Minggu Biasa | Penutupan Bulan Kesaksian dan Pelayanan
Stola Hijau
Bacaan 1: Keluaran 19 : 1 – 8a
Bacaan 2: Roma 5 : 1 – 8
Bacaan 3: Matius 9 : 35 – 10 : 8
Tema Liturgis: GKJW Menjadi Saksi Dan Pelayan Kristus Di Tengah Perubahan
Tema Khotbah: Hidup Yang Meneladani Dan Bercerita Tentang Kasih Setia Tuhan
Penjelasan Teks Bacaan:
(Tidak perlu dibaca di mimbar, cukup dibaca saat mempersiapkan khotbah)
Keluaran 19 : 1 – 8a
Setelah bangsa Israel keluar dari tanah Mesir, mereka sampai di padang gurun Sinai dan berkemah untuk mendirikan tempat tinggal dan beristirahat. Perjalanan “keluaran” yang penuh mujizat kembali diceritakan Allah sebagai pesan bagi bangsa yang dipimpin-Nya. Penyertaan-Nya diumpamakan seperti seekor Rajawali yang membawa anaknya belajar terbang. Dijaganya bangsa Israel, karena bagi-Nya bangsa ini adalah harta kesayangan-Nya. Bangsa Israel adalah kerajaan Imam dan bangsa yang kudus.
Imam dan bangsa yang kudus menggambarkan kehadiran bangsa Israel sebagai perantara bangsa-bangsa lain dengan Allah. Bangsa pilihan dan kesayangan Allah, karena itu Israel haruslah menjadi bangsa yang kudus yang kehadirannya merupakan representasi Allah. Kesemuanya dapat terjadi jika Israel sungguh-sungguh mendengarkan firman dan berpegang teguh pada perjanjian-Nya. Kemelekatan dengan Allah dan kehendak-Nya menjadikan firman Allah dan perjanjian-Nya nyata dalam sikap hidup mereka. Upaya meneguhkan identitas baru bagi bangsa Israel menjadi penting di tengah bangsa-bangsa lain. Identitas ini yang menjadi cara bangsa Israel memandang dirinya, sesama, dan Allah serta apa yang menjadi panggilannya di tengah dunia.
Roma 5 : 1 – 8
Pada masa Paulus, kota Roma sangat penting. Kemungkinan jemaat ini didirikan oleh orang-orang yang bertobat pada hari Pentakosta, kemudian mereka kembali ke rumah mereka di Roma dengan luapan kegembiraan iman mereka. Jemaat Roma cukup besar, hanya saja dikisahkan bahwa kaisar Klaudius mengusir orang Yahudi yang telah bertobat menjadi orang Kristen. Jemaat Roma banyak mengalami penderitaan. Karena itu, Paulus menyatakan keinginannya untuk meneguhkan iman jemaat Roma.
Surat ini ditujukan kepada jemaat Roma dalam situasi yang tidak pasti. Sebab penolakan sangat mungkin terjadi bagi komunitas baru. Dalam situasi itu, Paulus meneguhkan iman warga jemaat di Roma. Paulus mengajarkan mereka untuk memandang kesengsaraan sebagai kesempatan untuk melahirkan ketekunan yang menimbulkan tahan uji dan membawa orang percaya dalam pengharapan. Sebab di tengah situasi sulit, pengharapan sungguh meneguhkan. Kasih Allah yang dinyatakan melalui pengorbanan Yesus Kristus bagi manusia yang berdosa melahirkan pengharapan. Iman tidak menjadi sia-sia. Bagi Paulus, penebusan Yesus Kristus melalui pengorbanan-Nya menjadi kekuatan bagi jemaat Roma dalam menghadapi penganiayaan, situasi sulit dan tantangan dalam mengikut Tuhan. Situasi sulit atau mudah, penganiayaan atau kegembiraan tidak menghentikan warga jemaat Roma untuk menampilkan kehidupan Kristiani yang menjadi berkat.
Matius 9 : 35 – 10 : 8
Injil Matius menegaskan bahwa gereja Allah (“Israel Baru”) meliputi seluruh dunia, dimana setiap umat non Yahudi maupun Yahudi sama-sama beroleh tempat. Meskipun mayoritas orang Yahudi menolak Yesus, Yesus menyatakan bahwa Dia pertama-tama diutus kepada domba-domba yang hilang dari umat Israel. Bahkan Yesus menjumpai iman yang lebih besar ditemukan pada seorang perwira Roma. Maka, kepada semua bangsa inilah Yesus memberitakan kerajaan-Nya. Kerajaan yang digambarkan sebagai pemulihan dan perubahan secara fisik, psikis, dan spiritual (holistik).
