Minggu Biasa 1 | Pembukaan Bulan Penciptaan
Stola Hijau
Bacaan 1: 1 Samuel 3 : 1 – 10
Mazmur: Mazmur 139 : 1 – 6
Bacaan 2: 1 Korintus 6 : 12 – 20
Bacaan 3: Yohanes 1 : 43 – 51
Tema Liturgis: GKJW Dipanggil Untuk Memulihkan Keutuhan Ciptaan
Tema Khotbah: Memahami Panggilan Allah untuk Mewujudkan Kehidupan yang Lebih Baik
Penjelasan Teks Bacaan:
(Tidak perlu dibaca di mimbar, cukup dibaca saat mempersiapkan khotbah)
1 Samuel 3 : 1 – 10
Samuel ialah putra dari Elkana, bani Efrayim yang saleh dan Hana adalah ibunya. Hana yang telah lama mandul, bernazar jika Allah mengaruniai dia seorang putra, maka anak itu akan ia persembahkan kepada Tuhan bagi pelayanan di Kemah Suci. Elkana keturunan Lewi, tetapi tidak dari garis Harun (1 Taw. 6:33 dab). Setelah Samuel berhenti menyusu, mungkin pada usia 2 atau 3 tahun, Hana membawanya ke Silo dan secara resmi menyerahkannya kepada Imam Eli untuk tinggal bersama dia. Pada usia kanak-kanak Samuel telah dianugerahi wahyu ilahi (1 Sam. 3:1-21).
1 Samuel 3:1-10 menceriterakan bagaimana Samuel yang melayani Allah di bawah bimbingan Imam Eli ketika memperoleh panggilan dari Allah. Panggilan itu datang kepadanya saat ia sudah tidur. Ketika ada suara memanggil namanya, Samuel mengira itu adalah Imam Eli yang memanggilnya. Karena itu, ia datang kepada Imam Eli, namun Imam Eli menyatakan bahwa ia tidak memanggilnya. Panggilan itu berlangsung tiga kali, baru Imam Eli menyadari bahwa panggilan itu berasal dari Allah sendiri sehingga ia memberi tahu Samuel agar ia menjawab, “Berbicaralah sebab hamba-Mu ini mendengar.” Sekalipun Samuel belum mengenal Allah dan belum pernah Allah menyatakan diri kepadanya tetapi jauh sebelumnya Allah sudah mempersiapkan Samuel untuk menjadi nabi Allah. Allah lebih dahulu merancang panggilan-Nya terhadap Samuel sebelum ia dilahirkan.
Kepada Samuel, Tuhan menyampaikan nubuatan tentang kejatuhan keluarga Eli, walaupun dengan enggan Samuel menyampaikan nubuatan itu kepada Eli, dengan tidak menyembunyikan, kemudian Eli berkata, “Dia Tuhan, biarlah diperbuat-Nya apa yang dipandang-Nya baik.” (1 Sam. 3:19 )
1 Korintus 6 : 12 – 20
Perikop 1 Korintus 6:12-20 adalah penjelasan rasul Paulus mengenai kebebasan Kristen khususnya kebebasan menggunakan tubuh. Di kalangan masyarakat Korintus dan warga jemaat Korintus ada semboyan yang dianut dan dipraktikkan, yaitu bahwa segala “sesuatu halal bagiku”. Semboyan ini dilatarbelakangi oleh paham aliran filsafat yang memisahkan antara tubuh dengan roh/jiwa. Tubuh bersifat fana, najis, kotor, akan hancur dan binasa; sedangkan roh/jiwa bersifat kekal. Tubuh dan roh/jiwa tak ada hubungannya. Apa yang dilakukan tubuh tidak berpengaruh terhadap roh/jiwa. Juga ada kesalahpahaman mengenai ajaran bahwa orang Kristen sudah diselamatkan oleh Yesus, sudah dibebaskan dari dosa, dari aturan tentang sunat, makanan dan minuman; karena itu mereka bebas makan dan minum apa saja dan bebas menggunakan tubuh mereka untuk percabulan. Terhadap pandangan seperti itu Paulus mengatakan, “… tetapi tubuh bukanlah untuk percabulan melainkan untuk Tuhan, dan Tuhan untuk tubuh.” (Ay. 13-14). Dasarnya adalah penyelamatan Kristus atas manusia. Kristus mati dan bangkit untuk manusia (tubuh dan jiwa), dan sebagaimana Kristus bangkit tubuh pun akan dibangkitkan. Dengan demikian manusia yang sudah ditebus dan menjadi milik Tuhan, menjadi anggota Kristus; dan tidak mungkin menyerahkan anggota Kristus itu kepada percabulan. Paulus meminta mereka menjauhi percabulan. Karena karya Kristus itu, maka tubuh adalah Bait Roh Kudus, yang berarti bahwa orang percaya harus memelihara tubuhnya, menguduskan tubuhnya untuk Tuhan, atau dengan kata lain menjalani hidup kudus.
