Mendengarkan Firman Tuhan supaya Hidup menjadi Berkat Khotbah Minggu 16 Juli 2023

3 July 2023

Minggu Biasa | Pekan Wanita
Stola Hijau

Bacaan 1:  Yesaya 55 : 10 – 13
Bacaan 2: 
Roma 8 : 1 – 11
Bacaan 3: 
Matius 13 : 1 – 9, 18 – 23

Tema Liturgis: Peran Wanita GKJW dalam Keluarga Kerajaan Allah
Tema Khotbah:  Mendengarkan Firman Tuhan supaya Hidup menjadi Berkat

Penjelasan Teks Bacaan
(Tidak perlu dibaca di mimbar, cukup dibaca saat mempersiapkan khotbah)

 Yesaya 55 : 10 – 13
Perikop ini merupakan bagian kedua dari kitab Yesaya, khususnya tentang hamba Tuhan (pasal 49 – 55). Bagian pertama adalah Yesaya pasal 1 – 39; bagian kedua adalah Yesaya pasal 40 – 66. Pada Yesaya 55 : 1 – 13 menceritakan tentang seruan hamba Tuhan kepada bangsa Israel supaya turut serta dalam keselamatan yang dari Tuhan. Seruan ini disampaikan oleh nabi Yesaya ketika bangsa Israel berada di negeri pembuangan (Babel).

Keselamatan yang diberitakan itu bukan hanya berkaitan dengan hal rohani saja, melainkan juga keselamatan dari pemenuhan kebutuhan jasmani (Yes. 55:1,2). Keselamatan dalam pemeliharaan Tuhan juga dijanjikan, sehingga mereka merasa tenang karena dekat dengan Tuhan (Yes. 55:3-5). Kehidupan sebagai umat Tuhan juga harus diberlakukan oleh Israel dengan berperilaku baik dan mau belajar memahami rancangan Tuhan yang selalu baik untuk umat-Nya (Yes. 55:6-9).

Pada ayat 10-11 dijelaskan tentang peran Firman Tuhan dalam kehidupan umat Tuhan. Firman Tuhan itu tidak terbendung, tidak bisa dihalangi karena seperti hujan dan salju yang turun dari langit. Dia akan meluncur atau keluar begitu saja, dan yang jelas tidak ada satupun yang tidak berguna. Semua Firman Tuhan itu bermanfaat bagi umat Tuhan. Seperti air yang tercurah dari langit juga bermanfaat untuk memberikan kehidupan bagi makhluk di bumi. Demikian juga Firman Tuhan yang memberi kehidupan bagi umat-Nya. Artinya, umat Tuhan tidak bisa hidup tanpa Firman Tuhan, karena itulah tuntunan bagi hidupnya. Ada kebutuhan untuk selalu melakukan kehendak Tuhan, dan itu bisa dipelajari melalui firman-Nya. Tidak ada satupun Firman Tuhan yang sia-sia. Firman itu yang akan terus membimbing dan memberikan pertumbuhan pada kehidupan umat Tuhan, supaya hidup mereka sesuai kehendak Tuhan.

Bangsa Israel yang berada di pembuangan akan pulang kembali ke negerinya dengan sukacita, akan dihantarkan dengan damai oleh Tuhan sendiri (Ay. 12). Kesukacitaan umat ini juga berdampak pada ciptaan lainnya. Artinya, keselamatan untuk umat Tuhan juga dirasakan oleh ciptaan lainnya. Keselamatan dari Tuhan  adalah untuk semua ciptaan, bukan hanya manusia. Jika itu terwujud, maka semua ciptaan hanya akan memuliakan nama Tuhan. Siapapun yang telah merasakan keselamatan dari Tuhan pasti akan memuliakan nama-Nya. Keselamatan ini juga akan menjadikan semua umat menjadi ciptaan yang baru, yang bermanfaat bagi ciptaan lainnya (Ay. 13).

Roma 8 : 1 – 11
Bagian dari tulisan Rasul Paulus ini menjelaskan tentang kehidupan manusia yang dipimpin oleh Roh Kudus dan dilingkupi oleh kasih Allah,  atau disebut hidup dalam Roh. Hidup dalam Roh berarti hidup yang dipimpin oleh Roh Kudus. Apapun yang dipikirkan dan dilaksanakan semuanya mengikuti kehendak Roh Kudus.

