Panggilan Mewujudkan Perdamaian dan Keadilan Khotbah Minggu 14 April 2024

1 April 2024

Minggu Paskah 3
Stola Putih

Bacaan 1: Kisah Para Rasul 3 : 12 – 19
Mazmur: Mazmur 4
Bacaan 2: 1 Yohanes 3 : 1 – 7
Bacaan 3: Lukas 24 : 36 – 49

Tema Liturgis: GKJW Bangkit Bersama Kristus Mewujudkan Perdamaian dan Keadilan Sosial
Tema Khotbah: Panggilan Mewujudkan Perdamaian dan Keadilan                                                                                                                              

Penjelasan Teks  Bacaan :
(Tidak perlu dibaca di mimbar, cukup dibaca saat mempersiapkan khotbah)

Kisah Para Rasul 3 : 12 – 19
Petrus benar-benar dikuasai oleh Roh Kudus, sehingga dengan penuh keberanian ia bersaksi tentang Yesus Kristus, Sang Mesias yang disalibkan, mati, dan dibangkitkan dari antara orang mati. Tidak tanggung-tanggung, kesaksian itu dilakukannya di “Serambi Salomo”, satu tempat pertemuan bagi penduduk Yerusalem di sekitar Bait Allah. Menurut catatan Lukas dalam Kisah Para Rasul 4:4 ada lima ribu orang laki-laki menjadi percaya setelah mendengarkan khotbah dan pengajaran Petrus.

Merespons orang banyak yang terheran-heran oleh mujizat penyembuhan terhadap orang lumpuh di Gerbang Indah yang terus mengikutinya, Petrus melihat itu adalah saat yang tepat baginya untuk kembali memberitakan tentang Yesus Sang Mesias yang telah menderita. Bahwa kesembuhan dan pemulihan orang lumpuh di  Gerbang Indah, bukan semata-mata kemampuan Petrus, melainkan oleh kuasa Yesus Kristus yang telah mati disalibkan. Nama Yesuslah yang telah menguatkan orang lumpuh di Gerbang Indah dan imannya itulah yang memberi kesembuhan kepada orang itu. (bdg. Ay. 16).

Petrus dapat memaklumi tindakan orang-orang Yahudi dan para pemimpinnya, yang telah menyalibkan Tuhan Yesus, oleh karena mereka tidak tahu apa yang mereka lakukan (Ay. 17). Frasa “tidak tahu apa yang mereka lakukan” menunjuk pada sebuah tindakan yang dilakukan tanpa kesadaran. Memang, seseorang dapat saja kehilangan kesadaran diri, menjadi tidak rasional, jika sudah terhasut dengan pemahaman-pemahaman dan doktrin-doktrin yang salah, apalagi yang dilatarbelakangi dengan sentimen dan motif-motif negatif.

Titik tekan seruan kesaksian Petrus di serambi Salomo adalah “sadar dan bertobat.” Petrus mengetahui banyak umat tidak sadar mengenai siapa Yesus Kristus. Karena itu, Petrus menjelaskannya kepada mereka agar mereka memahami apa yang telah dinubuatkan para nabi. Tidak hanya menyadarkan pada pendengarnya saja, Petrus juga mengajak mereka bertobat. Dalam teks Alkitab Yunani, kata “sadarlah” terjemahan dari kata “Metanoesate” dari akar kata “Metaneo.Sementara “bertobat” dari kata “Epistrepsate” ­ dari akar kata “Epistrefo.Kedua kata tersebut memiliki arti terkait dengan perubahan pikiran, berbalik arah, meninggalkan dosa, bertobat. Dalam wacana teologis bermakna perubahan pikiran ke arah Kristus, berbalik arah dari kejahatan menuju pada ketaatan kepada Allah.

