kenyangkan/dipuaskan. Sedang yang miskin, sampai di sini kita perlu untuk seksama dan berhati-hati, sebab tidak disebutkan bahwa yang miskin akan menjadi kaya, tetapi yang miskin akan menjadi si empunya Kerajaan Allah.
Jadi rupanya dalam Kerajaan Allah tidak dikenal orang kaya. Mengapa demikian? Sebab disinilah sebenarnya sumber masalahnya di dunia ini. Jumlah orang kaya di dunia ini tidak akan lebih dari 5 % dari jumlah penduduk dunia ini. Tapi yang 5 % ini benar-benar memegang kendali dan pengaruh atas seluruh kehidupan di dunia ini. Dan kehadiran mereka ini biasanya erat kaitannya dengan apa yang tidak seharusnya terjadi, yaitu menciptakan jarak sosial ekonomi yang dalam dan mengakibatkan ketidak-setaraan, ketidak-adilan yang sangat menyakitkan dan sekaligus membahayakan. Kesenjangan inilah yang banyak melahirkan kejahatan di atas muka bumi ini. Kemiskinan itu sebuah kejahatan. Orang miskin, banyak yang jahat. Mengapa? Sebab kemiskinan itu jahat. Kemiskinan itu tidak seharusnya terjadi, kemiskinan itu jahat, dan mendorong orang berbuat jahat.
Ucapan Tuhan Yesus yang keras dalam Lukas 6:20-26 sebenarnya menjangkau persoalan ketidak-setaraan, ketidak-adilan sosial dan kemiskinan yang terjadi saat itu. Itulah sebabnya, Lukas membingkainya dengan latar belakang cerita di ayat 17-19, yang melukiskan bahwa Yesus melakukan pelayanan di tempat yang datar dan mendatangkan berkat, kesembuhan, kelepasan, bagi orang-orang yang mendengar-Nya dari berbagai macam tempat dan golongan termasuk orang Sidon, Tirus, yang bukan dari golongan orang Yahudi. Pun pula diceritakan bahwa semua orang disembuhkan. Perhatikanlah kalimat: ”Di tempat yang datar dan semua orang disembuhkan.” Dua kalimat ini mau menekankan bahwa Yesus memperlakukan semuanya setara dan adil. Latar belakang ini cukup memberi isyarat pada kita bahwa apa yang dilakukan oleh Yesus itulah misi Kerajaan Allah, yaitu menyatakan kesetaraan dan keadilan. Tidak seperti kerajaan Dunia yang justru menciptakan jarak dan kesenjangan, menciptakan kejahatan dan penderitaan.
Oleh karena itu, Tuhan Yesus berulang kali memberi peringatan keras dengan berkata: Celakah! Celakalah! Peringatan keras pada oknum orang kaya, sebab mereka adalah orang-orang yang sering mengeruk keuntungan yang tak wajar dari sesamanya. Seperti nyata dalam kehidupan Zakeus. Sebab orang kayalah yang juga sering tak mau peduli dan berbagi-bagi kepada orang lain meskipun ia melihat kemiskinan orang lain dalam keseharian, seperti orang kaya dalam cerita Lazarus.
Mari kita memahami dan menghayati bahwa Yesus tidak membenci harta kekayaan dan juga tidak membenci orang kaya. Sebaliknya, Yesus mengasihi mereka dan ingin mereka bertobat. Itulah sebabnya Yesus mengunjungi Zakeus di rumahnya. Sebab kalau orang kaya ini bertobat, mereka punya kesempatan dan peluang untuk berbuat sesuatu bagi keadilan dan kesetaraan. Dengan pengaruh, kekuasaan, kekayaan, koneksi yang dimilikinya, mereka bisa berbuat banyak. Mereka bisa membuat orang miskin, menangis, bisa tertawa kembali. Orang kaya yang bertobat bisa menjadi alat Kerajaan Allah yang berguna di tangan Tuhan.