Ada dua jenis kehidupan manusia, yaitu manusia yang hidup menurut daging dan manusia yang hidup menurut Roh. Manusia yang hidup menurut daging adalah mereka yang hanya memikirkan dan menuruti keinginannya saja, tidak takluk pada hukum Allah dan merupakan perseteruan dengan Allah (Ay. 5,6). Bahkan di ayat 7,8 tertulis bahwa orang yang hidup dalam daging itu hidupnya tidak takluk pada hukum Allah, oleh sebab itu tidak mungkin berkenan kepada Allah. Ujung dari kehidupan dalam daging ini adalah maut/kematian, atau mengalami penghukuman Allah. Sebaliknya, orang yang hidup dalam Roh, ia hidup menuruti kehendak Roh Kudus (Ay. 5). Hidup dalam keinginan Roh Kudus itu membawa hidup dalam damai sejahtera (Ay. 6).

Rasul Paulus mengingatkan jemaat di Roma bahwa mereka yang telah menerima Kristus, tidak lagi hidup dalam daging, menuruti keinginan manusia, tetapi telah diubah oleh Allah hingga menjadi hidup dalam Roh. Hidup dalam kendali Roh Kudus yang taat pada hukum-hukum Tuhan dan berupaya hidup berkenan di hadapan Allah. Hidup dalam Roh itu, tidak menuruti keinginan sendiri, tetapi menuruti kehendak Allah. Semua orang yang telah menerima Kristus dimampukan hidup seperti itu, karena mereka telah ditebus, dibebaskan dari kuasa dosa. Mereka bukan lagi orang-orang hukuman karena dosa, melainkan menjadi orang merdeka yang hidupnya dimerdekakan dari kuasa dosa (Ay. 1).

Peran Roh Kudus sangat besar, bahkan luar biasa bagi kehidupan orang percaya. Roh Kuduslah yang memampukan orang percaya untuk hidup dengan selalu menaati hukum-hukum Tuhan. Roh Kudus memberikan kekuatan, supaya mau untuk tetap hidup seperti seharusnya orang Kristen yang dikehendaki Tuhan. Roh Kudus juga yang menjadikan orang percaya tetap hidup dalam pengharapan kepada Tuhan. Mereka tidak perlu khawatir, karena dalam pergumulanpun Roh Kudus membimbing dan menunjukkan jalan keluar yang dikehendaki Allah. Pada intinya, orang yang hidup dalam Roh, hidupnya tidak lagi menuruti keinginannya sendiri, tetapi melakukan apa yang Tuhan inginkan.

Menurut Rasul Paulus, kehidupan seperti itu bisa dialami oleh manusia karena Kristus yang telah memberikan diri-Nya, darah-Nya di kayu salib sebagai korban penebusan dosa. Dalam tradisi Perjanjian Lama, korban semacam itu dilakukan melalui darah binatang/anak domba, tetapi ternyata itu tidak bisa benar-benar menebus atau membebaskan  manusia dari dosa. Manusia masih jatuh pada berbagai pelanggaran yang membawanya pada penghukuman. Itulah sebabnya, Tuhan Yesus menebus semuanya supaya mereka terbebas dari penghukuman dosa. Semua penghukuman akibat dosa telah diambil alih oleh Tuhan Yesus melalui kematian-Nya di kayu salib. Adapun kemenangan-Nya menjadikan manusia mampu hidup dalam Roh, hidup yang memberlakukan kehendak Tuhan, tidak lagi hidup dalam daging seperti sebelumnya (Ay. 9).  Tubuh manusia memang fana, tetapi Roh Kudus akan menghidupkan orang percaya, sehingga tetap mampu hidup benar seperti yang Tuhan kehendaki (Ay. 11). Kuncinya hanya satu, yaitu membiarkan Kristus untuk tetap ada dalam hidup kita (Ay. 10). Hidup dalam pimpinan Roh Kudus itulah cara hidup Kristen menurut Paulus.

 Matius 13 : 1 – 9, 18 – 23
Perikop ini merupakan perikop yang pertama dalam Injil Matius yang berisi tentang pengajaran Tuhan Yesus dalam perumpamaan. Tujuannya adalah untuk mempermudah orang-orang memahami pengajaran-Nya. Ada 7 perumpamaan tentang Kerajaan Sorga dalam Injil Matius, yaitu perumpamaan tentang seorang penabur (Mat. 13:1-23); perumpamaan tentang lalang di antara gandum (Mat. 13:24-30); perumpamaan tentang biji sesawi (Mat. 13:31-35); perumpamaan tentang harta terpendam dan mutiara yang berharga (Mat. 13:44-46); perumpamaan tentang pukat (Mat. 13:47-52); perumpamaan tentang pengampunan (Mat. 18:21-35); perumpamaan tentang orang-orang upahan di kebun anggur (Mat. 20:1-16). Bagi kebanyakan orang, hal Kerajaan Sorga itu merupakan sebuah misteri (lih. Mat.13:13). Sulit dipahami, apalagi oleh orang-orang selain murid-murid Tuhan Yesus.

