Mewujudkan Perdamaian dan Keadilan Sosial secara Konsisten Khotbah Minggu 22 September 2024

9 September 2024

Minggu Biasa | Bulan Kitab Suci
Stola Hijau

Bacaan 1: Yeremia 11 : 18 – 20
Mazmur: Mazmur 54 : 3 – 9
Bacaan 2: Yakobus 3 : 13 – 4 : 3, 7 – 8a
Bacaan 3: Markus 9 : 30 – 37

Tema Liturgis: Kitab Suci Menguatkan Umat Mewujudkan Perdamaian dan Keadilan Sosial
Tema Khotbah: Mewujudkan Perdamaian dan Keadilan Sosial secara Konsisten

Penjelasan Teks Bacaan:
(Tidak perlu dibaca di mimbar, cukup dibaca saat mempersiapkan khotbah)

Yeremia 11 : 18 – 20
Yeremia adalah nabi yang memiliki masa hidup lama dengan menjadi nabi selama 7 masa pemerintahan Raja. Selama itu pula Yeremia konsisten bernubuat untuk mengarahkan Yehuda tetap mengikuti kehendak Allah. Konsistensi inilah yang pada akhirnya membuat Yeremia mengalami masa sulit berhadapan dengan orang-orang Yehuda. Dalam perikop sebelumnya, yaitu Yeremia 11 : 1 – 17 dijelaskan bagaimana Yehuda yang mengingkari perjanjian Allah. Oleh karena itu, Allah mengutus Yeremia untuk mengingatkan orang-orang Yehuda agar mereka mau bertobat. Namun ternyata tidak semudah itu bagi Yeremia untuk mengingatkan orang-orang Yehuda. Yeremia justru diancam untuk dibunuh bahkan di tempat kelahirannya sendiri, yaitu Anatot. Situasi ini menunjukkan bagaimana kedegilan hati orang-orang Yehuda sudah membutakan mereka untuk melihat kebenaran yang dibawa Yeremia. Situasi yang sulit ini tidak membuat Yeremia kehilangan keyakinannya untuk terus menyampaikan kehendak Allah. Ketakutan tentunya ada dalam hati Yeremia menghadapi ancaman orang-orang Yehuda ini, tetapi ia tetap yakin untuk bernubuat karena Allah tahu apa yang diperbuat oleh orang-orang Yehuda kepada Yeremia (Ay. 18). Selain ia yakin bahwa Allah mengetahui perbuatan Yehuda, Yeremia juga yakin bahwa Allah akan berlaku adil terhadapnya dan oleh karena itu, ia menyerahkan seluruh hidupnya kepada Tuhan (Ay. 20). Pemahaman bahwa Allah akan berlaku adil membuat Yeremia tetap konsisten bernubuat di tengah-tengah ancaman orang-orang Yehuda.

Yakobus 3 : 13 – 4 : 3, 7 – 8a
Surat Yakobus merupakan surat yang ditulis dan ditujukan untuk para pengikut Kristus yang tersebar di beberapa tempat pasca runtuhnya Yerusalem. Para pengikut Kristus ini mengalami banyak tantangan dan cobaan dalam kehidupannya sehingga isi dari surat Yakobus ini banyak menekankan tentang bagaimana manusia tetap harus melakukan kehendak Allah di tengah kehidupannya. Terkhusus dalam bacaan kita yang kedua ini, Yakobus menyoroti sikap manusia yang memiliki kecenderungan iri hati dan mementingkan diri sendiri (Ay. 14). Sikap ini merupakan hal buruk dari hawa nafsu manusia yang tidak sesuai dengan kehendak Allah, oleh karena itu manusia harusnya menjadi pendamai, peramah, penurut, penuh belas kasihan dan buah-buah yang baik, tidak memihak dan tidak munafik (Ay. 17). Yakobus juga menyampaikan bahwa sumber dari pertengkaran atau pertikaian di antara manusia adalah hawa nafsunya, sehingga penting bagi setiap orang untuk mengendalikan hawa nafsunya. Mengendalikan hawa nafsu memang bukan perkara yang mudah karena merupakan naluri alamiah. Oleh karena itu, manusia perlu untuk menyadari kelemahannya dan kemudian tunduk serta mendekat kepada Allah (Ay. 7-8a). Tunduk dan mendekat kepada Allah adalah cara untuk mengendalikan hawa nafsu karena dengan begitu manusia akan menyadari bahwa Allahlah yang harus mengendalikan seluruh kehidupannya. Jika semua manusia mampu mengendalikan hawa nafsunya dengan cara tunduk dan mendekat kepada Allah maka damai sejahtera di bumi dapat terwujud karena hanya kehendak Allah yang akan terwujud di tengah-tengah dunia.