Lebih jauh Paulus katakan, “… dan bahwa kamu bukan milik kamu sendiri lagi, sebab kamu telah dibeli.” Ini menunjuk kepada karya penebusan Kristus di Golgota, yakni saat Ia telah membayar harga untuk penebusan kita. Yesus telah membayar harga tebusan atas dosa-dosa kita, sehingga kini kita menjadi milik-Nya. Istilah membeli biasa dipakai di pasar untuk kebutuhan hidup sehari-hari. Tetapi pada zaman itu bukan hanya kebutuhan hidup sehari-hari yang diperjual-belikan, tetapi juga manusia, budak diperjualbelikan. Budak dipajang seperti barang dagangan di pasar. Jika budak sudah dibeli dan dibayar, budak itu lepas dari tuan yang menguasainya sebelumnya dan sekarang menjadi milik dari yang membelinya. Ia menjadi milik dari tuan yang membelinya. Begitulah maksud Paulus dengan mengatakan bahwa kamu telah dibeli dan harganya telah dibayar lunas. (Ay. 20). Orang Kristen sudah ditebus dan dibeli oleh Kristus. Ia tidak lagi menjadi budak dosa, tetapi menjadi pelayan atau hamba yang melayani Kristus. Kristus yang memiliki mereka dan Tuan atas diri mereka. Dengan itu mereka tidak memiliki diri mereka sendiri, tetapi Kristus. Sebagai milik Kristus, mereka adalah hamba yang melayani Kristus yang hanya bisa melakukan kehendak Kristus. Dalam pemahaman demikian Paulus menegaskan, “… sebab itu muliakanlah Allah dengan tubuhmu.” (Ay. 20).
Yohanes 1 : 43 – 51
Yohanes 1:43-51 adalah lanjutan dari proses pemilihan murid-murid Yesus yang pertama, yaitu Andreas dan Petrus. Kemudian Yesus berangkat ke Galilea dan bertemu dengan Filipus dan berkata kepadanya, ”Ikutlah Aku.” (Ay. 43-44). Panggilan kepada Filipus disampaikan Yesus secara mendadak ketika itu. Dalam hal ini, Yesus menyatakan kekuasaan dan kedaulatan-Nya memilih para murid-Nya. Seperti halnya perintah Yesus dalam Yohanes 15:16, ”Bukan kamu yang memilih Aku, tetapi Akulah yang memilih kamu.” Dengan demikian gereja sebagai orang percaya hendaknya menghargai dan bertanggungjawab dalam tugas dan pekerjaannya dalam mewujudnyatakan kasih dan keselamatan Allah di dunia ini. Bdk. 1 Koritus 9:16-17, “Memberitakan Injil adalah keharusan bagiku. Celakalah aku, jika aku tidak memberitakan Injil. Pemberitaan itu adalah tugas penyelenggaraan yang ditanggungkan kepadaku.”
