Cinta Kasih Allah Nyata Atas Orang-orang yang Berpengharapan Khotbah Minggu 22 Desember 2019 (Minggu Adven IV)

11 December 2019

Minggu Adven IV
Stola Ungu

Bacaan 1         :  Yesaya 7 : 10 – 16
Bacaan 2         :  Roma 1 : 1 – 7
Bacaan 3         :  Matius 1 : 18 – 25

Tema Liturgis  :  Bersiapsedia Menyambut Kedatangan Kristus dengan Pengharapan
Tema Khotbah :  Cinta Kasih Allah Nyata atas Orang-orang yang Berpengharapan

 

KETERANGAN BACAAN :
(Tidak perlu dibaca di mimbar, cukup dibaca saat mempersiapkan khotbah) 

Yesaya 7: 10 – 16

Konteks yang mendasari Yesaya pasal 7 ialah perang Siro-Efraim (Aram-Israel), yaitu perang yang terjadi antara Kerajaan Aram dan Kerajaan Israel melawan Kerajaan Yehuda. Ayat 1 mencatat bahwa Rezin, raja Aram dan Pekah, raja Israel berusaha untuk memerangi Kerajaan Yehuda. Mereka ingin mengalahkan Kerajaan Yehuda agar dapat menjadikan Tabeel sebagai raja atas Kerajaan Yehuda (ayat 6). Mengetahui hal yang demikian, Ahas, raja Yehuda dan seluruh rakyatnya mengalami ketakutan yang amat sangat. Penulis kitab Yesaya mengibaratkan ketakutan mereka seperti pohon-pohon hutan yang ditiup angin (ayat 2).

Akan tetapi, Allah berkenan kepada Kerajaan Yehuda sehingga Ia memberikan perlindungan kepada raja Ahas dan rakyatnya. Kerajaan Yehuda tidak dibiarkan hancur dan mengalami kekalahan, bahkan sebaliknya, Kerajaan Aram dan Kerajaan Israel-lah yang akan mengalami perpecahan dan kehancuran (ayat 7-9).

Allah memiliki rencana yang indah bagi Kerajaan Yehuda. Ia memberikan sebuah tanda bahwa akan ada seorang perempuan muda yang mengandung dan melahirkan seorang anak laki-laki bernama Imanuel – Allah beserta kita (ayat 14). Namun, raja Ahas tidak menyambut dengan baik perkenanan dan rencana Allah tersebut (ayat 12). Raja Ahas masih menyekutukan kekuatan Allah dengan kekuatan yang lain (bangsa Mesir) dalam menghadapi Kerajaan Aram dan Kerajaan Israel. Ia belum bisa sepenuhnya percaya kepada Allah sebagai pelindung bangsa dan rakyatnya. Oleh sebab itu, Allah pun memberikan hukuman kepada Kerajaan Yehuda melalui kekuatan bangsa Asyur (ayat 17-25).

Roma 1 : 1 – 7

Roma pasal 1:1-7 menerangkan tentang siapa dan apa tujuan dari hidup Paulus. Ayat 1 menjelaskan bahwa Paulus ialah hamba sekaligus rasul yang dipanggil Allah untuk memberitakan Injil Allah. Baginya, jabatan kerasulan adalah panggilan Allah, bukan karena keinginannya secara pribadi. Ia menghayati bahwa “perjumpaannya” dengan Allah dalam perjalanan ke Damsyik adalah panggilan Allah dalam hidupnya (band. Kis. Rasul 9: 3-6).

Sebagai seorang rasul, Paulus melakukan panggilannya dengan penuh kesungguhan, yaitu memberitakan Injil (ajaran-ajaran Allah yang nyata dalam pribadi Yesus Kristus) ke semua bangsa, agar banyak orang yang percaya dan taat kepada Allah, Sang Pemeliharan kehidupan manusia (ayat 5). Ia percaya bahwa melalui pribadi Yesus Kristus, Allah menyatakan cinta kasihNya kepada seluruh umat manusia.

