Menjalani Hidup dengan Kemenangan Khotbah Minggu 19 Januari 2020

7 January 2020

Bulan Penciptaan
Stola Hijau

 

Bacaan 1   : Yesaya 49 : 1 – 7
Bacaan 2   :
1 Korintus 1 : 1 – 9
Bacaan 3   :
Yohanes 1 : 29 – 42

Tema Liturgis : Allah Berkarya, Memelihara dan Memberkati UmatNya
Tema
Khotbah: Menjalani Hidup dengan Kemenangan

Penjelasan Teks Bacaan :
(Tidak perlu dibaca di mimbar, cukup dibaca saat mempersiapkan khotbah)

Yesaya 49 : 1 – 7

Dalam kitab Yesaya ada 4 bagian yang disebut nyanyian hamba Tuhan, yaitu : Yesaya 42 : 1-4; Yesaya 49 : 1-7; Yesaya 50 : 4-9; Yesaya 52 : 13 – 53 : 12

Kata “hamba” dan panggilan “hamba Tuhan” sering dijumpai dan biasanya diungkapkan dengan 3 cara yakni semua keturunan Abraham, hanya keturunan Abraham yang setia, dan yang terakhir seorang pribadi. Kitab Yesaya ditulis pada zaman pemerintahan Raja Uzia, Ahaz, Yotam dan Hizkia (Yesaya 1 : 1). Menurut catatan sejarah tahun 722 SM kerajaan utara dengan sepuluh sukunya dikalahkan oleh Asyur (2 Raja-raja 17) dan kerajaan selatan mengalami kemerosotan moral, sosial, politis dan juga iman kepercayaan. Situasi inilah yang mewarnai keempat nyanyian dalam kitab Yesaya.

Bacaan kita hari ini berisi pesan antara lain :

  1. Dalam situasi krisis Allah berkarya dan memelihara umatNya dengan cara menghadirkan hambaNya. (Yesaya 49 : 1)
  2. Berita yang disampaikan tentang pengharapan dan keselamatan bagi bangsa Israel dan juga bangsa-bangsa lain. (Yesaya 49 : 1,6).
  3. Hamba yang diutus Tuhan memiliki kesadaran pesan yang disampaikan tidak seluruhnya didengar, dihargai, dan penuh resiko. Ia terhina, menderita namun menunjukkan ketaatan dan kesetiaan. (Yesaya 49 : 4).
  4. Hamba yang dimaksud pada bacaan ini oleh para ahli perjanjian baru merujuk pada diri kedatangan Yesus Kristus yang taat menderita sampai mati untuk menebus dosa manusia. (Yesaya 49 : 7).

1 Korintus 1 : 1 – 9

Perikop ini berisi mengenai sikap Paulus terhadap jemaat Korintus yang sedang bergejolak mengalami persoalan moral, etika, perpecahan dalam persekutuan disamping itu juga penolakan jemaat Korintus terhadap diri Paulus. Perikop ini terdiri dari beberapa bagian :

Pertama, ucapan syukur Paulus (Ay. 4) kepada Allah yang menjelaskan bahwa walaupun dikecewakan oleh jemaat Korintus, Ia tidak pernah kehilangan ucapan syukurnya kepada Allah. Paulus hanya memusatkan perhatiannya pada hal-hal positif dari jemaat Korintus. Ia menghargai kemurahan Allah berupa kekayaan rohani jemaat tersebut.

Kedua, Paulus tidak memuji kekayaan rohani jemaat Korintus karena walaupun jemaat ini memiliki beragam karunia tetapi jemaat tersebut menggunakan pemberian Allah tersebut untuk ajang kecongkaan yang menimbulkan kekacauan dalam kehidupan persekutuan, hal ini nampak pada kata “kasih” (Fil. 1 : 9; Kol 1 : 4; 1 Tes. 1 : 3;  2 Tes. 1: 3; Flm. 1 : 5) dan kata “ pekerjaan” (Fil. 1: 6; Kol. 1: 10; 1 Tes. 1 : 3; 2 Tes. 1 : 11) yang menjadi ciri khas Paulus dalam membuka surat-suratnya tidak disertakan. Hal inilah yang menyebabkan Paulus tidak memuji jemaat Korintus karena walaupun mereka memiliki kekayaan rohani, pengetahuan, perkataan tetapi miskin dalam kasih dan perbuatan/pekerjaan baik. Berikutnya, Paulus mengingatkan jemaat Korintus untuk memiliki kewaspadaan terhadap kekayaan rohani anugerah Allah agar tidak menjadi batu sandungan yang berakibat merusak kehidupan persekutuan (Ay. 7-9).

