Mengembangkan Talenta Seni Budaya Khotbah Minggu 19 November 2017

7 November 2017

Bulan Budaya GKJW
Stola Putih

 

Bacaan 1 : Hakim-Hakim 4:1-7
Bacaan 2 : 1 Tesalonika 5:1-11
Bacaan 3 : Matius 25:14-30

Tema Liturgis    : Budaya Luhur Sarana Melakukan Panggilan Tuhan
Tema Khotbah  : Mengembangkan talenta seni budaya

 

Keterangan Bacaan
(Tidak perlu dibaca di mimbar, cukup dibaca saat mempersiapkan khotbah)

Hakim-Hakim 4:1-7

Bagian ini memberikan tekanan pada peran Debora sebagai seorang hakim bangsa Israel. Banyak orang Israel yang mempunyai masalah atau perselisihan datang meminta keadilan kepada Debora. Dia bekerja melakukan penghakiman atas orang-orang Israel yang berselisih atau bermasalah. Dari sini nampak bahwa Debora adalah seorang yang berkharisma. Kharisma Debora sebagai hakim adalah untuk menyelesaikan masalah keadilan, untuk menentukan siapa yang benar dan siapa yang salah, bukan kharisma untuk memimpin perang seperti hakim-hakim Israel yang lain.

Karena itu, ketika bangsa Israel dijajah oleh raja Yabin, Debora meminta Barak untuk memerangi dan mengalahkan panglima Yabin yang bernama Sisera. Sebagai seorang nabi (perempuan) juga, Debora mengingatkan dan memberitahukan perintah Tuhan kepada Barak bahwa Tuhan akan menyerahkan Sisera kepada 70 ribu tentara Israel yang dipimpin oleh Barak.

 

1 Tesalonika 5:1-11

Karena Hari Tuhan pertama-tama adalah peristiwa penyelamatan, orang-orang Kristen yang masih hidup tidak perlu takut mengenai kedatanganNya, atau bagaimana dan kapan hal itu akan terjadi. Orang Tesalonika sudah tahu bahwa Tuhan akan datang pada saat Ia tidak diharapkan, seperti pencuri di waktu malam, dan bahwa tak seorang mampu lepas dari penghakiman yang akan dilaksanakan pada saat itu. Bagi beberapa orang, hari itu akan menjadi hari kemurkaan Allah, saat mereka akan mengalami kehancuran yang tiba-tiba. Tetapi bagi orang Kristen akan menjadi saat pembebasan dan keselamatan.

Sekalipun Tuhan digambarkan seperti pencuri yang datang, orang Kristen tidak perlu takut akan kegelapan ini, karena mereka adalah “anak-anak terang dan anak-anak siang” (ay. 5). Melalui baptis, yang rupanya disinggung di sini, mereka telah menjadi orang-orang yang diterangi dan tidak mempunyai bagian dalam kegelapan atau malam. Mereka tidak sama dengan tetangga mereka yang bukan Kristen, yang waktu malam tanpa persiapan bagi kedatangan Tuhan atau yang menyia-nyiakan waktu mereka dengan berjalan dalam kegelapan yang tidak diharapkan. Orang Kristen harus waspada, “berbajuzirahkan iman dan kasih, dan berketopongkan pengharapan” yang merupakan senjata keselamatan. Alasan dari optimisme Kristen ini adalah karya keselamatan Allah; Allah tidak menentukan orang Kristen bagi kemurkaan, tetapi bagi keselamatan masa depan yang datang pada hari Tuhan. Sekalipun masih merupakan pengharapan, keselamatan sudah dimulai melalui Tuhan Yesus yang “telah mati untuk kita”. Melalui baptis, kematian yang menyelamatkan ini mendatangkan akibat di antara orang Kristen yang kemudian menjadi anak-anak terang. Dengan kepercayaan penuh terhadap pengharapan keselamatan mereka ini, orang-orang Tesalonika didorong untuk saling menghibur satu sama lain, sekalipun hal itu sudah menjadi kebiasaan dalam hidup mereka.

