Minggu Biasa | Bulan Kitab Suci
Stola Hijau
Bacaan 1: Yesaya 50 : 4 – 9a
Mazmur: Mazmur 116 : 1 – 9
Bacaan 2: Yakobus 3 : 1 – 12
Bacaan 3: Markus 8 : 27 – 38
Tema Liturgis: Kitab Suci Menguatkan Umat Mewujudkan Perdamaian dan Keadilan Sosial
Tema Khotbah: Berhenti Sejenak untuk Merendahkan Diri dan Menyediakan Diri Dipimpin Tuhan
Penjelasan Teks Bacaan:
(Tidak perlu dibaca di mimbar, cukup dibaca saat mempersiapkan khotbah)
Yesaya 50 : 4 – 9a
Kitab Yesaya dalam bacaan kita saat ini merupakan bagian dari rentetan “Nyanyian Hamba Tuhan”. Meskipun tidak disebutkan istilah Hamba Tuhan dalam ayat 4-9a, istilah “Hamba Tuhan” disejajarkan dengan sebutan “murid”. Apabila diperhatikan kata Ibrani dari murid adalah “Limmud” (Ay. 4) berasal dari kata kerja lamad dengan artinya mengajar, membiasakan. Penekanan dalam kata murid tersebut mengenai sikap menerima pengajaran, yang dengan kerendahan hati seorang murid membuka dan menajamkan telinganya agar setiap pengajaran/firman-Nya menjadi laku hidupnya. Demikian pula dalam peran murid, dia akan menjadi penutur (menyampaikan atau mengulangi pengajaran dari Tuhan) yang menyemangati bagi diri yang letih-lesu sebagaimana semangat yang diterimanya dari Sang Penutur.
Murid dalam ayat 5b-6 menunjukkan sikap sadar akan keberadaan diri terhadap tugasnya, bahwa oleh karena pengajaran-Nya dia sang murid mendapatkan penderitaan. Murid sadar bahwa penderitaan yang dialaminya merupakan tindakan yang benar dengan akar pengharapan bahwa penderitaan yang dialaminya, Tuhan akan menolongnya. Sikap kesediaan diri seperti murid dalam menanggapi firman-Nya dan kepasrahan diri penuh akan pertolongan Tuhan merupakan berita ajakan yang ingin disampaikan oleh hamba Tuhan.
Yakobus 3 : 1 – 12
Dalam Alkitab, guru merupakan salah satu jabatan yang terhormat dan mulia. Oleh karenanya, Yakobus menuliskan surat perihal guru bukan agar jabatan ini dihindari, melainkan agar jemaat tidak menyalahgunakan jabatan guru tersebut. Menurut Yakobus, guru merupakan jabatan sekaligus panggilan mulia. Oleh karena itu, banyak orang yang ingin menjadi guru karena statusnya yang terhormat dan mulia, maka dapat dimengerti bahwa jabatan guru seringkali disalahgunakan. Yakobus menyebutkan ada dua hal yang menjadikan jabatan guru itu berbahaya, dalam bukunya Eka Darmaputera menyebutkan Pertama, statusnya yang tinggi. Semakin tinggi orang mempunyai status maka semakin besar juga tanggung jawabnya. Semakin tinggi statusnya maka godaan besarnya adalah menjadi penguasa rohani, yang tidak segan-segan memalsukan kebenaran. Kedua, Jabatan guru sangat berbahaya oleh karena alat yang dipakai guru adalah lidah, sedangkan lidah merupakan alat yang paling berbahaya. Menurut Yakobus lidah merupakan kemudi hidup kita.
Jabatan tinggi “guru” dalam surat Yakobus mengajak kita untuk menyadari bahwa kita seringkali terperangkap pada status diri. Dengan mudah menyampaikan perkataan melalui lidah yang mereka-reka kebenaran untuk pemuasan diri dan beban jabatan, ingin dianggap benar dan besar. Oleh karenanya, mengendalikan lidah akan menjadi baik, karena dengan lidah, kita dapat menjadi berkat apabila lidah kita dipakai untuk memuji memuliakan Tuhan (Ay. 9, 10), namun apabila sebaliknya, maka kutuklah yang keluar dari lidah kita.
Markus 8 : 27 – 38
Petrus merupakan salah satu murid yang menjawab pertanyaan yang diajukan oleh Yesus, pertanyaan pertama merujuk kepada subjek lain, sedangkan pertanyaan kedua ditujukan kepada para murid-Nya. Jawaban dari kedua pertanyaan tersebut tidak ada yang sama. Dapat dipahami bahwa jawaban merupakan gambaran respon pengenalan pribadi atas diri Yesus selama orang banyak tersebut mengikut-Nya. Menarik ketika Petrus menyebut Yesus adalah Mesias. Petrus merasa sudah mengenal Yesus dengan sepenuh, melalui setiap peristiwa yang disaksikannya selama mengikut Yesus.