Matius 13:1-23 menjelaskan perumpamaan tentang seorang penabur. Dalam kehidupan orang-orang di Palestina, hal menabur benih merupakan aktifitas sehari-hari yang sangat biasa dan bisa dilakukan oleh siapapun. Biasanya mereka menaruh benih itu dalam kantong/tas kulit yang diselempangkan di bahu.

Dalam perikop tersirat bahwa penabur/petani itu memiliki benih yang sama-sama bagus, bisa tumbuh di mana saja, tetapi ternyata hasilnya tidak sama. Semua tergantung dari tanah yang ditaburinya. Hal ini disampaikan oleh Tuhan Yesus setelah Dia menjelaskan tentang siapapun yang melakukan kehendak Allah, mereka adalah keluarga-Nya, atau disebut keluarga Allah (Mat. 12:50). Orang yang melakukan kehendak Allah adalah mereka yang mendengarkan suara Allah. Semua orang memang punya pendengaran, tetapi kemampuan untuk benar-benar mendengarkan dan memahami firman Tuhan itu tidaklah sama.

Dalam perumpamaan-Nya, Tuhan Yesus menjelaskan bahwa ada empat tipe tanah yang menerima benih atau yang menghasilkan buah meski berasal dari penabur yang sama. Yang pertama adalah tanah yang ada di pinggir jalan (Ay. 4); yang kedua adalah tanah yang ada di daerah berbatu-batu (Ay. 5); ketiga adalah tanah yang bersemak duri (Ay. 7); keempat adalah tanah yang baik (Ay. 8). Semua penabur pasti mengharapkan buah dari apa yang ditaburnya. Pada kenyataannya jenis tanah yang pertama, kedua, dan ketiga tidak bisa menghasilkan buah karena benih yang tumbuh menjadi tanaman itu tidak berumur panjang. Tanaman itu sudah mati sebelum berbuah. Ada yang dimakan burung sebelum bertumbuh, karena tanahnya berada di pinggir jalan; ada yang baru tumbuh sudah layu, oleh panas matahari karena tumbuh di tanah yang tipis dan berbatu-batu; ada yang mati karena terhimpit semak berduri. Yang mampu tumbuh dengan baik dan berbuah hanyalah benih yang tumbuh di tanah yang baik. Itupun hasilnya tidak sama. Ada yang seratus kali lipat, ada yang enam puluh kali lipat, ada yang tiga puluh kali lipat. Tuhan Yesus menunjukkan kenyataan bahwa benih yang jatuh di tanah yang sama-sama baikpun, ternyata hasilnya juga bisa berbeda-beda.

Dalam hal ini Tuhan Yesus ingin menjelaskan bahwa benih firman Tuhan memang ditaburkan ke berbagai tipe manusia, namun yang berhasil menghasilkan buah tidaklah semuanya. Menghasilkan buah atau tidak, berbuah lebat atau tidak, semuanya bergantung pada kemampuan seseorang mendengarkan firman Tuhan. Bukan hanya mendengar, tetapi mendengarkan, yang artinya mendengar-memahami-melakukan firman Tuhan. Mampu mendengarkan firman Tuhan berarti mampu melakukan firman Tuhan dalam kehidupan sehari-hari. Harus diakui bahwa perlu perjuangan yang sangat keras untuk bisa menjadikan benih itu tumbuh dan menghasilkan buah.