 

Matius 25:14-30

Perumpamaan mengenai talenta mempunyai banyak unsur yang ditemukan dalam perumpamaan sebelumnya, tetapi perumpamaan ini terpusat pada adegan penghakiman (ay. 19-30). Majikan (Anak Manusia) akan pergi jauh. Karena itu, ia membagikan sejumlah uang kepada tiga hambanya. Kata Yunani yang melukiskan jumlah ini adalah “talenta”. Di sini talenta berarti bakat alam yang dapat dikembangkan dengan praktek yang tekun. Meskipun disebut 3 hamba dalam perumpamaan, tetapi mereka sebenarnya terbagi dalam 2 kelompok: 2 orang yang menginvestasikan dan menggandakan jumlah uangnya, dan seorang yang menanam uangnya di tanah. Majikan, yang semula pergi jauh untuk waktu yang lama, tiba-tiba kembali untuk melakukan perhitungan dengan hamba-hambanya (ay. 19). Perhitungan itu jelas menunjuk pada penghakiman terakhir. Hal ini mencakup hadiah bagi kedua hamba yang menggandakan jumlah uang yang diberikan kepada mereka (ay. 20-23) dan hukuman bagi hamba yang tidak melakukan apa-apa (ay. 24-30). Kesiapsediaan menuntut terus-menerus tindakan yang menghasilkan buah.

 

BENANG MERAH TIGA BACAAN

Bacaan 3 dan 1 berbicara tentang penghakiman: bacaan 3 berbicara tentang penghakiman terakhir, sedangkan bacaan 1 bicara tentang penghakiman di dunia. Menurut bacaan 2, orang Kristen tidak perlu takut pada penghakiman itu, sebab mereka hidup di dalam terang (kebenaran).

 

RANCANGAN KHOTBAH:  Bahasa Indonesia
(Ini hanya sebuah rancangan…bisa dikembangkan sendiri sesuai konteks jemaat)

Pendahuluan

Menjadi seorang hakim tentu bukanlah pekerjaan yang mudah. Dia harus melakukan keadilan, menetapkan seseorang bersalah atau tidak bersalah dan memutuskan vonis atau hukuman yang setimpal dengan perbuatannya. Memutuskan suatu perkara atau kejadian yang tidak dilihat secara langsung tentu pekerjaan yang sangat sulit. Apalagi ditambah adanya pihak yang menuntut (Jaksa) pelaku dan pihak yang membela (Pengacara) pelaku. Penghakiman menjadi tugas yang sangat membutuhkan ketelitian dan kecermatan yang sangat tinggi. Sebab, jika tidak demikian, justru hakimlah -sengaja atau tidak, sadar atau tidak- yang melakukan ketidakadilan. Artinya, yang sebenarnya tidak berbuat kesalahan justru dipenjarakan, sedangkan yang melakukan kejahatan akan bebas dari hukuman. Karena itu, menjadi seorang hakim membutuhkan kharisma atau karunia ilahi. Untuk itu, seorang hakim harus selalu dekat dan memohon bimbingan hikmat Tuhan.

 

Isi

Rupanya kharisma yang demikianlah yang ada pada Debora sebagai hakim umat Israel. Debora adalah seorang hakim yang berbeda atau khas dibanding dengan hakim-hakim Israel yang lain. Kekhasannya bukan sekedar karena dia adalah seorang wanita, tetapi dia bukanlah hakim yang memimpin pasukan Israel untuk berperang. Dia juga adalah seorang nabi.

Debora adalah seorang hakim yang memutuskan perkara-perkara perselisihan orang-orang Israel. Banyak orang Israel yang datang berhakim atau meminta keadilan kepada Debora atas perkara mereka. Tentu tidak sedikit perkara rumit -yang tidak dilihatnya secara langsung- yang diperhadapkan kepadanya.

Nampak cukup jelas bahwa Debora adalah orang yang mempunyai hubungan yang dekat dengan Tuhan. Hal ini dapat dilihat pada 4:6-7 (“Bukankah…”) bahwa dia tahu Tuhan memerintahkan Barak untuk maju berperang bersama 10 ribu orang bani Naftali dan Zebulon. Berkat kedekatannya dengan Tuhan serta hikmatNya, Debora dapat menjadi hakim yang baik. Jika tidak demikian, tentu dia akan mengalami kesulitan atau bahkan kesalahan melakukan penghakiman perkara.

