Minggu Biasa | Pekan Wanita
Stola Hijau
Bacaan 1: Amos 7 : 7 – 15
Mazmur: Mazmur 85 : 8 – 14
Bacaan 2: Efesus 1 : 3 – 14
Bacaan 3: Markus 6 : 14 – 29
Tema Liturgis: Wanita GKJW : “Wani” !
Tema Khotbah: Wanita Berani Menyembuhkan “Luka” Demi Generasi yang Terbuka akan Didikan Tuhan
Penjelasan Teks Bacaan:
(Tidak perlu dibaca di mimbar, cukup dibaca saat mempersiapkan khotbah)
Amos 7 : 7 – 15
Tuhan memberikan gambaran “Tali Sipat”, yaitu tali pengukur tegak lurus. Ia memegang tali pengukur itu untuk melihat apakah tembok itu tegak lurus atau tidak. Sebuah tembok yang pada mulanya didirikan dengan memakai Tali Sipat, tentu akan menjadi tegak lurus. Tetapi akhirnya rusak dan menjadi miring serta tidak bisa dipertahankan lagi, sehingga harus diruntuhkan sebelum memakan korban. Tali Sipat ini merupakan lambang pengukur terhadap perilaku bangsa Israel. Yesaya 28:17a: “Dan Aku akan membuat keadilan menjadi tali pengukur dan kebenaran menjadi tali sipat”. Dengan kebenaran dan keadilan Tuhan sungguh nyata bahwa kehidupan bangsa Israel telah mengalami kerusakan parah dan telah menjadi miring. Allah bermaksud menegur mereka namun kenyataannya teguran itu tidak diterima. Mereka tidak mengakui kesalahan yang ada pada mereka. Padahal kesepuluh perintah Allah telah mereka langgar semuanya.
Pemberitaan yang disampaikan Amos dianggap melawan pemerintah yang berkuasa saat itu. “Sebab beginilah dikatakan Amos : Yerobeam akan mati terbunuh oleh pedang dan Israel pasti pergi dari tanahnya sebagai orang buangan”. Tetapi bangsa Israel tidak menangkap pesan itu untuk menjalankan kebenaran dan keadilan, sebagai seruan yang harus dihargai. Akhirnya Amazia mengusir Amos dari Betel dengan menghinanya, “Pelihat, pergilah, enyahlah ke tanah Yehuda! Carilah makananmu disana dan bernubuatlah disana!”. Amos dianggap sebagai pengganggu ketenangan dan menyusahkan. Amos dianggap sebagai nabi bayaran yang mencari nafkah dengan bernubuat.
Amos menegaskan bahwa ia menjadi nabi bukan dengan tujuan mencari makan dan untuk mendapatkan upah. Ia hanya seorang gembala dan pemungut buah ara hutan. Tetapi Tuhan mengambil aku dari pekerjaan menggiring kambing domba, dan Tuhan berfirman kepadaku: “Pergilah, bernubuatlah terhadap umat-Ku Israel.” Amos tidak bernubuat atas kehendak manusia tetapi karena panggilan langsung dari Allah yang menjadikannya nabi. Amos tidak takut terhadap intimidasi dan ancaman Amazia, sebab ia yakin bahwa Firman Tuhan harus disampaikan.
Efesus 1 : 3 – 14
Rasul Paulus menjelaskan kekayaan di sini bukanlah kekayaan dunia yang kita peroleh melalui kerja keras namun kekayaan rohani yang kita peroleh melalui anugerah Allah melalui Yesus Kristus. Kekayaan di sini adalah segala berkat rohani di dalam Sorga. Kekayaan rohani adalah Allah telah memilih kita untuk menjadi anak-anak-Nya (Ay. 1). Allah telah memilih kita bahkan sebelum dunia dijadikan supaya kita kudus dan tak bercacat dihadapan-Nya. Pemilihan itu bukan karena kehebatan kita tetapi karena kasih karunia Allah. Kekayaan orang percaya adalah Allah menyatakan rahasia kehendak-Nya sesuai dengan rencana kerelaan-Nya (Ay. 2). Biasanya rahasia diungkapkan kepada orang yang dipercaya dan dekat. Kekayaan rohani adalah kita dimeteraikan oleh Roh Kudus yang dijanjikan-Nya (Ay. 3). Roh Kudus hanya bekerja bagi setiap orang yang percaya dan mengenal Yesus Kristus sebagai Juru Selamat umat manusia. Roh Kudus adalah jaminan bagi kita sampai kita memperoleh seluruhnya, yakni penebusan yang menjadikan kita milik Allah untuk memuji kemuliaan-Nya. Hal ini merupakan warisan yang sangat luar biasa.
Markus 6 : 14 – 29
Herodias menyimpan dendam kepada Yohanes Pembaptis, karena sang nabi menegur dosanya. Perempuan itu meninggalkan suaminya (Filipus) lalu kawin dengan iparnya, yaitu adik suaminya sendiri, Herodes Antipas. “Tidak boleh engkau mengambil istri saudaramu!” tegur Yohanes kepada Herodes. Sejak saat itu Herodis berupaya membunuh Yohanes Pembaptis tetapi tidak berhasil. Sekalipun Herodes menggunakan kuasanya untuk memenjarakan Yohanes Pembaptis, tetapi ia merasa segan bahkan melindunginya. Lalu saat Herodes merayakan ulang tahun dan tarian putri Herodias menyenangkan hatinya, ia berjanji mengabulkan apapun permintaannya. Herodias memanfaatkan momentum itu. Melalui putrinya dendamnya terlampiaskan. Yohanes Pembaptis dibunuh.