1 Yohanes 3 : 1 – 7
Surat 1 Yohanes ditulis untuk melawan penyesat-penyesat yang mengancam iman sejati umat oleh ajaran-ajaran sesat yang mereka siarkan. Para penyesat itu menyangkal bahwa Yesus adalah Kristus (1 Yoh. 2:22-23; 5:1), dan Anak Allah (1 Yoh. 4:15; 5:5, 10-12).  Walaupun mereka tidak menyangkal Anak Allah dan Kristus, melainkan Yesus (manusia historis) yang disebut sebagai Anak Allah dan Mesias. Mereka memandang Yesus dari Nazaret dan Anak Allah/Mesias adalah dua tokoh tersediri. Bagi mereka yang terpenting adalah Anak Allah/Mesias surgawi, bukan Yesus dari Nazaret. Akibatnya, kematian Yesus dari Nazaret tidak dipandang sebagai kematian Anak Allah/Mesias, sehingga kematian Yesus tidak berarti apa-apa bagi keselamatan manusia.

Para penyesat itu dicap sebagai “anti Kristus” yang menjadi tanda akhir zaman. Kalau para penyesat tidak percaya akan kedatangan Tuhan, maka surat 1 Yohanes menekankan kedatangan Tuhan dan penghakiman yang akan datang. Jika para penyesat memisahkan iman dan moral, maka 1 Yohanes menekankan relasi iman dan moral. Melaksanakan perintah-perintah Tuhan adalah tanda bukti iman sejati. Kasih persaudaraan merupakan tanda bukti dan cerminan dari kasih kepada Allah. Kasih persaudaraan merupakan tanggapan kepada Allah dan Kristus yang mengasihi lebih dahulu. Persatuan umat ialah persekutuan dalam iman dan kasih (1 Yoh. 1:3,7).

Dari latar belakang di atas, maka teks 1 Yohanes 3:1-7 menunjukkan beberapa pesan. Pertama, umat dipandang sebagai anak Allah. Sebuah analogi yang istimewa bagi umat percaya, oleh kemurahan Allah maka umat bukan lagi hamba, melainkan anak. Kedua, umat dinasehati untuk menyucikan diri dan menjauhkan diri dari dosa (Ay. 3-6). Begitulah orang menjadi benar seperti Kristus dan tidak menjadi anak Iblis (Ay. 7-8). Sebab anak Allah tidak berbuat dosa, seperti anak Iblis (Ay. 9-10)

Lukas 24 : 36 – 49[1]
Tradisi Kristen paling awal yang tercatat dalam 1 Korintus 15:5 – “bahwa Ia telah menampakkan diri kepada Kefas dan kemudian kepada kedua belas murid-Nya” – memberikan informasi tentang kebangkitan dan penampakan diri Tuhan Yesus Kristus kepada para murid. Peristiwa penampakan diri tersebut diceritakan pula dalam Kitab-kitab Injil dengan cara yang berbeda-beda. Matius menempatkan penampakan Tuhan Yesus di atas bukit di Galilea (Mat. 28:16-20). Lukas dan Yohanes memiliki kemiripan cerita, yaitu pada hari Minggu pertama di Yerusalem. Perbedaan-perbedaan itu dapat kita pahami, berkaitan dengan pesan khusus masing-masing Injil dengan konteks yang berbeda-beda.

Injil Matius ditujukan kepada umat Kristen, yang baru benar-benar terpisah dari adat istiadat agama Yahudi. Sementara itu, Injil Lukas ditujukan kepada umat yang hidup dalam konteks masyarakat dan budaya Yunani.[2] Membutuhkan usaha yang lebih keras bagi Lukas merangkai kisah penampakan diri Tuhan Yesus, guna meyakinkan umat bahwa Yesus adalah Kristus yang bangkit dari antara orang mati. Tidak mudah memang, mengingat asal usul umat dari latar belakang masyarakat berbudaya Yunani, yang memiliki pandangan berbeda tentang kematian dan sulit bagi mereka untuk menerima penghayatan akan kebangkitan orang mati. Dalam konteks itulah maka kita dapat memahami alur cerita penampakan diri Tuhan Yesus kepada para murid.

