PRA PASKAH 5
STOLA UNGU
Bacaan 1: Yeremia 31: 31-34
Bacaan 2: Ibrani 5: 5-10
Bacaan 3: Yohanes 12: 20-36
Tema Liturgis : “Mengosongkan Diri dalam Ketaatan Kepada Kehendak Tuhan”
Tema Khotbah: Rela dan setia menerima perubahan
KETERANGAN BACAAN
(Tidak perlu dibaca di mimbar, cukup dibaca saat mempersiapkan khotbah)
Yeremia 31:31-34
Nabi Yeremia adalah seorang yang berperasaan halus. Ia sangat cinta kepada bangsanya, dan sama sekali tidak suka menubuatkan hukuman ke atas mereka. Di dalam beberapa bagian dari bukunya ia berbicara dengan penuh perasaan tentang penderitaannya karena ia dipanggil oleh Tuhan untuk menjadi nabi. Perkataan Tuhan adalah seperti api di dalam hatinya; mau tidak mau ia harus menyampaikannya kepada bangsanya. Pada ayat 31-34, Yeremia menyampaikan bahwa akan datang waktunya di mana TUHAN akan mengadakan perjanjian baru dengan kaum Israel dan kaum Yehuda, bukan seperti perjanjian ketika Isrel keluar dari tanah perbudakan di Mesir yang ditulis pada dua loh batu, dan akhirnya diingkari Israel, tetapi TUHAN akan menaruh Taurat-Nya dalam hati mereka, jadi perjanjian-Nya tidak diletakkan pada benda mati, tetapi pada kehidupan mereka, sehingga mereka mengenal Tuhan yang mengampuni dan memeliharanya, dan apa yang disampaikan Yeremia dalam konteks ini adalah dalam rangka pembaharuan.
Ibrani 5:5-10
Pada bagian ini, kematian Kristus dimaknai pengorbanan paling sempurna yang menghapus dosa manusia untuk selama-lamanya. Untuk sampai kepada kesimpulan ini, penulis mengajak pembacanya untuk membandingkan pengorbanan yang dilakukan Yesus dan peran imam dalam tradisi Yahudi yang identik dengan kekudusan dan persembahan kurban. Penulis tampaknya mau menegaskan keistimewaan pengorbanan Kristus, karena sebagai imam Kristus sendiri mengorbankan dirinya sehingga tidak ada lagi medium “korban” untuk menghubungkan Allah dan manusia, dan itulah peristiwa yang mempresentasikan kesempurnaan-Nya sebagai Imam. Ia lakukan itu semua atas ketaatan-Nya menjadi imam besar sesuai dengan peraturan Melkisedek.
Ia melaksankan tugas keimaman-Nya, bukan dengan menerima korban dari pihak yang berdosa, tetapi Ia (Yesus), sendiri yang mengorbankan diri-Nya untuk menebus dosa manusia yang percaya kepada-Nya.
Yohanes 12:20-36
Pada bagian ini secara narasi Yesus memberitakan tentang kematian-Nya, tetapi berita tersebut “tidak bisa diterima” ( termasuk murid-murid-Nya) alasan tidak bisa menerima, karena perbedaan pemahaman tentang Mesias. Bagi orang Yahudi mesias tidak akan pernah mati, sedangkan Yesus yang diakui para murid sebagai mesias menyatakan bahwa Ia akan mati, hal ini lah yang membuat mereka tidak bisa menerima penyataan Yesus. Hukum Taurat yang erat dipegang karena tradisi jaman itu menyatakan bahwa Mesias akan tetap hidup selama-lamanya (ay.34), apalagi kematian dipandang sebagai kekalahan, sedangkan Yesus bahwa menyatakan anak Manusia akan ditinggikan/dimuliakan, bagaimana mungkin kematian adalah suatu kemuliaan? Ia dimuliakan, karena kematian-Nya sebagai bukti bahawa Ia setia pada panggilan-Nya, merelakan diri berkorban secara total menyerahkan nyawa-Nya, untuk pembaharuan (“menebus dosa”). Sehingga pola pikir yang egosentris tertutup terhadap pendapat yang berbeda menjadi hambatan terhadap perubahan, sedangkan Yesus telah melakukan pembaharuan melalui kematian-Nya.
BENANG MERAH TIGA BACAAN
Perubahan akan terjadi bila ada harapan dan kemauan yang kuat untuk berubah, dan kesediaan untuk berubah itu sering mennyakitkan, karena memerlukan pengorbanan, karena itu perlu kerelaan, kesetiaan, dan kerendahan hati untuk berproses dalam perubahan.