Markus 9 : 30 – 37
Kisah Yesus dengan para murid-Nya ini selalu menarik untuk dibahas karena meskipun para murid selalu mengikuti Yesus namun ternyata sangat sulit bagi para murid untuk dapat memahami maksud dan tujuan Yesus datang ke dunia. Dalam bacaan kita yang ketiga ini, kembali nampak bagaimana para murid yang tidak mampu memahami maksud perkataan Yesus yang menyampaikan bahwa “Anak Manusia akan diserahkan ke dalam tangan manusia, dan mereka akan membunuh Dia, dan tiga hari sesudah Ia dibunuh Ia akan bangkit” (Ay. 31). Latar belakang para murid sebagai orang Yahudi membuat mereka sangat sulit memahami perkataan Yesus tersebut. Ada beberapa kata yang mungkin membuat mereka bingung, yaitu Anak manusia, dibunuh dan bangkit. Tiga kata ini bertolak belakang dengan pemahaman mereka tentang Mesias dalam tradisi Yahudi. Para murid mungkin sama dengan kebanyakan orang Yahudi yang menganggap bahwa Mesias yang datang akan berkuasa dengan kekuatan yang ia miliki. Tetapi Yesus justru datang untuk menderita dan mati. Kesenjangan pemahaman ini terjadi begitu lama selama para murid bersama-sama Yesus. Tetapi Yesus tetap konsisten untuk menjelaskan kepada mereka tentang maksud dan tujuan-Nya datang ke dunia.

Dalam perikop yang kedua, ayat 33-37, Yesus yang menyadari ketidakpahaman para murid, kemudian Dia mengajarkan mereka tentang makna menjadi seorang pelayan. Dia menjelaskan dengan perumpamaan seorang anak kecil. Dalam banyak tradisi termasuk tradisi Yahudi, anak kecil adalah pihak yang dianggap tidak mengerti dan tidak penting ketika orang dewasa yang dianggap mengerti sedang melakukan pertemuan atau percakapan. Namun Yesus justru mengatakan: “Barangsiapa menyambut seorang anak seperti ini dalam nama-Ku, ia menyambut Aku. Dan barangsiapa menyambut Aku, bukan Aku yang disambutnya, tetapi Dia yang mengutus Aku” (Ay. 37). Perumpamaan ini menjelaskan bahwa Yesus menginginkan para murid agar memperhatikan orang-orang yang terpinggirkan dan kurang dianggap atau dipedulikan. Yesus datang ke dunia bukan untuk adu kuat atau adu kuasa melainkan menjadi korban penebusan untuk dosa-dosa manusia.

Benang Merah Tiga Bacaan:
Dalam bulan Kitab Suci ini, kita diajak untuk menjadikan Kitab Suci sebagai pedoman dan kekuatan dalam menjalani kehidupan sesuai dengan kehendak Allah. Yesaya mengajarkan kita agar tetap konsisten mengikuti kehendak Allah meskipun kita menghadapi berbagai-bagai tantangan. Tantangan akan selalu ada dalam kehidupan kita, bahkan tantangan itu kadang dapat membuat kita meninggalkan kehendak Tuhan dan hanya mengikuti hawa nafsu. Oleh karena itu, Yakobus berpesan agar kita senantiasa mendekatkan diri kepada Tuhan agar kita dapat mengendalikan hawa nafsu kita ketika menghadapi tantangan kehidupan. Tujuan dari pesan Yakobus adalah terwujudnya kehidupan manusia yang damai sejahtera sesuai dengan kehendak Tuhan. Pesan Yakobus ini dikhususkan lagi melalui perumpamaan Yesus tentang menyambut anak kecil yang berarti memperhatikan kaum yang terpinggirkan.