Dari proses pemilihan ini juga kita diingatkan bahwa Yesus memilih murid-Nya bukan berdasarkan kelebihan tetapi berdasarkan kemauan dan ketaatan para murid dalam mengikut Yesus (Band. Kel. 4:10-13 Musa tidak pandai bicara, berat mulut dan berat lidah), (Yes. 6:5 Yesaya merasa sebagai seorang yang najis bibir), (Yer. 1:6 Yeremia tak pandai bicara dan masih muda.)
Ay. 45-48, setelah Filipus bertemu dengan Yesus, ia menemui Natanael dan menceritakan tentang Yesus anak Yusuf dari Nasaret. Kemudian Natanael mengatakan, ”Mungkinkah sesuatu yang baik datang dari Nazaret?” Pertanyaan Natanael menunjukkan keraguan atau ketidakpercayaannya oleh karena status tempat tinggal dan keluarga/keturunan Yesus yang dipandang rendah dan tidak terhormat. Mengenal seseorang tentu melalui proses, mempercayai membutuhkan tanda bukti yang jelas dari perkatan, sikap, dan perbuatan yang baik. Percaya kepada Yesus harus dengan dasar iman dan pengharapan yang teguh. “Iman adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat.” (Ibr. 11:1). Filipus mempertemukan Natanael dengan Yesus, pertemuan dengan Yesus mengubah keraguan Natanael menjadi kepastian dan pertumbuhan iman yang kuat.
Ay.49-51, pengakuan iman Natanael menumbuhkan ketaatannya untuk menerima dan mengikut Yesus sebagai murid. Sukacita dan hidup yang kekal bagi orang yang percaya kepada Yesus Anak Allah (1 Yoh. 5:11-12). Janji akan penglihatan akan kuasa Anak Allah akan disaksikan oleh Natanael.
Benang Merah Tiga Bacaan:
Tuhan Allah berkenan memberikan kesempatan terbuka kepada umat manusia terlibat dalam karya-Nya melalui panggilan-Nya. Tetapi kadang kita kurang peka untuk mendengar panggilan Tuhan. Karena itu dibutuhkan pengenalan dan kedekatan akan Tuhan. Panggilan Tuhan itu dapat kita respons dengan mempersembahkan tubuh kepada Allah atau memuliakan Allah dengan tubuh kita, karena kita telah “dibeli lunas” oleh Kristus.
Rancangan Khotbah: Bahasa Indonesia
(Ini hanyalah sebuah rancangan khotbah, silakan dikembangkan sesuai dengan konteks jemaat masing-masing)
Pendahuluan
Sebagai orang Kristen, bisa jadi kita sering mendengar kata “panggilan Tuhan”. Atau lebih lengkapnya, “kita dipanggil Tuhan untuk melayani, untuk menjadi rekan kerja-Nya, atau untuk terlibat dalam karya-Nya.” Kata panggilan Tuhan ini seringkali kita pahami bahwa Tuhan sengaja memanggil kita untuk memakai kita atau melibatkan kita dalam karya-Nya. Kata “panggilan Tuhan” ini tidak bisa diartikan hanya supaya kita pindah ‘dari pekerjaan sekuler atau non-agama’ lalu menjadi seorang ‘penginjil, pendeta atau rohaniawan’. Ini dikarenakan dalam pekerjaan apapun Tuhan memanggil kita dan bersedia memakai kita dalam bidang apapun. Panggilan Tuhan ini terkait erat dengan tugas kita yang telah menerima firman, maka kita harus menyampaikannya kepada siapapun. Dengan panggilan ini, Tuhan akan melibatkan manusia dalam karya-Nya.
