Bacaan 1 : Yehezkiel 33: 7-11
Bacaan 2 : Roma 13:8-14
Bacaan 3 : Matius 18:15-20
Tema Liturgis : Firman Allah Mendasari Sikap dan Tindakan Umat
Tema Khotbah : Tindakan menasehati dan menegor
Keterangan Bacaan
(Tidak perlu dibaca di mimbar, cukup dibaca saat mempersiapkan khotbah)
Yehezkiel 33: 7-11
Bagian ini merupakan bagian dari seluruh pasal 33 yang merupakan ringkasan tentang tema mengenai nabi Yehezkiel sebagai pengawas Allah di kalangan umat Israel. Yehezkiel mempunyai tanggung jawab untuk menjelaskan kepada orang fasik tentang dosa-dosa mereka (ay. 8-9). Jika ia gagal melaksanakan itu, orang fasik akan menerima hukuman akibat kejahatan mereka, dan hidup Yehezkiel sendiri akan dituntut. Peringatan nabi dan penghakimannya dimaksudkan untuk membimbing Israel supaya mengetahui bahwa Allah siap memberi pengampunan kepada mereka yang telah bertobat dari jalan sesatnya. Sebagai pengawas, Yehezkiel diandaikan mempunyai tanggung jawab besar, lebih besar dari pada nabi-nabi lain di Israel. Tugasnya mengawasi dan memperingatkan orang fasik dan orang beriman dituntut bertobat, terutama karena akhir dari Yerusalem sudah mendekat.
Roma 13:8-14
Kata “berhutang” menghubungkan bagian ini dengan bagian sebelumnya. Satu-satunya hal yang membuat kita berhutang satu sama lain adalah kasih. Hal ini berarti memenuhi Taurat, tidak peduli aturan Taurat yang mana dari 613 peraturan yang dibebankan kepada kita. Paulus meringkas semua aturan itu dengan mengutip Imamat 19: 18 mengenai mengasihi sesama. Dalam pemahaman Yahudi “sesama” berarti orang sebangsa, saudara. Dalam tradisi Yesus, sesama mempunyai cakrawala yang lebih luas. Kasih menjadi norma bagi tingkah laku Kristen, dan ini menggantikan Taurat.
Matius 18:15-20
Bagian ini berbicara mengenai sikap terhadap warga jemaat yang berbuat dosa. Bagian ini menggambarkan berbagai tahapan yang harus diambil bilamana seorang Kristen berbuat dosa. Masing-masing tahap (pembicaraan pribadi, pembicaraan di depan saksi, pembicaraan di depan jemaat) bertujuan untuk mengajak orang Kristen yang berbuat dosa kembali ke dalam jemaat. Bahkan, langkah drastis dari pengucilan barangkali dimaksudkan untuk membuat kejutan bagi yang berbuat dosa supaya mengadakan rekonsiliasi.
Dalam kontekstnya yang sekarang, nasehat Yesus kepada jemaat yang terpecah, ucapan-ucapan mengenai mengikat dan melepaskan, dua atau tiga orang yang berkumpul dalam nama Yesus barangkali menunjuk kepada kekuasaan jemaat untuk mengucilkan warga yang tersesat sebagai instansi terakhir. Para murid diberi janji bahwa Allah akan berdiri di belakang keputusan mereka. Persetujuan dari jemaat yang bersatu dalam doa akan diterima oleh Allah sebagai mengikat, karena Dia hadir dalam jemaat secara khusus.
BENANG MERAH TIGA BACAAN
Ketiga bacaan di atas berisi tentang memperingatkan orang supaya bertobat dan berbuat kebenaran. Tuhan Yesus mengajari jemaatNya untuk memperingatkan warga yang berbuat dosa. Yehezkiel diperintahkan untuk mengingatkan orang fasik. Paulus mengingatkan orang Kristen Roma untuk melakukan kasih.
