Minggu Paskah 4
Stola Putih
Bacaan 1: Kisah Para Rasul 4 : 5 – 12
Mazmur: Mazmur 23 : 1 – 6
Bacaan 2: 1 Yohanes 3 : 16 – 24
Bacaan 3: Yohanes 10 : 11 – 18
Tema Liturgis: GKJW Bangkit Bersama Kristus Mewujudkan Perdamaian dan Keadilan Sosial
Tema Khotbah: Berkorban Demi Terwujudnya Perdamaian dan Keadilan Sosial
Penjelasan Teks Bacaan:
(Tidak perlu dibaca di mimbar, cukup dibaca saat mempersiapkan khotbah)
Kisah Para Rasul 4 : 5 – 12
Kisah Para Rasul 4:5-12 merupakan bagian dari pasal 3:1 – 4:22 yang menceritakan pemberitaan Injil oleh rasul Petrus dan Yohanes di Yerusalem. Oleh karena kuasa Roh Kudus mereka memiliki kuasa atau otoritas untuk menyembuhkan seorang lumpuh (Kis. 3:1-10) dan berkhotbah tentang Yesus di Bait Allah di Yerusalem (Kis. 3:11-26). Tindakan mereka ternyata menimbulkan pro dan kontra di antara masyarakat maupun pemimpin Agama Yahudi. Ada yang marah (Ay. 1-2), namun ada pula yang menjadi percaya (Ay. 4). Hal inilah yang menyebabkan Petrus dan Yohanes dibawa ke hadapan sidang di Yerusalem yang dihadiri oleh Imam Besar Hanas dan Kayafas, Yohanes dan Aleksander serta semua orang yang masih keturunan imam. Di hadapan persidangan itulah Petrus dan Yohanes dengan tegas dan secara terus terang berani mengakui bahwa pertama, “dalam nama Yesus Kristus, orang Nazaret, yang telah mereka salibkan itulah” kuasa untuk menyembuhkan itu mereka dapatkan. Kedua, mengakui bahwa Tuhan Yesus sebagai Batu Penjuru[1]. Ketiga, mengimani bahwa keselamatan tidak ada di dalam siapa pun selain di dalam Tuhan Yesus Kristus sendiri.
1 Yohanes 3 : 16 – 24
Surat 1 Yohanes menekankan tentang keyakinan akan Kristus sebagai Pengantara, Anak Allah, dan jaminan keselamatan bagi orang percaya serta perlunya hidup dalam kasih sebagai tanda atau ciri khas kehidupan anak-anak Allah. Bagi setiap orang yang mengaku sebagai anak-anak Allah, hidup dalam kasih menjadi sebuah kewajiban yang harus dilakukan. Kewajiban ini dilakukan atas dasar betapa besarnya kasih Bapa (3:1) yang secara nyata diwujudkan melalui pengorbanan Tuhan Yesus (3:16). Oleh karena itu, anak-anak Allah juga terpanggil untuk mewujudkan kasih itu secara nyata, tidak hanya sekedar perkataan, teori, retorika atau lidah saja, tetapi melalui perbuatan dan dalam kebenaran (Ay. 17-18). Mewujudkan kasih secara nyata menjadi bukti sebagai anak-anak Allah yang berasal dari kebenaran. Hasilnya, sebagai anak-anak Allah, kita dapat menenangkan hati di hadapan Allah, memiliki keberanian percaya mendekati Allah, memperoleh apa yang diminta di hadapan Allah, dan Roh Allah ada atau berdiam di dalam kita (Ay. 19-24).
Yohanes 10 : 11 – 18
Yohanes 10:11-18 merupakan bagian dari Yohanes 10:1-21 yang berisi pengajaran Tuhan Yesus dalam bentuk perumpamaan gembala yang baik. Ayat 1-5 Tuhan Yesus memberikan pengajaran secara umum tentang perbedaan antara gembala domba dan pencuri serta respons yang diberikan domba terhadap keduanya. Akan tetapi, orang-orang Yahudi yang mendengar pengajaran tersebut masih belum dapat memahami maksudnya (Ay. 6). Oleh karena itu, Tuhan Yesus secara terus terang kembali menegaskan bahwa Dia adalah pintu menuju ke domba-domba itu,“barangsiapa masuk melalui–Nya akan selamat serta mempunyai hidup dalam kelimpahan.” (Ay. 9-10).