Kepada para murid, Tuhan Yesus mengutus mereka untuk menyatakan Kerajaan-Nya. Matius mengisahkan panggilan kedua belas murid dengan memberi mereka kuasa mengusir Roh Jahat, untuk melenyapkan segala penyakit dan kelemahan. Penegasan dan rincian yang dipesankan Tuhan Yesus melalui ayat 5-8 menyebutkan bahwa memberitakan Kerajaan Sorga sudah dekat ditegaskan sebagai pekerjaan menyembuhkan orang sakit, membangkitkan orang mati, dan mengusir setan. Pesan perikop ini mengesankan bahwa Tuhan selalu memanggil para murid-Nya untuk terlibat dan turut bekerja bersama-Nya. Kuasa-Nya yang berarti kehadiran, berkat, kekuatan-Nya akan menyertai para murid menjalankan misi dan panggilan.
Benang Merah Tiga Bacaan:
Ketiga bacaan kita saat ini bercerita tentang panggilan umat percaya untuk mewartakan kabar baik. Hal ini didasari sebuah kenyataan tentang umat terpilih telah mendapatkan penyertaan dan kasih sayang Allah, yang digambarkan seperti perlindungan sayap induk Rajawali bagi anaknya (Keluaran), pengorbanan melalui Yesus Kristus (Roma), dan belas kasih Yesus Kristus kepada umat (Matius). Kebaikan yang bukan hanya didengar dan dilihat, tetapi juga dirasakan itu, kemudian memanggil kita untuk memberitakan tentang kerajaan-Nya, yang digambarkan Yesus, seperti kerajaan yang mengalami perubahan dan pemulihan secara utuh kepada semua bangsa, tidak terkecuali.
Tantangan selalu ada dalam setiap perubahan, seperti halnya hidup bersama bangsa lain, penganiayaan, dan penolakan. Bagi Paulus, setiap kesengsaraan atau penderitaan itu dapat menjadi kesempatan bagi umat percaya berbagi kisah tentang Allah yang hadir, berbicara, dan membimbing mereka. Ini pula yang dirasakan oleh gereja (‘Israel Baru’), 12 murid yang dipanggil dan diutus, jemaat Roma dan juga kita hari ini. Dengan demikian, maka sejatinya kehidupan kita adalah sarana bersaksi tentang penyertaan Allah yang digambarkan seperti naungan sayap Rajawali dan belas kasih Tuhan melalui pengorbanan Kristus.
Rancangan Khotbah: Bahasa Indonesia
(Ini hanyalah sebuah rancangan khotbah, silakan dikembangkan sesuai dengan konteks jemaat masing-masing)
Pendahuluan
“Love You Forever“ adalah buku anak yang ditulis oleh Robert Munsch di tahun 1986. Buku ini bercerita tentang seorang ibu yang selalu menyanyikan lagu pengantar tidur bagi anaknya di setiap waktu, bahkan sampai anaknya dewasa. Demikian lirik lagunya: (bisa dinyanyikan).
I’ll love you forever, I’ll like you for always.
As long as I am living. My baby you will be.
Bahkan ketika anaknya mulai rewel dan tidak terkendali, ibu ini akan tetap menyanyikan lagu ini untuknya sampai ia terlelap. Ketika Sang Ibu sudah semakin tua, ia tidak bisa menyanyikan lagu untuk anaknya lagi, karena itu, anaknya kemudian menyanyikan lagu ini untuk ibunya sampai di hari terakhir sang ibu. Setelah kematian sang ibu, ia menyanyikan lagu itu untuk anak perempuannya.
Lagu ini bukan sekedar lagu bagi anak laki-laki itu. Lagu ini mengingatkannya pada cinta Sang Ibu yang menerimanya apa adanya. Penuh ketulusan, tanpa pamrih. Forever (selamanya) and always (selalu), bahkan sepanjang ibunya bernafas, anaknya selalu menjadi kesayangannya. Dalam lagu itu juga menceritakan tentang kesetiaan, tanggung jawab sang Ibu kepada anaknya dalam kondisi apapun. Situasi berubah, umur anak bertambah, anak semakin besar dan bertumbuh dengan cara berpikirnya sendiri, tetapi cinta sang ibu tetap sama.
