Minggu Biasa 2 | Bulan Penciptaan
Stola Hijau
Bacaan 1: Yunus 3 : 1 – 5, 10
Mazmur: Mazmur 62 : 6 – 13
Bacaan 2: 1 Korintus 7 : 29 – 31
Bacaan 3: Markus 1 : 14 – 20
Tema Liturgis: GKJW Dipanggil untuk Memulihkan Keutuhan Ciptaan
Tema Khotbah: Kesederhanaan Hidup Merawat Segenap Ciptaan
Penjelasan Teks Bacaan:
(Tidak perlu dibaca di mimbar, cukup dibaca saat mempersiapkan khotbah)
Yunus 3 : 1 – 5, 10
Yunus yang diperintahkan Tuhan untuk memberitakan pertobatan kepada orang-orang di Niniwe, akhirnya melaksanakan tugasnya. Dalam bacaan kita dijelaskan betapa besarnya kota Niniwe itu, tiga hari perjalanan luasnya (Ay. 3). Kita bisa membayangkan bagaimana kehidupan di kota yang besar. Tentu kehidupan di kota yang besar tidak lepas dari berbagai tindak kejahatan, kriminalitas, konsumerisme yang tinggi, bahkan sangat mungkin terjadi pembangunan yang tidak memperhatikan kelestarian alam. Dalam kitab Yunus sendiri memang tidak dijelaskan kejahatan apa yang diperbuat oleh orang Niniwe sehingga Tuhan berencana untuk memusnahkannya. Namun, dalam keterangan tentang besarnya kota ini pada pasal 3 ayat 3, kemungkinan karena kejahatan di kota yang besar itu yang menjadi alasan kemarahan Tuhan.
1 Korintus 7 : 29 – 31
Dalam suratnya yang pertama kepada Jemaat Korintus, Paulus memberikan penekanan tentang kesatuan Jemaat dan pentingnya memelihara kehidupan beriman bagi orang percaya. Berbagai nasihat dengan penekanan akan dua hal di atas mewarnai narasi surat 1 Korintus. Khususnya dalam bacaan kali ini, Paulus mengajak orang-orang di Korintus untuk kembali pada kehidupan yang hanya berpusat pada Tuhan. Meskipun kehidupan di kota besar seperti Korintus menawarkan berbagai kesenangan duniawi, namun semuanya itu hanyalah sementara dan akan berlalu. Oleh karena itu, Paulus mengajak Jemaat Korintus untuk kembali hidup dalam kesederhanaan agar orang-orang percaya tidak terjatuh dalam keserakahan duniawi yang menggiurkan. Berbagai kesenangan yang ditawarkan kehidupan dunia membuat manusia semakin serakah dan ingin memiliki segalanya tanpa batas. Maka dengan menekan berbagai keinginan tersebut akan membawa manusia semakin berfokus kepada Tuhan Sang Pencipta.
Markus 1 : 14 – 20
Setelah dicobai di padang gurun, Yesus memulai pemberitaan Injil Kerajaan Allah. Yesus berjalan melalui pemukiman-pemukiman di pinggiran kota, tempat dimana orang-orang kecil dan sederhana bermukim. Dia menyusuri danau Galilea yang menjadi tempat mencari nafkah bagi orang-orang di pinggir kota. Mereka adalah orang-orang yang berjuang keras untuk hidup hari demi hari, orang-orang yang tidak mampu menikmati kemegahan kehidupan di kota, dan orang-orang yang selalu menjadi sasaran penindasan. Orang-orang kecil dan sederhana ini hidup di sekitar danau Galilea karena sumber penghasilan sebagai nelayan atau pencari ikan adalah pekerjaan yang dapat dilakukan setiap orang. Perputaran ekonomi terjadi di daerah tersebut karena orang dapat bekerja dalam bidang yang berkaitan dengan ikan, meskipun kegiatan ekonomi ini dalam skala kecil dan hanya untuk mencukupi kebutuhan hidup orang-orang di danau Galilea dan sekitarnya.
Dalam konteks tersebut Yesus datang dan memberitakan kabar sukacita tentang Kerajaan Allah. Orang-orang yang setiap hari berhadapan dengan kerasnya kehidupan dan berjerih lelah untuk bertahan hidup, menerima berita Injil yang membawa pengharapan bagi mereka. Injil hadir dan diterima dengan baik oleh orang-orang sederhana tersebut karena konteks hidup mereka yang berat. Dengan demikian, beratnya hidup menjadi terpulihkan karena pengharapan akan Kerajaan Allah yang penuh dengan damai sejahtera.