Lain perkara jika yang menjadi hakim adalah Tuhan sendiri. Dia yang maha tahu, pasti dapat melihat dengan tepat siapa yang benar dan siapa yang salah. Tuhan tidak akan salah dalam memutuskan perkara setiap orang. Karena itu, Dia tidak hanya membebaskan yang tidak bersalah dan menghukum yang melakukan kajahatan. Dia memberikan hadiah/ upah/ anugerah kepada yang melakukan kebenaran. Karena itu, Rasul Paulus meyakinkan orang-orang Kristen Tesalonika bahwa mereka tidak perlu takut menghadapi hari penghakiman terakhir itu. Sebab, mereka -dengan baptisan dalam Kristus- digolongkan pada orang-orang yang telah dibenarkan oleh Tuhan Yesus, Sang Hakim itu sendiri. Mereka adalah “anak-anak terang”, “anak-anak siang”.

Dalam bacaan ke 3 “Perumpamaan tentang talenta”, penghakiman itu berkaitan dengan pertanggungan jawab atas talenta yang diberikan oleh majikan kepada hamba-hambanya. Majikan itu memberikan apresiasi terhadap hamba-hamba yang mengembangkan talenta pemberiannya. Sebaliknya, dia memberikan hukuman kepada hamba yang tidak melakukan apa-apa terhadap talenta yang diterimanya. Jadi, pengembangan talenta atau tidak mengembangkannya di sini perkaranya bukan sekedar untuk menguntungkan diri sendiri atau tidak. Mengembangkan atau tidak mengembangkan talenta itu urusannya sampai pada penghakiman Tuhan. Siapa yang berusaha mengembangkannya akan mendapat hadiah/ upah/ anugerah, dan siapa tidak melakukan apa-apa terhadap talentanya akan mendapat hukuman. Karena itu, siapa yang tidak ingin mendapat hukuman, dia harus berusaha mengembangkan talenta yang diberikan Tuhan kepadanya.

Ada berbagai talenta atau bakat yang diberikan oleh Tuhan kepada umatNya. Ada yang berbakat di bidang olah raga: olah raga game atau permainan (sepak bola, bulutangkis, dsb), olah raga senam (senam adiyuswa), dsb. Ada yang berbakat di bidang teknologi: mesin, listrik, eletronik, dsb. Ada yang berbakat di bidang ekonomi: mencari uang dan (“menghabiskan”) membelanjakan uang… dengan hemat. Ada yang berbakat di bidang bahasa: cepat belajar menguasai beberapa bahasa, menjadi presenter (MC), menulis atau membaca puisi, dsb. Dan tentu ada yang berbakat di bidang seni budaya. Semua itu adalah pemberian Tuhan supaya dikembangkan dan dipertanggungjawabkan.

Ada berbagai jenis seni budaya lokal dan populer. Tidak sedikit warga GKJW yang mempunyai bakat/ talenta bermain musik karawitan atau musik yang lain, baik yang tua maupun muda, dewasa maupun anak-anak. Untuk mengetahuinya, perlu dicari atau mencoba diri memainkannya. Juga tidak sedikit warga GKJW yang berbakat bermain seni drama: ndalang wayang kulit, komedi (melawak), teater, ludruk, dsb. Tentu juga tidak sedikit yang berbakat menari: tarian tradisional, tarian kontemporer. Begitu juga dengan seni lukis.

Untuk mengembangkan berbagai talenta itu, gereja dan warga perlu:

  1. Mendata talenta/ bakat setiap warga jemaat, warga seharusnya mengisi data itu dengan detail dan konkrit.
  2. Memberikan pelatihan rutin, warga dengan rajin berlatih.
  3. Memberikan kesempatan kepada mereka untuk terlibat dalam pelayanan ibadah minggu atau perayaan-perayaan. Misalnya, seorang peniup suling/ harmonika atau pemain biola ikut mengiringi nyanyian ibadah bersama organis. Warga mau mengambil kesempatan itu.
  4. Menyediakan sarana yang dibutuhkan.

 

Penutup

Mari kita masing-masing dan sendiri-sendiri mencari, mengenali dan mengembangkan talenta/ bakat yang diberikan Tuhan kepada kita. Mari kita bersama-sama dan bekerjasama mengembangkan talenta pemberian Tuhan kepada kita masing-masing. Mari kita gunakan segala talenta pemberian Tuhan menunjukkan keagungan dan kemuliaan Tuhan, kemuliaan karya, kasih, kuasa dan kehendak Tuhan yang agung. Dengan begitulah, kita mempertanggungjawabkan talenta yang diberikan Tuhan kepada kita. Dengan begitu, kita siap setiap saat menghadapi penghakiman Tuhan tanpa takut dan ragu. Dimuliakan dan dimasyhurkanlah Tuhan melalui pengembangan dan penggunaan talenta kita. [st]