Yohanes 1 : 29 – 42

Yohanes memperkenalkan Yesus kepada orang banyak, imam dan orang lewi dengan dua gelar, “Yesuslah anak domba Allah yang menghapus dosa dunia”. Yohanes ingin menjelaskan bahwa Yesuslah yang ditentukan oleh Tuhan sebagai korban tebusan bagi dosa manusia, Yohanes sengaja memakai gelar ini untuk diperkenalkan sebagai pengingat peristiwa paskah (Keluaran 12 : 3-17; Yesaya 53 : 7-11) melalui kematianNya, Yesus menyelamatkan manusia dari dosa, membuka jalan perdamaian antara manusia dan Allah. Gelar “anak Allah” dimaksudkan Yohanes untuk menjelaskan bahwa Yesus memiliki hubungan yang istimewa dengan Allah dalam mewujudkan karya penyelamatan, penggenapan janji keselamatan bagi seluruh umat manusia (Yoh 1 : 1, 14). Yohanes dalam kesaksiannya menegaskan bahwa pembebas bangsa Israel sudah datang dan menjadi nyata di dalam pribadi Yesus Kristus.

Benang Merah Tiga Bacaan

Allah selalu peduli untuk menyelamatkan manusia dari penderitaan dan kuasa dosa, Ia tidak henti-hentinya hadir pada situasi dan kondisi yang seolah-olah tiada lagi harapan. Melalui para utusan-utusanNya, Allah telah mempersiapkan, melengkapi, melindungi sebagai perwujudan kepedulianNya. Beragam resiko penolakan, pertentangan, penderitaan, ketaatan, kesetiaan, yang disebut penghambaan menjadi ciri khas setiap pembawa berita. Sebagai seorang pembawa berita, ia dituntut untuk menyampaikan pesan yang diterimanya dengan benar, jujur, dan penuh keberanian. Allah Sang Pencipta senantiasa hadir dalam sejarah perjalanan umat manusia. Dia senantiasa menjumpai umatNya dalam situasi dan kondisi kritis melalui kehadiran hambaNya. Tuhan mempersiapkan, memperlengkapi, mendukung, melindungi diri hamba atau utusanNya. Yesus Kristus adalah hamba yang ditentukan Tuhan untuk menjadi domba Allah dan anak Allah dalam rangka menggenapi janji keselamatan.

 

Rancangan Khotbah :  Bahasa Indonesia
(Ini hanya sebuah rancangan, silahkan dikembangkan sesuai konteks Jemaat)

Pendahuluan

Selama manusia hidup selalu berhadapan dengan penderitaan dan kesengsaraan. Sikap dalam menghadapi penderitaan dan kesengsaraan itulah yang menentukan apakah hidupnya bisa merasakan kedamaian, sukacita dan pengharapan. Apabila salah dalam mengambil sikap maka ia akan merasa selalu dirundung dengan berbagai macam kesialan tanpa harapan dan merasa tidak dipedulikan oleh Sang Pencipta.

Isi

Tahun 2019 baru saja kita tinggalkan tetapi tidak dapat dipungkiri di tahun yang baru ini krisis masih menerpa kehidupan bangsa, masyarakat, gereja dan keluarga kita. Krisis menjadikan situasi semakin buruk atau sebaliknya. Hal yang perlu kita ingat dan yakini, dalam menghadapi krisis ini jangan sampai kita kehilangan pengharapan, entah kapan saatnya krisis ini akan berakhir. Sikap serta kesadaran, pemahaman kita turut andil dalam menghadapi krisis (krisis = tantangan dan penderitaan). Ketika kita manganggap keadaan kita baik-baik saja akan timbul sikap tidak serius atau apatis, tetapi bila kita menanggapi krisis ini begitu gawat dan merasa tidak ada lagi yang bisa dilakukan kita menjadi kecil hati dan putus asa.