RANCANGAN KHOTBAH: Bahasa Indonesia
(Ini hanya sebuah rancangan…bisa dikembangkan sendiri sesuai konteks jemaat)
Pendahuluan
Manusia pada umumnya mengutamakan kesenangan dan kepuasan diri sendiri. Ketika merasa senang dan puas orang akan bisa berbuat baik untuk berbagi kesenangan dan kepuasan dengan orang lain. Ketika ada orang lain melakukan kesalahan, ya dibiarkan saja, asal tidak mengganggu kesenangan dan kepuasan dirinya. Orang baru akan menegor bahkan cenderung memarahi orang lain jika perbuatan orang lain itu dirasa merugikan atau mengganggu kesenangan dan kepuasan dirinya, bahkan sekalipun sebenarnya perbuatan orang lain itu bukanlah suatu kejahatan. “Jika tidak mengganggu, ya sudah biarkan saja.” Sebaliknya, jika dirinya merasa dikecewakan apalagi dirugikan, dia akan berkata “tidak puas rasanya hatiku, jika tidak melabrak dia.” Jadi, teguran yang dilakukan kepada orang lain adalah untuk mencari kesenangan dan kepuasan dirinya.
Isi
Bacaan kita hari ini mengajarkan kita untuk menegor orang yang berbuat dosa atau kesalahan. Kita tidak diperkenankan diam saja atau membiarkan orang lain yang berbuat dosa atau kesalahan. Sekalipun perbuatan dosa atau kesalahan orang lain itu tidak mengganggu atau mengecewakan atau merugikan diri kita, kita tetap harus menegor atau memperingatkannya. Alasan teguran itu bukanlah karena dosa dan kesalahan orang lain itu mengganggu atau merugikan kita. Karena itu, jika kita menegor atau memperingatkannya, sangat mungkin kita dianggap turut campur urusan orang lain. Sekalipun dosa atau kesalahan orang lain itu bukan urusan kita, kita tetap harus menegor atau memperingatkannya. Sebab, tegoran atau peringatan itu adalah tanggung jawab kita. Jika orang berdosa itu atau perbuatan dosa orang lain itu mencelakakan dirinya atau diri orang lain, di hadapan Tuhan kita turut bertanggung jawab atas akibat perbuatan dosa orang itu.
Kita ditegor, diperingatkan dan diselamatkan oleh Tuhan adalah supaya melalui kita orang lain juga selamat. Tuhan tidak menghendaki umat ciptaanNya celaka atau bahkan mati, Tuhan tidak menghendaki. Tuhan tidak menghendaki manusia itu mati, bahkan sekalipun orang itu fasik, jahat (Yeh. 33:11). Tuhan Allah menciptakan manusia itu hidup dan menghendakinya tetap hidup. Jika karena dosa dan kefasikannya, manusia mengarah kepada kematian, Tuhan menghendaki pertobatannya; Tuhan tidak menghendaki kematiannya. Tuhan Allah menghendaki keselamatan semua orang, termasuk yang berbuat fasik atau jahat sekalipun.
Untuk itu, Allah turun ke dalam dunia di dalam diri Tuhan Yesus Sang Juruselamat. Tuhan Yesus menghendaki kita, para pengikutNya, untuk menasehati dan menegor orang yang berbuat dosa dengan tanpa putus asa. Tahap-tahap tegoran itu (empat mata atau secara pribadi, di depan saksi, di depan jemaat dan terakhir dikucilkan) menunjukkan bahwa usaha menasehati dan menegor orang berdosa itu harus terus dilakukan sampai orang itu bertobat dan terbebas dari dosa. Tahap akhir -pengucilan orang itu dari persekutuan jemaat- itupun adalah dengan maksud supaya akhirnya dia sadar sendiri dan kembali ke persekutuan tubuh Kristus. Tahap akhir ini bukan sebagai hukuman atas orang itu. Tahap-tahap tegoran itu juga menunjukkan betapa Tuhan selalu menginginkan keselamatan semua orang, orang berdosa.
Untuk itu pula Tuhan Allah mengutus nabi Yehezkiel untuk menasehati, menegor dan mengingatkan umat pilihanNya yang berbuat dosa. Jika ada orang mati dalam kesalahannya tanpa Yehezkiel memperingatkannya, Tuhan sampai mengatakan kepada nabi Yehezkiel “…Aku akan menuntut pertanggungan jawab atas nyawanya dari padamu”. Itu menunjukkan begitu besarnya keinginan Tuhan atas keselamatan umatNya.
Paulus yang belum pernah datang atau bertemu dengan jemaat Kristen di Roma pun memberikan peringatan supaya umat Kristus itu senantiasa hidup di dalam kehendak kasih Tuhan. Nasehat dan peringatan Paulus itu diberikan mengingat banyaknya cobaan di hari-hari akhir ini (“sudah jauh malam”) yang mudah membuat orang berbuat dosa dan kesalahan, dan demi keselamatan umat di hari kedatangan Kristus yang sudah mendekat (“telah hampir siang”). Paulus menasehatkan mereka dengan dasar kasihnya supaya mereka hidup di dalam kasih.