Pada ayat 11-18 ini Tuhan Yesus menjelaskan secara eksplisit atau terus terang terkait jati diri atau identitasnya sebagai gembala yang baik. Dalam bagian ini dipaparkan beberapa ciri seorang gembala yang baik (Ay. 11, 14, 16) yang dikontraskan dengan ciri gembala yang kurang baik (Ay. 12-13 ). Ada dua ciri gembala yang baik yang disampaikan Tuhan Yesus. Pertama, rela berkorban menyerahkan nyawanya bagi domba-dombanya (Ay. 11). Kedua, mengenali domba-dombanya dan domba-dombanya mengenalnya (Ay. 14). Pengenalan dalam hal ini tidak sekedar mengetahui nama dan ciri-ciri domba-domba, tetapi lebih pada hubungan yang mendalam antara gembala dan domba-dombanya. Pengenalan atau relasi Tuhan Yesus dengan domba-domba-Nya Ia lukiskan seperti relasi-Nya dengan Bapa-Nya (Ay. 15). Domba-domba yang dimaksud Tuhan Yesus di sini tidak terbatas pada umat Israel saja, tetapi berlaku juga bagi siapapun yang mau mendengarkan-Nya. Dia akan menuntun domba-domba baik dari umat Israel maupun dari luar Israel menjadi satu kawanan di bawah satu gembala (Ay. 16). Kedua, Ia menyerahkan nyawa-Nya bagi domba-damba-Nya, di sini sangat jelas bahwa Tuhan Yesus mengungkapkan bagaimana Ia akan mati kelak. Kematian-Nya bukan suatu paksaan tetapi semata-mata karena ketaatan-Nya kepada Bapa-Nya demi keselamatan seluruh umat manusia. Tuhan Yesus juga memiliki kuasa untuk memberikan nyawa-Nya maupun mengambilnya kembali (Ay. 17-18).
Benang Merah Tiga Bacaan
Tuhan Yesus sebagai Gembala yang baik telah memberikan teladan kerendahan hati melalui pengorbanan dan kepedulian sebagai bukti nyata kasih terhadap domba-domba-Nya. Hal ini seharusnya menjadi penyemangat bagi kita untuk berani bersaksi mewartakan kasih Kristus kepada semua orang meskipun diperhadapkan dengan berbagai macam tantangan, rintangan, dan cobaan sebagaimana yang telah dialami oleh Petrus dan Yohanes. Namun kita tidak perlu takut dan gentar, karena Roh Allah ada berdiam di dalam hidup kita.
Rancangan Khotbah: Bahasa Indonesia
(Ini hanyalah sebuah rancangan khotbah, silakan dikembangkan sesuai dengan konteks jemaat masing-masing)
Pendahuluan
Pelayan mengawali khotbahnya dengan menyanyikan lagu “Semua Bisa Bilang”
(apabila tidak memungkinkan, pelayan bisa minta bantuan Song Leader untuk menyanyikannya atau buka video di sini)
Kalau kau benar-benar sayang padaku
Kalau kau benar-benar cinta
Tak perlu kau katakan semua itu
Cukup tingkah laku
Sekarang apalah artinya cinta
Kalau hanya di bibir saja
Cinta itu bukanlah main-mainan
Tapi pengorbanan
Semua bisa bilang “sayang”, semua bisa bilang
Apalah artinya “sayang”, tanpa kenyataan
Kalau kau benar-benar sayang padaku
Kalau kau benar-benar cinta
Tak perlu kau katakan semua itu
Cukup tingkah laku
Barangkali bapak, ibu, saudara pernah mendengarkan lagu tersebut. Lagu kenangan yang diciptakan oleh Charles Hutagalung, yang dipopulerkan oleh grub band The Mercys sekitar tahun 1970-an. Meskipun ini lagu lama namun memiliki makna yang cukup mendalam dan tak lekang oleh waktu. Sayang, cinta kasih tidak cukup dengan perkataan saja tetapi harus dibuktikan secara nyata dengan tingkah laku. Sayang dan cinta kasih juga membutuhkan pengorbanan. Nah, bagaimana dengan kehidupan kita saat ini? Apakah dalam kehidupan kita sehari-hari sebagai orang beriman sudah mengasihi Tuhan dan sesama dalam tingkah laku dan pengorbanan? (Berikan jeda waktu untuk intropeksi diri dan menjawabnya!)