Krisis menimbulkan permasalahan tidak hanya di bidang ekonomi yang menyebabkan keretakan keutuhan rumah tangga karena bisa jadi seluruh tenaga, pikiran dan waktu digunakan untuk bekerja mengejar kebutuhan hidup, sehingga kehilangan waktu bersama dengan anggota keluarga. Tetapi juga secara kejiwaan- setiap orang digiring memiliki cara hidup materialistis. Bagi yang sukses (kaya, berhasil secara materi dan jabatan) terjebak untuk hidup menumpuk harta, mempertahankan jabatan/kekuasaan demi capaian kenyamanan yang dinikmati saat ini . Bagi yang kurang beruntung (miskin, status sosialnya rendah) tidak segan-segan melakukan berbagai macam cara yang merugikan, tercela demi kelangsungan hidupnya. Singkatnya dari sisi kejiwaan terjadi penurunan mental, moral, dan kejujuran. Disisi spiritual krisis ini menjadikan Tuhan bukan lagi “sesembahan”, beralih fungsi menjadi “ban serep”. Beramai-ramai mencari Tuhan melalui ibadat, doa, seminar, KKR, dan beragam acara rohani tetapi tidak lagi dilakukan sebagai “Bhakti kepada Tuhan”, upaya itu dalam rangka “menyuap” Tuhan supaya ia meluluskan apa saja yang menjadi permintaannya.

Ada cerita menarik tentang seekor keledai yang terperosok dalam lubang sumur kering yang cukup dalam. Si empunya keledai berupaya menolong tetapi sia-sia. Ia memutuskan untuk meminta bantuan orang-orang sekitar menutup lubang sumur itu bersama keledai. Ia beranggapan keledainya tidak dapat diselamatkan lagi. Tetapi setiap kali tanah dimaksukkan ke lubang sumur, keledai tersebut mengibaskan, menginjakkan kakinya. Selang beberapa waktu tanah urukan semakin tinggi pada saat yang tepat keledai tersebut melompat keluar berhasil selamat. Cerita tersebut memberikan inspirasi bahwa krisis ternyata dapat diatasi apabila kita menggunakan kesadaran iman kita dengan baik.

Kita juga memperoleh pelajaran melalui kehidupan jemaat Korintus yang memiliki kekayaan rohani tetapi tidak dapat memanfaatkan dengan bijaksana ketika menghadapi krisis, ironis memang, kekayaan rohani pemberian Allah sebagai wujud karya Allah memelihara kehidupan jemaat justru mengakibatkan perpecahan dalam jemaat, menjadi batu sandungan bagi sesamanya. Dan jemaat ini gagal menghadapi krisis untuk sementara waktu.

Sampai hari ini Allah tetap hadir dan berkarya membersamai umat manusia dalam menghadapi berbagai macam krisis. Tiap-tiap pribadi yang diciptakan Allah diperlengkapi dengan “kekayaan rohani” yang memampukan mereka menghadapi berbagai macam krisis termasuk dalam kehidupan orang-orang percaya.

Lalu apa yang harus kita lakukan dalam menghadapi situasi ini? Tidak ada pilihan bagi kita untuk menjalani hidup ini dengan iman, mengutip pendapat Paul Tillich tentang iman, menurut beliau iman adalah keberanian untuk berada di tempat kita berada. Keberanian untuk menerima dan menghadapi apa yang ada. Pendapat ini mengajak kita semua untuk menguji diri kita masing-masing : “Apakah ada iman di dalam diri kita atau tidak?”. Iman bukanlah sederetan tatanan ritual keagamaan, tetapi lebih kepada kesadaran akan kehadiran Tuhan dalam berbagai macam situasi.

Kita semua tahu bahwa krisis masih terus berlangsung di tempat kita, tidak ada cara lain untuk menghadapi situasi ini kecualli dengan iman.

Mari kita keluar dari rasa tidak berdaya maupun hasrat kesombongan dalam menghadapi kenyataan ini. Selamat berjuang menghadapi tantangan Tuhan Yesus memberkati.

Penutup

Ada pepatah yang berasal dari daerah madura “Muang Tompeng, Me︠le︠ Buter” (membuang tumpeng, memilih remah-remah), memiliki makna tindakan yang kurang bijaksana kurang hati-hati karena membuang hal-hal yang mulia tetapi memilih hal-hal yang tercela dan berakhir dengan kekecewaan. Melalui kematianNya di kayu salib kita diberi keberanian agar kita mampu menjalani hidup. Tidak pongah menggunakan kelengkapan piranti  hidup yakni talenta anugrah Tuhan untuk mencapai kedamaian dan kententraman tetapi juga tidak kecil hati dan kehilangan harapan ketika mengalami penderitaan. Disinilah iman kita diuji bahwa kita tidak sekedar mempercayai Yesus Kristus sebagai Juru Selamat tetapi juga menerimaNya dalam hidup dan kehidupan. “Alang-alang dudu aling-aling, margining kautaman” artinya segala kesulitan dan penderitaan bukanlah penghalang dan penghambat tetapi justru jalan menuju kepada keutamaan dan ketentraman. (FW)

Pujian             : KJ.  332   “Kekuatan Serta Penghiburan”

Rancangan Khotbah : Basa Jawi

Pambuka

Nalika manungsa kaparingan wekdal nglampahi gesang ing donya punika, tamtu badhe aben-ajeng kaliyan kasangsaran lan karubedan ugi wah sumelang. Wondene patrap lan pambudidaya ngadhepi kasangsaran, karubedan punika ingkang namtoaken gesangipun manungsa saged ngraosaken lan ngalami katentreman, punapa kosok wangsulipun jireh nekat ingkang wusananipun kecuan ing panggalih nunten rumaos katilar lan koncatan sih katresnanipun Gusti.