Yang harus kita pakai sebagai dasar menasehati, menegor atau memperingatkan orang yang berbuat dosa adalah kasih, bukan untuk kepuasan diri sendiri, dan dengan tujuan keselamatan serta kebaikan orang lain. Jika kita mengasihi orang lain itu berarti kita harus peduli akan keselamatan mereka, kita tidak membiarkan orang lain celaka apalagi binasa. Bukankah kita merasa kasihan jika kita melihat orang lain celaka atau menderita, apapun sebabnya? Karena itu, jangan diam jika kita melihat orang lain berbuat dosa atau kesalahan! Tegor dan peringatkan mereka! Ingat, kita punya tanggung jawab memperingatkan mereka, siapapun mereka. Jika kita biarkan, yang celaka atau menderita bukan hanya orang yang melakukan perbuatan dosa dan kesalahan itu. Orang lain yang tidak turut berbuat dosa dan kesalahan (mungkin keluarganya: anak-isteri atau suaminya, tetangganya, sahabatnya, rekan kerjanya) juga sangat mungkin akan celaka dan menderita karena dosa dan kesalahannya, persekutuan jemaat bisa rusak karenanya, tatanan dan ketentraman masyarakat juga bisa rusak karenanya, walaupun mungkin kita pribadi tidak mengalaminya. Ini seperti pribahasa: setitik nila akan merusakkan susu sebelanga.
Memang menasehati, memperingatkan apalagi menegor orang yang berbuat dosa atau kesalahan, ada risiko atau akibat yang bisa menimpa kita. Mungkin orang itu membenci kita, atau memusuhi kita, atau dia tidak mau menerima nasehat dan teguran kita, karena kita sendiri dianggap juga berbuat dosa atau kesalahan. Jika itu terjadi, maka kita perlu:
- Menjaga sikap dan perilaku kita.
- Jangan takut atau enggan memberikan teguran atau nasehat karena menyadari bahwa kita sendiri juga kadang berbuat dosa dan kesalahan.
- Katakan kepadanya: “jika anda melihat saya berbuat dosa atau kesalahan, tolong tegor dan ingatkan saya juga; saya butuh teguran dan peringatan anda.”
- Berikan teguran dan peringatan dengan menjaga kehormatannya (seperti tahap-tahap di atas).
- Berikan teguran dan peringatan dengan lemah lembut.
- Kita sendiri harus legawa (menerima dengan terbuka) dan bersyukur jika ada orang yang menasehati, mengingatkan atau menegor kita.
Jika semua tahap di atas sudah kita lakukan dan orang itu tetap saja tidak mau bertobat, itu sudah menjadi urusan pribadinya dengan Tuhan sendiri; kita doakan bersama. Tetapi dengan begitu, kita sudah melaksanakan apa yang menjadi tanggung jawab kita, dan kita bebas dari tuntutan Tuhan.
Penutup
Mari kita bersama saling memperhatikan satu sama lain! Jika ada perbuatan dosa, kesalahan atau bahkan ketidakbaikan, mari kita saling menasehati dan menegor tanpa enggan, tanpa henti dan tanpa jera! Dengan begitu kita turut menata kehidupan yang baik dan benar dari persekutuan jemaat dan masyarakat kita. Dengan begitu berkat Tuhan akan tercurah dan lestari dalam hidup kita pribadi dan bersama. Dengan begitu pula, kita bisa menjadi berkat Tuhan bagi semua ciptaanNya. Amin. [st]
Nyanyian: KJ 54:1,3.