RANCANGAN KHOTBAH: Bahasa Indonesia
(Ini hanya sebuah rancangan; bisa dikembangkan sesuai konteks jemaat)
Pendahuluan
Kalau kita memperhatikan kupu-kupu yang beterbangan, menari-nari dan kadang hinggap di atas bunga di suatu taman bunga, bisa memberikan inspirasi kepada kita betapa serangga tersebut bergembira menikmati indahnya bunga-bunga yang mereka hinggapi, tetapi sadarkah kita bahwa sebelum menjadi kupu-kupu yang bisa beterbangan kian-kemari di taman bunga, mereka itu mengalami metamorfose, mengalami proses perubahan yang diperjuangkan dengan gigihnya, dan sudah tentu menyakitkan, walau proses itu menyakitkan tetapi mereka terima karena mereka menginginkan berubah dari ulat menjadi kupu-kupu. Pada proses itu ulat harus berpuasa, berhenti makan terus menjadi kepompong, dan pada akhirnya berjuang keluar untuk menjadi kupu-kupu, dan proses metamorfosa itu cukup panjang dan menyakitkan, tetapi hal itu harus diterima sebagai konsekwensi dalam berproses untuk pembaharuan.
Isi
Kenyamanan dan kemapanan hidup menjadi impian banyak orang termasuk kita, makanya tidak heran kalau setiap orang menginginkan hidup yang mapan. Dan hal itu bagi sebagian besar orang harapan itu tidak salah, dan sah-sah saja. Masalahnya yang sering terjadi dengan kemapanan kadang “sense of crisis” rendah, sehingga tidak jarang mereka yang sudah mapan hidupnya berada dalam “zona nyaman”, berada dalam status quo, dan sedikit alergi bila ada “perubahan”.
Yeremia menyuarakan suara kenabiannya dengan menyampaikan bahwa pada saatnya TUHAN akan mengadakan perjanjian baru dengan Israel dan Yehuda, dan perjanjian itu tidak sama dengan perjanjian yang diadakan TUHAN dengan mereka di Sinai, yang ditulis pada dua loh batu, yang akhirnya tidak ditaati oleh mereka, yang menjadikan Tuhan menyesal, tetapi di masa waktu yang ditentukan Tuhan perjanjian yang baru yang disampaikan tidak lagi ditulis pada dua loh batu (benda mati), tetapi Taurat-Nya ditaruhkan pada batin umat-Nya, artinya ada perubahan paradigma. Bahwa Tuhan akan melakukan perubahan yang mendasar melalui kehidupan yang paling dalam (perubahan mendasar). Tentu saja umat yang menerima perubahan yang dilakukan Tuhan adalah perubahan yang membawa kebaikan, sehingga diperlukan sikap hati yang terbuka, taat dan bersedia rendah hati untuk menerima Taurat (pengajaran) Tuhan, hanya dengan ketaatan dan kerendahan hati pengajaran Tuhan bisa masuk dalam hati sanubari manusia.
Ketaatan dan kerendahan hati diteladankan oleh Yesus yang dengan ketaatan-Nya sebagai Imam telah merubah paradigma keimaman, dari sikap menerima korban, berubah menjadi memberikan dirinya sebagai korban, itulah yang diteladankan Yesus, Ia memberi bukan menuntut, Ia melayani bukan minta dilayani, peran sebagai Imam lakukan dengan ketaatan yang sempurna.
Sulit bagi para murid untuk memahami ketaatan Tuhan Yesus pada Bapa-Nya, ini tercermin ketika Ia memberitakan bahwa akan menderita dan mati, dan para murid tidak bisa menerima berita itu, bagi para murid penderitaan dan kematian tidak boleh dialami Yesus sebagai mesias, dengan kata lain mereka juga tidak mau menderita karena kesetiaannya, pada hal mengikut Yesus Sang Mesias, harus menyangkal diri, dan memikul salib, yang artinya bersedia menerima konsekwensi sebagai bagian dari kesetiaan yaitu bersedia menderita bagi Dia, hal ini lah yang sering dihindari oleh gereja Tuhan, gereja (orang beriman) merasa lebih nyaman pada kemapanan.
Penutup
Kesetiaan pada Tuhan Yesus dan gereja-Nya perlu disertai dengan kesediaan diri untuk menderita bersama dengan Dia, yang berarti membutuhkan kesungguhan hati untuk berproses hidup bersama dengan kehendak-Nya, bukan dengan menghindari kenyataan yang menjadi tantangan gereja (orang beriman), tetapi dengan ketaatan dan kerendahan diri untuk tetap setia kepada Tuhan, dengan segala konsekwensinya. Tuhan Yesus menguatkan kita.
Nyanyian: KJ. 376:1,3 / KPJ : 124
—
RANCANGAN KHOTBAH: Basa Jawi
Pembuka
Menawi kita migatosaken kupu ingkang saweg mabur nari lan menncok wonten inng sekar ing satunggaling taman sekar, menika saged dados inspirasi kita, iba satunggaling serangga menika nedahaken kabingahanipun nikmati elokipun sekar-sekar ing taman. Nagging menapa kita sadhar sakderenipun dados kupu ingkang saged mabur lan nari wonten sainggilipun taman sekar, wonten proses “metamorphose” wonten proses perubahan, ing kang dipun perjuangaken kanthi rekasa, sakit, lan nyisahaken gesang, sanajan proses “perubahan/metamorphose” menika rekasa ananging ditampi lan dialami, karana kepingin gumantos wujud saking uler dados kupu. Ing proses metamorfosa menika uler menika kedah pasa, kendel anggenipun nedha ing sawetawis wedal nembe lajeng dados enthung, lan wusasana ipun berjuang medal saking kepompong lajeng nembe dados kupu. Proses metamorphose menika cekap panjang wekdalipun, lan sakit, nanging bab menika kedah dipun tampi minangka konsekwensi ing salebetipun proses pembaharuan.