Pengalaman diterima, dikasihi, dan dicintai itulah yang kemudian membuat sang anak yang kemudian menjadi orang tua meneruskan cintanya kepada anaknya dengan cinta yang sama, seperti yang ia terima dan rasakan. Benar apa yang dikatakan sebuah kalimat bijak bahwa kebaikan dan cinta selalu menular. Relasi antara anak dan sang Ibu dalam buku itu juga ditemukan dalam kuatnya relasi antara Allah dan umat-Nya dalam Alkitab.
Isi
Siapa yang Dipanggil
Setelah bangsa Israel keluar dari tanah Mesir, mereka sampai di padang gurun Sinai dan berkemah untuk mendirikan tempat tinggal dan beristirahat. Perjalanan “keluaran” yang penuh mujizat kembali diceritakan Allah sebagai pesan bagi bangsa yang dipimpin-Nya. Penyertaan-Nya seperti seekor Rajawali yang membawa anaknya belajar terbang. Dijaganya bangsa Israel karena bagi-Nya bangsa ini adalah harta kesayangan-Nya. Bagi-Nya bangsa Israel adalah kerajaan Imam dan bangsa yang kudus. Imam dan bangsa yang kudus menggambarkan kehadiran bangsa Israel sebagai perantara bangsa-bangsa lain dengan Allah. Sebagai bangsa pilihan dan kesayangan Allah, maka bangsa Israel haruslah menjadi bangsa yang kudus, sebab kehadirannya adalah representasi Allah.
Injil Matius menegaskan bahwa gereja Allah adalah “Israel Baru” yang meliputi seluruh dunia, dimana setiap orang Yahudi maupun non Yahudi sama-sama beroleh tempat. Meskipun mayoritas orang Yahudi menolak Yesus, namun Yesus menyatakan bahwa Dia pertama-tama diutus kepada domba-domba yang hilang dari umat Israel. Meskipun Yesus menjumpai iman yang lebih besar pada seorang perwira Roma. Upaya meneguhkan identitas baru bagi bangsa Israel dan para murid menjadi penting di tengah bangsa-bangsa lain dan ajaran-ajaran di seputar pelayanan Yesus Kristus. Identitas inilah yang menjadi cara bangsa Israel, para murid, serta jemaat di Roma memandang dirinya, sesama, dan Allah. Dan apa yang menjadi panggilannya di tengah dunia.
Panggilan Bersaksi tentang Kerajaan-Nya
Kesemuanya dapat terjadi jika umat sungguh-sungguh mendengarkan firman dan berpegang teguh pada perjanjian-Nya. Kemelekatan dengan Allah dan kehendak-Nya, menjadikan firman Allah dan perjanjian-Nya nyata dalam sikap hidup umat. Maka, kepada semua bangsa dan umat inilah, Tuhan Yesus memberitakan kerajaan-Nya. Kerajaan yang digambarkan sebagai pemulihan dan perubahan secara fisik, psikis, dan spiritual (holistik).
Kepada para murid, Tuhan Yesus mengutus mereka untuk menyatakan Kerajaan-Nya. Matius mengisahkan panggilan kedua belas murid dengan memberi mereka kuasa mengusir Roh Jahat dan untuk melenyapkan segala penyakit dan kelemahan. Penegasan dan rincian yang dipesankan Tuhan Yesus melalui ayat 5 sampai 8 menyebutkan bahwa memberitakan Kerajaan Sorga sudah dekat, ditegaskan sebagai pekerjaan menyembuhkan orang sakit, membangkitkan orang mati dan mengusir setan. Pesan perikop ini mengesankan bahwa Tuhan selalu memanggil para murid-Nya untuk terlibat dan turut bekerja bersama-Nya.
Tantangan dan Penyertaan-Nya
Surat Roma ini ditujukan kepada jemaat dalam situasi yang tidak pasti. Sebab penolakan sangat mungkin terjadi bagi komunitas baru. Dalam situasi itu, Paulus meneguhkan warga jemaat di Roma untuk memandang kesengsaraan sebagai kesempatan untuk melahirkan ketekunan yang menimbulkan tahan uji dan membawa orang percaya dalam pengharapan. Sebab di tengah situasi sulit, pengharapan sungguh meneguhkan. Kasih Allah yang dinyatakan melalui pengorbanan Yesus Kristus bagi kita manusia yang berdosa melahirkan pengharapan. Iman tidak menjadi sia-sia. Dengan demikian, bagi Paulus, penebusan Yesus Kristus melalui pengorbanan-Nya, menjadi kekuatan bagi jemaat di Roma dalam menghadapi penganiayaan, situasi sulit dan tantangan dalam mengikut Tuhan. Situasi sulit atau mudah, penganiayaan atau kegembiraan tidak menghentikan warga jemaat untuk menampilkan kehidupan Kristiani yang menjadi berkat. Kuasa-Nya, berkat-Nya, kekuatan-Nya akan menyertai setiap kita menjalankan misi dan panggilan kita.
