Khotbah Minggu 2 Juli 2017

19 June 2017

Bulan Keluarga
Stola Putih

 

Bacaan 1         : Yeremia 28:5-9
Bacaan 2         : Roma 6:12-23
Bacaan 3         : Matius 10:40-42

Tema Liturgis : Hidup Berkeluarga yang Menyatakan Karya Allah
Tema Khotbah: Keluarga Sebagai Utusan Kristus

 

Keterangan Bacaan
(Tidak perlu dibaca di mimbar, cukup dibaca saat mempersiapkan khotbah)

Yeremia 28:5-9

Pasal 26 sampai 29 memiliki tema serupa, yaitu berbicara tentang kebenaran nubuatan Nabi Yeremia yang mesti berhadapan dengan nubuat-nubuat nabi lain yan tidak berasal dari Allah. Di psl. 28 ini, Yeremia sang nabi sejati berhadapan muka dengan muka dengan Hananya, sang nabi palsu. Di hadapan para imam dan segenap rakyat, Hananya menubuatkan bahwa kuk raja Babel akan segera dipatahkan TUHAN dan segala perkakas Bait Allah yang telah dirampas akan dikembalikan pula (ay. 3). Dalam menyampaikan nubuat dalam versinya, Hananya mematahkan gandar di tengkuk Nabi Yeremia agar para pendengarnya yakin bahwa mereka akan segera bebas dari Babel (ay. 10).  Ini adalah nubuatan yang memuaskan telinga Yehuda, namun itu bukan kehendak Allah. Melalui firman yang disampaikan-Nya melalui Yeremia, TUHAN justru meminta Yehuda untuk menyerahkan diri di bawah kuk raja Babel agar mereka selamat (27:8). Karena jika tidak bersedia takluk, mereka akan binasa karena pedang, kelaparan dan penyakit sampar (27:13).

Respon Yeremia sebagai nabi sejati menarik, ia sempat meng-amin-kan nubuat palsu Hananya (ay. 6) sebelum mengingatkan nabi palsu itu beserta dengan seluruh pembesar dan rakyat Yehuda, bahwa telah banyak nabi yang menubuatkan perang, malapetakan dan penyakit sampar (ay. 8). Namun, akan datang nabi yang benar-benar diutus oleh TUHAN yang bernubuat tentang damai sejahtera (ay. 9).

 

Roma 6:12-23

Dalam suratnya pada jemaat di Roma, Paulus memaparkan pandangan teologisnya tentang hidup menjadi Kristen. Sebagai rasul yang tak memiliki hubungan langsung dengan Jemaat di ibukota ini, Paulus menekankan bahwa mereka tak lagi hidup di bawah kuasa dosa karena sudah tidak hidup di bawah Hukum Taurat namun telah hidup di bawah kasih karunia (ay. 12-14). Namun, Paulus sadar bahwa pernyataan teologisnya dapat membuat jemaat di Roma salah paham. Melalui pernyataan itu, jemaat Roma dapat berpikir bahwa mereka boleh melakukan apa saja (termasuk kejahatan) karena telah berada dalam kasih karunia (ay. 15). Paulus menjelaskan bahwa setiap orang yang menyerahkan diri kepada dosa, kebenaran tidak dapat berkuasa atasnya. Sebaliknya jika mereka menghambakan diri pada kebenaran, maka dosa tak mampu berkuasa (ay. 21-22). Karenanya maut tak lagi menjadi upah dosa, namun bagi umat percaya kehidupan kekal adalah konsekuensi logis dari kasih karunia.

Melalui surat ini, nampaknya Paulus sedang ingin menjelaskan bahwa menjadi pengikut Kristus bukanlah perkara ketaatan yang bersumber pada ketakutan. Namun sebaliknya, ketaatan mestilah menjadi buah dari kesadaran utuh bahwa Tuhan sudah memberikan kasih karunia-Nya.