 

Nyanyian: KJ 309:1,2,4; Kid. Kontekstual 171 (2x)

 

RANCANGAN KHOTBAH: Basa Jawi

Pambuka

Dados hakim tamtu pedamelan ingkang boten gampil. Hakim kedah nindakaken kaadilan, kedah netepaken tetiyang menika lepat utawi boten lepat lan netepaken vonis utawi pidana utawi paukuman ingkang setimbang kaliyan tumindakipun. Mutusi satunggaling prekawis ingkang boten dipun pirsani piyambak tamtu dados satunggaling pedamelan ingkang ewet. Menapa malih dipun tambahi wontenipun panutuh saking Jaksa Penuntut Umum lan ugi wonten ingkang mbelani (Pengacara) tiyang ingkang kadakwa lepat. Dados hakim menika satunggaling pedamelan ingkang mbetahaken panaliti lan titi ingkang temen-temen. Awit menawi boten mekaten, saged kelampahan bilih malah kepara hakimipun piyambak ingkang tumindak boten adil -sengaja utawi boten, sadhar utawi boten. Tegesipun, tiyang ingkang sejatosipun boten tumindak lepat malah kinunjara, dene ingkang nindakaken kalepatan malah merdika (bebas) saking paukuman. Karana saking menika, dados hakim menika mbetahaken kharisma (kanugrahan mirunggan) saking Gusti. Ingkang menika, satunggaling hakim kedah tansah cecaketan kaliyan Gusti lan nyuwun kawicaksananipun.

 

Isi

Rupinipun kharisma makaten menika ingkang dipun gadhahi dening Debora minangka hakim Israel. Debora satunggaling hakim ingkang nyelé (benten) piyambak kabandhing kaliyan hakim-hakim Israel sanesipun. Anggenipun nyelé menika boten namung karana piyambakipun menika priyantun wanita, nanging ugi karana piyambakipun menika sanes hakim ingkang mimpin prajurit Israel kangge maju prang. Piyambakipun ugi satunggaling nabi.

Debora satunggaling hakim ingkang mutusi prekawis-prekawis cecongkrahan ing antawisipun tiyang-tiyang Israel. Kathah tiyang Israel ingkang sowan nyuwun kaadilan dhateng Debora tumrap prekawisipun. Tamtu kemawon boten sekedhik prekawis ruwet –ingkang boten kasumurupan piyambak denoing Debora- ingkang dipun ajengaken dhateng piyambakipun.

Ketingal cetha bilih Debora menika priyantun ingkang kagungan sesambetan raket kaliyan Gusti. Menika saged dipun pirsani saking 4:6-7 (“Gusti rak wus dhawuh…”), piyambakipun pirsa bilih Gusti ngutus Barak supados majeng prang nganthi 10 ewu tiyang bani Naftali lan Zebulon. Srana rumaketing sesambetanipun kaliyan Gusti sarta kawicaksananipun, Debora saged dados hakim ingkang sae. Menawi boten mekaten, piyambakipun mesthi ngalami pakewet utawi malah kalepatan mutusi prekawis-prekawisipun tiyang-tiyang Israel.

Benten malih menawi ingkang dados hakim menika Gusti pribadi. Panjenenganipun ingkang maha mirsa, mesthi saged nguningani kanthi yektos menggah sinten ingkang leres lan sinten ingkang lepat. Gusti boten badhe lepat mutusi prekawisipun saben tiyang. Karana saking menika, Panjenenganipun boten namung ngluwari tiyang ingkang boten lepat lan midana tiyang ingkang nindakaken piawon. Panjenenganipun ugi paring kanugrahan dhateng tiyang ingkang nindakaken kayekten (kaleresan). Pramila saking menika, Paulus nandhesaken kapitadosanipun tiyang-tiyang Kristen Tesalonika bilih tiyang-tiyang menika boten prelu ajrih ngadhepi pangadilan ingkang pungkasan. Awit, tiyang-tiyang Kristen menika -srana baptis suci ing Sang Kristus- kagolongaken dhateng tiyang-tiyang ingkang sampun kaleresaken dening Gusti Yesus, Sang Hakim menika piyambak. Tiyang-tiyang menika “anak-anaking pepadhang”.