Isi

Nalika Yokanan Pambaptis ambabar paseksinipun dhumateng tiyang kathah ugi tiyang Farisi lan tiyang Lewi babakan Gusti Yesus Kristus punika minangka “Cempenipun Gusti Allah ingkang ngruwat dosaning manungsa” ugi minangka “Putranipun Allah”, nelakaken bilih pakaryanipun Gusti Allah mitulungi jagad saking pangawak dursila lan pamisesanipun pepati nuwuhaken gesang enggal, gesang ingkang kebak ing pangajeng-ajeng. Lumantar sedanipun Gusti Yesus Kristus sampun kasirnaaken manah ingkang jireh, nalar ingkan cupet, angkara lan hawa napsu ingkang mbidhung (membelenggu) manungsa ingkang ngarah kamuktenipun rikala gesang ing jagad punika. Gusti Yesus Kristus ingkang kapiji dados putranipun Allah, katamtoaken nampi panguwaos mengku swarga lan bumi ngrukunaken Allah lan manungsa. Inggih makaten tumraping gesang para kagunganipun ugi nampeni kanugrahan minangka pirantining gesang.

Tamtu wonten saperangan ing antawis kita tuwuh pitakenan, menawi Gusti Yesus sampun mbirat dosa lan nggecak pangwaosipun pepati ananging kenging punapa kahanan donya punika malah langkung nggegirisi, risak, kados-kados tanpa tatanan wah malih nalikane nyumurupi kahanan politik, sosial, moral/etik ingkang saweg kelampahan ing nagari kita, semunipun kongsi mboten wonten pangajeng-ajeng gesang ingkang kebak ing karahayon.

Tahun 2019 nembe kemawon kita pengkeraken, wondene krisis (kawaos karubedan, panandang, kasangsaran) kadosipun dereng oncat ing satengahing gesang kita sami, sae ing bangsa lan negari, greja lan brayat kita. Krisis ingkang saweg kalampahan sayektosipun saged ndadosaken kahanan punika langkung sae, nanging ugi kosok wangsulipun malah sangsaya risak, bubrah. Pramila kita prelu migatosaken prakawis-prakawis ingkang gegayudan kalayan patrap kita sami anggenipun ngadhepi mawarni warni panandang. Menawi kita “ngremehaken” tumraping panandang lan karubedan badhe nglairaken tumindak ingkang sembrana kirang pangatos-atos, wondene menawi kita nyipati krisis kalawau kanthi manah lan raos “awrat”, “nglokro”, “jirih” badhe nglairaken tumindak ing salebeting gesang kita kados tanpa pangajeng-ajeng prasasat apes datan purun sumingkir.

Krisis pancen nuwuhaken maneka warna karubedan, kados dene ing babagan ekonomi kahanan punika saged milut, mbidung wegdal daya, kasagedan namung kaener kagem ngudi supados kasembadan nggayuh gesang kadonyan, ngarah numpuk donya brana, drajat, lan pangkat. Wusananipun wegdal lan wewengan kagem sesarengan nyaketi gesang bebrayatan karebat. Sangsaya dangu sesambetan kita wonten satengahing brayat tuna ing welas asih.

Tumraping tataning batos, kita saget kagendeng nglampahi gesang nuruti hawa nafsu ingkang supados drajat pangkat lan kasugihan kita sangsaya mindak ageng, kathah lan awet. Kita mboten nate rumaos bilih tatacara gesang ingkang kados punika namung kagem kita piyambak nyingkiraken asih welas dumateng sesami. Inggih punika ingkang kawastanan gaya hidup egois materialistis. Dene ingkang rumaos miskin lan kesrakat ngagem maneka-cara ingkang nista, kebak ing jejember, cupet ing panalar krana kinarubut ing kabetahan gesangipun. Mila sampun kaprah bilih katemenan, kajujuran, welas asih, andap asor, ginantos wewatakan adigang adigung adi guna.