Perikop bacaan bertolak dari informasi dua murid yang melakukan perjalanan ke Emaus lalu menceritakan penampakan Tuhan Yesus kepada murid-murid yang lain. Ini berita kedua yang mereka terima, setelah berita pertama yang disampaikan para perempuan yang menjenguk kubur Yesus. (Luk. 24:11). Tampaknya cerita yang mereka sampaikan, tidak cukup mampu membuat para murid yang lain percaya akan kebangkitan dan penampakan diri Tuhan Yesus, bahkan pada waktu mereka berjumpa dan melihat Tuhan Yesus secara langsung yang hadir di tengah-tengah mereka (Ay. 41).

Maka, teks bacaan menunjukkan kepada kita beberapa pesan terkait dengan konteks di atas, yaitu:

  1. Penampakan diri Tuhan Yesus kepada semua murid secara fisik menegaskan bahwa Tuhan Yesus telah bangkit dari antara orang mati. Kebangkitan-Nya bukan hanya roh dan jiwanya, tetapi juga kebangkitan tubuh ragawi-Nya. Kahadiran Tuhan Yesus secara fisik dibuktikan dengan cara-Nya menunjukkan bekas luka pada tangan dan kaki-Nya (A 39), juga Tuhan Yesus meminta sepotong ikan goreng dan memakannya di depan mata para murid-Nya (Ay. 42-43). Demikian juga ditegaskan rasul Paulus dalam Kolose 1:18, “Ialah yang sulung, yang pertama bangkit dari antara orang mati.
  2. Penampakan diri Tuhan Yesus juga hendak mengingatkan kembali kepada para murid, tentang apa yang dikatakan-Nya sebelum menderita di kayu salib, “Anak manusia harus menanggung banyak penderitaan dan ditolak oleh tua-tua, imam-imam kepada dan ahli-ahli Taurat, lalu dibunuh dan dibangkitkan pada hari ketiga. (bdk. Luk. 9:22).
  3. Penampakan diri Yesus Kristus kepada semua murid hendak meneguhkan dan sekaligus menjawab keraguan iman dan pengharapan umat.

Demikian fakta kebangkitan Yesus Kristus dan penampakan-Nya menepis keraguan sekaligus meneguhkan iman sebagaimana kesaksian rasul Paulus, “jika Kristus tidak dibangkitkan maka sia-sialah kepercayaanmu. (1 Kor. 15:17).

Benang Merah Tiga Bacaan
Iman adalah relasi dengan Tuhan Allah. Kedalaman iman seseorang dapat dilihat dari seberapa jauh dia mengenal sosok Ilahi yang diimani. Iman Kristen adalah relasi dengan Allah yang dinyatakan melalui Yesus Kristus. Beriman kepada Kristus berarti seseorang benar-benar mengenal dan menghayati kedalaman relasinya. Penghayatan dan kedalaman relasi orang beriman terhadap sosok yang diimani mendorongnya selalu tergerak untuk meneladan dan melakukan sikap dan tindakan sebagaimana sosok yang diteladani.

Yesus Kristus adalah sosok yang meneladankan sikap belas kasih. Sebuah tindakan etis yang dipilih-Nya sebagai perlawanan terhadap ketidakadilan. Sayangnya, sikap etis ini tidak selalu dapat diteladani dengan sungguh oleh umat percaya dalam hidupnya. “Sadar dan bertobatlah” menjadi seruan penting bagi kehidupan umat percaya, demikian pula keyakinan iman kepada Kristus yang bangkit serta anugerah sebagai anak-anak Allah harus menjadi modal utama dari moralitas dan sikap etis orang Kristen untuk mewujudkan keadilan dan perdamaian.

 

Rancangan Khotbah: Bahasa Indonesia
(Ini hanyalah sebuah rancangan khotbah, silakan dikembangkan sesuai dengan konteks jemaat masing-masing)

Pendahuluan
Makanan adalah kebutuhan mendasar dalam hidup manusia. Persoalan makanan ternyata tidak dapat dipandang remeh. Semua orang bekerja keras dengan tujuan paling awal untuk memenuhi kebutuhan mendasar dari hidup manusia. Kekurangan makanan adalah malapetaka dan masalah yang besar. Orang dapat jatuh sakit karena kekurangan makanan. Orang bisa saling membinasakan satu dengan yang lain, karena makanan. Tidak jarang orang menghalalkan segala cara demi bisa mendapat makanan. Demikianlah realitas dunia saat ini, juga masyarakat di sekitar kita. Bahkan di negeri yang kaya raya, gemah ripah loh jinawi, yang dikatakan sebagai “tanah surga” dimana tongkat kayu dan batu bisa menjadi tanaman, ternyata masih ada orang yang mengalami kelaparan, gizi buruk, stunting.