 

Rancangan Khotbah: Bahasa Indonesia
(Ini hanyalah sebuah rancangan khotbah, silakan dikembangkan sesuai dengan konteks jemaat masing-masing)

Pendahuluan
Indonesia adalah negara yang sangat beragam, baik dari segi agama, suku, budaya, dan bahasa. Keragaman ini menjadi salah satu ciri khas negara kita yang senantiasa kita banggakan. Kita dapat membanggakan keragaman Indonesia karena di tengah keragaman tersebut bangsa kita dapat bersatu. Perbedaan tidak memecah belah tetapi justru mempersatukan kita sebagai suatu bangsa. Persatuan bangsa Indonesia dapat terwujud karena adanya Pancasila yang menjadi perekat perbedaan bangsa kita. Pancasila menjadi dasar negara yang sudah final karena dapat menjamin kedudukan semua warga negara secara setara, baik hak maupun kewajiban masing-masing sebagai warga negara. Pancasila menjamin hak dan kewajiban warga negara dalam berbagai aspek yang tercermin dalam 5 sila tersebut.

Terkait dengan tema liturgis bulan ini, kita akan fokus pada sila kelima dalam Pancasila, yaitu Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia. Sila kelima ini menunjukkan bahwa melalui Pancasila, negara berusaha menjamin keadilan sosial bagi seluruh warga negara. Keadilan juga menjadi salah satu pemersatu perbedaan bangsa. Keadilan sosial ibarat pedang bermata dua karena di satu sisi dapat mempersatukan bangsa, tetapi jika tidak terwujud maka malah bisa memecah belah bangsa. Oleh karena begitu pentingnya keadilan sosial bagi seluruh manusia maka perlu juga kita memahami apa yang tertulis dalam Alkitab tentang keadilan sosial. Di dalam Alkitab juga dijelaskan bagaimana mewujudkan keadilan sosial dalam kehidupan manusia. Hal ini penting untuk kita pahami bersama, mengingat kedudukan kita sebagai warga negara yang memegang teguh Pancasila dan pengikut Kristus yang memegang teguh kehendak Allah yang tertulis di dalam Alkitab. Pemahaman yang seimbang antara keduanya membuat kita dapat menjalani kehidupan yang baik dan seimbang, baik sebagai warga negara yang baik dan juga pengikut Kristus yang setia.

Isi
Pada bulan September ini, kita masuk dalam bulan Kitab Suci dimana kita diajak untuk memperhatikan dan meneladani apa yang dituliskan dalam Kitab Suci. Kali ini kita bersama belajar dari ketiga bacaan hari ini. Bacaan pertama dari Yeremia 11:18-20, menjelaskan bagaimana konsistensi Yeremia untuk terus melakukan kehendak Allah di tengah segala tantangan yang ia hadapi. Tantangan kadangkala dapat mengubah sikap hidup manusia apabila ia tidak memiliki pedoman dan pegangan hidup yang kuat. Manusia sebagai makhluk yang dilengkapi dengan hawa nafsu seringkali tidak mampu bertahan menghadapi tantangan yang dampaknya dapat mengubah sikap hidupnya. Tantangan yang dihadapi oleh Yeremia dalam masa pelayanannya juga tidak mudah. Ia menghadapi tantangan yang berat bahkan mengancam hidupnya, namun ia tetap konsisten dan tidak kalah dengan tantangan itu. Konsistensi Yeremia ini karena keyakinannya bahwa Allah selalu turut bekerja dalam hidupnya dan Allah pasti akan menunjukkan karya-Nya yang terbaik. Yeremia juga memahami bahwa Allah adalah sosok yang adil bagi setiap umat-Nya, sehingga hal ini meyakinkan dirinya untuk terus berjuang melakukan kehendak Allah. Belajar dari Yeremia, kita tahu bahwa konsistensi itu dapat kita miliki bukan karena kekuatan kita sendiri, tetapi karena keyakinan bahwa Allah adalah adil dan selalu turut bekerja dalam kehidupan manusia.