Isi
Dalam Yohanes 10:11-18 Tuhan Yesus menjelaskan secara eksplisit atau terus terang terkait jati diri atau identitasnya sebagai gembala yang baik. Dalam bagian ini dipaparkan beberapa ciri seorang gembala yang baik (Ay. 11, 14, 16) yang dikontraskan dengan ciri gembala yang kurang baik (Ay. 12-13). Ada dua ciri gembala yang baik yang diajarkan Tuhan Yesus. Pertama, ia rela berkorban menyerahkan nyawanya bagi domba-dombanya (Ay. 11). Kedua, ia mengenal domba-dombanya dan domba-dombanya mengenalnya (Ay. 14). Pengenalan dalam hal ini tidak sekedar mengetahui nama dan ciri-ciri domba-domba, tetapi lebih pada hubungan yang mendalam antara gembala dan domba-dombanya. Pengenalan atau relasi Tuhan Yesus dengan domba-domba-Nya ini, Ia lukiskan seperti relasi-Nya dengan Bapa-Nya (Ay. 15). Domba-domba yang dimaksud Tuhan Yesus di sini tidak terbatas pada umat Israel saja, tetapi berlaku juga bagi siapa pun yang mau mendengarkan-Nya. Dia akan menuntun domba-domba baik dari umat Israel maupun dari luar Israel menjadi satu kawanan di bawah satu gembala (Ay. 16). Kedua, Ia menyerahkan nyawa-Nya bagi domba-damba-Nya. Di sini sangat jelas bahwa Tuhan Yesus mengungkapkan bagaimana Ia akan mati kelak. Kematian-Nya bukan suatu paksaan, tetapi semata-mata karena ketaatan-Nya kepada Bapa-Nya demi keselamatan seluruh umat manusia. Tuhan Yesus juga memiliki kuasa untuk memberikan nyawa-Nya maupun mengambilnya kembali (Ay. 17-18).
Kuasa Tuhan Yesus Kristus inilah yang memampukan Petrus dan Yohanes menyembuhkan seorang lumpuh (Kis. 3:1-10) dan berkhotbah tentang Yesus di Bait Allah di Yerusalem (Kis. 3:11-26). Akan tetapi, apa yang mereka lakukan menimbulkan pro dan kontra di antara masyarakat maupun pemimpin Agama Yahudi. Ada yang marah (Kis. 4:1-2) namun ada pula yang menjadi percaya (Kis. 4:4). Hal inilah yang menyebabkan Petrus dan Yohanes dibawa ke hadapan sidang di Yerusalem yang dihadiri oleh Imam Besar Hanas dan Kayafas, Yohanes, Aleksander, serta semua orang yang masih keturunan imam. Di hadapan persidangan itulah Petrus dan Yohanes dengan tegas dan secara terus terang berani mengakui bahwa Pertama, “dalam nama Yesus Kristus, orang Nazaret, yang telah mereka salibkan itulah” mereka mendapatkan kuasa untuk menyembuhkan. Kedua, mengakui bahwa Tuhan Yesus Kritus sebagai Batu Penjuru. Ketiga, mengimani bahwa keselamatan tidak ada di dalam siapa pun, selain di dalam Tuhan Yesus Kristus sendiri.