Akan tetapi ayat 32-33 menerangkan bahwa Petrus belum mengenal Yesus sepenuhnya. Petrus memahami bahwa yang dimaksud Mesias adalah Mesias yang tidak menderita, Mesias yang memiliki kekuatan melebihi yang lainnya, dan pemahaman-pemahaman lainnya tentang Mesias dalam kerangka pikir orang Yahudi. Kesediaan diri Petrus untuk memahami Yesus dengan sepenuh sepertinya dikalahkan dengan keteguhan dirinya akan keakuanya. Petrus tidak mengendalikan luapan emosinya, sehingga tidak mendengarkan dan tidak melakukan setiap pengajaran yang diterimanya dari Sang Guru. Oleh karena itu, Yesus menegur Petrus dengan keras, dengan sebutan Iblis.
Benang Merah Tiga Bacaan:
Kesediaan diri untuk diisi oleh kebenaran Tuhan sebagaimana yang dilakukan oleh hamba Tuhan akan menggerakan diri kita untuk menjadi pewarta kasih Tuhan. Kesediaan diri ini berarti kita bersedia menyangkal diri, pengendalian diri, rela berkorban, dan rela menderita untuk mewartakan Injil Tuhan dengan dasar iman bahwa Tuhan akan menguatkan dan menolong kita.
Rancangan Khotbah: Bahasa Indonesia
(Ini hanyalah sebuah rancangan khotbah, silakan dikembangkan sesuai dengan konteks jemaat masing-masing)
Pendahuluan
Martin Luther King, Jr. adalah seorang tokoh terkenal dari Amerika Serikat. Dia dikenal sebagai sosok yang memperjuangkan kesetaraan dan kemerdekaan bagi orang kulit hitam, yang pada saat itu rasisme masih menjadi masalah yang akut di Amerika Serikat. Dimulai dengan pidatonya yang berbunyi, “Keempat anak saya yang masih kecil, pada satu hari akan hidup di dalam suatu bangsa, di mana mereka tidak akan dinilai dari warna kulit mereka, tetapi dari karakter yang mereka miliki.” Dia menjadi bahan perbincangan se Amerika Serikat. Tindakan beraninya untuk melawan arus diskriminasi, memerdekakan hak orang kulit hitam. Upaya dia memperjuangkan kesetaraan tersebut tentunya tidak mudah dilakukannya, mengingat peristiwa tersebut sudah berjalan begitu lama. Tentunya banyak pihak yang akan terusik dengan kehadirannya, tetapi Martin Luther King, Jr. terus mengupayakan kesetaraan dan kemerdekaan bagi orang kulit hitam. Pada akhirnya dia ditembak mati oleh pendukung supremasi kulit putih. Setelah kematiannya, semangat warga Amerika di berbagai tempat untuk memperjuangkan kesetaraan dan keadilan semakin membara.
Keteguhan Martin Luther King, Jr. dalam keputusannya untuk menjadi agen pembebasan dan kesetaraan tentunya dapat kita lihat sebagai tindakan yang selaras antara iman dan perbuatan. Dalam kehidupan sehari-hari, kita mudah menjumpai perlakuan diskriminasi, ketidaksetaraan, dan terbelenggu. Karena itu, mari kita melihat diri kita masing-masing, “Apakah yang sudah kita lakukan selama ini dalam situasi diskriminasi, ketidaksetaraan, dan terbelenggu?”
Isi
Ketiga bacaan kita saat ini mengajak kita untuk menyediakan diri diisi oleh kebenaran Firman Tuhan, yang tentunya ada konsekuensi, yaitu menyangkal diri, pengendalian diri, rela berkorban, dan rela menderita untuk mewartakan Injil Tuhan. Menang hal tersebut sudah erat dengan kita sebagai umat percaya, yang menjadi pertanyaan reflektif bagi kita, “Seberapa sering kita menyediakan diri untuk Tuhan?” (Bapak ibu dan saudara bisa menjawabnya dalam hati dan merenungkannya.)
Bacaan kita yang pertama Yesaya 50:4-5 menekankan bagaimana tindakan kita dalam mengikut Tuhan, yang disamakan dengan sosok murid. Murid yang memiliki sikap siap sedia untuk menerima pengajaran. Murid yang dengan rendah hati, membuka dan menajamkan telinganya agar setiap pengajaran/firman-Nya menjadi laku hidup. Demikian pula dalam peran sebagai murid, kita akan menjadi penutur (menyampaikan atau mengulangi pengajaran dari Tuhan) yang menyemangati bagi diri yang letih-lesu.