Pada peringatan Minggu-minggu Paskah 2024 ini, GKJW mengajak seluruh warga jemaat bersama-sama menggumulkan tema liturgis “GKJW Bangkit Bersama Kristus Mewujudkan Perdamaian dan Keadilan Sosial.” Tema ini mengingatkan akan panggilan kita sebagai gereja bahwa kita dipanggil dan bertanggung jawab mewujudkan keadilan dan perdamaian di dunia. Persoalan pertama yang perlu dijawab oleh gereja untuk mewujudkan perdamaian dan keadilan adalah tentang persoalan makanan. Karena persoalan makanan ternyata tidak hanya tentang urusan jasmani saja, tetapi juga berkait erat dengan urusan etis, spiritual, rohaniah, dan teologis.

Isi
Bacaan ketiga dari Injil Lukas menunjukkan kepada kita bahwa soal makanan dan cara makan dapat menolong para murid mengenali kehadiran Tuhan Yesus. Dalam penuturan Injil Lukas, tidak jemu-jemu Tuhan Yesus meyakinkan para murid akan kebangkitan-Nya. Pertama, berita kebangkitan itu disampaikan kepada para perempuan yang datang ke kubur Yesus, yang kemudian menceritakan tentang kebangkitan-Nya kepada para murid yang lain. Tetapi cerita itu dianggap omong kosong (Luk. 24:11). Kedua, dalam penampakan diri-Nya kepada dua orang murid di jalan menuju Emaus. Sayangnya, dua orang murid yang menuju Emaus itu tidak menyadari dan mengenali Tuhan Yesus yang berbincang dan bersama dengan mereka dalam perjalanan. Mereka baru mengenali dan menyadari pada saat mereka makan bersama-sama. Demikian juga pada peristiwa berikutnya, Tuhan Yesus menampakkan diri-Nya kepada semua murid di Yerusalem. Kehadiran Tuhan Yesus secara ragawi dengan menunjukkan bekas luka pada tubuh-Nya ternyata tidak cukup membuat mereka segera percaya. Tetapi sekali lagi, pada saat makan mereka mengenali Tuhan Yesus dan baru memahami maksud Kitab Suci. Ini adalah kekhasan dari kesaksian Injil Lukas tentang pengenalan dan iman kepada Kristus yang bangkit. Bahwa melalui makan dan cara makan, iman murid-murid diteguhkan kembali. Keragu-raguan mereka diubah menjadi keyakinan yang teguh bahwa Yesus Kristus telah bangkit dari antara orang mati.

Kita mengetahui bahwa tidak ada damai sejahtera pada diri seseorang jika dia sedang kelaparan. Tidak akan ada damai sejahtera jika hidup dipenuhi dengan penderitaan. Maka dari itu, surat 1 Yohanes 3 mengingatkan kepada kita akan tanggung jawab kita selaku gereja yang disebut sebagai anak-anak Allah. Bahwa sebagai anak-anak Allah, gereja dituntut hidup dalam kekudusan dan meninggalkan keinginan duniawi, namun demikian gereja tidak boleh mengabaikan persoalan dunia. Surat 1 Yohanes ini menekankan bahwa iman yang sejati mewujud dalam tindakan kasih yang nyata kepada sesama dan bertahan dalam menghadapi pergumulan dunia. Pertanyaanya? Sudahkah gereja mewujudknyatakan penggilan ini? Ataukah gereja sibuk dengan dirinya sendiri, menjaga kekudusannya, dan mengabaikan persoalan dunia?