Matius 1 : 18 – 25

Matius 1: 18-25 menceritakan tentang kisah kelahiran Yesus Kristus. Akan tetapi, kisah tentang kelahiran Yesus dalam Injil Matius memiliki beberapa “keanehan”. Pertama, di ayat 18 dijelaskan bahwa Yusuf dan Maria masih dalam status bertunangan, namun di ayat 19 Yusuf disebut sebagai suami Maria. Pertanyaannya, bagaimana mungkin seseorang yang masih bertunangan disebut sebagai seorang suami? Kedua, di ayat 19 dijelaskan bahwa Yusuf bermaksud menceraikan Maria agar namanya tidak tercemar sebab ia didapati sedang mengandung. Pertanyaannya, bagaimana mungkin seseorang yang belum menikah dapat menceraikan pasangannya? Ketiga, apabila Yusuf adalah seorang yang tulus hati, mengapa ia bermaksud untuk meninggalkan (menceraikan) Maria? Bukankah disaat seperti itu, ketulusan seorang pasangan diuji dan dipertanyakan?

Matius merupakan Injil yang ditulis bagi pembaca Yahudi. Dalam tradisi perkawinan Yahudi, ada tiga tahap yang harus dilakukan sebelum seorang laki-laki dan perempuan melangsungkan sebuah pernikahan. Pertama, tahap saling berjanji. Kedua orang tua/wali menjodohkan anak-anak mereka saat anak-anak mereka masih kecil. Kedua, tahap pertunangan. Kedua orang tua/ wali meresmikan hubungan antara anak-anak mereka. Pada masa ini, pasangan yang sudah bertunangan disebut sebagai suami-istri. Hubungan pertunangan tersebut tidak bisa diputuskan/dibatalkan, kecuali dilakukan dengan jalan perceraian. Ketiga, tahap pernikahan. Pada tahap ini, pasangan laki-laki dan perempuan sudah dianggap sah sebagai suami-istri yang sesungguhnya. (disadur dari remaja.sabda.org, 24 Maret 2019).

Jika demikian, maka “keanehan” pertama dan kedua sudah dapat dijelaskan, namun masih menyisakan pertanyaan yang ketiga, yaitu mengapa Yusuf, seorang yang tulus hati, bermaksud menceraikan Maria? Bukankah hal tersebut menunjukan ketidaksetiaan dan ketidaktulusan Yusuf kepada Maria?

Yusuf adalah seorang Yahudi yang taat, maka ia tentu mengerti dengan baik macam-macam aturan yang terdapat dalam Hukum Taurat, termasuk aturan/hukuman yang diberikan kepada pasangan yang kedapatan berzinah. Dalam Hukum Taurat, apabila ada seorang gadis yang masih perawan dan yang sudah bertunangan berzina dengan seorang laki-laki, maka keduanya harus dilempari batu sampai mati (lih. Ul. 22: 23-24). Sedangkan, apabila seorang gadis yang masih perawan dan belum bertunangan berzina dengan seorang laki-laki, maka laki-laki tersebut harus memberikan lima puluh syikal perah kepada ayah gadis dan harus menikahi gadis tersebut sebagai istrinya (lih. Ul. 22: 28-29). Dengan dasar Hukum tersebut, Yusuf bermaksud menceraikan Maria, istrinya. Jika demikian, maka maksud Yusuf untuk menceraikan Maria bukan karena ketidaksetiaannya, melainkan karena cinta kasihnya yang besar kepada Maria agar ia tidak mati dirajam batu, sebab ia hamil saat berada dalam status bertunangan.

Akan tetapi, sekalipun Yusuf mencoba untuk melakukan hal yang menurutnya baik bagi dirinya dan Maria, Allah tidak berkenan atas rencana Yusuf tersebut, sehingga ketika ia tidur, malaikat Allah memerintahkan kepadanya agar tetap mengambil Maria sebagai istrinya, sebab anak yang ada dalam kandungannya adalah dari Roh Kudus; dan dalam Dialah (Yesus Kristus) umat manusia akan diselamatkan dari segala dosa (ayat 20-21).

Pada akhirnya, Yusuf melakukan apa yang diperintahkan Allah melalui malaikatNya, sekalipun ancaman yang akan dihadapinya dan Maria amat besar, yaitu kematian. Ia percaya bahwa Allah pasti akan menjaga dan melindungi umatNya yang dengan sungguh menaruh pengharapan kepadaNya.