Isi
Panggilan Tuhan merupakan kesempatan yang ditawarkan Tuhan dengan penuh keterbukaan kepada manusia untuk terlibat dalam karya Tuhan. Saat Tuhan memanggil manusia, berarti manusia itu juga dipandang sebagai partner atau rekan kerja, bukan bawahan. Sehingga melalui panggilan ini, Tuhan juga mengangkat derajat manusia. Hal ini nampak dari bacaan kita. Disaksikan dalam bacaan yang ke-3, dimana Tuhan Yesus yang memanggil Filipus dengan mengatakan, “Ikutlah Aku!”. Ungkapan ini sekali lagi menegaskan bahwa inisiatif pemanggilan berasal dari Yesus sendiri. Kata-kata yang penuh wibawa dan kuasa tersebut disambut Filipus dengan sukacita dan ia pun mengabarkan kepada orang lain. Hal ini disebabkan karena Filipus telah menemukan Mesias dalam diri Yesus. Karena itu, saat dia bertemu dengan Natanael, Filipus menyampaikan kabar sukacita tersebut dengan berkata, “Kami telah menemukan Dia, yang disebut oleh Musa dalam kitab Taurat dan oleh para nabi, yaitu Yesus, anak Yusuf dari Nazaret.” Dari sinilah kita melihat bahwa inisiatif panggilan berasal dari Allah, dan umat pun meneruskan panggilan tersebut kepada sesamanya. Memang haruslah demikian seterusnya. Natanael, yang sebelumnya sudah tahu mengenai kota Nazaret dengan nada pesimis berkata, “Mungkinkah sesuatu yang baik datang dari Nazaret?”. Pada masa itu, Nazaret terkenal dengan perilaku penduduknya yang tidak baik. Sepertinya Natanael di sini adalah orang yang selalu melihat ‘jika ada keluarga/kota yang jahat, maka semuanya dianggap jahat, dan dari kawasan yang jahat tidak mungkin muncul kebaikan’. Benarkah demikian?
Tetapi nampaknya, Filipus tidak mau masuk ke dalam perdebatan. Adakalanya kita memang harus demikian ketika sedang melaksanakan pelayanan. Dalam pengalaman sehari-hari perdebatan lebih sering memunculkan emosi dan panas hati. Masalah tidak terselesaikan, tetapi malah muncul masalah baru. Langkah positif yang dilakukan oleh Filipus adalah segera meyakinkan Natanael untuk menemui Yesus, sehingga ia mengalami perjumpaan pribadi, dan mengenal secara pribadi dengan Yesus. Ini jelas lebih baik daripada perdebatan. Filipus berkata, “Mari dan lihatlah!” Melalui kehadiran dan pernyataan Yesus kita dapat menemukan dua berita penting, yaitu:
Pertama, Yesus berhasil mematahkan gambaran atau cap negatif mengenai Nazaret. Pada kenyataannya sesuatu yang baik bisa muncul atau keluar dari sana. Semestinya hal ini menjadi peringatan bagi kita untuk tidak dengan mudahnya gebyah-uyah suatu hal atau memukul rata setiap masalah.
Kedua, Yesus berhasil meyakinkan Natanael akan siapa jati diri-Nya. Sebenarnya, tidak terlalu sulit bagi Yesus menghilangkan keragu-raguan setiap orang yang hendak dipanggil-Nya. Sesungguhnya, keraguan karena ketidaktahuan adalah suatu hal yang wajar. Tetapi marilah kita belajar untuk tidak menjadikan keraguan itu hambatan atau halangan di dalam menjawab panggilan Tuhan. Membuka diri bagi panggilan-Nya sama dengan memberikan kesempatan bagi Dia untuk berkarya dan membuktikan siapa diri-Nya.
Natanael segera menyadari siapa yang sedang berbicara dengan dirinya. Kesadaran ini menghantarkannya pada sebuah pangakuan iman dengan menyebut Yesus sebagai Rabi, Anak Allah, Raja orang Israel. Hal ini berarti Natanael telah menerima Yesus dan mengakui-Nya sebagai Anak Allah. Pengalaman iman secara pribadi di hadapan Tuhan jauh lebih berarti daripada pemahaman yang berasal dari buku atau orang lain.