 

Matius 10:40-42

Teks ini adalah bagian dari narasi pemanggilan dan pengutusan para rasul. Di ay. 1-4, Yesus memilih dan memberikan kuasa kepada kedua belas muridNya agar mereka mampu mengusir roh jahat, melenyapkan penyakit dan kelemahan. Segera setelah pemberian kuasa, Matius menggambarkan bagaimana mereka diutus untuk datang ke kota-kota Israel dan memberitakan Kerajaan Sorga (ay. 5-15). Namun, tugas perutusan para murid juga mengandung resiko penganiayaan karena Nama Kristus (ay. 16-32). Di ay. 40-42 ini, Yesus menggunakan alam pikir Yahudi yang berkaitan dengan utusan. Pengutus biasanya adalah pihak yang lebih berkuasa dan lebih tinggi dari yang diutus, namun saat seseorang dipilih menjadi utusan itu berarti ia memiliki kuasa yang mengutusnya. Karena itu, jika seseorang memperlakukan serorang utusan dengan baik, ia pun memperlakukan pengutusnya dengan baik. Sebaliknya, jika ada utusan yang ditolak apalagi dianiaya maka berarti penolakan dan penganiayaan itu ditujukan kepada sang pengutus.

 

BENANG MERAH TIGA BACAAN

Seorang utusan harus taat kepada dia yang mengutusnya. Yeremia sadar betul bahwa tugas pengutusannya adalah sebagai penyambung lidah TUHAN bagi Yehuda. Meski berita yang mesti disampaikannya adalah berita yang tak memuaskan telinga pendengarnya, Yeremia memilih untuk taat kepada TUHAN yang mengutusnya. Kristus juga telah memberikan kuasa kepada para murid sebagai utusan untuk memberitakan kasih karunia. Menjadi utusan Kristus memang tak mudah karena ada resiko ditolak bahkan dianiaya. Namun Paulus menyatakan bahwa ganjaran bagi umat yang bersedia taat dan setia dalam tugas pengutusannya adalah kasih karunia. Sedang kasih karunia, memberikan jaminan kehidupan kekal.

 

RANCANGAN KHOTBAH: Bahasa Indonesia
(Ini hanya sebuah rancangan. . . bisa dikembangkan sendiri sesuai konteks jemaat)

Pendahuluan

Ada sebuah cerita menarik dalam buku cerita anak-anak tentang asal mula mengapa kerbau membantu manusia menarik mata bajak. Begini kurang lebih cerita itu:

Pada jaman dahulu, hidup manusia sangatlah sulit. Air hujan yang diturunkan para dewa tidak mampu menembus tanah yang terlalu tandus. Akibatnya tumbuhan pun kering, para hewan mati kehausan dan manusia kelaparan. Saat itu, makan sekepal nasi sekali sebulan sudah sangat baik. Di semua sudut dunia, yang dilihat hanyalah manusia-manusia kurus yang sedang berusaha mencari makanan. Jika tak mampu mendapat makanan, para manusia lalu menangis dan mengadu kepada para dewa. Kondisi ini membuat para dewa di khayangan prihatin. Mereka berembug, mencari solusi kira-kira apa saja yang dapat dilakukan untuk membantu para manusia ini. Lalu, dicapailah beberapa opsi yang dapat dilakukan oleh para dewa sehingga manusia dapat makan dengan lebih sering. Para dewa ini lalu mengutus Dewa Kerbau untuk menyampaikan kepada manusia bahwa setelah rapat para dewa, manusia dapat makan nasi sekali dalam tiga hari. Begitu mendengar itu, dewa kerbau langsung melesat ke bumi dan segera mengumpulkan para manusia. Kedatangan Dewa Kerbau membuat para manusia senang bukan kepalang, telah lama mereka menunggu respon khayangan untuk membantu mereka. Tidak heran, Dewa Kerbau disambut dengan penuh puja dan puji yang gegap gempita. Nampaknya sambutan luar biasa itu membuat Dewa Kerbau lupa diri dan membuatnya merasa menjadi dewa yang paling penting dan berkuasa. Lalu dengan congkaknya Dewa Kerbau memberikan pengumuman: “Wahaaai para manusia. . . karena jasa-jasaku, sebentar lagi kalian akan makan nasi sehari tiga kali!” Demi mendengar pengumuman ini, para manusia bersorak-sorai riuh penuh syukur karena mereka tidak akan kelaparan lagi. Sementara para dewa yang mendengar perkataan Dewa Kerbau menjadi marah, karena dia tidak menyampaikan berita dengan benar akibat kesombongannya. Lalu karena kesalahannya, para dewa menjatuhkan hukuman pada Dewa Kerbau untuk membantu manusia agar dapat makan nasi sehari tiga kali. Sejak itulah Dewa Kerbau menjelma menjadi binatang kuat berkaki empat, yang sanggup menarik bajak untuk menggemburkan tanah yang tandus. Dan dengan bantuan Kerbau, sampai sekarang manusia bisa makan nasi sehari tiga kali.