Selanjutnya Yesus berjumpa dengan Simon dan Andreas, yang adalah para nelayan, orang-orang yang hidup dalam kesederhanaan. Demikian pula dengan Yakobus dan Yohanes anak Zebedeus yang kemudian juga diajak oleh Yesus untuk menjadi penjala manusia. Orang-orang kecil dan sederhana dipakai Tuhan untuk menjadi penjala manusia, yang berarti dipanggil untuk memberitakan berita sukacita dan Kerajaan Allah. Mereka dipilih bukan untuk meninggalkan kesederhanaan hidup yang mereka jalani, namun untuk mengajarkan kesederhanaan pada orang-orang yang dipenuhi dengan hawa nafsu duniawi dan keserakahan.
Cara hidup sederhana yang dijalani para murid Yesus mengingatkan kepada para pembaca untuk merefleksikan kehidupan yang mereka jalani. Bahwa untuk menjadi berkat, seseorang tidak harus memiliki segalanya terlebih dahulu, namun justru melalui kehidupan yang sederhana itu seseorang bisa merawat segenap ciptaan untuk kehidupan yang lestari. Laku hidup sederhana ini yang dipilih Yesus untuk menjala manusia supaya manusia yang hidup dalam konsumerisme, merusak alam demi keuntungan pribadi, bahkan menindas sesama manusia karena keserakahan dapat menginsafi cara hidupnya dan kembali pada kesederhanaan hidup.
Benang Merah Tiga Bacaan:
Kesederhanaan hidup di tengah berbagai kemegahan dunia yang menggiurkan dapat menjadi cara hidup Kristiani yang membawa berkat. Tuhan memilih dan memakai orang-orang sederhana untuk memberitakan kerajaan Allah pada dunia. Dengan demikian dunia dapat diselamatkan melalui cara hidup sederhana yang merawat seluruh ciptaan.
RANCANGAN KHOTBAH: Bahasa Indonesia
(Ini hanyalah sebuah rancangan khotbah, silakan dikembangkan sesuai dengan konteks jemaat masing-masing)
Pendahuluan
Kemudahan teknologi saat ini semakin membawa pola hidup yang serba mudah. Pemikiran bahwa barang-barang kebutuhan sehari-hari yang lengkap hanya ada di kota sedangkan di desa sulit mencarinya sudah tidak lagi begitu relevan. Karena saat ini batas antara kota dan desa sudah mulai pudar karena teknologi yang dapat menjangkau berbagai pelosok desa. Setiap orang dapat membeli barang yang mereka inginkan hanya dengan menggunakan smartphone yang ada digenggaman. Tidak perlu pergi jauh-jauh ke kota untuk mencari barang yang dibutuhkan, cukup klik, barang akan datang diantar kurir.
Dalam konteks hidup seperti ini, berbagai kemudahan yang ditawarkan membuat orang menjadi tergiur untuk terus mengonsumsi berbagai hal yang ditampilkan atau diiklankan di berbagai media. Karena permintaan akan sebuah produk semakin meningkat, maka produksi juga semakin ditingkatkan. Akibatnya, sumber daya yang dibutuhkan untuk produksi juga semakin besar, dan perusahaan-perusahaan mulai berlomba untuk menguasai sumber daya yang dibutuhkan. Perebutan sumber daya ini sudah terjadi dan bahkan memicu terjadinya perang karena saling berusaha untuk menguasai sumber daya. Manusia menjadi semakin serakah dan yang menjadi korban adalah orang-orang kecil yang mengalami kesulitan karena kerusakan lingkungan akibat produksi besar-besaran yang tidak mempertimbangkan kelestarian alam.
Isi
Paulus mengajak Jemaat Korintus untuk kembali berfokus kepada Tuhan dan menjauhkan diri dari kehidupan duniawi yang menggiurkan. Meskipun kehidupan di kota besar, seperti Korintus menawarkan berbagai kesenangan duniawi, namun semuanya itu hanyalah sementara dan akan berlalu. Oleh karena itu, Paulus mengajak Jemaat Korintus untuk kembali hidup dalam kesederhanaan agar orang-orang percaya tidak terjatuh dalam keserakahan duniawi yang menggiurkan. Berbagai kesenangan yang ditawarkan kehidupan dunia membuat manusia semakin serakah dan ingin memiliki segalanya tanpa batas. Maka dengan menekan berbagai keinginan tersebut akan membawa manusia semakin berfokus kepada Tuhan sebagai Sang Pencipta.
Bacaan pertama dalam Yunus 3 mengajak kita untuk kembali melihat kehidupan di Niniwe, kota besar pada masa itu. Kehidupan di kota besar seperti Niniwe, tentu tidak lepas dari berbagai bentuk kejahatan, kriminalitas, penindasan dan keserakahan manusia. Kehidupan yang penuh dengan kemegahan dan kemewahan bagi yang berkuasa, namun sebaliknya berbagai penindasan dan penderitaan dialami oleh orang yang lemah. Hal ini yang menjadikan Tuhan murka dan berencana untuk menghapuskan kota itu. Namun, pemberitaan pertobatan yang dibawa Yunus diterima dengan baik oleh segenap penduduk Niniwe, yang akhirnya membawa mereka pada pertobatan akan gaya hidup yang tidak dikehendaki Tuhan. Mereka berkabung dan menyesali kesalahan mereka dan kembali kepada kesederhanaan hidup.