Dari bacaan pertama kita melihat bagaimana Allah berinisiatif memanggil Samuel yang akan dilibatkan untuk melakukan karya-Nya. Panggilan itu diawali dengan sapaan yang Tuhan sampaikan kepada Samuel di suatu malam. Sapaan penuh wibawa yang dinyatakan dengan menyebut nama Samuel. Sebanyak 3 kali Tuhan menyapa Samuel (1 Sam. 3:4,6,8), tetapi ia justru lari kepada imam Eli, karena mengira Eli-lah yang memanggilnya. Sedikit ironis memang, walaupun Samuel telah cukup waktu berada di Bait Suci, tetapi ia belum juga mengenal Allah. Hal ini mau membuktikan bahwa banyaknya aktifitas di Bait Allah tidak bisa menjadi indikator kedekatan seseorang dengan Tuhan. Ketidak-pekaan Samuel ini juga bisa disebabkan karena minimnya pengajaran atau pemberian pemahaman dari orang yang ada di sekitarnya (dalam hal ini imam Eli).
Memang tidak mudah memahami panggilan Tuhan, dibutuhkan kepekaan dan juga pengetahuan tentang memahami Tuhan. Namun, upaya menjawab panggilan Tuhan dapat didasari semangat mempersembahkan tubuh kepada Allah atau memuliakan Allah dengan tubuh kita (1 Kor. 6:12-20). Ini dikarenakan kita telah “dibeli” dengan harga yang lunas lewat darah Kristus. Itulah sebabnya kita menjadi anggota tubuh Kristus. Karena kita adalah tubuh Kristus, maka Roh Kudus pun berdiam dalam tubuh kita. Hal ini menegaskan bahwa tubuh kita bukan milik diri kita sendiri lagi, tetapi milik Tuhan. Karena itu kita diingatkan agar memuliakan Tuhan dengan tubuh kita, misalnya dengan menjaga tubuh kita agar tidak tercemari dengan hal-hal duniawi seperti percabulan, kecemaran, hawa nafsu, perseteruan, perselisihan, iri hati, amarah, serakah, mengutamakan kepentingan diri sendiri, percideraaan, kedengkian, dan kemabukan.
Penutup
Tuhan berinisiatif untuk memanggil kita supaya kita bisa terlibat dalam karya-Nya. Untuk dapat memahami panggilan Tuhan, dibutuhkan kepekaan dan pemahaman akan karya Tuhan. Kita bisa menjawab panggilan Tuhan itu dengan mempersembahkan tubuh kita. Kita pakai kehidupan kita untuk memuliakan nama-Nya, misalnya dengan cara menjauhkan diri dari percabulan, hawa nafsu, menghindari perseteruan, sifat egois, iri dengki, keserakahan, dan perbuatan jahat yang dapat mengakibatkan rusaknya hubungan dengan sesama, baik sesama manusia maupun sesama ciptaan menjadi tidak harmonis. Dengan cara demikian kita ikut membangun terwujudnya kehidupan yang lebih baik. Amin. [nn].
Pujian: KJ. 357 : 1 – 4 Dengar Panggilan Tuhan
Rancangan Khotbah: Basa Jawi
(Punika namung rancangan khotbah, saged dipun kembangaken miturut konteks pasamuwan piyambak)
Pambuka
Minangka tiyang Kristen, menawi kita asring mireng tembung “timbalan saking Gusti.” Utawi langkung jangkepipun, “Kita dipun timbali Gusti kangge leladi, dados rencang damelipun Gusti utawi ndherek ing pakaryanipun Gusti.” Tembung timbalan saking Gusti punika asring kita mangertosi bilih Gusti punika sengaja nimbali kita, ngagem kita ing pakaryan-Ipun. Tembung “timbalan saking Gusti” punika mboten saged dipun artosaken namung supados kita pindah saking pandamelan non-agami, lajeng dados penginjil, pendhita utawi rohaniawan. Punika karana ing salebetipun sedaya pandamelan, Gusti saged nimbali kita lan kersa ngagem kita. Timbalanipun Gusti punika gandheng kaliyan tugas kita ingkang sampun nampi dhawuhipun Gusti, salajengipun kita nggadhahi tanggel jawab ngaturaken dhawuh punika dhateng soksinten kemawon tiyang. Lumantar timbalan punika, Gusti nyarengi manungsa ing pakaryan-Ipun.