Demikian pula kita diingatkan dalam bacaan Injil, bahwa terkadang kita sok kenal dengan Tuhan Yesus, akan tetapi dalam laku kehidupan jauh dari pada kata kenal dengan Yesus Kristus. Tuhan Yesus mengingatkan kita bahwasanya Iblis dengan mudah menguasai diri manusia seperti yang disampaikan kepada Petrus, bahwa iblis menguasai diri Petrus dengan memakai pengetahuan Petrus mengenai Mesias dalam versinya. Padahal yang seharusnya dilakukan oleh setiap pengikut Kristus, sama seperti yang akan dialami oleh Yesus Kristus demi terwujudnya karya penyelamatan dunia. Mengikut-Nya berarti menyediakan diri secara penuh untuk dikuasai-Nya, sehingga laku dan perbuatan kita selaras dengan Dia.
Sama halnya dengan yang disampaikan Yakobus, dia mengajak kita untuk menyadari bahwa kita seringkali terperangkap pada status diri. Dengan mudah menyampaikan perkataan melalui lidah yang mereka-reka kebenaran untuk pemuasan diri dan beban jabatan, ingin dianggap benar dan besar. Oleh karena itu, mengendalikan lidah akan menjadi baik karena melalui lidah, kita dapat menjadi berkat apabila perkataan kita, kita pakai untuk memuji dan memuliakan Tuhan (Ay. 9, 10). Namun jika sebaliknya, maka kutuklah yang keluar dari lidah.
Penutup
Sebagaimana yang dilakukan oleh Martin Luther King, Jr, yang menyediakan diri untuk menjadi agen pembebasan/kemerdekaan dan kesetaraan dengan berbagai resikonya. Kitapun dipanggil sama seperti Martin Luther King Jr., dalam menghadapi diskriminasi, ketidaksetaraan, dan terbelenggu. Maka seperti yang disampaikan oleh Yesaya, menyediakan diri seperti murid agar mau dengan sungguh menerima firman-Nya dan menuturkannya merupakan syarat mutlak agar kita menjadi sarana perantara karya-Nya. Kita mulai dari keluarga kita terlebih dahulu untuk menerapkan keadilan dan kesetaraan bagi setiap anggota keluarga, dan nantinya kita akan sebarluaskan berita sukacita tersebut kepada setiap orang yang ada di sekitar kita. Sehingga ketika ada ketidakadilan, ada sikap diskriminatif dan perundungan kita berani bersuara lantang karena kita menyediakan diri untuk dipimpin oleh Tuhan. Bukan malah sebaliknya kita menjadi pelaku ketidakadilan dan diskriminatif. Mari menyediakan diri untuk menjadi pewarta Firman Tuhan. Amin. [FGC].
Pujian: KJ. 357: 1, 4 Dengar Panggilan Tuhan
Rancangan Khotbah: Basa Jawi
(Punika namung rancangan khotbah, saged dipun kembangaken miturut konteks pasamuwan piyambak)
Pambuka
Martin Luther King, Jr. punika tokoh ingkang misuwur saking Amerika Serikat. Piyambakipun kasuwun minangka tiyang ingkang merjuangaken kesetaraan lan kamardikan kangge tiyang kulit ireng, ing pundi prekawis rasisme nalika semanten taksih dados pambengan ing Amerika Serikat. Wonten ing pidatonipun, piyambakipun ngendika, “Ing sawijining dinten mangke, sekawan anak kula ingkang taksih alit punika, mboten badhe dipun biji saking werni kulitipun malih, ananging saking watakipun.” Pemanggihipun ingkang mekaten punika dados reraosan sak negari Amerika. Piyambakipun ingkang wantun nglawan diskriminasi, mbela hak tiyang kulit ireng punika tamtu mboten gampil, awit prastawa punika sampun kelampahan dangu. Tamtu kemawon kathah pihak ingkang mboten remen dhateng piyambakipun, nanging Martin Luther King, Jr. tansah ngupaya kangge kesetaraan lan kamardikanipun tiyang kulit ireng punika. Ing pungkasan, piyambakipun dipun tembak ngantos pejah kaliyan para pendukung supremasi kulit petak. Sak sampun sedanipun, semangat warga Amerika ing maneka papan kangge merjuangaken kesetaraan lan kaadilan sangsaya tambah.