Mengimani Tuhan Yesus Kristus sebagai sumber keselamatan bagi orang percaya juga menjadi pemberitaan penulis surat 1 Yohanes. Dalam surat 1 Yohanes 3:16-24 ditekankan tentang keyakinan akan Kristus sebagai Pengantara, Anak Allah, dan jaminan keselamatan bagi orang percaya, serta perlunya hidup dalam kasih sebagai tanda atau ciri khas kehidupan anak-anak Allah. Bagi setiap orang yang mengaku anak-anak Allah, hidup dalam kasih merupakan kewajiban yang harus dilakukan. Kewajiban ini dilakukan atas dasar betapa besarnya kasih Bapa (1 Yoh. 3:1) yang secara nyata diwujudkan melalui pengorbanan Tuhan Yesus (1 Yoh. 3:16). Konsekuensinya, sebagai anak-anak Allah, kita terpanggil mewujudkan kasih itu secara nyata, tidak hanya sekedar perkataan, teori, retorika atau lidah tetapi melalui perbuatan dan dalam kebenaran (1 Yoh. 3:17-18). Mewujudkan kasih secara nyata menjadi bukti bahwa kita sebagai anak-anak Allah berasal dari kebenaran. Hasilnya, sebagai anak-anak Allah, kita dapat menenangkan hati di hadapan Allah, memiliki keberanian percaya mendekati Allah, memperoleh apa yang kita minta di hadapan Allah, dan Roh Allah ada berdiam di dalam kita (1 Yoh. 3:19-24).
Penutup
Melalui firman Tuhan yang kita renungkan saat ini, ada 3 hal yang dapat kita jadikan pegangan dalam hidup kita, yaitu:
- Tuhan Yesus sebagai Gembala yang Baik, telah memberikan pengajaran akan pentingnya sebuah pengorbanan dan pengenalan secara lebih mendalam dalam membangun hubungan atau relasi dengan domba milik-Nya maupun dengan Sang Bapa. Oleh karena itu, kita sebagai umat-Nya juga terpanggil untuk berkorban (baik waktu, tenaga, pikiran, sebagian harta benda). Selain itu, kita juga terpanggil untuk mengenal secara lebih mendalam sesama kita maupun Tuhan Yesus Kristus sebagai Sang Juruselamat.
- Melalui pengorbanan dan pengenalan secara lebih mendalam terhadap Tuhan dan sesama di situlah sebenarnya kita mewujudkan kasih itu secara nyata dalam kehidupan sehari-hari. Kasih yang dinyatakan dalam perbuatan dan kebenaran. Hal inilah yang memotivasi kita memiliki keberanian untuk hidup mendekat kepada Allah, memperoleh apa yang kita minta di hadapan Allah, dan yakin kuasa Roh Allah ada berdiam di dalam hidup kita.
- Untuk mewujudkan perdamaian dan keadilan sosial dalam kehidupan sehari-hari dibutuhkan pengorbanan, pengenalan secara mendalam, kasih, dan mengimani kuasa Allah ada atau menetap dalam hidup kita. Apakah kita bersedia dan mau melakukannya? Amin. [AS].
Pujian: KJ. 341 Kuasa-Mu dan Nama-Mulah
Rancangan Khotbah: Basa Jawi
(Punika namung rancangan khotbah, saged dipun kembangaken miturut konteks pasamuwan piyambak)
Pambuka
Pelados miwiti khotbahipun kanthi nyanyi lagu “Semua Bisa Bilang”
(bilih mboten saged, pelados saged nyuwun tulung Song Leader kangge nyanyi utawi mbikak video punika)
Kalau kau benar-benar sayang padaku
Kalau kau benar-benar cinta
Tak perlu kau katakan semua itu
Cukup tingkah laku
Sekarang apalah artinya cinta
Kalau hanya di bibir saja
Cinta itu bukanlah main-mainan
Tapi pengorbanan
Semua bisa bilang “sayang”, semua bisa bilang
Apalah artinya “sayang”, tanpa kenyataan
Kalau kau benar-benar sayang padaku
Kalau kau benar-benar cinta
Tak perlu kau katakan semua itu
Cukup tingkah laku
Mbokmenawi bapak, ibu, para sadulur nate mirengaken lagu punika. Lagu kenangan ingkang dipun ripta dening Charles Hutagalung. Lagu punika dipun suwuraken dening grub band The Mercys antawising warsa 1970-an. Sanadyan punika lagu lami nanging nggadhahi makna ingkang lebet sauruting jaman. Raos sayang lan tresna mboten cekap namung wonten tetembungan kemawon ananging kedah dipun buktekaken secara nyata kaliyan tumindak. Raos sayang lan tresna ugi mbetahaken pangorbanan. Nah, kados pundi kaliyan gesang kita wekdal punika? Minangka tiyang pitados, punapa sampun nresnani Gusti Yesus lan sesami kanthi tumindhak nyata lan pangorbanan? (Warga dipun paringi wekdal kangge intropeksi dhiri lan mangsuli pitakenan punika).