Isi
Timbalan saking Gusti punika minangka kesempatan ingkang dipun paringaken Gusti dhateng manungsa supados manungsa ndherek cancut taliwanda ing pakaryanipun Gusti. Nalika Gusti nimbali manungsa, punika ugi ateges bilih manungsa dipun pirsani minangka rowang damel sanes andhapan. Matemah lumantar timbalan punika Gusti ugi ngangkat kalenggahanipun manungsa. Punika saged katingal saking waosan kita. Ing waosan kaping tiga, Gusti Yesus nimbali Filipus kanthi ngendikan: “Melua Aku!” Punika nedahaken bilih timbalan punika asalipun saking Gusti Yesus piyambak. Dhawuh ingkang kebak panguwaos punika dipun tanggepi Filipus kalayan bingah, lajeng Filipus martosaken dhateng tiyang sanes. Punika karana Filipus sampun saged manggihaken Sang Mesih ing salebetipun Gusti Yesus. Awit saking punika, nalika Filipus kepanggih Nathanael, piyambakipun lajeng ngaturi bab pawartos rahayu punika sarana matur: “Aku wus padha ketemu karo kang kasebutaken dening Nabi Musa sajroning Toret sarta dening para nabi, iya iku Gusti Yesus putrane Bapak Yusuf, saka ing Nasaret.” Saking ngriki saged dipun tingali bilih sumberipun timbalan punika saking Gusti, lan umatipun punika nglajengaken timbalan punika dhateng sesami. Pancen kedah kados mekaten salajengipun. Natanael ingkang saderengipun sampun mangertos kitha Nasaret lajeng matur kanthi mangu-mangu, “Saka Nasaret apa ana barang kang becik?” Nalika semanten, Nasaret punika kasuwur lantaran tumindak pendudukipun ingkang awon. Ketingalipun Natanael punika tiyang ingkang tansah ningali, bilih wonten tiyang/kitha ingkang awon, sedaya dipun anggep jahat, sedaya kaanggep awon lan saking wilayah ingkang jahat mboten badhe saged tuwuh kasaenan. Punapa estu ingkang kados mekaten?
Nanging ketingalipun, Filipus mboten purun paben (debat). Kala-kala kita kedah mekaten nalika nindakaken peladosan. Ing pigesangan saben dinten, paben (perdebatan) asring nuwuhaken emosi. Prekawis mboten rampung, malah nuwuhaken prekawis enggal. Tumindak sae ingkang dipun lampahi Filipus inggih punika ngyakinaken Natanael supados manggihi Gusti Yesus, matemah piyambakipun saged mangun pepanggihan sacara pribadi lan tepang Gusti Yesus, matemah ndadosaken wanuh kaliyan Gusti Yesus. Punika estu langkung sae katimbang paben. Filipus matur: “Ayo, ndelenga!”. Lumantar rawuh lan katrangan saking Gusti Yesus kita saged ningali kalih pawartos wigati, inggih punika: Sepisan, Gusti Yesus sampun kasil ngicali gambaran ingkang awon bab Nasaret. Nyatanipun, punapa ingkang sae punika saged tuwuh utawi medal saking Nasaret punika. Punika kedahipun saged dados pepenget tumrap kita, sampun ngantos kita dados tiyang ingkang gampil “nggebyah uyah”, nganggep sami sedaya prekawis. Kaping kalih, Gusti Yesus kasil ngyakinaken Natanael bab sinten Panjenenganipun punika. Estunipun, mboten ewed tumrap Gusti Yesus ngicalaken raos mangu-mangunipun saben tiyang ingkang dipun timbali. Sejatosipun, mangu-mangu karana dereng mangertos punika limrah. Nanging sumangga kita sami sinau, sampun ngantos kita ndadosaken raos mangu-mangu punika minangka reribed utawi pepalang ing salebetipun kita netepi timbalan saking Gusti. Mbikak manah kangge netepi timbalanipun Gusti punika sami kaliyan kita maringi wekdal kagem Gusti makarya lan nedahaken sinten ta Panjenenganipun punika.