Benang Merah Tiga Bacaan:

Allah selalu merencanakan yang terbaik bagi kehidupan umatNya. Akan tetapi, kekuatiran dan ketakutan seringkali membuat manusia berpaling dari kehendak Allah, sehingga manusia kehilangan kemurahan Allah (bacaan 1). Hanya bagi orang-orang yang setia, percaya dan berpengharapan, cinta kasih serta penyertaan Allah nyata atas kehidupan mereka, sekalipun dalam keadaan sulit dan berat (bacaan 2 dan 3).

 

RANCANGAN KHOTBAH  : BAHASA INDONESIA

Pendahuluan

Mencontek agaknya menjadi hal yang sudah lumrah dilakukan di sekolah-sekolah, apalagi saat Ujian Akhir Sekolah/Ujian Akhir Nasional. Bahkan, tidak sedikit dari siswa-siswi yang berusaha “membeli” kunci jawaban agar mereka dapat dipastikan lulus ujian. Mengapa mereka mencontek? Jawabannya beragam, namun yang pasti karena mereka memiliki kekuatiran dan ketakutan tidak lulus.

Sebenarnya, permasalahan yang mendasar dari “tradisi” mencontek bukanlah pada sulit/ tidaknya ujian, tetapi pada ketidakpercayaan para murid. Tidak percaya kepada siapa? Tentu pada kemampuannya sendiri, sekaligus kepada bapak/ibu guru yang telah memberikan materi pelajaran dan persiapan bagi mereka.

Jikalau siswa-siswi percaya bahwa seluruh materi yang diberikan oleh bapak/ibu guru sudah memenuhi standart guna menghadapi Ujian, sekaligus memiliki kepercayaan diri yang tinggi, tentu mereka tidak akan mencontek. Bahkan, dengan memahami materi yang sudah diberikan secara baik, maka jaminan lulus Ujian sudah pasti akan diperoleh. Namun apa daya, ketakutan dan kekuatiran yang terlalu besar, membuat siswa-siswi kehilangan kepercayaan kepada diri sendiri dan bapak/ibu guru, sehingga mereka tetap mencontek saat ujian-ujian berlangsung.

Isi

Kehilangan kepercayaan karena rasa takut dan kuatir yang besar pun terjadi atas kehidupan Ahas, raja Yehuda. Dalam tekanan Rezin, raja Aram dan Pekah, raja Israel, Ahas menyekutukan Allah. Ia tidak percaya akan janji pemeliharaan Allah yang akan menjaga dan melindungi Kerajaan Yehuda (Yes. 7:7-9), sehingga ia meminta bantuan kekuatan dari bangsa lain, yaitu Mesir, untuk melawan Kerajaan Aram dan Kerajaan Israel (Yes. 7: 12). Oleh karena ketidakpercayaan tersebut, Kerajaan Yehuda mendapat “murka” Allah melalui Kerajaan Asyur (Yes. 7: 17-25). Melalui Nabi Yesaya, Allah ingin mengatakan bahwa di tengah segala macam tantangan dan ancaman, janganlah merasa takut dan kuatir, apalagi kehilangan kepercayaan kepada kuasa Allah dan mengandalkan kukuatan diri sendiri.

Hal yang serupa pun sempat dialami oleh Yusuf (takut dan kuatir), khususnya saat ia mengetahui tunangannya, Maria, sedang mengandung. Sebagai orang Yahudi yang taat dan memahami aturan-aturan Hukum Taurat, Yusuf tahu konsekuensi apa yang akan diterima oleh Maria ketika ia diketahui mengandung saat masih berada dalam status bertunangan, yaitu hukuman rajam hingga mati (lih. Ul. 22: 23-24). Oleh karena pengetahuannya tersebut, Yusuf bermaksud untuk menceraikan Maria secara diam-diam. Mengapa Yusuf melakukan hal tersebut? Agar hukuman yang diterima oleh Maria tidak berat dan ia tidak sampai dihukum rajam hingga mati (lih. Ul. 22: 28-29).

Akan tetapi, maksud dan rencana Yusuf tidak sesuai dengan maksud dan rencana Allah, sehingga melalui malaikatNya, Allah meminta agar Yusuf tetap melanjutkan pertunangannya dan mengambil Maria sebagai istrinya, sebab anak yang berada dalam kandungan Maria adalah dari Roh Kudus (Mat. 1: 20).