Hawa nafsu manusia sebagai bagian alami dalam kehidupan seringkali membuatnya tidak mampu melaksanakan kehendak Allah secara konsisten. Selain itu, hawa nafsu yang tidak terkendali memunculkan sikap-sikap negatif seperti iri hati dan mementingkan diri sendiri (Yak. 3:14). Sikap-sikap negatif ini dapat mengancam kebersamaan manusia dalam sebuah komunitas karena tidak terwujudnya keadilan sosial. Manusia yang iri dan mementingkan diri sendiri pasti tidak akan bersikap adil terhadap sesamanya. Dengan begitu dapat mengancam kebersamaan dan kesatuan dalam sebuah komunitas. Oleh karena itu, Yakobus berpesan melalui suratnya agar para pengikutnya menjadi pribadi yang berhikmat khususnya hikmat yang di dapat dari Tuhan (Yak. 3:17). Manusia yang berhikmat akan menjadi pribadi yang pendamai, peramah, penurut, penuh belas kasihan, dan buah-buah yang baik, tidak memihak dan tidak munafik. Menjadi manusia yang berhikmat tentu harus mampu mengendalikan hawa nafsu sehingga menghasilkan sikap-sikap yang baik. Namun tidaklah mudah bagi setiap orang untuk mengendalikan hawa nafsunya. Oleh karena itu, Yakobus menegaskan agar manusia tunduk dan mendekatkan diri kepada Allah (Yak. 4:7-8a). Tunduk dan mendekatkan diri kepada Allah adalah cara untuk menekan hawa nafsu dan menjadi pribadi yang berhikmat sehingga menghasilkan sikap hidup yang positif dan membangun keadilan bagi semua orang.

Menyadari begitu besarnya dampak hawa nafsu manusia yang tidak terkendali bagi kehidupan manusia secara pribadi maupun komunitas, hal ini membuat Yesus menekankan untuk dapat melawan hawa nafsu pribadi dan memperhatikan orang yang terpinggirkan. Dalam Markus 9:30-37, Yesus menekankan tentang pentingnya memperhatikan kaum terpinggirkan dan saling melayani satu dengan yang lain. Hal ini ditekankan oleh Yesus tidak lepas dari latar belakang dan pemahaman para murid. Para murid sebagai orang Yahudi memahami bahwa Mesias adalah sosok yang berkuasa dan memiliki kekuatan yang besar, ini jelas bertolak belakang dengan konsep Mesias yang dimaksudkan Yesus. Pemahaman seperti inilah yang membuat para murid tidak mampu mengerti maksud Yesus ketika Dia memberitahukan bahwa diri-Nya akan diserahkan dan dibunuh oleh manusia lalu bangkit pada hari yang ketiga (Mrk. 9:32). Bahkan para murid juga mempertentangkan tentang siapa yang terbesar di antara mereka (Mrk. 9:34). Hal ini semakin memperjelas bahwa para murid tetap memegang pemahaman bahwa Mesias akan berkuasa dan memiliki kekuatan yang besar dihadapan manusia sehingga mereka pun berusaha menjadi yang terbaik untuk mendapatkan kekuasaan juga.

Pemahaman yang salah tentang Mesias ini membuat para murid tidak mampu mengendalikan hawa nafsunya untuk berkuasa dan menjadi yang terbesar di hadapan Yesus. Demi meluruskan pemahaman mereka dan mencegah agar mereka tidak dikendalikan hawa nafsu untuk berkuasa, Yesus menjelaskan kepada mereka jika seseorang ingin menjadi yang terdahulu, hendaklah ia menjadi yang terakhir dari semuanya dan menjadi pelayan dari semuanya (Mrk. 9 : 35). Dari perkataan itu, Yesus menginginkan agar mereka  tidak mengejar kekuasaan tetapi mampu melayani satu dengan yang lain. Tidak berhenti sampai di situ saja pengajaran yang diberikan kepada para murid. Yesus melanjutkan pengajaran-Nya melalui perumpamaan seorang anak. Yesus mengatakan “Barangsiapa menyambut seorang anak seperti ini dalam nama-Ku, ia menyambut Aku. Dan barangsiapa menyambut Aku, bukan Aku yang disambutnya, tetapi Dia yang mengutus Aku.” (Mrk. 9:37). Anak kecil menjadi simbol orang yang terpinggirkan yang dianggap tidak mengerti. Melalui perumpamaan ini, Yesus mengajarkan kepada para murid supaya mereka memiliki kepedulian terhadap orang-orang yang terpinggirkan dan kurang diperhatikan. Dengan ini jelas posisi Yesus sebagai Mesias selain menebus dosa manusia, juga memperhatikan orang-orang yang selama ini terpinggirkan.