Isi
Gesang kanthi nyaman, lan mapan menika dados klangenanipun sedaya tiyang, pramila mboten eram menawi saben tiyang menika kepingin gesang kanthi mapan. Pepinginan gesang kanthi mapan kanggenipun sawetawis tiyang menika perkawis ingkang wajar, mboten klentu, lan sah-sah mawon. Perkawisipun, asring kedadosan ing salebetipun kemapananipun gesang nuwuhaken gesangipun kirang nggadhahi raos “sense of crisis” (perasaan tidak peka terhadap krisis), lan ndadosaken para piyantun ingkang gesangipun sampun mapan, wonten ing “Zona nyaman”, Lan wonten ing swasana Status quo lan biasanipun alergi menawi wonten iwah-iwahan.
Yeremia, nyuwantenaken “swanten” kenabian, kanthi dhawuh bilih badhe wonten wancinipun YEHUWAH, (Gusti Allah), ngawontenaken prasetyan engggal kaliyan Israel laan Yehuda, lan prasetyanipun benten kalian prasetyanipun ingkan kalampahan ing ingkang kaserat wonten ing kalih loh watu (sela), ing pundi wusananipun mboten diugemi deneng umat Israel, lan ndadosaken Gusti kuciwa, mila prasetyan enggal ingkang bathe katemtokaken menika mboten badhe dipun serat wonten ing kalih loh sela malih, nanging Toretipun Gusti dipun serat wonten ing batinipun umat-iPun, tegesipun wonten iwah-iwahan (perubahan) paradigma, bilih Gusti Allah (Yehuwah) badhe ngawontenaken iwah-iwahan mendhasar lumantar lebetipun gesang ingkang paling lebet. Konsekwensinipun umatipun Gusti ingkang nampi perubahan saking Gusti beta kesaenan tumraping gesang, mila perlu sikap manah ingkang binuka, setya tuhu, lan andhap asor anggenipun nampi Torat (piwulang), namung klayan setya tuhu, lan andhap asoring manah Torat/piwulangipun Gusti saget rumasep wonten ing salebeting manah.
Gusti Yesus sampun maringi tuladha babagan kasetyan lan andhap asoring manah, minangka Imam, Panjenenganipun sampun ngewahi paradigma bab keimaman, ingkang padatanipun nampeni korban, gumantos dados masrahaken sariranipun kangge korban, babagan menika ingkang sampun dipun tindakaken Gusti Yesus, Panjenenganipun mboten nyuwun, ananging ngaturaken, Panjenenganipun ngladosi mboten nyuwun dipun ladosi, peran kaimamanipun dipun tindakaken kanthi setya tuhu kang sampurna. Ketaatan dan kerendahan hati diteladankan oleh Yesus yang dengan ketaatan-Nya sebagai Imam telah merubah paradigma keimaman, dari sikap menerima korban, berubah menjadi memberikan dirinya sebagai korban, itulah yang diteladankan Yesus, Ia memberi bukan menuntut, Ia melayani bukan minta dilayani, peran sebagai Imam lakukan dengan ketaatan yang sempurna.
Kanggenipun para murid, kasetyanipun Gusti dhateng Ramai-Pun pancen angel dipun mangertosi, bab menika ketawis nalikanipun Gusti Yesus maringi uninga bilih Panjenenganipun bahe nandhang sangsara lan seda sinalib. Nalika nampi pawartosipun para murid mboten saged nampi, pangertosanipun para murid Gusti Yesus minangka Sang Mesih, mboten badhe nandang sangsara lan seda, sikap menika nedahaken bilih kasetyan anggenipun nderek Gusti para murid mboten kersa ngalami kasangsaran, kamangka nderek Gusti Yesus menika kedah nyingkur sariranipun piyambak lan manggul salib ipun Gusti, tegesipun sumedya nampeni resiko (kasangsaran) minangka perangan saking wujud kasetyanipun dhateng Gusti Yesus. Pasamuwan asring endha (menghindar) ing babagan nandang sangsara, Pasamuwan (para pandherekipun Gusti) langkung remen wonten ing swasana mapan lan nyaman.
Panutup
Kasetyan dhumateng Gusti Yesus lan pasamuwani-Pun kedaah dipun sarengi klayan kesanggeman nderek nandang sangsara kaliyan Gusti, tegesipun mbetahaken kesagahan ingkang tumemen ing salebetipun proses gesang sesarengan klayan kersanipun Gusti, mboten kanthi endho kasunyataning wontenipun tantangan, ananging kanthi kasetyan lan andhap asoring manah tetep setya tuhu dhumateng Gusti Yesus. Mugi Gusti maringi kekiyatan dhateng pasamuwaniPun.
Pamuji: KPJ. :124 :1,3