Sekalipun di tengah ketakutan dan kekuatiran, Yusuf melakukan apa yang menjadi kehendak dan rencana Allah. Ia percaya bahwa Allah pasti akan memberikan perlindungan dan penyertaan bagi umatNya yang berserah. Oleh karena kepercayaannya tersebut, maka cinta kasih dan kemurahan Allah nyata atas kehidupan Yusuf dan Maria. Melalui pengharapan yang mereka miliki, seluruh umat manusia menerima anugerah pengampunan dosa dalam diri Sang Imanuel, Yesus Kristus, Anak Allah.

Berdasarkan kesaksian Firman Allah di atas, kita dapat mempelajari beberapa hal:

  1. Kekuatiran dan ketakutan adalah bagian dari nafas kehidupan manusia.
    Kita percaya bahwa dalam kehidupan ini, kekuatiran dan ketakutan selalu melekat dalam kehidupan manusia. Mereka selalu ada, sekalipun dengan kadar yang berbeda. Oleh sebab itu, kita tidak dapat membuang bahkan menghilangkan kekuatiran dan ketakutan tersebut. Misalnya: dalam suasana Natal, kita mungkin takut akan adanya teror, sehingga mengganggu ketenangan perayaan Natal; kita mungkin juga kuatir/sedih bila dalam Natal tahun ini tidak bisa berkumpul dengan keluarga yang kita miliki; kita mungkin juga kuatir bila Natal tahun ini adalah Natal terakhir yang dapat kita alami; dll.
  2. Allah selalu merencanakan yang terbaik bagi kehidupan manusia.
    Ungkapan Allah adalah kasih, merupakan sebuah kepercayaan bahwa segala sesuatu yang dikerjakan Allah baik adanya. Allah tidak mungkin merencanakan keburukan atas kehidupan seluruh ciptaanNya, termasuk manusia. Akan tetapi, mempercayai rancangan Allah yang indah dalam kehidupan manusia bukanlah hal yang mudah. Sering kali, kekuatiran dan ketakutan yang kita alami membuat kita menyekutukan Allah. Tidak hanya dengan kuasa-kuasa lain, tetapi juga menyekutukan Allah dengan kekuasaan diri sendiri. Misalnya: memberi uang suap agar diterima dalam sebuah sekolah/universitas yang diinginkan, padahal dengan demikian belum tentu anak-anak kita dapat menikmati proses pendidikan yang mereka jalani; menipu agar mendapatkan penghasilan yang besar, padahal belum tentu penghasilan yang besar tersebut mampu kita nikmati dengan ketenangan; dll. Dengan mengandalkan kekuatan diri sendiri, kita sebenarnya tengah mempersiapkan jalan menuju sebuah penderitaan, sehingga kemurahan Allah hilang dari hidup kita.
  3. Cinta kasih Allah nyata atas orang-orang yang berpengharapan.
    Berpengharapan berarti percaya dan berserah penuh kepada rencana Allah dalam kehidupan kita. Berpengharapan berarti pula bersabar menantikan rencana Allah yang indah nyata dalam kehidupan kita. Berpengharapan juga dihayati sebagai sebuah kesetiaan dan keyakinan atas panggilan Allah dalam kehidupan kita (band. sikap dan penghayatan hidup Rasul Paulus). Jadi, bersiapsedia menyambut kedatangan Yesus Kristus dengan pengharapan berarti mempercayai bahwa melalui kehadiran Yesus di tengah-tengah dunia, Allah menyatakan cinta kasihNya kepada kita. Oleh sebab itu, tanpa sebuah pengharapan (kepercayaan, keyakinan, keberserahan dan kesetiaan) yang kita miliki, cinta kasih dan kemurahan Allah dalam peristiwa Natal tidak akan pernah kita rasakan.

Penutup

Dalam kehidupan ini, kita tidak akan bisa lepas dari kekuatiran dan ketakutan. Namun, saat kita percaya atas rancangan indah Allah dalam kehidupan kita, kekuatan dan kemurahannya akan kita dapatkan. Terlebih dengan sebuah pengharapan yang besar atas kehadiran Yesus Kristus, Sang Juruselamat, di tengah-tengah dunia, maka semakin nyatalah cinta kasih Allah atas kehidupan kita. Selamat menyambut kedatangan Yesus Kristus, selamat berbahagia, selamat berpengharapan! (YSN).