Penutup
Perdamaian dan keadilan sosial menjadi hal yang sangat diperhatikan dengan baik dalam Alkitab maupun bagi bangsa kita dengan adanya Pancasila. Pada bulan Kitab Suci ini, kita diajak untuk memaknai apa yang menjadi isi Alkitab, dengan demikian kita juga dapat memaknai nilai-nilai keadilan sosial yang sejalan dengan harapan bangsa Indonesia. Kita sebagai umat Kristen dan warga negara memiliki panggilan untuk mewujudkan perdamaian dan keadilan sosial. Untuk itu, marilah kita berusaha menekan segala hawa nafsu pribadi kita yang dapat mengancam kesatuan bangsa dan negara dengan cara senantiasa tunduk dan mendekatkan diri kepada Allah. Perdamaian dan keadilan sosial adalah sebuah keadaan yang harus diwujudkan, bukan sesuatu yang turun dari langit. Dalam upaya mewujudkannya, dibutuhkan konsistensi kita untuk terus menjadikan Kitab Suci sebagai sumber pedoman hidup sehingga kita mampu mengendalikan hawa nafsu kita. Dengan demikian harapannya perdamaian dan keadilan sosial benar-benar terwujud dalam kehidupan kita sebagai orang Kristen maupun warga negara di tengah-tengah kehidupan berbangsa dan bernegara. Amin. [Kuh.C]

 

Pujian: KJ. 54 : 1, 3  Tak Kita Menyerahkan

 

Rancangan Khotbah: Basa Jawi
(Punika namung rancangan khotbah, saged dipun kembangaken miturut konteks pasamuwan piyambak)

Pambuka
Indonesia punika negri ingkang maneka warni agami, suku, budaya lan basanipun. Maneka warni punika dados ciri khas negri kita, ingkang dados kebanggaan. Kita ngegungaken kamajemukan Indonesia punika awit ing satengah kahanan ingkang maneka warni punika, bangsa Indonesia saged nyatunggil. Maneka warni kahanan ingkang benten punika mboten dadosaken Indonesia pecah ananging sansaya nunggilaken Indonesia dados bangsa. Nyawijinipun bangsa Indonesia punika kawujud karana wonten Pancasila ingkang ngraketaken kahanan ingkang benten punika. Pancasila ingkang dados dasar negara punika sampun pungkasan, karana saged jamin sedaya warga negara kagungan hak lan kewajiban ingkang sami minangka warga negara. Bab punika kasebataken wonten ing sila kaping gangsal.

Wonten kaitanipun kaliyan tema liturgis wulan punika, kita badhe fokus ing sila kaping gangsal Pancasila, inggih punika “Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rajyat Indonesia.”  Sila punika nedahaken bilih negara jamin kaadilan sosial kangge sedaya warga negara. Kaadilan punika ingkang nyatunggilaken kahanan ingkang benten saking bangsa kita. Kaadilan sosial punika kados pedang mata kalih, awit ing sak sisih saged nunggilaken bangsa, nanging ing sisih sanesipun saged mecah belah bangsa. Awit saking pentingipun kaadilan sosial kangge sedaya manungsa punika, pramila kita kedah mangertos punapa ingkang kaserat wonten Kitab Suci bab Kaadilan Sosial punika. Ing Kitab Suci dipun jelasaken kados pundi kita mujudaken kaadilan sosial punika salebeting gesangipun manungsa. Bab punika kedah kita mangertosi, ngengeti dhiri kita minangka warga negara ingkang ngugemi Pancasila lan kita minangka pandherekipun Sang Kristus ingkang ngugemi karsanipun Gusti Allah ingkang kaserat ing Kitab Suci. Pengertosan ingkang seimbang saking kekalihipun punika, dadosaken kita saged nglampahi gesang langkung sae lan imbang, sae minangka warga negara ingkang sae sarta minangka pandherekipun Sang Kristus ingkang setya.