Cerita ini menunjukkan bahwa peran utusan sangatlah penting. Ia memang tak memiliki kuasa yang sama dengan sang pengutus, namun dia-lah yang bertanggung jawab terhadap pesan yang dia sampaikan. Seorang utusan harus memahami bahwa dia mewakili sang pengutus dan karena itu dia harus bertindak dan berucap sesuai dengan yang dipesankan sang pengutus.

 

Isi

Saudara-saudara yang terkasih, tiga bacaan kita hari ini juga memiliki benang merah yang berkaitan dengan utusan dan pengutusan. Dalam bacaan yang pertama, kita bertemu dengan Nabi Yeremia sebagai utusan TUHAN. Yeremia sadar betul bahwa berita yang disampaikannya kepada Yehuda bukanlah berita yang disukai dan ingin didengar oleh mereka. Sebenarnya bisa saja Yeremia setuju dengan Nabi Hananya yang menyampaikan nubuat palsu. Nubuat palsu Hananya membuat para pembesar Yehuda senang. Namun jelas, Yeremia lebih memilih untuk setia kepada tugas pengutusannya sebagai penyambung lidah TUHAN. Apapun yang dikatakan TUHAN untuk dia sampaikan kepada Yehuda, Yeremia melakukannya. Sekalipun Firman-Nya keras dan menyakitkan untuk Yehuda, Yeremia menyampaikannya dengan segala resiko. Banyak konsekuensi yang harus dihadapinya, namun Yeremia memilih setia.

Saudara-saudara, kita pun dipilih untuk menjadi utusan Tuhan. Melalui Injil Matius, kita diingatkan bahwa sama seperti Kristus mengutus dan memberikan kuasa kepada murid-muridNya, demikian pula kita dipanggil untuk mewartakan berita Injil-Nya. Sebagai utusan-Nya, tak berarti kita akan steril dari tantangan atau kesusahan. Resiko menjadi utusan adalah penganiayaan dan penolakan (ay. 16-32). Kondisi kehidupan kita sebagai sebuah Bangsa memang sedang tak terlalu nyaman. Di mana-mana terjadi pengkotak-kotakan, dikotomi mayoritas-minoritas semakin dipertajam dan di mana perbedaan dapat menimbulkan ketidakadilan. Konteks kita sekarang memang membuat kita makin sulit menyuarakan berita Injil yang dipercayakan kepada kita sebagai utusan. Namun, apa yang kita alami sekarang bukanlah hal baru. Kristus pun sudah memperingatkan apa resiko dan tantangan jadi utusanNya. Karena itu tak perlu-lah heran jika banyak tantangan menghadang, mari belajar untuk terus setia kepada panggilan kita sebagai utusan baik atau tidak baik waktunya. Tunaikan tugas kita sebagai utusanNya bukan hanya dengan ucapan, tapi terutama dengan integritas pikiran dan tindakan.