Firman Tuhan yang tertaburkan di pinggir jalan memang bisa berlalu begitu saja karena langsung lenyap dimakan burung. Firman Tuhan yang didengar itu langsung sirna, bahkan tidak sempat dicerna dan dimengerti. Waktunya sangat singkat, langsung terkalahkan/hilang karena “kuasa” lain yang menyingkirkannya atau sengaja mengenyahkannya (burung – ayat 4, 19). Hal itu berbeda dengan Firman Tuhan yang sempat didengar dan diterima dengan gembira, seperti benih yang bisa tumbuh namun cepat mati karena tumbuh di tanah yang berbatu (Ay. 20-21). Tanahnya hanya sedikit. Dasarnya tidak kuat, sehingga tanaman itu cepat layu dan mati, meski hanya karena sengatan sinar matahari. Penindasan dan penganiayaan bisa menjadikannya meninggalkan Tuhan. Persoalan-persoalan kehidupan bisa menjadikan Firman Tuhan tidak bermakna lagi. Dasar imannya memang tidak kuat (tanah yang tipis). Sinar matahari yang seharusnya bisa memberikan kehidupan, ternyata bisa juga membinasakan apabila dasarnya tidak kuat atau dipahami dengan tidak benar. Hal berikutnya adalah tanaman yang sempat tumbuh di tanah yang bersemak-duri. Persoalan yang berat menghimpit juga bisa menjadikan Firman Tuhan tidak bisa dipahami dengan benar. Firman Tuhan yang didengar sempat tumbuh, artinya sempat untuk dipahami, tetapi akhirnya tidak bisa dilakukan karena himpitan persoalan hidup, yaitu kekuatiran dunia dan tipu daya kekayaan (Ay. 22). Akhirnya Firman itu menjadi mati, tidak dilakukan atau berlalu begitu saja, dan tidak berbuah.

Firman Tuhan yang tertaburkan pada jenis tanah yang baik jelas mampu menghasilkan buah. Firman Tuhan yang didengarkannya itu dimengerti dan dilakukan. Tanah yang baik itu ibarat dasar iman yang baik dan kuat, subur dan siap memberi pertumbuhan, akhirnya menghasilkan buah yang artinya hidupnya bermanfaat bagi pihak lain. Menghasilkan buah artinya mendengarkan dan melakukan Firman Tuhan serta hidupnya bermanfaat/ berbuah bagi orang lain. Hidupnya bukan untuk dinikmati sendiri, tetapi bisa bermanfaat untuk orang lain. Dalam perumpamaan ini Tuhan Yesus juga menjelaskan bahwa kemampuan berbuah itupun tidak sama. Ada yang hidupnya bermanfaat bagi banyak orang, bagi sebagian orang, dan bagi sedikit orang. Yang jelas, tujuan Sang Penabur adalah tanaman bisa berbuah, berapapun buahnya.

Dengan kata lain, perikop ini mengharapkan manusia  memiliki semacam  “spiritual hearing”, mendengarkan secara rohani, dan itu akan memampukan manusia memiliki perspektif baru dalam memahami Firman Tuhan. Apapun Firman Tuhan yang didengarkan, maka itu harus dilakukan supaya hidupnya bisa menjadi berkat, atau bermanfaat bagi orang lain.

Benang Merah Tiga Bacaan
Upaya Allah untuk menyelamatkan manusia dan memberi pengertian kepada mereka tentang keselamatan dan Kerajaan Allah dilakukan melalui berbagai cara. Tujuannya tiada lain selain menyelamatkan mereka dan supaya mereka tetap hidup di dalam Tuhan, atau hidup di dalam Roh.  Manusia harus berperan aktif dalam merespon cinta kasih Allah itu, supaya hidupnya menjadi berkat (“berbuah”).

 

Rancangan Khotbah: Bahasa Indonesia
(Ini hanyalah sebuah rancangan khotbah, silakan dikembangkan sesuai dengan konteks jemaat masing-masing)

Pendahuluan
Semua orang normal bisa mendengar, namun orang yang bisa mendengar itu belum tentu mampu mendengarkan. Mendengar dan mendengarkan itu  berbeda. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Online, mendengar artinya: 1. dapat menangkap suara (bunyi) dengan telinga; tidak tuli, 2. mendapat kabar, 3. telah mendengarkan (dalam resolusi, keputusan, dan sebagainya), 4. menurut; mengindahkan; mendengarkan. Sedangkan mendengarkan artinya : 1. mendengar akan sesuatu dengan sungguh-sungguh; memasang telinga baik-baik untuk mendengar; 2. memperhatikan; mengindahkan; menurut  (nasihat, bujukan, dan sebagainya).

Jadi, memang berbeda antara mendengar dengan mendengarkan. Mendengar merupakan proses pasif, tidak disengaja, dan sensorik dimana kita merasakan suara. Ini adalah respon fisiologis yang melibatkan persepsi kita tentang suara dan tidak memerlukan perhatian. Sedangkan mendengarkan merupakan proses aktif dan disengaja yang melibatkan pemahaman kata-kata dan suara yang kita dengar. Kita dapat mengembangkan respon emosional terhadap apa yang kita dengar. (Kompas.com, 26 Oktober 2021, 14.29 WIB)