Dari bacaan di atas, kita bisa belajar tentang umat terpilih yang disertai Allah, seperti halnya perlindungan sayap induk Rajawali bagi anaknya. Kita belajar tentang pengorbanan melalui Yesus Kristus (Roma) dan belas Kasih Yesus Kristus kepada umat manusia (Matius). Kebaikan yang bukan hanya diceritakan, tetapi dirasakan itu memanggil kita untuk memberitakan karya dan kasih Tuhan Yesus kembali. Meskipun tantangan selalu ada dalam setiap perubahan, seperti halnya hidup bersama bangsa lain, penganiayaan, dan penolakan. Bagi Paulus, setiap kesengsaraan dan penderitaan menjadi kesempatan bagi umat percaya berbagi kisah tentang Allah yang hadir, berbicara dan membimbing mereka. Dengan demikian, maka sejatinya kehidupan umat percaya adalah sarana mengalami teladan pengorbanan Tuhan Yesus dan menceritakannya kembali.
Penutup
Panggilan didengungkan hingga hari ini bagi kita dan bagi gereja yang sedang hidup di tengah situasi yang tidak terprediksi dan berubah setiap waktu. Di zaman inilah kita menyatakan kabar baik. Di situasi kita yang berjuang di tengah pandemi, pulih secara ekonomi, tinggal di konteks rawan bencana, kekerasan berbasis gender, kerusakan lingkungan, dll masih mewarnai. Selama sebulan kita sudah mewujudkan ragam kegiatan di bulan Kesaksian dan Pelayanan.
Keterlibatan kecil untuk terlibat dalam ragam persoalan. Ke depan pekerjaan rumah kita tidak akan berujung, bahkan keluar dari tanah Mesir bukan berarti kehidupan bangsa Israel merdeka dari masalah dan persoalan, mengikut Yesus berarti bukannya hidup tanpa persoalan dan kesengsaraan. Sebab nyatanya bangsa Israel, para murid, dan jemaat di Roma semakin menghadapi kehidupan yang menguji panggilan mereka dengan tantangan dan perjumpaan-perjumpaan. Maka, perubahan menjadi cara kita menemukan sebuah kepastian tentang penyertaan dan kasih setia Allah.
Bersyukur, bahwa penyertaan Allah terus dinyatakan di tengah kehidupan kita. Demikian cinta Allah yang melimpah dalam kehidupan umat pilihan-Nya mendorong kita untuk membagikannya kepada sesama kita. Bersaksi melalui hidup dan karya untuk menceritakan kebaikan Allah dan meneladani kisah hidup yang penuh kasih dan pengorbanan. Demikian lagu yang dinyanyikan dari cinta mendalam seorang ibu kepada anak.
I’ll love you forever, I’ll like you for always.
As long as I am living. My baby you will be.
Mari teladani cinta Allah dalam melayani. Mari bagikan pengorbanan Allah yang tidak terbatas dengan bersaksi. Tuhan memberkati. Amin. [NW].
Pujian: KJ. 427 : 1, 2 Ku Suka Menuturkan
—
Rancangan Khotbah: Basa Jawi
(Punika namung rancangan khotbah, saged dipun kembangaken miturut konteks pasamuwan piyambak)
Pambuka
“Love You Forever” punika jejeripun buku ingkang dipun serat dening Robert Munsch ing tahun 1986. Buku punika nyariosaken satunggaling ibu ingkang nembangaken lagu kangge putranipun nalika putranipun badhe tilem, ngantos putranipun punika dewasa.
I’ll love you forever, I’ll like you for always.
As long as I am living. My baby you will be.
Senaosa putranipun rewel, ibu punika tetep nembang lagu punika kangge putranipun ngantos tilem. Nalika ibu punika sangsaya sepuh, ibu punika boten saged nembangaken lagu malih kangge putranipun. Ningali kawontenan ingkang kados mekaten, gantos sang putra ingkang nembangaken lagu punika kagem sang ibu ngantos ibunipun tinimbalan seda. Saksampunipun dipun tilar dening ibunipun, piyambakipun nembangaken lagu punika kangge putrinipun.