Keberpihakan kita kepada Sang Sumber Kebenaran adalah kunci untuk terus setia. Dalam suratnya ke Roma, Paulus menyatakan bahwa menghambakan diri kepada Kebenaran Kristus membuat kita menang atas dosa. Jelas, bahwa memihak kepada kebenaran berarti konsisten untuk jadi pengikutNya dalam tiap sendi kehidupan kita.

 

Penutup

Menjadi utusan bukan perkara gampang. Kita telah diangkatNya menjadi utusan Kristus, apa respon kita? Bersedia dan sanggupkah kita? Amin. (Rhe)

 

Nyanyian: KJ 422

 

RANCANGAN KHOTBAH: Basa Jawi

Pambuka

Wonten satunggaling cariyos ing buku crita anak-anak bab wiwit wiwitanipun kenging punapa maesa (kebo) mbiyantu manungsa mbrujul. Kirang langkung cariyosipun mekaten:

Jaman rumiyin, gesanging manungsa punika rekaos sanget. Toya jawah ingkang dipun andhapaken dening para dewa boten saged nembus siti ingkang bera (tandus). Temahan, tetuwuhan dados garing, sato kewan sami pejah kasadan lan manungsa kaluwen. Jaman semanten, nedha sakepel kagem sesasi sepisan punika sampun sae. Ing saindhenging jagad ingkang sinawang namung manungsa ingkang kera-kera (kurus) ingkang mbudidaya pados tedha. Menawi manungsa boten pikantuk tedhan, lajeng sami muwun lan sesambat dhumateng para dewa. Kawontenan ing makaten punika njalari para dewa ing kahyangan sami nandhang prihatos. Para dewa sami rerembagan ngudi margining pangluwaran mitulungi manungsa. Lajeng para dewa kagung sawatawis pemanggih ingkang saged katindakaken temah manungsa saged nedha langkung asring. Para dewa lajeng ngutus Dewa Maesa mawartosaken dhateng manungsa bilih -kados pirembaganing para dewa- manungsa saged nedha sekul sepisan saben telung dina. Tumunten Dewa Maesa lumesat dhateng bumi lan ngempalaken manungsa. Tedhakipun Dewa Maesa murugaken kabingahan ageng tumrap manungsa, karana sampun dangu manungsa ngantos-antos kawigatosanipun kahyangan kangge mbiyantu manungsa. Pramila, Dewa Maesa dipun subya-subya kanthi pamuji pramudhita. Rupinipun pambagya lan pangalembana agung punika murugaken Dewa Maesa dados “melik nggendhong lali” (lupa dhiri) lan rumaos dados dewa ingkang paling inggil pangrehipun. Lajeng kanthi ngongasaken dhiri Dewa Maesa mawartosaken: “Heh para manungsa… marga saka lelabuhanku, sira kabeh bakal bisa mangan sega sedina kaping telu.” Sareng mireng pawartos punika, para manungsa sami surak mawurahan kanthi kebak raos sokur karana boten badhe kaluwen malih. Nanging para dewa ingkang mireng tembungipun Dewa Maesa dados duka sanget, karana Dewa Maesa boten paring pawartos kanthi leres awit ngongasaken dhiri. Amargi kalepatanipun, para dewa ndhawahaken pidana dhateng Dewa Maesa kinen mbiyantu manungsa supados saged nedha sedinten kaping tiga. Wiwit dinten samanten, Dewa Maesa manjalma dados kewan ingkang rosa ingkang sagah mbrujul siti ingkang bera dados subur. Klayan pambiyantunipun maesa (kebo), ngantos samangke manungsa saged nedha sekul sedinten kaping tiga.