Isi
Saat menjelaskan tentang Kerajaan Sorga dalam perumpamaan tentang penabur, Tuhan Yesus menjelaskan betapa pentingnya seseorang mendengarkan Firman Allah. Siapa bertelinga, hendaklah ia mendengar! (Mat. 13:9). Firman Tuhan bisa didengar oleh siapapun, tetapi mereka yang mendengar belum tentu mendengarkan dalam pengertian melakukan apa yang didengar itu. Kemampuan untuk mendengarkan Firman Tuhan bukan hanya tergantung pada telinga, tetapi juga pada pemahaman dan kehendak untuk melakukan apa yang didengarkan. Yang disebut sebagai mendengarkan Firman Tuhan itu adalah mereka yang mendengar (menggunakan telinga) Firman Tuhan, memahaminya, lalu memutuskan untuk melakukan Firman Tuhan itu dalam hidupnya. Ada peran aktif manusia untuk melakukannya.

Kemampuan untuk mendengarkan Firman Tuhan, dalam pengertian melakukannya, sangat tergantung dari “keadaan tanah” dimana benih yang adalah Firman Tuhan itu ditaburkan. “Tanah” atau manusia yang mendengar Firman Tuhan itu memiliki dasar iman yang berbeda-beda. Ada yang “tipis” saja, dalam arti tidak cukup mampu memahami arti Firman Tuhan yang didengarnya. Karena tidak mampu memahaminya, maka Firman Tuhan itu berlalu begitu saja, tidak berpengaruh apapun dalam hidupnya. Ada juga yang sudah memiliki  iman percaya kepada Tuhan Yesus, tetapi ternyata masih “situasional”, sangat bergantung pada situasi yang dihadapinya. Mereka mampu memahami Firman Tuhan yang mereka dengar, tetapi tidak bertahan lama karena tantangan atau penderitaan yang mereka hadapi. Firman itu menjadi tidak bermakna di saat menghadapi  pergumulan hidup. Pergumulan yang dihadapi menjadikan hidupnya berada dalam kekhawatiran, menjadi tidak lagi mengandalkan Tuhan, bahkan melupakan bahwa Tuhan sudah berjanji untuk menyelamatkan mereka (lih. bacaan 1).

Mereka paham bahwa Tuhan pasti menyelamatkan mereka, namun pemahaman ini terkalahkan oleh kekhawatiran dan ketidak-mampuan bertahan dalam pergumulan yang dihadapi. Iman percayanya kepada Tuhan Yesus menjadi layu dan akhirnya mati. Himpitan persoalan hidup yang dialami tidak menjadikannya semakin dekat dan mengandalkan Tuhan, sebaliknya justru menjadikan iman percayanya menjadi mati. Mereka lupa bahwa  semua Firman Tuhan itu tidak ada yang sia-sia dalam hidup manusia (Yes. 55:11).

Berbeda dengan hal di atas, ada juga Firman Tuhan yang didengarkan oleh orang-orang yang siap memberlakukan Firman itu dalam hidup mereka. Ini bagaikan benih yang ditabur di tanah yang baik. Firman Tuhan yang diterima itu benar-benar “subur”, terwujud dalam perilaku setiap hari, menghasilkan buah, atau menjadi berkat bagi ciptaan lainnya. Firman Tuhan yang telah didengar itu benar-benar bisa dirasakan, dilihat oleh sesamanya. Orang lain bisa “melihat” atau “mendengarkan” Firman Tuhan itu melalui perilakunya. Apakah mereka tidak mengalami tantangan dan himpitan dalam hidupnya? Pasti mengalami! Namun mereka telah mampu memahami tantangan dan penderitaan itu dalam perspektif yang berbeda, yaitu perspektif kehendak Allah yang menyelamatkannya. Bukan perspektif manusia yang hanya bisa melihatnya  dari sudut penderitaannya saja.

Sesungguhnya umat Tuhan dimampukan untuk melakukan hal seperti di atas. Hal ini dikarenakan setiap orang percaya telah Tuhan bebaskan dari belenggu kuasa iblis seperti kekhawatiran, ketakutan, dll, dan menjadi hidup dalam Roh. Hidup dalam pimpinan Roh itulah yang memampukan manusia melihat apapun yang terjadi dalam hidupnya itu dalam perspektif yang berbeda. Apapun yang terjadi dalam hidupnya, selalu dimaknai dari rencana karya penyelamatan Tuhan untuk manusia yang dikasihi-Nya.