Pujian :  KJ. 81 : 1 – 3

RANCANGAN KHOTBAH  : BASA JAWI

Pambuka

Niru (mencontek) punika perkawis ingkang sampun lumrah katindakaken wonten ing sekolahan, punapa malih ing wegdal Ujian Akhir Sekolah/Ujian Akhir Nasional. Boten sekedhik para siswa ingkang “tumbas” kunci jawaban, supados bocah-bocah nampi jaminan lulus. Punapa ingkang dados jalaranipun para siswa niru? Kathah ingkang jalari, nanging ingkang temtu karana ajrih lan kuatir boten lulus.

Sejatosipun, ingkang dados masalah saking “tradisi” niru punika boten saking awratipun soal-soal ujian, ananging raos boten pitados. Boten pitados kaliyan sinten? Boten pitados kaliyan kasagedanipun piyambak lan boten pitados kaliyan bapa/ibu guru ingkang sampun paring piwucal kangge nyawisaken para siswa ngadhepi ujian. Awit, menawi para siswa sami pitados bilih sedaya piwucal ingkang kaparingaken dening bapa/ibu guru sampun cocok kaliyan arah soal-saol ujian, lan sanalika para siswa gadhah kapitadosan ageng ing dirinipun piyambah, temtu para siswa boten badhe niru ing salebeting ujian. Nanging kasunyatanipun, raos ajrih lan kuatir ingkang saklangkung ageng, anjalari para siswa tetep niru.

Isi

Kelangan kapitadosan karana raos ajrih lan kuatir ugi kelampahan wonten ing gesangipun Ahas, ratuning Yehuda. Ing satengahing ancaman Rezin, ratuning Aram lan Pekah, ratuning Israel, Ahas boten pitados kaliyan Gusti Allah ingkang badhe nganthi saha njangkung Kraton Yehuda (Yes. 7: 7-9), satemah Ahas nyuwun pitulungane bangsa sanes, Mesir, kangge nglawan Kraton Aram lan Kraton Israel (Yes. 7:12). Awit anggene boten pitados dumateng Gusti Allah, Kraton Yehuda nampi “paukuman” saking Gusti Allah lumantar Kraton Asyur (Yes. 7:17-25). Lan lumantar Nabi Yesaya, Gusti Allah paring pangandika supados umat kagunganipun boten ajrih lan kuatir ing satengah-tengahing karubedan. Punapa malih ngantos ical kapitadosan dumateng Gusti Allah lan ngendelaken kasagedanipun piyambak.

Perkawis ingkang sami ugi dipun alami dening Yusuf (ajrih lan kuatir), mligi nalika Yusuf pirsa bilih Maria ngandhut wegdal taksih pacaran (tunangan) kaliyan piyambakipun. Minangka tiyang Yahudi ingkang mituhu dumateng Gusti Allah (pirsa bab angger-anggering Toret), tamtu Yusuf mengertos punapa ingkang badhe katampi dening Maria nalika ngandhut ing salebeting pacaran, nggih punika dibenturi sela ngantos pejah (lih. Ul. 22:23-24). Pramila, ing waosan kaserat bilih Yusuf badhe nilar (pegat) Maria, supados Maria boten nampi paukuman ingkang awrat punika (lih. Ul. 22:28-29).

Ananging, punapa ingkang karancang kaliyan Yusuf boten sarujuk kaliyan karsanipun Gusti Allah, temahan lumantar Malekatipun Gusti Allah, Yusuf kasuwun supados tetep mundhut Maria dados garwanipun, awit anak ingkang badhe kalairaken pinangkanipun saking Sang Roh Suci (Mat. 1: 20). Ing satengahing raos ajrih lan kuatir, Yusuf ngestokaken dhawuhipun Gusti Allah, awit Yusuf pitados bilih Gusti Allah karsa paring panganthi saha pangauban dateng sedaya kagunganipun ingkang tansah pasrah sumarah. Saking kapitadosan ingkang kados punika, katresnan lan kamirahanipun Gusti Allah tumrah ing gesangipun Yusuf lan Maria. Lumantar pengajeng-ajeng (pengharapan) ingkang dipun gadhahi Yusuf kaliyan Maria, sedaya manungsa ing alam donya nampi kanugrahan pangapuntening dosa saking Sang Imanuel, Yesus Kristus, Putrane Allah.