Kiyatipun tekad Martin Luther King, Jr. dados agen pambebasan lan kesetaraan punika saged kita pirsani saking tumindakipun ingkang selaras kaliyan imanipun. Salebeting gesang kita sadinten-dinten, tamtu kita nate manggihi tinyang ingkang nindakaken diskriminasi, mandeng andhap tiyang sanes, lan nganiaya tiyang sanes. Awit saking punika, mangga kita nliti priksa gesang kita piyambak-piyambak, “Punapa ingkang sampun kita tindakaken nalika ngadhepi kahanan diskriminasi, kahanan mboten setara, lan kahanan mboten adil?”
Isi
Tiga waosan kita ing wekdal punika, ngajak kita kangge nyawisaken dhiri dipun isi Sabdanipun Gusti, ing pundi kita kedah nyingkur dhiri, ngendhaleni dhiri, purun korban lan rila nandhang sangsara nalika martosaken Injilipun Gusti. Perangan punika sampun raket kaliyan kita para umat pitados, pitakenanipun kangge kita, “Punapa kita sampun nyawisaken dhiri kita kagem Gusti?” (Bapak, Ibu, lan para Sedherek saged jawab ing batos panjenengan piyambak-piyambak)
Waosan sepisan saking Yesaya 50:4-5 nedahaken kados pundi tumindak kita salebeting kita ndherek Gusti? Ing ngriki, tumindak kita ndherek Gusti punika kados dene tumindakipun para murid ingkang sumadya nampi piwulangipun Gusti. Murid ingkang kedah andhap asor, purun mbika kupingipun supados piwucalipun Gusti punika dados laku gesang. Minangka murid, kita ugi dados penutur ingkang ngaturaken sedaya piwucalipun Gusti dheteng tiyang sanes ingkang nandhang kesayahan.
Wonten waosan Injil, Kita dipun engetaken bilih kadangkala kita punika rumaos tepang kaliyan Gusti Yesus, ananging wonten ing lampah gesang kita sadinten-dinten tebih saking karsanipun Gusti Yesus Kristus. Ing ngriki, Gusti Yesus ngengetaken kita bilih Iblis punika gampil nguwasani manungsa, kados dhateng Petrus. Ing ngriki, Iblis ngagem pangertosanipun Petrus bab Sang Masih miturut pemanggihipun piyambak. Bilih Sang Masih punika Raja ingkang kebak ing panguwaos, ingkang badhe ngawonaken bangsa Romawi. Sejatosipun minangka pandherekipun Sang Kristus, kita kedah nuladha Gusti Yesus, ingkang sedya nandhang sangsara kagem mujudaken kawilujenganing donya. Ndherek Gusti Yesus punika ateges kita masrahaken dhiri kita sawetahipun dhumateng Gusti. Gesang kita dipun kuwaosi dening Gusti supados tumindak gesang kita selaras kaliyan Gusti.
Yakobus lumantar seratipun ngajak kita supados kita sadar bilih kita punika asring kajebak ing status dhiri. Ing pundi lumantar pitembungan saking ilat kita punika, kita ngreka-daya kabeneran kangge dhiri pribadi lan jabatan, kita ingin dipun anggep bener lan ageng. Awit saking punika, ngendaleni ilat punika penting sanget. Ilat ingkang saged atur pitembungan ingkang sae lan becik punika dadosaken kita dados berkah. Ilat punika, kita damel memuji lan ngluhuraken asmanipun Gusti Allah. Kosokwangsulipun, bilih ilat punika ngedalaken pitembungan ingkang awon, tamtu pitembungan kutuk ingkang badhe medal saking ilat kita.
Panutup
Kados ingkang sampun dipun tindakaken dening Martin Luther King, Jr. ing pundi piyambakipun sedya nyawisaken dhirinipun dados agen pambebasan lan kasetaraan kanthi maneka warni resikonipun, kita ugi dipun timbali kados Martin Luther King, Jr. nalika ngadhepi diskriminasi, kahanan mboten setara lan kahanan ingkang mrihatosaken. Kados ingkang dipun aturaken nabi Yesaya, kita kedah kados murid ingkang purun nampi sabdanipun Gusti lan martosaken dhateng sesami. Kita purun dados parantara pakaryanipun Gusti. Kita wiwiti saking brayat kita kangge ngetrepaken kaadilan lan kasetaraan dhateng sedaya anggota brayat. Lan selajengipun kita wartosaken kabar kabingahan punika dhateng saben tiyang ing antawis kita. Kita ugi wantun tumindak nalika wonten prekawis ingkang mboten adil, diskriminatif, perundungan ing satengah-tengahing gesang kita. Sampun ngantos malah kita dados tiyang ingkang tumindak mboten adil lan diskriminatif dhateng sesami. Mangga kita sami nyawisaken dhiri kita dados pawartos Sabdanipun Gusti. Amin. [Terj. AR].
Pamuji: KPJ. 345 : 1, 3 Nadyan Kula Amicara