Tembang punika boten namung lagu kangge anak jaler kemawon. Tembang punika ugi ngengetaken sang putra tumrap katresnanipun sang Ibu ingkang purun nampi piyambakipun punapa wontenipun. Katresnan ingkang tulus tanpa pamrih, mekaten katresnanipun ibu dhateng sang putra ingkang kinasih. Wonten ing salebeting tembang punika, nyariosaken bab kasetyan, tanggel jawab sang Ibu dhateng sang putra wonten ing kahanan punapa kemawon. Nalika kahanan malih, anak sangsaya diwasa, katresnanipun Ibu tetep langgeng.
Pangraos dipun tampi, dipun tresnani punika ingkang dadosaken sang putra wonten ing wekdhal nalika dados tiyang sepuh ingkang saged nglajengaken katresnanipun dhateng putranipun kanthi katresnan ingkang sami kados dene ingkang piyambakipun tampi lan raosaken saking Sang Ibu. Leres kados dene punapa ingkang dipun dhawuhaken tiyang wicaksana, “Katresnan lan kasaenan punika nular.” Sesambetan antawis ibu kaliyan putra wonten ing buku punika, ugi kapanggihaken wonten ing kiyatipun sesambetan Gusti Allah kaliyan umat-Ipun wonten ing Kitab Suci.
Isi
Nalika medhal saking tanah Mesir, bangsa Israel dumugi wonten ing pasamunan Sinai, mangun kemah kangge lereh. Lampah “pangentasan” ingkang kebak mujizat dipun dhawuhaken malih dening Gusti Allah lumantar Musa, kados dene pesen kangge bangsa ingkang dipun pimpin. Panganthi lan katresnanipun Gusti kados dene peksi Rajawali ingkang nuntun anak-anakipun sinau miber. Dipun jagi awit bangsa Israel punika dipun tresnani. Kratoning Imam lan bangsa ingkang suci, ing pundi sedayanipun dados pra lambang bilih bangsa Israel punika dados bangsa “prantara” Gusti Allah kaliyan para bangsa sanesipun. Bangsa punika kedhah budidaya kasucen, awit dados sarana rawuhing Gusti.
Injil Matius negesaken bilih pasamuwanipun Allah “Israel Enggal” punika sedaya bangsa, ing pundi sedaya tiyang Yahudi lan non Yahudi boten wonten bentenipun. Sanaosa tiyang Yahudi nampik Gusti Yesus, Gusti Yesus nyuraos bilih Gusti Yesus punika dipun utus dhateng cempe-cempe ingkang katriwal saking umatipun Gusti, senaosa Gusti Yesus manggihi pangandel ingkang agung, wonten ing prawira Roma.
Identitas enggal bangsa Israel lan para sakabat dados wigati ing satengahing bangsa-bangsa sanes lan piwulang Gusti Yesus. Identitas punika dados cara bangsa Israel lan para sakabat, pasamuwan Roma mandeng diri, lan punapa ingkang dados timbalanipun Gusti wonten ing satengahing donya.
Sedaya saged kelampahan nalika umat mirengaken dhawuh pangandikanipun lan ngugemi prasetyanipun Gusti. Gesang ingkang rumaket kaliyan Gusti lan karsanipun, dadosaken sabdanipun Gusti lan prasetyanipun nyata wonten ing satengahing gesang bangsa. Dhumateng sedaya bangsa punika, Gusti Yesus mawartosken keratonipun. Keraton ingkang kagambarken minangka pamulihan secara fisik, psikis, lan spiritual (holistik).
Para sakabat, sami kautus kangge martosaken Kratonipun. Matius nyariosaken babagan timbalan para sakabat kalih welas kanthi kakiyatan kangge nundhung Roh Pepeteng, supados sedaya penyakit lan kacilakan sirna. Dhawuhipun Gusti Yesus saking ayat 5-8 nyuraos bilih Kratoning Swarga sampun celak, kategesaken minangka pakaryan nyarasken tiyang sakit, ngwunguaken tiyang seda lan nundhung dhemit. Pesen saking waosan punika nedahaken bilih Gusti Allah tansah nimbali para sakabat supados nderek makarya kaliyan Panjenenganipun.