Kalau begitu, mari kita bertanya kembali dengan pertanyaan semula: ”Bolehkah murid Yesus menjadi orang kaya? Jika orang kaya di dunia ini banyak menghadirkan dan menyebabkan ketidakadilan, kemiskinan, dan kesengsaraan banyak orang? Bolehkah murid-murid Yesus menjadi kaya? Jika dalam Kerajaan Allah tidak dikenal istilah ”orang kaya”, masihkah kita mau menjadi orang kaya?
Memang kita tak boleh menjadi miskin atau menyerah pada kemiskinan. Sebab kemiskinan itu bukan yang seharusnya, kemiskinan itu bukan sesuatu yang ideal. Di dalam Kerajaan Allah, kebalikan dari orang miskin ternyata bukan orang kaya, tetapi si empunya Kerajaan Allah. Lalu siapa sebenarnya si empunya Kerajaan Allah ini? Mereka adalah orang-orang yang berjuang melawan kemiskinan. Yang empunya Kerajaan Allah adalah orang-orang yang tidak malas, yang berdoa dan bekerja keras mencari dan meningkatkan pendapatan dengan cara yang halal. Yang empunya Kerajaan Allah adalah orang yang mau belajar meningkatkan edukasi, berkreasi, membangun relasi, terus belajar berinvestasi. Supaya dengan dimikian orang-orang seperti ini semakin boleh merasakan berkat dan terus pula belajar menjadi berkat.
Bahkan tak selesai sampai di situ, yang empunya Kerajaan Allah selalu mengupayakan untuk mendapat lebih, sebab kalau dirinya berlebih akan leluasa baginya untuk berbagi kepada orang yang membutuhkan. Bahkan kalau berlebih dalam hal kekuasaan dan kewenangan, dia bisa menggunakan itu untuk kepentingan orang banyak, terutama kaum yang lemah. Kalau dia menjadi penjual dia tak akan menipu pembeli, karena dia sadar pembeli itu harus dijadikan pelanggan. Kalau dia jadi pembeli, dia tak akan membuat penjual kehilangan keuntungan, karena dia sadar bahwa penjual itu perlu memutar modal. Artinya, yang empunya Kerajaan Allah itu paham bahwa semua orang perlu menyambung hidup, oleh karena itu perlu saling peduli dan membantu.
Singkat kata orang yang empunya kerajaan Allah itu menjunjung tinggi kesetaraan dan menghargai keadilan. Dia bekerja keras untuk memperoleh berkat, tetapi dia tidak serakah, dia tidak curang. Dia sadar betul berkat Tuhan itu diberikan pada semua orang dan semua orang harus diberi kesempatan yang sama untuk memperoleh berkat itu. Dia menghargai potensi dan prestasi orang lain, sebagaimana dia hargai dirinya sendiri. Dia suka uang dan terus mencari uang, tetapi dia juga sadar bahwa uang bukan segalanya, karena dia juga tahu persis segalanya bisa rusak/hancur kalau ukurannya hanya uang semata-mata. Baginya uang perlu diperoleh beriringan dengan kejujuran, loyalitas, dan keadilan yang dilakukan. Dia bekerja banting tulang supaya diberkati dan memberkati.
Mereka yang empunya Kerajaan Allah yang seperti tergambarkan di atas itu, yang dalam perspektif bacaan 1, Yeremia 17:5-10, bisa dikatakan sebagai orang yang bertobat dan memilih untuk hidup sebagai orang yang diberkati Allah. Orang yang mengandalkan Tuhan. Bukan orang yang terkutuk karena hidup hanya berorientasi pada diri sendiri. Dalam perspektif Mazmur 1 orang yang empunya kerajaan Allah ini adalah seperti pohon yang ditanam di tepi sungai dan selalu menghasilkan buah pada musimnya. Sedang dalam perspektif bacaan ke 2, 1 Korintus 15:12-20, orang-orang yang empunya kerajaan Allah seperti gambaran di depan itu, menjadi perwujudan nyata atas pengharapan iman Kristiani, yang hidupnya dibangun di atas dasar kebangkitan Kristus, hidupnya tak akan pernah sia-sia.