Rasul Petrus dalam Kisah Para Rasul menegaskan, “sadarlah dan bertobatlah!” menjadi peringatan akan tanggung jawab kita sebagai orang Kristen. Sadarlah dan bertobatlah! Berarti berbalik dari jalan hidup dan pandangan hidup yang salah, menuju pada jalan yang dikehendaki Tuhan. Oleh sebab itu, setiap orang Kristen dituntut untuk membangun diri, berani membalik arah hidup yang jahat menuju hidup yang berkenan kepada Tuhan. Lebih dari itu, orang Kristen harus mampu mengubah dan membalik arah perilaku-perilaku ketidakadilan yang terjadi menuju keadilan dan perdamaian dalam masyarakat. Ibarat mata bajak yang membalik tanah untuk menjadikan tanah semakin subur dan siap untuk ditanami. Maka kehadiran orang Kristen juga dituntut mampu mengubah tatanan dan perilaku-perilaku ketidakadilan dalam kehidupan yang menyebabkan hilangnya damai sejahtera di dunia.

Penutup
Maka marilah pesan firman Tuhan ini kita jadikan sebagai motivasi untuk mewujudnyatakan panggilan kita sebagai gereja, yang mewujudnyatakan keadilan dan perdamaian di tengah dunia ini. Sebagaimana panggilan kita sebagai anak-anak Allah: “Berbahagialah orang yang membawa damai, karena mereka akan disebut anak-anak Allah.” (Mat. 5:9). Amin. [SKR].

 

Pujian:  KJ. 357 : 1, 2  Dengar Panggilan Tuhan

 

Rancangan Khotbah: Basa Jawi
(Punika namung rancangan khotbah, saged dipun kembangaken miturut konteks pasamuwan piyambak)

Pambuka
Tetedhan punika kabetahan dasar kangge gesangipun manungsa. Prekawis tetedan sejatosipun mboten saged dipun sepelekaken. Manungsa nyambut damel kanthi temen, sedaya punika nggadhahi tujuan  kangge nyekapi kabetahan dasar pigesanganipun. Kekirangan tetedhan saged dados sumber kasisahan lan prekawis ingkang awrat. Kekirangan tetedhan saged njalari tiyang sakit. Prekawis tetedhan ugi saged dadosaken tiyang padu kaliyan sesaminipun. Semanten ugi, tiyang saged menghalalkan sedaya cara supados angsal tetedhan. Punika kasunyataning gesang ing donya ugi ing masyarakat kita. Ing negari ingkang sugih, gemah ripah loh jiwani, ugi dipun wastani “Tanah Surga” ing pundi tongkat kayu lan watu saged dados taneman,  kasunyatanipun taksih wonten tiyang ingkang ngalami pailan (kelaparan), gizi buruk, stunting.

Wonten ing pengetan minggu-minggu Paskah punika, GKJW ngajak sedaya warganing pasamuan sesarengan nggegilut tema “GKJW Bangkit Bersama Kristus Mewujudkan Perdamaian dan Keadilan Sosial”. Lumantar tema punika, ngengetaken bab timbalan kita minangka Greja, bilih kita dipun timbali dan nggadhahi tanggeljawab kangge mujudaken kaadilan lan katentreman ing donya. Prekawis ingkang purwa kedah dipun jawab dening Greja inggih punika gegayutan kaliyan prekawis kacekapan tetedhan. Karana prekawis tetedhan boten namung gegayutan kaliyan urusan jasmani, nanging ugi raket kaliyan prekawis etis, spiritual, rohaniah, lan teologis. Panderekipun Gusti Yesus kedah saged nuwuhaken iman kapitadosanipun wonten ing prekawis-prekawis sosial ing masyarakat.