Apakah buah-buah dari orang-orang yang mendengarkan Firman Tuhan? Hidupnya menjadi berkat bagi banyak orang. Hidup bermanfaat bagi orang lain tentunya memerlukan kerelaan untuk tidak memenuhi keinginan sendiri, melainkan membiarkan hidupnya dipimpin oleh Roh Kudus (lih. bacaan 2). Hidupnya bermanfaat bagi orang lain, bukan hanya bagi diri sendiri atau keluarganya saja. Sesungguhnya semua orang dimampukan untuk berperan aktif menjadi berkat bagi sesama, berperan aktif sebagai warga kerajaan Allah yang berusaha mewujudkan tanda-tanda kerajaan Allah, yaitu kasih, sukacita, damai sejahtera, kebenaran, dan keadilan. Semua itu menjadi buah perilaku yang dinampakkan oleh orang-orang yang hidupnya dipimpin oleh Roh Kudus. Itulah gaya hidup orang-orang yang sudah diselamatkan, atau gaya hidup warga kerajaan Allah. Dalam kitab Yesaya disebut sebagai kehidupan umat Tuhan yang juga harus diberlakukan oleh Israel dengan berperilaku baik dan mau belajar memahami rancangan Tuhan yang selalu baik untuk umat-Nya (Yes. 55:6-9). Atau, dalam surat Roma oleh Paulus disebut sebagai cara hidup orang-orang yang sudah ditebus oleh Kristus.

Hal aktif mendengarkan Firman Tuhan bisa dilakukan oleh siapa saja, laki-laki maupun perempuan, yang hidupnya mau dipimpin oleh Roh Kudus, bukan menuruti keinginan sendiri. Perlu perjuangan untuk tetap bisa menjadi “tanah yang subur” dan “berbuah” bagi semua ciptaan. Jangan sampai kemampuan untuk mendengarkan Firman Tuhan dan menjadi berkat itu terhimpit oleh berbagai persoalan kehidupan. Janganlah kita hanya puas sebagai penonton bagi orang lain yang hidupnya “berbuah lebat”.

Penutup
Pekan wanita GKJW 2023 yang dimulai pada hari ini mengingatkan kita semua, khususnya kaum wanita, sudahkah kita berperan aktif sebagai warga Kerajaan Allah? Sudahkah hidup kita diwarnai dengan wujud dari mendengarkan Firman Tuhan? Kita, khususnya para wanita, apakah hidup kita sudah menjadi berkat bagi semua ciptaan? Ataukah kita sudah bangga ketika hidup kita sudah bermanfaat bagi diri sendiri dan keluarga? Wanita yang berbuah lebat atau menjadi berkat pasti hidupnya berlimpah dengan kasih yang siap dibagikan kepada siapapun. Kasihnya menjadi perwujudan kasih Kristus yang menyelamatkan umat-Nya. Hidupnya diliputi dengan sukacita, damai sejahtera, kebenaran, dan keadilan sebagaimana yang sudah Kristus teladankan dan itu untuk semua orang.

Tuhan menganugerahkan kepada wanita kemampuan yang lebih untuk mendengarkan dengan lebih baik. Artinya, wanita sesungguhnya juga diberi karunia untuk lebih bisa melakukan Firman Tuhan dalam hidupnya. Selanjutnya, wanita juga seharusnya lebih bisa menjadi berkat bagi siapapun. Di saat hidupnya bermanfaat bagi semua ciptaan, saat itulah sesungguhnya dia sudah mendengarkan Firman Tuhan. Amin. [YM].

 

Pujian: KJ. 52 : 1 – 3   Sabda Tuhan Allah

Rancangan Khotbah: Basa Jawi
(Punika namung rancangan khotbah, saged dipun kembangaken miturut konteks pasamuwan piyambak)

Pambuka
Sadaya tiyang normal punika saged mireng punapa kemawon, nanging dereng tamtu saged mirengaken. Mireng lan mirengaken punika pancen benten. Miturut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Online, mireng tegesipun: 1. saged mireng swanten kanthi talingan; boten budheg,                     2. mireng pawartos, 3. sampun mirengaken (ing resolusi, keputusan, lsp),            4. Bangun turut; nggatosaken; mirengaken. Dene mirengaken tegesipun:         1. mirengaken kanthi saestu; masang talingan kanthi sae supados mireng;           2. nggatosaken; ngestokaken; nuruti, (pitutur, pangajak, lsp).

Pramila, pancen benten antawisipun mireng kaliyan mirengaken. Mireng punika satunggaling proses pasif, boten dipun sengaja, lan sensorik ing pundi kita  ngraosaken wontenipun swanten. Punika dados respon fisiologis, ingkang namung mbethahaken pangertosan kita ing bab swanten punika lan boten mbethahaken kawigatosan. Dene mirengaken punika proses aktif lan dipun sengaja ingkang mbethahaken pangertosan ing bab ukara lan swanten ingkang kapireng. Kita saged nggelar respons emosional dhumateng punapa ingkang kita pirengaken. (Kompas.com, 26 Oktober 2021, 14.29 WIB).