Ing waosan 3 bab “Pasemon Talenta”, pangadilan menika gegayutan kaliyan tanggel jawab atas talenta ingkang dipun paringaken dening bendara (Majikan) dhateng para abdinipun. Bendara saestu ngajeni abdi ingkang ngginakaken artanipun temah pikantuk bathi. Kosokwangsulipun, sang bendara malah maringi pidana dhateng abdi ingkang boten tumindak menapa-menapa tumrap talenta ingkang dipun tampeni. Ngginakaken utawi boten ngginakan talenta menika urusanipun boten namung kangge pados bathi, nanging urusanipun ngantos ing pangadilanipun Gusti. Sinten ingkang mbudidaya ngginakaken talentanipun badhe pikantuk kanugrahan, dene ingkang boten tumindak menapa-menapa badhe nampi pidana/ paukuman. Pramila, sinten ingkang boten purun kenging pidana, piyambakipun kedah mbudidaya ngginakaken talenta peparingipun Gusti.

Wonten warni-warni talenta (bakat) ingkang dipun paringaken dening Gusti dhateng umatipun. Wonten ingkang bakat ing babagan olah raga: balbalan, badminton, senam (adiyuswa), lsp. Wonten ingkang bakat ing babagan teknologi: mesin, listrik, elektronik, lsp. Wonten ugi ingkang bakat ing babagan ekonomi: “golek dhuwit” lan (ngentekne…) mblanjakne dhuwit… kanthi gemi. Wonten ugi ingkang bakat ing babagan basa: cepet sinau basa, dados MC (pranata cara), nyerat utawi maos puisi, lsp. Tamtu ugi boten sekedhik ingkang nggadhahi bakat ing babagan seni kabudayan.  Sedaya menika peparingipun Gusti ingkang kedah dipun ginakaken (dikembangkan) lan kedah dipun tanggel jawabi.

Wonten warni-warni jinis seni kabudayan lokal lan umum. Boten sekedhik warga GKJW ingkang nggadhahi bakat ing seni karawitan utawi seni musik sanesipun, dadosa ingkang sepuh mekaten ugi ingkang anem, dadosa ingkang sampun dewasa mekaten ugi ingkang taksih anak-anak. Kangge nyumurupi talenta (bakat) menika, kedah dipun taliti lan dipun cobi. Ugi boten sekedhik warga pasamuwan ingkang bakat main drama: ndhalang wayang kulit, dhagelan, teater, ludruk, lsp. Mekaten ugi ingkang nggadhahi bakat seni tari: tarian tradisional, tari kontemporer. Mekaten ugi babagan seni lukis.

Kangge mengembangkan warni-warni talenta menika, greja lan kita prelu:

  1. Niteni (mendata) bakatipun saben warga pasamuwan, warga ngisi data dhiri kanthi cetha.
  2. Nindakaken gladhen (latihan) ajeg, warga kanthi sregep latian.
  3. Ngaturi wewengan (kesempatan) dhateng warga miturut talentanipun dherek (cawe-cawe) lelados ing pangidabah-pangibadah lan pahargyan-pahargyan. Upaminipun, ingkang pinter main suling utawi harmonika utawi biola ndherek ngiringi pamujining pasamuwan sesarengan kaliyan organis. Warga kanthi bingah ndherek lelados.
  4. Nyawisaken sarana (alat) ingkang dipun betahaken.

 

Panutup

Sumangga piyambak-piyambak lan sesarengan naliti (madosi), ngrumaosi lan ngginakaken (mengembangkan) talenta utawi bakat ingkang dipun paringaken dening Gusti dhateng kita piyambak-piyambak! Sumangga sareng-sareng ngginakaken talenta peparingipun Gusti dhateng kita piyambak-piyambak! Sumangga kita ginakaken kangge nedahaken kaagungan lan kamulyanipun Gusti, kamulyaning pakaryan, sih katresnan, pangwasa lan karsanipun Gusti ingkang agung! Srana makaten kita nanggel jawabi talenta peparingipun Gusti dhateng kita. Kanthi makaten, kita siaga saben wekdal ngadhepi pangadilanipun Gusti kanthi tanpa ajrih lan mangu-mangu. Kanthi mekaten kita saged dados berkah tumrap sedaya titahipun Gutsi. Kamulyakna lan kasuwurna asmanipun Gusti klayan tumanjaning talenta kita. Amin. [st]

 

Pamuji: KPK 155:2,3.

Renungan Harian

Renungan Harian Anak