Penutup
Dalam tema liturgis di bulan penciptaan ini, orang yang empunya kerajaan Allah itu menjadi wujud nyata kebenaran teologis orang yang merangkul sesama demi kehidupan. Merangkul semua dalam kesetaraan dan keadilan, supaya hidup sesuai dengan misi Yesus menghadirkan Kerajaan Allah. Orang yang empunya Kerajaan Allah adalah orang yang tidak mengejar kekayaan, karena ia tahu bahwa dalam Kerajaan Allah tidak ada istilah orang kaya. Orang yang empunya Kerajaan Allah akan lebih fokus untuk mengejar kebahagiaan. Seperti yang diucapkan Yesus: ”Berbahagialah!” Mari terus mengingat orang miskin dalam keseharian kita sering disebut orang ”susah”, sedang orang kaya tak pernah disebut sebagai orang senang-bahagia. Mengapa? Karena orang yang kaya tak selalu identik dengan orang senang-bahagia. Oleh karena itu, baiklah setiap orang fokus untuk mengejar bahagia. Berbahagialah mereka yang empunya Kerajaan Allah! Amin. [LH].
Pujian: KJ. 260 Dalam Dunia Penuh Kerusuhan
Rancangan Khotbah: Basa Jawi
(Punika namung rancangan khotbah, saged dipun kembangaken miturut konteks pasamuwan piyambak)
Pambuka
Kathah tiyang Kristen ingkang atur pitaken: ”Punapa para panderekipun Gusti Yesus angsal dados tiyang sugih? Punapa tiyang Kristen angsal sugih? Pitakenan-pitakenan ingkang kados mekaten wau tuwuh awit kitab suci kadosipun mboten karenan tumrap raja brana lan kasugihan. Malah Gusti Yesus wonten waosan Injil dawuh: ”Bilai kowe, heh, para wong sugih?” Lan tumrap tiyang miskin Gusti Yesus dawuh: ”Rahayu kowe!” Mila menawi ing ngriki kita ngambali malih pitakenan: ”Punapa para pandherekipun Gusti Yesus angsal nggayuh raja brana lan dados tiyang sugih?”
Tumrap pitakenan ingkang kados mekaten, kadosipun kita kedah ati-ati lan setiti nggatosaken awit pamanggih kita minangka tiyang Kristen bab raja brana lan kasugihan saged mawon lepat. Awit estunipun kitab suci lan Gusti Yesus mboten benci tumrap raja brana lan kasugihan. Namung pamanggih kita ingkang lepat gandheng kalian raja brana lan kasugihan. Mila sepindah malih kita pitaken ing ngriki: ”Punapa para pandherekipun Gusti Yesus angsal nggayuh raja brana lan dados tiyang sugih?”
Isi
Menawi kita gatosaken waosan Injil kita kanthi setiti kita badhe sumurup bilih Lukas 6:17-19 dipun papanaken dados ”latar belakang” piwucalipun Gusti Yesus ingkang kaserat wonten Injil Lukas 6:20-26. Piwucalipun Gusti Yesus ing Lukas 6:20-26, kadosipun kedah dipun mangertosi mekaten:
- Bilih ing wekdal semanten, Gusti Yesus ngaturaken satunggal prekawis ingkang estunipun dados kaca pangilon saking punapa ingkang kedahipun mboten kedadosan, nanging kedadosan. Prekawis ingkang kedahipun mboten kedadosan, nanging ing kasunyatanipun kedadosan. Ingkang kedahipun mboten kedadosan inggih punika: tiyang dados mlarat, tiyang dados luwe, tiyang nangis karena kasangsaran ingkang dipun alami. Kagem Gusti Yesus Kristus, wonten kratoning Allah, sadaya kalawau mboten angsal kadadosan. Lan punapa ingkang kedadosan ing wekdal semanten, wonten kratoning Allah, sadaya badhe kagantos kosokwangsulipun. Mila kita mboten perlu ngegungaken kemlaratan lan kasangsaran, awit punika sanes ingkang kedahipun kadadosan. Senaosa kamlaratan punika wonten, kasangsaran ugi wonten, nanging sanes prekawis ingkang kedahipun kedadosan.