Isi
Gusti Yesus nerangaken  bab Kraton Swarga kanthi pasemon bab tiyang nyebar wiji. Gusti Yesus nerangaken bilih saestu wigati tumrap manungsa supados saged mirengaken sabdanipun Gusti. “Sapa kang duwe kuping ngrungokna” (Mat. 13:9). Pangandikanipun Gusti saged kapireng dening sinten kemawon, ananging para tiyang punika dereng tamtu mirengaken ing pangertosan nindakaken punapa ingkang sampun dipun pirengaken. Kesagedan kangge mirengaken pangandikanipun Gusti punika boten namung gumantung ing talingan kemawon, ananging ugi wonten ing pangertosan lan krenteg kangge nindakaken punapa ingkang sampun dipun pirengaken. Ingkang dipun wastani mirengaken pangandikanipun Gusti punika, para tiyang ingkang mireng (ngangge talingan) bab pangandikanipun Gusti, dipun mangertosi, lajeng nggadhah krenteg kangge nindakaken pangandikanipun Gusti ing gesangipun. Tegesipun, wonten peran aktif saking manungsa kangge nindakaken pangandikanipun Gusti.

Kasagedan kangge mirengaken pangandikanipun Gusti, ingkang tegesipun nindakaken, punika gumantung ing kawontenanipun “siti”  ing pundi wiji punika badhe kasebar. “Siti” utawi manungsa ingkang mirengaken pangandikanipun Gusti punika nggadhah dhasar iman kapitadosan ingkang benten-benten. Wonten ingkang “tipis” kemawon, tegesipun boten saged mengertos ing bab pangandikanipun Gusti ingkang sampun kapirengaken. Karana boten saged dipun mangertosi, pramila pangandikanipun Gusti punika lajeng kados muspra, boten ngaruh ing pigesanganipun. Ugi wonten ingkang sampun nggadhah iman kapitadosan dhateng Gusti, nanging taksih gumantung ing kawontenan ingkang dipun adhepi (situasional). Para tiyang punika saged mangertos ing bab pangandikanipun Gusti ingkang sampun kapirengaken, ananging boten ngantos dangu sampun boten wonten paedahipun, awit saking ngadhepi mawerni-werni panandhang lan kasangsaran. Panandhang ing gesangipun ndadosaken tiyang punika lajeng gesang ing salebeting raos kuwatos, boten ngandelaken Gusti, kepara kesupen kaliyan prasetyanipun Gusti ingkang badhe milujengaken gesangipun (waosan 1).

Tiyang-tiyang punika mangertos bilih Gusti tamtu paring kawilujengan, nanging pangertosan punika kawon dening raos was sumelang lan boten saged ngadhepi panandhang ingkang dipun adhepi. Iman kapitadosanipun dhumateng Gusti Yesus dados alum lan wusananipun pejah. Panandhang ingkang dipun alami boten ndadosaken piyambakipun langkung celak lan ngandelaken Gusti, kosok wangsulipun malah ndadosaken kecalan iman kapitadosanipun. Tiyang-tiyang punika kesupen bilih pangandikanipun Gusti punika boten wonten ingkang nglaha tumrap gesanging manungsa (Yes. 55:11).

Benten kaliyan prekawis ingkang kaserat ing nginggil, wonten ugi pangandikanipun Gusti ingkang kapireng dening para tiyang ingkang sampun cumadhang kangge nindakaken pangandikanipun Gusti kalawau ing pigesanganipun. Punika kados dene wiji ingkang kasebar ing pasiten ingkang sae. Pangandikanipun Gusti ingkang kapireng punika saestu “ngrembaka”, kawujudaken ing laku saben dintenipun, ngasilaken woh, utawi saged dados berkah tumrap titah sanesipun. Pangandikanipun Gusti ingkang kapirengaken saestu saged karaosaken, dipun tingali dening sesaminipun. Tiyang sanes saged “ningali” utawi “mirengaken” pangandikanipun Gusti lumantar tumindakipun.

Punapa para tiyang punika boten ngadhepi pakewet lan panandhang ing gesangipun? Tamtu inggih ngadhepi! Ananging para tiyang punika saged mangertosi bab pekewed lan panandhang ingkang dipun alami punika kanthi cara paningal (perspektif) ingkang benten, inggih punika ningali saking karsanipun Gusti ingkang paring kawilujengan. Sanes cara paningal (perspektif)  manungsa ingkang namung saged ningali saking bab kasangsaranipun kemawon.