Karena itu, Yesus pun dalam perjalanan pemberitaan Injil-Nya, memilih orang-orang kecil dan sederhana sebagai penjala manusia. Mereka dipilih bukan untuk meninggalkan kesederhanaan hidup yang mereka jalani, namun untuk mengajarkan kesederhanaan pada orang-orang yang dipenuhi dengan hawa nafsu duniawi dan keserakahan. Cara hidup sederhana yang dijalani para murid Yesus mengingatkan kita untuk merefleksikan kehidupan yang kita jalani. Bahwa untuk menjadi berkat seseorang tidak harus memiliki segalanya terlebih dahulu, namun justru melalui kehidupan yang sederhana itu seseorang bisa merawat segenap ciptaan untuk kehidupan yang lestari. Laku hidup sederhana ini yang dipilih Yesus untuk menjala manusia, supaya manusia yang hidup dalam konsumerisme, merusak alam demi keuntungan pribadi, bahkan menindas sesama manusia karena keserakahan, dapat menginsafi cara hidupnya dan kembali pada kesederhanaan hidup. Dengan demikian kehidupan segenap ciptaan dapat terpelihara. Setiap sumber daya dapat digunakan sesuai kebutuhan dan bukan untuk kepentingan penguasa saja melainkan untuk kepentingan lebih banyak orang.
Penutup
Dalam bulan penciptaan ini, mari kita juga merenungkan panggilan kita. Kita dipilih dan diutus Tuhan untuk turut memelihara kehidupan. Bukan hanya kehidupan kita sebagai manusia, namun juga kehidupan segenap ciptaan, alam dan segala isinya. Kehidupan yang semakin mudah menggoda kita untuk memiliki segala hal yang ada. Kita terseret pada keserakahan duniawi yang membuat kita lupa untuk bersyukur, selalu merasa kurang, dan mengikuti segala keinginan yang belum tentu menjadi kebutuhan kita. Maka mari kita kembali berfokus pada Tuhan. Mari kita kembali pada kesederhanaan hidup. Karena dengan kesederhanaan kita diajak untuk dapat bersyukur dan mampu melihat apa yang menjadi kebutuhan dan apa yang hanya sebatas keinginan dan keserakahan. Dengan demikian kita juga berjuang untuk turut memelihara segenap ciptaan, serta menjadi pribadi-pribadi yang selalu bersyukur dalam segala hal yang diberikan Tuhan kepada kita. Amin. [RES].
Pujian: KJ. 375 Saya Mau Ikut Yesus
Rancangan Khotbah: Basa Jawi
(Punika namung rancangan khotbah, saged dipun kembangaken miturut konteks pasamuwan piyambak)
Pambuka
Teknologi ingkang maju ing jaman samangke dadosaken gaya hidup langkung gampil. Pamanggih bilih kabetahan padintenan ingkang jangkep namung wonten ing kutha-kutha, dene ing desa-desa mboten wonten, ketawisipun sampun mboten relevan malih. Amargi sapunika wates antawisipun kutha lan desa sampun sansaya luntur amargi teknologi ingkang saged ngambah sedaya pelosok desa. Saben tiyang saged tumbas barang ingkang dipun kajengaken kanthi ngginakaken smartphone ingkang wonten ing astanipun. Mboten prelu tindhak dhateng kutha kangge tumbas barang ingkang dipun betahaken, cukup klik barang punika, bayar, lajeng kurir bakal dugi.
Ing konteks pigesangan ingkang mekaten, mawarni-warni kasenengan ingkang dipun tawaraken dadosaken tiyang kagodha anggenipun terus ngonsumsi mawarni-warni barang ingkang dipun tampilaken utawi dipun iklanaken dening media. Amargi kabetahan produk sansaya mindhak, produksi ugi sansaya mindhak. Lajeng, sumber daya ingkang dipun betahaken kangge produksi ugi sansaya kathah, lan perusahaan-perusahaan sami saingan anggenipun ngontrol sumber daya alam ingkang dipun betahaken. Perjuangan kangge ngontrol sumber daya alam punika sampun kawiwitan, langkung-langkung malah dadosaken perang amargi sami kepengin ngontrol sumber daya alam kalawau. Manungsa sansaya srakah lan ingkang dados korban nggih tiyang alit, ingkang gesangipun sansaya ewet awit karisakan lingkungan amargi produksi-produksi ageng ingkang mboten njagi lestarining alam.