- Wonten ”kaca tingal” kratoning Allah, punapa ingkang badhe kedadosan punika kosok wangsulipun; ingkang nangis badhe ngguyu, ingkang luwe badhe katuwukaken. Ingkang mlarat; saking ngriki kita kedah ati-ati, awit mboten kasebataken bilih tiyang ingkang mlarat badhe dados tiyang sugih, nanging tiyang ingkang mlarat badhe dados tiyang ingkang nduweni Kratoning Allah.
Ing ngriki cetha sanget, bilih wonten Kratoning Allah mboten tepang kaliyan istilah tiyang sugih. Kenging punapa mekaten? Awit estunipun ing ngriki tiyang sugih dados sumber masalahipun wontening jagad. Cacahing tiyang sugih ing jagad punika mboten langkung saking 5% cacahing penduduk ing jagad. Nanging ingkang 5% punika gadah panguwaos ageng kangge mranata gesanging jagad. Tiyang sugih biasanipun dipun gandengaken kalian punapa ingkang kedahipun mboten kedadosan, inggih punika “ketimpangan sosial” lan “ketidakadilan” ingkang murugaken kamlaratan lan kasangsaran.
Gusti Yesus lumantar piwucalipun wonten Lukas 6:20-26, estunipun ngengetaken prekawis kamlaratan lan kawontenan mboten adil ingkang kadadosan kala semanten. Mila Gusti Yesus mapanaken Lukas 6:17-19 dados latar belakang, ingkang nggambaraken bilih Gusti Yesus nindakaken peladosan kanthi adil. Sadaya tiyang ngraosaken keadilaning Gusti Yesus. Malah sanes tiyang Yahudi ugi ngalami. Gusti Yesus nindakaken kaadilan, mboten kados kratoning jagad ingkang asring nuwuhaken prekawis-prekawis ingkang mboten adil.
Mila Gusti Yesus paring pepenget dhumateng tiyang sugih: “Bilai kowe, heh, para wong kang sugih.” Kenging punapa pepenget punika katujokaken dhateng tiyang ingkang sugih? Awit wonten kanyatan, tiyang sugih punika ingkang asring ngeruk untung ingkang mboten wajar saking tiyang sanes. Kados punapa ingkang nyata wonten gesanging Zakeus. Sebab, tiyang ingkang sugih ugi ingkang asring mboten peduli tumrap tiyang ingkang nandang sisah lan sangsara, kados kagambaraken wonten carios tiyang sugih lan Lazarus ingkang miskin.
Nanging mangga sami enget, bilih Gusti Yesus punika mboten benci dhateng raja brana lan tiyang sugih. Kosok wangsulanipun, Gusti Yesus nresnani tiyang sugih lan kersa supados tiyang sugih punika mratobat. Mila Gusti Yesus, nuweni Zakeus wonten bale griyanipun. Awit menawi tiyang ingkang sugih mratobat, tiyang sugih kalawau gadhah kesempatan ageng kangge mujudaken gesang ingkang kebak kesetaraan lan kaadilan. Lumantar panguwaos, raja brana, pengaruh lan sesambetan ingkang dipun gadai, tiyang sugih saged nindakaken prekawis-prekawis ingkang adi kangge gesanging tiyang sanes.