—
RANCANGAN KHOTBAH: Basa Jawi
Pambuka
Manungsa umumipun sami nengenaken pemarem lan kasenenganipun pribadi. Nalika rumaos marem lan seneng lajeng saged tumindak sae kangge andum kasenengan kaliyan tiyang sanes. Menawi wonten tiyang sanes ingkang nindakaken kalepatan, nggih dipun kèndelaken kemawon, angger boten ngganggu kemareman lan kasenenganipun pribadi. Tiyang nembe badhe melèhaken malah gampil nyenèni tiyang sanes menawi tumindakipun tiyang menika mitunani utawi ngganggu kemareman lan kasenenganipun, nadyan tumindakipun tiyang sanes menika sejatosipun sanes satunggaling piawon (kejahatan). “Angger ora ngganggu, ya wis bèn.” Kosokwangsulipun, menawi dhirinipun rumaos dipun kuciwani lan dirugikan, piyambakipun badhe sanalika ngucap: “Ora lega rasane atiku, yen durung nglabrak dheweke.” Dados piwelèh ingkang dipun tindakaken dhateng tiyang sanes menika sejatosipun kangge pados pemarem lan kasenenganipun pribadi.
Isi
Waosan kita dinten menika mulang kita supados melehaken tiyang ingkang nindakaken dosa utawi kalepatan. Gusti boten ngersakaken kita mèndel kemawon menawi ningali utawi mireng tiyang sanes tumindak dosa utawi kalepatan. Nadyan dosa utawi kalepatanipun tiyang menika boten mitunani, ngganggu utawi nguciwani dhiri kita, kita tetep kedah melehaken tiyang menika. Ingkang dados alesan kita melehaken tiyang menika sanes karana dosa utawi kalepatanipun tiyang menika mitunani utawi ngganggu kita. Karana saking menika, menawi kita melehaken tiyang menika, saged kemawon kita kaanggep “melu-melu urusan pribadine liyan”. Nadyan dosa utawi kalepatanipun tiyang lintu menika sanes urusan kita, kita tetep kedah melehaken. Awit, piweleh menika dados tanggel jawab kita. Menawi tiyang dosa utawi tumindakipun ingkang lepat menika mbilaèni dhirinipun utawi tiyang sanes, ing ngarasanipun Gusti kita ndherek tanggel jawab tumrap temahanipun (akibat) tumindak dosanipun tiyang menika.
Kita dipun welehaken lan dipun slametaken dening Gusti nggih menika supados lumantar kita tiyang sanes ugi slamet. Gusti boten ngersakaken umat titahipun nemahi bilai utawi pejah; Gusti boten ngersakaken. Gusti boten ngersakaken manungsa menika pejah, nadyan tiyang menika awon, jahat (Yeh. 33:11). Gusti Allah nitahaken manungsa menika gesang lan ngersakaken manungsa menika tetep gesang. Menawi karana dosa lan piawonipun, manungsa ngener dhateng pepejah, Gusti ngersakaken pitobatipun; Gusti boten ngersakaken patinipun. Gusti ngersakaken kawilujenganipun sedaya tiyang, kalebet tiyang ingkang tumindak dosa lan piawon.
Ingkang menika, Gusti Allah tumedhak ing donya ing sarira Gusti Yesus Sang Juruwilujeng. Gusti Yesus ngersakaken kita, para pendherekipun, supados nuturi lan melehaken tiyang ingkang tumindak dosa, kanthi tanpa kendhat. Trap-trapaning piweleh (sesidheman, ing ngajenganipun seksi, ing ngarsanipun pasamuwan lan pungkasan ngedalaken saking pasamuwan) nedahaken bilih pambudidaya nuturi lan melehaken tiyang dosa menika kedah dipun tindakaken tanpa kendhat ngantos tiyang menika mratobat lan uwal saking dosanipun. Trap ingkang pungkasan, nggih menika ngedalaken tiyang menika saking pasamuwan, ugi klayan sedya supados wasananipun tiyang menika sadhar piyambak lan wangsul dhateng patunggilaning sariranipun Sang Kristus. Trap ingkang pungkasan menika sanes minangka paukuman dhateng tiyang menika. Trap-trapaning piweleh menika ugi nedahaken saiba Gusti tansah ngersakaken kawilujenganipun sedaya tiyang, tiyang dosa.
Ingkang menika, Gusti Allah ugi ngutus Nabi Yehezkiel kinen melehaken, nuturi lan ngengetaken umat pilihanipun ingkang tumindak dosa. Menawi wonten tiyang pejah ing salebeting kalepatanipun tanpa Yehezkiel paring piweleh, Gusti ngantos dhawuh dhateng sang nabi: “…Aku bakal mundhut tanggung jawab bab nyawane marang kowe.” Menika nedahaken saiba agenging karsanipun Gusti anggenipun milujengaken umatipun.