Adedhasar dhawuh pangandikanipun Gusti punika, kita saged sinau saperangan perkawis:

  1. Kuatir lan ajrih punika perangan kang rumaket ing gesangipun manungsa
    Kita sami pitados bilih ing salebeting gesang, kuatir lan ajrih punika tansah rumaket lan boten saged kita selaki. Kuatir lan ajrih tansah wonten, sinaoso kanthi bobot ingkang mawarni-warni. Pramila, kita boten saget bucal langkung-langkung ngilangaken raos kuatir lan ajrih. Contonipun: mbok bilih kita ajrih menawi wonten teror ing dinten Natal; mbok bilih kita rumaos sedih menawi ing dinten Natal punika boten saget makempal kaliyan brayat ageng; utawi mbok bilih kita kuatir menawi Natal ing taun punika dados Natal kita ingkang pungkasan; lsp.
  2. Gusti Allah tansah mranata sedaya perkawis ingkang adi menggah gesangipun manungsa
    Lumantar unen-unen Allah Maasih, sejatosipun kita saweg nelakaken kapitadosan kita bilih sedaya pakaryanipun Gusti Allah punika sae kawontenanipun. Rancanganipun Gusti Allah punika adi tumrap gesang kita, boten wonten ingkang awon. Nanging, pitados dumateng rancanganipun Gusti Allah ingkang sae punika sanes perkawis ingkang gampil katindakaken. Kalangkung nalika raos ajrih lan kuatir punika dedalem wonten ing gesang kita. Kita sok boten sabar lajeng ngandelaken kasagedan kita piyambak lan boten pitados dumateng kuwaosing Gusti Allah. Contonipun: kita paring uang suap supados anak-anak kita katampi ing sekolah/universitas ingkang dipun kersaaken, kamangka dereng tamtu anak-anak kita saget nglampahi kanthi kebak kabingahan anggenipun sekolah; kita ngaturaken paseksi gara supados angsal asil ingkang ageng, sinaosa dereng tamtu kita saget ngraosaken berkah punika kanthi ayem tentrem; lsp. Awit karana kita ngandelaken kasagedan kita piyambak, sejatosipun kita saweg tumuju dateng margining kasusahan, temahan sih rahmatipun Gusti Allah ical saking gesang kita.
  3. Katresnan lan sih rahmating Gusti Allah nyata tumrap gesangipun tiyang ingkang kebak pengajeng-ajeng
    Gadhah pengajeng-ajeng punika ateges kita pitados lan pasrah sawetah dumateng rancanganipun Gusti Allah. Gadhah pengajeng-ajeng ugi ateges sabar nganti-anti pakaryaning Allah ingkang adi tumrap gesang kita. Kebak ing pengajeng-ajeng ugi nelakaken bab kasetyaning gesang menggah timbalaning Gusti (band. sikap lan gesangipun Rasul Paulus). Dados, sedya mapak rawuhipun Gusti Yesus Kristus kanthi pengajeng-ajeng tegesipun pitados bilih lumantar tedhakipun Gusti Yesus ing satengah-tengahing donya, Gusti Allah nelakaken katresnanipun dateng kita sami. Pramila, tanpa pengajeng-ajeng (kapitadosan, pasrah lan kasetyan)i, katresnan lan sih rahmating Gusti ing dinten Natal boten saged sami kita tampi.

Panutup

Ing salebeting gesang, kita boten saget uwal saking raos kuatir lan ajrih. Nanging, nalika kita pitados kanthi estu dumateng rancanganipun Gusti Allah ingkang adi, kita bakal kaparingan kasagedan saha panganthi. Kalangkung kanthi roas ingkang kebak pengajeng-ajang tumrap rawuhipun Gusti Yesus, gesang kita tansah pinaringan ketentreman lan kabingahan. Sugeng mapak rawuhing Sang Pamarta, sugeng abebungah, selamat berpengharapan!  (YSN)

 

Pamuji            : KPJ. 219 : 1, 4, 5

Renungan Harian

Renungan Harian Anak