Mila mangga ing ngriki kita pitaken malih: ”Punapa para pandherekipun Gusti Yesus angsal dados tiyang sugih, menawi tiyang sugih kasunyatanipun asring dados jalaran maujuding tumindak mboten adil, kemelaratan, lan kasangsaran? Punapa angsal para pandherekipun Gusti Yesus dados tiyang sugih, menawi wontening kratoning swarga mawon mboten wonten istilah “tiyang sugih”?
Pancen kita mboten angsal mlarat utawi kawon kaliyan kamlaratan, awit mlarat punika sanes kawontenan ingkang sakmestinipun. Mlarat punika sanes kawontenan ideal. Wontening kratoning Allah, kosok wangsulipun tiyang mlarat punika sanes tiyang sugih, nanging tiyang ingkang kagungan Kratoning Allah. Lajeng, sinten ingkang estunipun dados tiyang ingkang kagungan Kratoning Allah? Inggih punika, tetiyang ingkang berjuang kangge medal saking kawontenan mlarat. Tiyang ingkang mboten males, tiyang ingkang ndedonga lan makarya kanthi tumemen supados angsal penghasilan ingkang halal. Tiyang ingkang tansah ngupaya berkah saking Allah supados saged dados berkah kangge gesanging tiyang kathah. Tiyang ingkang sagah paring pambiyantu dhateng tiyang sanes, lan tinarbuka tumrap bantuan saking tiyang sanesipun.
Ringkesipun, tiyang ingkang kagungan Kratoning Allah, inggih punika tiyang ingkang ”menjunjung tinggi kesetaraan dan keadilan.” Tansah makarya supados antuk berkah, nanging mboten serakah. Tiyang ingkang pados arta kanthi tumemen, nanging ugi mboten ndadosaken arta dados ukuraning gesang.
Tiyang ingkang kagungan Kratoning Allah kados kagambaraken ing ngajeng adedasar Yeremia 17:5-10 saged kasebat tiyang ingkang mratobat lan ngupadi gesangipun dipun berkahi dening Gusti Allah. Saged kawastanan ugi tiyang ingkang gesangipun ngendelaken Gusti Allah lan mboten ngendelaken kamanungsanipun. Miturut 1 Korintus 15:12-20, tiyang ingkang kagungan Kratoning Allah kados kagambaraken ing ngajeng dados kanyatan pangajeng-ajeng gesang kapitadosan ingkang dipun bangun adedasar pangaken bilih Gusti Yesus sampun wungu, mila gesangipun mboten nglaha.
Penutup
Ngengeti tema liturgis wulan tumitahing jagad punika, tiyang ingkang kagungan Kratoning Allah dados wujuding tiyang ingkang ngrangkul liyan kangge ngrimati pigesangan. Ngrangkul sadaya tiyang wontening ”kesetaraan dan keadilan” supados cunduk kaliyan tujuan gesanging Gusti Yesus Kristus, inggih punika mujudaken kratoning Allah. Tiyang ingkang kagungan Kratoning Allah, inggih punika tiyang ingkang mboten ”mengejar” kasugihan awit sumurup wontening kratoning Allah mboten wonten istilah tiyang sugih. Tiyang ingkang kagungan Kratoning Allah badhe ngupaya rahayu. Kados ingkang sampun kawedar dening Gusti Yesus Kristus: ”Rahayu kowe.” Mangga kita sami ngengeti bilih tiyang mlarat ing gesang padintenan asring kasebat tiyang sisah, nanging tiyang ingkang sugih mboten nate kasebat tiyang ingkang seneng utawi rahayu. Kenging punapa mekaten? Awit tiyang ingkang sugih mboten mesti ”bahagia”. Mila, kita sami ngupadi ”bahagia” wontening gesang. Rahayu tiyang ingkang kagungan Kratoning Allah! Amin. [LH].
Pamuji: KPJ. 339 Iba Denya Mbingahaken