Rasul Paulus ingkang dereng nate tindak utawi pinanggih kaliyan warga Kristen ing Rum ugi paring pitutur supados umatipun Sang Kristus menika tansah gesang ing karsaning katresnanipun Gusti. Pitutur lan pangengetipun Paulus menika dipun paringaken ngengeti kathahing pacoben in dinten-dinten pungkasan menika (“wis bengi”) ingkang gampil murugaken tiyang tumindak dosa lan kalepatan, lan murih kawilujenganing umatipun Gusti ing dinten rawuhipun Sang Kristus ingkang sampun saya celak (“meh awan”). Paulus paring pitutur kanthi dhasar katresnanipun supados umatipun Gusti menika gesang ing katresnan.
Landhesaning anggen kita melehaken lan nuturi tiyang ingkang tumindak dosa nggih menika katresnan, sanes kebrananging raos, sanes kangge pemarem dhiri kita, nanging murih kawilujengan lan katentremaning tiyang sanes. Menawi kita tresna dhateng tiyang sanes, menika ateges kita kedah perduli dhateng kawilujengan dan katentremaning tiyang sanes, kita boten ngèndelaken tiyang sanes bilai utawi sangsara. Kita rak nggih rumaos mesakaken menawi kita ningali tiyang sanes nemahi bilai utawi sangsara, menapaa kemawon jalaranipun? Pramila saking menika, sampun mèndel kemawon menawi ningali utawi sumerep tiyang sanes nindakaken dosa utawi kalepatan! Swawi dipun welehaken! Swawi sami enget bilih kita nggadhahi tanggel jawab melehaken sintena kemawon. Menawi kita namung mèndel kemawon, ingkang bilai lan sangsara boten namung tiyang ingkang nindakaken dosa utawi kalepatan menika. Tiyang sanes ingkang boten tumut damel dosa lan kalepatan (mbokmenawi kulawarganipun: anak utawi semahipun, tetangginipun, rencangipun) ugi saged bilai lan sangsara karana dosa lan kalepatanipun; patunggilaning pasamuwan saged risak; tatanan lan katentremaning masyarakat ugi saged risak, nadyan mbokmenawi kita pribadi boten ngalami. Menika kados paribasan: setitik nila akan merusakkan susu sebelanga.
Pancen melehaken tiyang ingkang tumindak dosa utawi kalepatan menika sok wonten resikonipun. Kita saged dipun sengiti. Tiyang menika saged kemawon nampik piweleh lan pitutur kita, amargi kita piyambak kaanggep ugi sok tumindak dosa lan kalepatan. Menawi menika ingkang kedadosan, kita prelu:
- Njagi sikep lan patrap kita supados sampun gampil tumindak dosa.
- Sampun ajrih utawi sungkan atur piweleh karana ngrumaosi bilih kita piyambak ugi sok damel dosa lan kalepatan.
- Prayogi kita ngucap: “menawi panjenengan nyumurupi kula tumindak dosa lan kalepatan, mugi kersaa panjenengan melehaken kula; kula ugi mbetahaken piweleh panjenengan.”
- Kita melehaken klayan ngajeni piyambakipun (manut trap-trapaning piweleh ing inggil)
- Kita melehaken kanthi lembah manah lan alusing budi lan basa.
- Kita piyambak kedah legawa lan saos sokur menawi wonten tiyang ingkang melehaken kita.
Menawi sedaya trap-trapaning piweleh sampun kita tindakaken lan tiyang menika tetep mangkotaken manah, boten purun mratobat, menika dados urusanipun piyambak kaliyan Gusti Allah pribadi; kita dongakaken sesarengan. Kanthi makaten kita sampun nindakaken menapa ingkang dados tanggel jawab kita, lan kita uwal saking pamundhutipun (tuntutan) Gusti Allah.
Panutup
Mangga kita sawang-sinawang! Menawi wonten tumindak dosa utawi kalepatan, swawi kita melehaken satunggal lan satunggalipun kanthi tanpa sungkan, tanpa kendhat lan tanpa kapok! Klayan makaten kita ndherek mranata gesang ingkang sae lan leres ing patunggilaning pasamuwan lan masyarakat. Klayan makaten berkahipun Gusti lestantun tumrah dhateng gesang kita pribadi lan sesarengan. Klayan makaten ugi, kita saged dados berkah tumrap sedaya titahipun Gusti. Amin. [st]
Pamuji: KPK 195:2,3.