Isi
Waosan Injil Lukas nelakaken dhumateng kita bilih prekawis tetedhan saged dados sarana para sakabat pirsa bilih Gusti Yesus rawuh. Wonten ing cariosipun Injil Lukas, tan kendhat anggenipun Gusti Yesus ngupadi supados para sakabat pitados bab wungu-Nipun. Ingkang sepisan, pawartos bab wungunipun Gusti Yesus katampi dening para sakabat estri ingkang sowan ing makamipun Gusti Yesus, lajeng dipun cariosaken dhateng para sakabat lintunipun. Ananging carios punika kaanggep carios goroh (Luk. 24:11). Kaping kalih, wekdal Gusti Yesus ngatingal dhateng kalih sakabat ingkang tindak dhateng Emaus. Para sakabat ingkang tindak dhateng Emaus punika mboten pirsa bilih ingkang nyarengi lelampahanipun punika Gusti Yesus. Para sakabat nembe sadar lan pirsa wekdal sesarengan kembul bujana. Kaping tiga, wekdal Gusti Yesus ngatingal dhateng para sakabat-Ipun ing Yerusalem. Nalika Gusti Yesus rawuh, Gusti Yesus rawuh sacara ragawi. Panjenenganipun ngatingalaken tatu ing badanipun, nanging prekawis punika mboten cekap njalari para sakabat pitados. Sepindah malih, nalika wekdal dahar para sakabat nembe pirsa lan pitados bilih Gusti saestu sampun wungu, kados dene paseksinipun Kitab Suci.

Prekawis punika dados kekhasan paseksinipun Injil Lukas bab iman lan kapitadosan dhumateng Gusti Yesus Kristus ingkang sampun wungu. Lamantar tetedhan, iman kapitadosanipun para sakabat dipun teguhaken malih. Lumantar tetedhan, raos mangu-mangunipun para sakabat dipun ewahi dados kayektosan ingkang teguh bilih Gusti Yesus Kristus sampun wungu saking antawisipun tiyang pejah.

Kita mangertos boten wonten katentreman wonten ing gesangipun tiyang ingkang ngraosaken pailan. Boten wonten raos tentrem bilih gesang kalimputan sangsara. Pramila, serat 1 Yokanan 3 punika paring pepenget bab tanggeljawab kita minangka Greja ingkang kasebat putra-putraning Allah. Minangka putra-putraning Allah, Greja katuntut nuwuhaken kasucening gesang lan nyelaki gesang kadonyan. Senaosa kados mekaten, Greja boten angsal nyelaki “mengabaikan” prekawis-prekawis lan persoalan-persoalan donya. Pitakenanipun, punapa Greja sampun mujudaken timbalan punika? Punapa Greja namung sibuk kaliyan urusanipun piyambak, jagi kasucenipun lajeng nyelaki prekawis-prekawis donya?

Rasul Petrus ing Lalakone Para Rasul paring piwucal “eling lan mratobata.” Punika pepenget kangge greja supados nindakaken tanggeljawabipun minangka tiyang Kristen utawi Greja. “Eling lan mratobata” tegesipun wangsul tumuju margi ingkang dipun kersakaken dening Gusti. Pramila saben tiyang Kristen katuntut mbangun dhiri saha kersa nyingkur gesang ingkang awon, wangsul tumuju gesang ingkang nyondongi karsanipun Gusti. Langkung-langkung tiyang Kristen kedah saged mbangun gesanging masyarakat saking tindak-tanduk ingkang nuwuhaken kaadilan. Kados dene singkal (mata bajak) ingkang malik siti, supados subur lan siap dipun tanemi. Pramila kawontenanipun tiyang Kristen dipun tuntut kedah saged ngowahi tatanan saha tindak tanduk ingkang nuwuhaken tumindak boten adil.

Panutup
Pramila sumangga, dawuh pangandikanipun Gusti punika kita dadosaken sumbering kakiyatan kangge kita mujudaken timbalan kita minangka Greja ingkang ngawujudaken kaadilan dan katentreman ing donya. Kadosdene timbalan kita minangka putra-putranipun Allah: “Rahayu wong kang dhemen ngrukunake, awit iku bakal padha kasebut para putraning Allah.” (Mat. 5:9). Amin. [SKR].

 

Pamuji:  KPJ.  339 :1, 3  Iba Dennya Mbingahaken

 

[1]  Harun, Martin OFM., Inilah Injil Yesus Kristus: Ulasan Injil Hari Minggu Tahun B Masa Khusus, Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 1999

[2] Groonen, Pengantar ke dalam Perjanjian Baru, Yogyakarta: Kanisius, 1984

Renungan Harian

Renungan Harian Anak