Isi
Ing sasi September punika, kita mlebet ing sasi Kitab Suci, ing pundi kita sami dipun ajak nggatosaken lan nuladhani punapa ingkang kaserat wonten ing Kitab Suci. Waosan sepisan, Yeremia 11:18-20 nedahaken kados pundi anggenipun Yeremia konsisten kangge nindakaken karsanipun Gusti Allah, sadengah ngadhepi maneka warni tantangan. Tantangan punika kadangkala saged ngowahi sikepipun manungsa bilih piyambakipun mboten nggadhahi pedoman gesang ingkang kiyat. Manungsa ingkang kagungan hawa nepsu asring mboten tahan ngadhepi tantangan punika, akibatipun saged ngowahi sikep gesangipun. Tantangan ingkang dipun adhepi Yeremia salebeting peladosanipun punika mboten gampil. Piyambakipun kedah ngadepi tantangan ingkang awrat lan ngancem gesangipun, ananging piyambakipun tetap konsisten lan mbaten kawon kaliyan tantangan punika. Sikep konsistenipun Yeremia punika awit piyambakipun yakin bilih Gusti Allah tansah makarya ing salebeting gesangipun, Gusti Allah tansah nedahaken pakaryanipun ingkang endah. Yeremia mangertos bilih Gusti Allah punika adil dhateng umat-Ipun, pramila piyambakipun yakin estu kangge merjuang nindakaken karsanipun Gusti Allah. Kita saged sinau saking Yeremia bilih sikep konsisten punika sanes karana kakiyatan kita piyambak, ananging karana kita yakin Gusti Allah punika adil sarta tansah makarya ing salebeting gesangipun manungsa.

Hawa nepsu manungsa punika asring dadosaken manungsa mboten saged nindakaken karsanipun Gusti Allah sacara konsisten. Hawa nepsu ingkang mboten kenging dipun kendaleni saged nuwuhaken sikep-sikep gesang ingkang negatif, kados iri lan mentingaken dhiri pribadi. Sikep-sikep negatif kalawau saged ngancem manungsa ing komunitasipun awit mboten saged mujudaken kaadilan sosial. Manungsa ingkang iri lan mentingaken dhiri pribadi tamtu mboten saged tumindak adil dhateng sesaminipun. Punika saged ngancem patunggilan ing salebeting komunitas. Karana punika, Yakobus lumantar seratipun ngengetaken dhateng para pandherekipun supados dados pribadi ingkang wicaksana, mliginipun wicaksana awit saking Gusti. Manungsa ingkang wicaksana badhe dados pribadi ingkang nuwuhaken karukunan, ramah, nurut, kebak welas asih, nuwuhaken woh ingkang sae, mboten mihak lan mboten munafik. Dados manungsa ingkang wicaksana punika kedah saged ngendaleni hawa nepsunipun supados nuwuhaken sikep ingkang sae. Mboten gampil kangge saben tiyang ngendaleni hawa nepsunipun, karana punika Yakobus negesaken supados para manungsa punika manut lan nyelak dhumateng Gusti Allah. Manut lan nyelak dhumateng Gusti Allah punika dados cara kangge ngendaleni hawa nepsu sarta dadosaken kita pribadhi ingkang wicaksana, ingkang nuwuhaken sikep gesang ingkang positif lan adil kangge sedaya tiyang.