Isi
Wonten ing kitab Yokanan 10:11-18 Gusti Yesus mratelakaken kanthi cetha bab “jati diri utawi identitas” piyambakipun minangka pangon ingkang utama. Salebeting perangan punika kasebataken cirinipun pangon utami (Ay. 11, 14, 16) ingkang benten kaliyan pangon sanesipun (Ay. 12-13). Wonten kalih perangan cirinipun pangon utama ingkang kawedharaken dening Gusti Yesus. Sepisan, kanthi lila legawa ngorbanaken nyawaipun kangge menda kagunganipun (Ay. 11). Saking punika Gusti Yesus mratelakaken kadospundi seda-Nipun ing samangke. Pangorbananipun punika mboten karana kapeksa ananging karana mbangun turut utawi “ketaatan” dhumateng karsanipun Sang Rama kangge kawilujenganipun sedaya titah. Senadyan Panjenenganipun kagungan kuwaos masrahaken lan mundhut malih nyawanipun (Ay. 17-18).
Kapindho, niteni utawi “mengenal” para menda kagunganipun semanten ugi para menda ugi wanuh kaliyan pangonipun (Ay. 14). Niteni punika mboten namung sadrema pirsa nami lan ciri-ciri mendanipun ananging bab sesambetan utawi relasi ingkang saestu lebet sanget. Bab punika ugi kagambaraken kadosdene sesambetanipun utawi relasi Gusti Yesus kaliyan Sang Rama (Ay. 15). Gambaran menda punika mboten namung winates kagem tiyang Yahudi utawi bangsa Israel kemawon nanging ugi kagem sinten kemawon ingkang purun nampi piwucalipun. Panjenenganipun ugi kagungan panguwaos nuntun para menda wau dados pepanthan lan pangon satunggal (Ay. 16).
Panguwaosipun Gusti Yesus Kristus punika ingkang paring kasagedan kangge Petrus lan Yokanan nyarasaken tiyang lumpuh (LPR. 3:1-10) lan martosaken Injil bab Gusti Yesus wonten ing Srambi Suleman ing Yerusalem (LPR. 3:11-26). Ananging punapa ingkang katindhakaken dening Petrus lan Yokanan kalawau andadosaken pasulayan ing antawisipun tiyang kathah saha pemimpin Agami Yahudi. Wonten ingkang nepsu (LPR 4:1-2) nanging ugi wonten ingkang purun pitados (LPR 4:4). Bab punika ingkang njalari Petrus lan Yokanan dipun asta wonten ngajengipun parepatan ing Yerusalem ingkang dipun pangarsani dening Imam Agung Hanas lan Kayafas, Yokanan lan Aleksandher sarta para tiyang ingkang taksih trahipun Imam Agung. Wonten ing parepatan punika Petrus lan Yokanan kanthi teges lan jujur wantun ngakeni bilih sepisan, “wonten asmanipun Gusti Yesus Kristus tiyang Nazaret, ingkang sampun kasalib“ kekalihipun nampi panguwaos kangge nyarasaken tiyang ingkang nandhang sakit lumpuh. Kaping kalih, ngakeni bilih Gusti Yesus Kristus punika dados selaning pepojok. Kaping tiga, pitados bilih karahayon mboten wonten ing sintena kemawon kajawi wonten ing Gusti Yesus Kristus.