Sariyos punika nedahaken bilih lelabuhanipun (peran) utusan punika penting sanget. Utusan punika pancen boten nggadhahi pangwasa ingkang sami kaliyan ingkang ngutus, nanging piyambakipun nggadhahi tanggel jawab tumrap pawartos ingkang dipun undhangaken. Utusan kedah mangertos bilih piyambakipun makili ingkang ngutus lan awit saking punika kedah tumindak lan ngucap selaras kaliyan piwelingipun ingkang ngutus.

 

Isi

Para sedherek kinasih, tigang waosan kita dinten punika ugi gegayutan kaliyan utusan lan tiyang ingkang ngutus. Ing waosan satunggal, kita manggihaken Nabi Yeremia minangka utusanipun Sang Yehuwah. Yeremia saestu mangertos bilih pawartos ingkang dipun kabaraken dhateng Yahuda sanes pawartos ingkang dipun remeni lan kepengin dipun pirengaken. Sejatosipun Nabi Yeremia saged kemawon sarujuk kaliyan Nabi Hananya ingkang ngandharaken pawartos palsu. Pawartos palsunipun Hananya mbingahaken para pangagenging Yahuda. Nanging cetha, Yeremia langkung milih setya dhateng jejibahanipun minangka utusan sesambunganing lathinipun Sang Yehuwah. Punapa kemawon ingkang dipun dhawuhaken dening Sang Yehuwah supados kawartosaken dhateng Yahuda, dipun tindakaken dening Yeremia. Sanadyan sabdanipun Yehuwah Allah punika keras lan nyakitaken tumrap Yahuda, Yeremia tetep mawartosaken klayan sedaya risikonipun. Kathah konsekwensi (pitumbasipun) ingkang kedah dipun adhepi, nanging Yeremia milih tetep setya.

Para sedherek, kita ugi dipun piji dados utusanipun Gusti. Lumantar Injil Mateus, kita dipun engetaken bilih kados dene Sang Kristus ngutus lan paring pangwasa dhateng para sekabatipun, makaten ugi kita dipun timbali mawartosaken Injilipun. Minangka utusanipun, boten ateges kita badhe uwal saking tantangan lan kasisahan. Risiko dados utusan saged arupi panganiaya lan panampik (ay. 16-32). Kawontenaning pigesangan kita minangka satunggaling bangsa pancen saweg boten saestu sekeca. Ing pundi-pundi masyarakat dipun kothak-kothak, mayoritas-minoritas saya dipun pisah-pisahaken lan benten-bentening kawontenan nuwuhaken tumindak boten adil. Kawontenan punika pancen murugaken kita saya ewet nyuwantenaken Injil ingkang kedah kita wartosaken minangka utusan. Nanging, punapa ingkang kita alami punika sanes prekawis ingkang enggal. Sang Kristus ugi sampun ngengetaken punapa risiko lan tantangan dados utusanipun. Pramila, boten sisah nggumun menawi kathah pambengan ingkang ngadhang, sumangga blajar tansah setya dhateng timbalan kita selaku utusan ing kawontenan ingkang sae utawi awon. Swawi netepi jejibahan kita minangka utusan boten namung srana pangucap, nanging mliginipun srana cundhuking penggalih lan tumindak kita.

Pambangun turut kita dhumateng Sang Tuking Kayekten dados kunci saged tansah setya. Ing seratipun dhateng pasamuwan Rum, Rasul Paulus mratelakaken bilih ngabdi dhumateng Kayektenipun Sang kristus murugaken kita mimpang saking dosa. Cetha, bilih memihak dhateng kayekten ateges ajeg dados pendherekipun Gusti Yesus ing saranduning gesang kita.

 

Panutup

Dados utusan sanes prekawis ingkang gampil. Kita sampun dipun piji dening Gusti dados utusanipun sang Kristus, kados pundi wangsulan kita? Punapa kita cumadhang lan sagah? Amin. [terj. st]

 

Pamuji: KPK 85: 1-

Renungan Harian

Renungan Harian Anak