Isi
Paulus ngemutaken pasamuwan Korinta supados fokus dhumateng Gusti Allah, sarta nebihi gesang kadonyan ingkang dados panggoda. Karana gesang ing kutha ageng kados dene Korinta punika kathah mawarni-warni kasenengan kadonyan. Sedaya punika sejatinipun namung sawetawis lajeng badhe sirna. Pramila Paulus ngajak pasamuwan Korinta kangge nglampahi gesang ingkang prasaja satemah tiyang pitados mboten dhawah wonten ing pigesangan ingkang serakah sarta ngudi kadonyan. Karana mawarni-warni kasenengan ingkang wonten ing donya dadosaken manungsa langkung serakah sarta ngudi kepenginan nguwaosi sedaya tanpa winates. Pramila, ngendaleni dhiri saking mawerni-werni kepinginan saged ndadosaken manungsa fokus dhumateng Gusti Allah minangka Panguwaosing gesang.
Waosan ingkang sepisan saking Yunus 3 ngajak kita ngenget-enget lelampahan gesang tiyang-tiyang ing kutha Niniwe, kutha ageng ing jaman semanten. Gesangipun tiyang-tiyang ing kutha Niniwe, tamtu mboten saged kapisahaken saking mawerni-werni piala, kriminalitas, panindesan sarta sifat serakahing manungsa. Ing pundi para Panguwaos, gesangipun kebak kamulyan lan kamewahan, ananging kosok-wangsulipun tiyang alit lan ringkih sami nampi panindesan lan kasangsaran. Punika ingkang dadosaken Gusti Allah duka sarta ngrancangaken badhe nyirnakaken kutha Niniwe punika. Nanging, pawartos pamratobat ingkang dipun wartosaken dening Yunus katampi kanthi sae dening sedaya tiyang ing Niniwe, ingkang pungkasanipun bangsa Niniwe sami mratobat saking laku gesang ingkang mboten cundhuk kaliyan karsanipun Gusti Allah. Sedaya sami mratobat saha getuni tumindak dosanipun lajeng sami ngupadi gesang ingkang prasaja.
Gusti Yesus ing lelampahan mbabaraken Injil, miji tiyang ingkang prasaja minangka juru amek manungsa. Sedaya sakabat punika kapiji mboten supados nilaraken raos prasajaning gesang ingkang sampun dipun lampahi, nanging supados paring tuladha dhateng tiyang sanes ingkang kebak hawa nafsu kadonyan sarta kasrakahan. Lampah gesang ingkang prasaja ingkang dipun tindakaken dening para sakabat punika, ugi ngajak kita sami ngraos-raosaken lampahing gesang ingkang kita lampahi. Anggen kita dados berkah punika mboten kedah nggadhahi sedayanipun rumiyin, ananging lumantar gesang ingkang prasaja, kita saged ngrimati sedaya titah kagem gesang ingkang lestari.
Laku gesang ingkang prasaja punika dipun piji dening Gusti Yesus kagem njala manungsa, supados manungsa ingkang taksih gesang ing konsumerisme, ngrisak alam kangge kauntungan pribadi, lan malah nindhes manungsa sanesipun amargi srakah, saged mratobat lajeng mujudaken cara gesang ingkang prasaja. Kanthi makaten gesang sedaya titah saged lestari. Kawontenan sumber daya alam saged dipun ginakaken miturut kabetahanipun sarta mboten namung kangge kapentinganipun para panguwaos ananging saged nuwuhaken manfaat kangge tiyang kathah.
Panutup
Wonten ing sasi tumitahing jagad punika, sumangga kita ugi ngraos-raosaken malih timbalan kita. Kita dipun piji lan dipun utus Gusti Allah temah kita ugi ndherek ngrimati gesang. Mboten namung gesang kita minangka manungsa, nanging ugi gesangipun sedaya titah, alam lan saisinipun. Pigesangan ing donya ingkang tansah nggodha kita temah nggadhahi sedaya ingkang wonten. Kita sami kaseret nggadhahi sifat srakah ingkang dadosaken kita mboten saged ngraosaken sokur, tansah raos kirang, sarta namung ngudi kepinginan ingkang dereng tamtu dados kabetahan kita. Pramila sumangga kita sami fokus wonten ing panguwaosipun Gusti Allah. Sumangga kita ngupadi gesang ingkang prasaja. Awit kanthi gesang ingkang prasaja kita dipun ajak sami saos sokur sarta saged mirsani pundi ingkang dados kabetahan lan pundi ingkang namung kepenginan sarta sifat srakah. Kanthi makaten, kita saged mbudidaya lan ngrimati sedaya titah, saha dados pribadi ingkang tansah ngucap sokur dhumateng sedaya ingkang dipun paringaken dening Gusti. Amin. [RES].
Pamuji: KPJ. 124 Kula Sestu Ndherek Gusti