Makaten ugi ing babagan tata karohanen ugi nuwuhaken kaprihatosan  karana sesambetanipun kaliyan Gusti Allah mawi kegiyatan paladosan, dados majelising pasamuwan,  pandonga, pamaosing kitab, seminar, KKR lan pangibadah namung  kaagem sarana “ngakali Gusti Allah”. Sampun samestinipun Gusti Allah punika dipun “sembah bekteni” ananging sampun geseh, Gusti Allah kadadosaken “ban serep”, tambel lan tumbal butuh”, ingkang supados pepinginan lan panyuwun kita ugi gegayuhan kita kalulusaken lan kasembadan. Mila pangibadah lan kamursidan kita saged dipun wastani palsu.

Wonten carios cekak ingkang saged kita agem minangka tuladaning gesang. Wonten kuldi keblusuk ing “sumur gemuling-sumur ingkang asat”. Makaping-kaping tiyang ingkang kagungan kuldi ngupadi supados kuldi punika saged mentas. Ananging nglaha wusana piyambak ipun nyuwun tulung tiyang kathah nguruk sumur gemuling lan kuldi kalawau supados kuldi punika pejah lan ambetipun mboten ngganggu tiyang sakiwa tengenipun. Wondene saben-saben siti lan pasir punika dipun sokaken, kuldi tansah bangga lan budhi siti lan pasir kaidak-idak saya dangu siti lan pasir mindak kebak lan wusananipun sumur kalawau sangsaya cethek lan kuldi wau malumpat saking sumur uwal saking bebaya.

Cariyos punika nuladhani kita sami, bilih ing satengahing panandang lan rubeda angger kita kanthi wicaksana migunakaken kasagedan lan wewengan tamtu kalis ing sambikala.

Lumantar layangipun Rasul Paulus dumateng pasamuwan Korinto, kita saget pikantuk piwucal ingkang adi sanget. Pasamuwan Korinto ingkang kaparingan kanugrahan ageng saking Gusti, pranyata mboten saged kanthi saestu lan tumemen migunakaken barkah punika nalikanipun nandang karubedan, malah emanipun kanugrahan peparingipun Gusti Allah punika njalari gesang patunggilan ing kitha Korinto risak.

Ing pungkasan patrap kados pundi ingkang kita lahiraken nalika kita aben-ajeng ngadepi krisis ing satengah-tengahing gesang kita. Inggih anamung iman kapitadosan kita dumateng Gusti Yesus Kristus minangka Juru Wilujeng lan Pamartaning gesang punika piyandel anggen kita nglampahi gesang ing alam ndonya. Kepareng kawula methik saperangan pamanggih ingkang dipun serat dening Paul Tillich bab iman kapitadosan. Iman punika kababaring manah lan tumindak ingkang tatag nalika kita kapapanaken ing panggenan kita nglampahi gesang.

Gusti Allah tan kendat anggenipun ngreksa lan ngrimati para titahipun kalebet kita sami umat kagunganipun. Kanugrahan peparingipun Gusti punika salah satunggaling wujud anggenipun Gusti anyarengi kita sedaya nglampahi gesang lan pigesangan. Sumangga kita nanjakaken Iman lan kapitadosan kita kanthi tatag lan wicaksana, supados ing tembe kita mboten kapitunan.

Panutup

Salah satunggal sanepan saking para leluhur Madura inggih punika “Muang Tompeng, Me︠le︠ Buter” ingkan ateges tiyang ingkang kirang nastiti, ati-ati lan kirang wicaksana krana tumindakipun sembrana, grusagrusu, mbucal prakawis ingkang adi nanging nindakaken perkawis ingkang ala wusananipun nemahi kuciwa.

Para kekasihipun Gusti, anggenipun Gusti ambabar pakayanipun netepi prasetyanipun  ngreksa lan ngrimati malah–malah nresnani jagad sampun kababar ing Gusti Yesus Kristus. Lumantar sedanipun kita sami kasagedaken nglampahi gesang lan pigesangan punika kebak ing kekendelan lan kawicaksanan. Gusti piyambak ingkang dados ethuking pitulungan kita. Pramila yogya kita sami nglampahi gesang kita kanthi thathak lan tabri.  Ing pungkasan kita kakiyataken lumantar tembung paribasan “Alang-alang dudu aling-aling margining kautaman” menawi dipun raos-raosaken tembung punika pancen migunani sanget ing gesang kita, angger kita pitados bilih karubedan lan panandhang punika minangka margining Gusti numrahken berkahipun dateng kita. Amin. (FW)

Pamuji :  KPJ.  335   “Ana Prau Layar”

Renungan Harian

Renungan Harian Anak