Natanael lajeng ngrumaosi sinten ingkang saweg ngendikan dhateng piyambakipun punika. Pangrumaos punika ingkang ndadosaken Natanael saged dumugi ing pangaken pitados sarana nyebat Gusti Yesus minangka Rabbi, Putranipun Allah, Ratunipun Israel. Punika nedahaken bilih Natanael sampun nampi Gusti Yesus lan ngakeni bilih Panjenenganipun punika minangka Putranipun Allah. Pengalaman iman secara pribadi ing ngarsanipun Gusti punika langkung wigati katimbang pemanggih ingkang saking buku utawi tiyang sanes.
Saking waosan ingkang wiwitan, kita saged ningali kados pundi Gusti Allah miwiti nimbali Samuel ingkang badhe dipun agem kangge nindakaken pakaryan-Ipun. Timbalan punika dipun wiwiti ing wanci dalu. Timbalan ingkang nyebat nami Samuel ngantos ping tiga (1 Sam. 3:4,6,8), nanging Samuel malah manggihi imam Eli awit dipun kinten imam Eli ingkang nimbali piyambakipun. Pancen radi mrihatosaken, nalika Samuel sampun sawetawis wekdal mapan wonten ing Padaleman Suci, nanging piyambakipun dereng tepang Gusti. Punika nedahaken bilih kathahing kegiatan ing Padaleman Suci punika mboten saged dados ukuran tiyang punika celak kaliyan Gusti. Samuel kirang saged mangortosi timbalanipun Gusti punika saged ugi karana kirangipun panggulawentah saking tiyang ing celakipun (ing prekawis punika saged ugi imam Eli).
Pancen mboten gampil mangertosi timbalanipun Gusti. Dipun betahaken pangraos lan pangertosan bab Gusti. Nanging pangupadi mangsuli timbalanipun Gusti punika saged dipun lambari kanthi semangat misungsungaken badan kita dhumateng Gusti utawi ngluhuraken Allah mawi badan kita (1 Kor. 6:12-20). Punika karana kita sampun “tinuku” lan kabayar lunas sarana Rahipun Sang Kristus. Awit saking punika kita dados perangan saking badanipun Sang Kristus, matemah Sang Roh Suci ugi dedalem ing badan kita. Punika negesaken bilih badan kita punika sanes gadhahan kita piyambak, nanging kagunganipun Gusti. Awit saking punika kita dipun engetaken supados kita saged ngluhuraken Gusti Allah sarana badan kita, umpaminipun: sarana njagi badan kita supados sampun ngantos kajemberaken kaliyan prekawis-prekawis kadonyan kados ta: nebihi laku jina, jejember, sesatron, nyembah brahala, cidra, mung mikir awake dhewe, drengki, lan mendem.
Panutup
Gusti Allah ingkang miwiti nimbali kita, supados kita saged ndherek cancut taliwanda ing pakaryaning Gusti. Supados kita saged mangertosi timbalanipun Gusti, dipun betahaken pangertosan bab Gusti lan pakaryanipun. Kita saged netepi timbalanipun Gusti punika sarana misungsungaken badan kita, pigesangan kita kagem ngluhuraken Asmanipun Gusti. Punika saged kita wujudaken sarana: nebihaken dhiri saking laku jina, jejember, sesatron, cidra, mung mikir awake dhewe, drengki, mendem, serakah, lan tumindk sanes ingkang saged ndadosaken crah sesambetan kita kaliyan sesami. Sae sesami manungsa mekaten sesami titah. Kanthi mekaten, kita sampun ndherek mangun gesang ingkang sae lan rukun. Amin. [nn].
Pamuji: KPJ. 450 : 1 – 3 Sumangga Makarya