Pitados bilih Gusti Yesus Kristus dados sumbering karahayon kangge para tiyang pracaya punika ugi dipun wartosaken dening juru tulis serat 1 Yokanan. Wonten ing serat 1 Yokanan 3:16-34 dipun tegesaken bab kapitadosan bilih Gusti Yesus punika jumeneng Pantara, Putraning Allah, lan jaminan kawilujengan kangge para tiyang pracaya saha wigatinipun gesang ing katresnan minangka pratanda putraning Allah. Kangge saben tiyang ingkang ngakeni dados putraning Allah, gesang ing salebeting katresnan punika dados kewajiban ingkang kedah dipun tindhakaken. Kewajiban punika katindhakaken adedhasar katresnanipun Sang Rama (1 Yok. 3:1) ingkang kawujudaken lantaran sih pangorbananipun Gusti Yesus Kristus (1 Yok. 3:16). Pramila, minangka putraning Allah, kita ugi tinimbalan mujudaken katresnan punika kanthi nyata, mboten namung cekap tetembungan, teori utawi ilat nanging lantaran tumindhak ing sajroning kayekten (1 Yok. 3:17-18). Mujudaken katresnan secara nyata punika dados bukti bilih kita minangka putraning Allah pinangkanipun saking kayekten. Kasilipun, kita minangka putraning Allah saged nentremaken manah ing ngarsanipun Allah, kagungan kekendelan pitados nyaketi Allah, anampeni punapa ingkang kasuwun wonten ngarsanipun Allah saha Rohipun Allah (Roh Suci) dumunung wonten ing gesang kita (1 Yok. 3:19-24).
Panutup
Saking dhawuh pangandikanipun Gusti ingkang kita raosaken wekdal punika, wonten 3 prekawis ingkang saged kita dadosaken pitedah saha panuntuning gesang kita, inggih punika;
- Gusti Yesus minangka pangon utama sampun paring piwucal saha tuladha wigatinipun pangorbanan lan pitepangan (wanuh) ingkang lebet kangge mbangun sesambetan (relasi atau hubungan) kaliyan menda kagunganipun lan Sang Rama. Pramila, kita minangka umat kagunganipun ugi tinimbalan purun ngorbanaken (sae punika wegdal, tenaga, pikiran lan sawetawis bandha donya). Kejawi punika, kita ugi tinimbalan supados purun tepang (wanuh) kanthi lebet dhumateng sesami kita lan Gusti Yesus Kristus minangka Juruwilujeng sejati.
- Lantaran pangorbanan saha pitepangan ingkang lebet dhumateng Gusti Yesus lan sesami, estunipun kita sampun mbudidaya mujudaken katresnan punika secara nyata ing salebeting gesang padintenan. Katresnan ingkang kawujudaken lantaran tumindhak lan ing salebeting kayekten. Bab punika kedahipun ingkang tansah “memotivasi” kita gadhahi kekendelan kangge gesang rumaket kaliyan Gusti Allah, anampeni punapa ingkang kita suwun wonten ngarsanipun Gusti Allah lan pitados bilih Roh Allah (Roh Suci) tansah dumunung ing salebeting gesang kita.
- Kangge mujudaken katentreman lan kaadilan sosial ing salebeting gesang kita ugi mbetahaken pangorbanan, pitepangan (wanuh) ing lebet, katresnan lan pitados bilih panguwaosipun Allah (panganthi, pangreksa saha panuntuning Allah) dumunung wonten ing gesang kita. Punapa kita cumadhang lan purun nindhakaken bab punika?. Amin. [AS].
Pamuji: KPJ. 196 Kula Pengin Lir Gusti
[1] Sebuah batu besar yang ditempatkan pada pondasi di sudut utama suatu bangunan baru. Dalam membangun, batu ini pertama kali diletakkan sebagai penentu posisi. Di mulai dari batu inilah posisi dan arah suatu bangunan ditentukan. Dengan mengakui Tuhan Yesus sebagai batu penjuru ini, Petrus hendak menunjukkan bahwa tindakan dan pengajarannya tidak membawa orang jauh dari Allah dan juga tidak sedang menghujat Allah, justru dia sedang memberitakan penggenapan nubuatan PL tentang Mesias (lih. Maz. 118:22).