Estunipun umat kagunganipun Gusti sami kasagedaken nindakaken kados prekawis ing nginggil. Awit saben tiyang pitados dening Gusti sampun kauwalaken saking panguwaosing iblis kadosdene was sumelang, raos ajrih, lsp, lan sampun gesang ing Roh. Gesang ingkang tinuntun ing Roh punika ndadosaken manungsa saged ningali punapa kemawon ing gesangipun kanthi cara paningal (perspektif) ingkang benten. Punapa kemawon ingkang dipun alami ing gesangipun, tansah dipun mangertosi saking rancangan lan pakaryanipun Gusti ingkang milujengaken manungsa ingkang saestu dipun tresnani.

Lajeng, punapa “woh” ingkang kaasilaken dening para tiyang ingkang mirengaken pangandikanipun Gusti? Gesangipun saged dados berkah tumrap tiyang kathah. Gesang ingkang maedahi tumrap tiyang sanes, tamtunipun kedah purun gesang boten namung nyekapi kabetahanipun piyambak, ananging sumadya gesangipun tinuntun ing Roh Suci (waosan 2). Gesangipun maedahi tumrap tiyang sanes, boten namung kangge dhiri pribadi lan brayatipun kemawon. Estunipun sadaya tiyang kasagedaken tumindak aktif selaku warganing kratonipun Allah ingkang kedah tansah ngupadi mujudaken tandha-tandha rawuhipun kratoning swarga, inggih punika wontenipun katresnan, kabingahan, tentrem rahayu, kabecikan lan kaadilan. Sadaya punika dados wohing pakarti ingkang kawujudaken dening para tiyang ingkang gesangipun tinuntun ing Roh Suci. Punika ugi dados ciri-wanci tumrap manungsa ingkang sampun kawilujengaken dening Gusti, utawi dados ciri-wanci tumrap warganing kraton swarga. Ing kitab Yesaya kasebut minangka gesanging umat kagunganipun Gusti ingkang ugi kedah katindakaken dening Israel kanthi tumindak sae lan purun sinau mangertosi bab rancanganipun Gusti ingkang tamtu sae tumrap umat kagunganIpun (Yes. 55:6-9).

Bab saged aktif mirengaken pangandikanipun Gusti estunipun saged katindakaken dening sinten kemawon, jaler lan estri, ingkang gesangipun purun tinuntun ing Roh Suci, boten miturut pikajengipun piyambak. Manungsa kedah ngupadi supados tansah saged dados “siti ingkang sae” lan ngedalaken “woh” kangge sadaya titah. Sampun ngantos kesagedan kita kangge mirengaken pangandikanipun Gusti lan  dados berkah punika katindhes  dening mawerni-werni panandhang ing gesang kita. Kita sampun ngantos rumaos lega awit sampun saged ningali (dados penonton) kemawon dhateng gesangipun tiyang sanes ingkang saged ngedalaken “woh lan gembel”.

Panutup
“Pekan Wanita GKJW 2023” ingkang kawiwitan ing dinten punika, ngengetaken kita sami, maliginipun kaum wanita, punapa kita selaku warga kratoning swarga inggih sampun tumut nyambut damel? Punapa gesang kita sami ugi sampun mujudaken saking mirengaken pangandikanipun Gusti? Kita sami, maliginipun kaum wanita, punapa gesang kita sampun saestu dados berkah tumrap sadaya titah? Utawi kita sampun sami mongkog menawi gesang kita sampun maedahi tumrap dhiri pribadi lan brayat kita? Kaum wanita ingkang ngedalaken “woh” ingkang gembel utawi saged dados berkah tamtu gesangipun kebak sih katresnan ingkang tamtu saged karaosaken dening  saben tiyang.

Gusti paring kanugrahan dhateng kaum wanita arupi kesagedan ingkang langkung sae kangge mirengaken. Tegesipun, kaum wanita estunipun ugi kaparingan kanugrahan langkung saged nglampahi  pangandikanipun Gusti ing gesangipun. Selajengipun, kaum wanita kedahipun ugi saged dados berkah tumrap sinten kemawon. Nalika gesangipun maedahi kangge sadaya titah, lah inggih ing wekdal punika kaum wanita estunipun sampun mirengaken pangandikanipun Gusti.  Amin. [YM].

 

Pamuji: KPJ. 210 : 1, 2    Wong Nyenyebar Esuk lan Sore

Renungan Harian

Renungan Harian Anak