Sadar tumrap agengipun dampak saking hawa nepsuning manungsa  ingkang mboten kenging dipun kedaleni, Gusti Yesus paring pangertosan bilih kita kedah saged nglawan hawa nepsu pribadi sarta purun nggatosaken tiyang ingkang kasisihaken. Ing Markus 9:30-37, Gusti Yesus mucal pentingipun nggatosaken tiyang ingkang kasisih lan pentingipun lados linadosan setunggal lan sanesipun. Bab punika mboten luwar saking pemanggihipun para sakabat bab Sang Masih. Kanggenipun para sakabat ingkang dados tiyang Yahudi, Sang Masih punika tiyang ingkang kagungan panguwaos lan kakiyatan ingkang ageng. Bab punika benten kaliyan pemanggihipun Gusti Yesus. Pemanggih para sakabat ingkang mekaten kalawau dadosaken para sakabat mboten saged mangertos pemanggihipun Gusti Yesus, nalika Panjenenganipun martosaken bilih Panjenenganipun badhe dipun pasrahaken lan dipun pejahi dening manungsa lajeng wungu ing dinten katiga. Para sakabat ugi sami rebutan sinten ingkang langkung ageng saking antawisipun para sakabat piyambak. Bab punika langkung negesaken bilih para sakabat tetap ing pemanggihipun bilih Sang Masih kagungan panguwaos lan kakiyatan ingkang ageng, saengga para sakabat punika langkung ngupaya dados ingkang paling sae supados pikantuk kuwaos ugi.

Pemanggih ingkang lepat bab Sang Masih punika dadosaken para sakabat mboten saged ngendaleni hawa nepsu kangge nguwaosi lan dados tiyang ingkang ageng ing ngajengipun Gusti Yesus. Kangge beneraken pemanggihipun para sakabat lan nyegah supados para sakabat mboten dipun kendaleni hawa nefsu kangge nguwaosi, Gusti Yesus jelasaken dhateng para sakabat, bilih tiyang kepengin dados ingkang utama, piyambakipun kedah dados ingkang pungkasan lan dados pelados kangge tiyang sedaya. Ing ngriki, Gusti Yesus kepengin supados para sakabat mboten namung buru panguwaos kemawon ananging purun ngladosi setunggal kaliyan sanesipun. Mboten kandek ing bab punika kemawon, Gusti Yesus nglajengaken piwucalipun ngangge pasemon bocah. Gusti Yesus ngendika, “Sing sapa nampani bocah pepadhane iki atas jenengKu, iku ateges Aku kang ditampani. Lan sing sapa nampani Aku, iku dudu Aku kang ditampani, nanging kang ngutus Aku.” (Mrk. 9:37). Bocah punika dados lambang tiyang ingkang kasisihaken, ingkang dipun anggep mboten mangertos. Lumantar pasemon punika, Gusti Yesus mucal dhateng para sakabat supados para sakabat peduli dhateng tiyang-tiyang ingkang kasisihaken lan kirang kawigatosan punika. Ing ngriki, posisinipun Gusti Yesus sampun cetha, Panjenenganipun minangka Sang Masih ingkang nebus dosanipun manungsa ugi nggatosaken tiyang-tiyang ingkang kasisihaken.

Panutup
Karukunan lan kaadilan sosial punika dados prekawis ingkang dipun gatosaken salebeting Kitab Suci ugi kangge bangsa kita srana Pancasila. Ing sasi Kitab Suci punika, kita dipun ajak kangge mangertosi punapa ingkang dados isining Kitab Suci sarta nilai-nilai kaadilan sosial  ingkang dados pengajeng-ajengipun bangsa Indonesia. Kita minangka umat Kristen lan warga negara dipun timbali kangge mujudaken karukunan lan kaadilan sosial. Awit saking punika, sumangga kita ngendaleni hawa nepsu kita, ingkang saged ngancem tumrap patunggilaning bangsa lan negara kanthi cara manut lan nyelak dhumateng Gusti Allah. Karukunan lan kaadilan sosial punika kahanan ingkang kedah dipun wujudaken, sanes prekawis ingkang dawah saking langit. Anggen kita mujudaken karukunan lan kaadilan sosial punika dipun betahaken konsistensi kita dadosaken Kitab Suci punika minangka sumber pedoman gesang kita, saengga kita saged ngendaleni hawa nepsu kita. Srana punika, pangajeng-ajeng wontenipun karukunan lan kaadilan sosial saestu saged kawujud wonten ing gesang kita minangka tiyang Kristen ugi warga negara ing satengah-tengahing gesang kita. Amin. [Terj. AR].

 

Pamuji: KPJ. 194 : 1, 2   Kitab Suci Kang Adi

Renungan Harian

Renungan Harian Anak