Serat kangge pasamuwan Rum punika katujuaken kangge warga pasamuwan ing kahanan ingkang boten mesthi. Amargi komunitas enggal rentan ngalami penolakan. Wonten ing kahanan mekaten, Paulus nyengkuyung tiyang-tiyang wonten ing pasamuwan Rum supados mandheng kasisahan minangka wekdhal kangge para umat ngasilaken katekunan ingkang mbangun toleransi lan dadosaken tiyang pitados gesang wonten ing pangajeng-ajeng. Amargi wonten ing satengah-tengahing kahanan ingkang awrat, pangajeng-ajeng sangsaya kiyat. Sih katresnanipun Gusti Allah ingkang kinurbanaken dening Gusti Yésus Kristus kangge kita ingkang nandhang dosa, nglairaken pangajeng-ajeng. Iman boten muspra. Mekaten, kangge Paulus, panebusanipun Gusti Yesus Kristus ingkang dados kurban, saged dados kakiyatan kangge pasamuwan ing Roma kangge ngadhepi kahanan ingkang awrat lan kebak tantangan. Kahanan ingkang awrat utawi gampil, panganiaya utawa kabungahan mesthinipun boten dados pepalang kangge anggota pasamuwan ngetingalaken gesang Kristen ingkang dados berkah. Kuwasanipun Gusti sarana berkah, kekiyatan-Ipun badhe nunggil saben kita ingkang nindakaken misi lan timbalanipun.
Saking waosan ing nginggil, kita saged sinau babagan tiyang-tiyang ingkang piniji dipun ayomi katresnanipun Gusti Allah ingkang kagambaraken wonten ing kitab Pangentasan kados dene swiwinipun Elang kangge anak-anakipun, pangorbananipun Gusti Yesus Kristus (Roma), lan welas asih Gusti Yesus Kristus dhateng umat (Matius). Kabecikan boten namung kacariosaken lan karaosaken, nanging ugi nimbali kita, saged ta martosaken malih. Babagan Kratonipun, ingkang kagambaraken Gusti Yesus minangka Kraton ingkang ngalami pamulihan, senadyan tantangan tansah nunggil ing saben owah-owahan, kados dene bangsa Israel ingkang mangun gesang “berdampingan” kaliyan bangsa sanes, para sakabat ingkang dipun abenajengaken kaliyan panyoba, pepalang, lan gegilutan. Kangge Paulus, sedaya kasangsaran saged dados wekdhal kangge tiyang pitados mangun gesang tinuntun dening Gusti / ‘Israel Enggal’. Dados, gesang sejatinipun tiyang-tiyang ingkang pitados tansah nuladha pangurbananipun Gusti Yesus lan ugi nyariosaken malih.
Panutup
Timbalan punika katujuaken kangge kita, kangge pasamuwan ingkang manggen wonten ing satengahing kahanan ingkang boten tamtu lan owah sawayah-wayah. Wonten ing kahanan ingkang mekaten kita dipun timbali martosakén kabar kabingahan. Ing kahanan punika, kita budidaya pulih ekonomi ing satengahing pagebluk, gesang ing konteks rawan bencana, tumindak kekerasan adhedhasar gender, karusakan lingkungan, lan sanes-sanesipun. Pasamuwan-pasamuwan sampun satunggal sasi anggenipun ngwujudaken program dados berkah wonten ing satengahing mawarni-warnining gegilutan. Mugi boten kendel namung wonten ing sasi Kespel kemawon, nanging kalajengaken wonten ing saben dinten.
Wonten ing wekdhal mangajeng, PR kita dereng rampung, nilar tanah Mesir boten ateges gesangipun bangsa Israèl boten wonten masalah, nderek Gusti Yesus boten ateges gesang tanpa kasisahan. Amargi sejatosipun bangsa Israel, para sakabat, lan pasamuwan ing Roma sangsaya kathah dipun abenajengaken kaliyan ujian timbalan, tantangan lan pasrawungan. Dados, ewah-ewahan gesang dados cara kangge manggihaken kita kaliyan panganthi ingkang tetep lan katresnan ingkang langgeng.
Puji syukur, mugi-mugi kanugrahanipun Gusti tansah katedhakan wonten ing salebeting gesang kita. Mekaten ugi sih katresnanipun Gusti Allah ingkang luber wonten ing satengahing gesang umat ingkang tinimbalan dados berkah kangge sesami. Nyekseni sarana gesang lan pakaryan kangge nedahaken kabecikan Gusti Allah lan nuladha carios gesang katresnan. Punika minangka tembang ingkang saking katresnanipun ibu dhateng putranipun.
I’ll love you forever, I’ll like you for always.
As long as I am living. My baby you will be.
Swawi nuladha katresnanipun Gusti ing leladi. Gusti mberkahi kita. Amin. [NW].
Pamuji: KPJ. 126 : 1, 2 Nadyan Kula Nandhang Sangsara