Benang Merah Tiga Bacaan:
Mengingatkan dan diingatkan selalu menjadi perkara yang berat dan sulit untuk dilakukan dalam kehidupan sehari-hari. Seringkali orang enggan untuk mengingatkan karena takut. Takut menyakiti dan menyinggung perasaan orang lain, sehingga banyak orang memilih diam daripada mengingatkan orang tersebut. Ketika kita diingatkan seringkali kita terluka dan malu. Tidak sedikit orang menjadi marah ketika diingatkan. Sama dengan kisah bangsa Israel ketika diingatkan Tuhan melalui Amos. Peringatan yang disampaikan Amos tidak ditanggapi sebagai suatu hal yang berharga, justru mereka mengusir Amos yang mengingatkan mereka kepada jalan yang benar. Demikian juga kisah Herodias yang tidak bisa menerima ketika diingatkan oleh Yohanes Pembaptis. Dampaknya sangat mengerikan, sampai menjadikannya tega membunuh Yohanes Pembaptis dengan cara dipenggal kepalanya. Namun bacaan yang kedua kembali mengingatkan kita, siapa sebenarnya kita. Kita adalah orang-orang pilihan yang dipanggil untuk memuji kemuliaan Tuhan, bukan memuji kemuliaan diri sendiri. Kepada orang yang tidak bersedia mengingatkan dan diingatkan, pertanyaan reflektifnya: siapa yang kita pertahankan di dalam kehidupan kita, diri kita sendiri atau kemuliaan Tuhan?
Rancangan Khotbah: Bahasa Indonesia
(Ini hanyalah sebuah rancangan khotbah, silakan dikembangkan sesuai dengan konteks jemaat masing-masing)
Pendahuluan
Manusia rentan mengalami luka dalam hidupnya. Tidak hanya fisik namun juga batinnya. Luka kadangkala memberi jejak pengalaman yang berharga dalam kehidupan. Namun sayangnya, banyak orang tidak menyadari bahwa luka itu ada, membekas, dan menggores dalam hidup. Luka itu soal kesadaran, ya kesadaran akan pengakuan bahwa luka itu ada. Disanalah setiap kita diundang untuk melihat serta menyadari pengalaman yang mendahuluinya. Kesadaran akan pengalaman saat luka itu menghampiri, terlebih kesadaran akan sebuah perubahan besar agar luka kita menjadi pengalaman yang berharga, tanpa harus menyisakan derita panjang.
Memasuki pekan wanita, sebagai wanita sudahkah kita menyadari bahwa diri kita rentan terluka? Bahkan luka itu tersimpan sampai dengan hari ini. Setiap wanita beragam ceritanya, beragam pula lukanya. Ketika banyak hal terjadi tidak seperti yang kita harapkan, kita menjadi terluka. Cara melahirkan anak, tidak sesuai dengan harapan kita, harapannya melahirkan normal nyatanya operasi caesar, kita terluka. Harapannya bisa menyusui anaknya, nyatanya hanya bisa susu formula, kita terluka. Harapannya anak-anak sekolah dengan lancar tetapi ada saja kendalanya, kita terluka. Harapannya suami bisa bekerja dengan lancar, namun nyatanya di PHK, kita terluka, dan masih banyak, luka-luka yang lainnya. Namun, adakah luka yang amat mendalam bagi seorang ibu? Seorang ibu pasti akan sangat terluka ketika melihat anak-anaknya memiliki perilaku yang tidak sopan, tidak beretika, tidak berbakti kepada orang tuanya, dan tidak beribadah kepada Tuhan. Setiap ibu pasti mengarahkan dan mendidik anak-anaknya menjadi pribadi yang baik, sopan, beretika, berbakti kepada orang tua, menghargai sesama, dan takut akan Tuhan.
Isi
Melihat bacaan hari ini, kita diperhadapkan dengan orang-orang yang mengeraskan hati, seperti bangsa Israel dan Herodias. Tentu saja kita tidak mengharapkan anak-anak kita melakukan seperti yang dilakukan oleh bangsa Israel dan Herodias ini. Orang-orang yang mengeraskan hati terhadap didikan Tuhan.
Tuhan memberikan gambaran “Tali Sipat”, yaitu tali pengukur tegak lurus. Ia memegang tali pengukur itu untuk melihat apakah tembok itu tegak lurus atau tidak. Sebuah tembok yang pada mulanya didirikan dengan memakai Tali Sipat, tentu akan menjadi tegak lurus. Tetapi akhirnya rusak dan menjadi miring serta tidak bisa dipertahankan lagi sehingga harus diruntuhkan sebelum memakan korban. Tali Sipat ini merupakan lambang pengukur terhadap perilaku bangsa Israel. Yesaya 28:17a: “Dan Aku akan membuat keadilan menjadi tali pengukur dan kebenaran menjadi tali sipat”. Dengan kebenaran dan keadilan Tuhan sungguh nyata bahwa kehidupan bangsa Israel telah mengalami kerusakan parah dan telah menjadi miring. Allah bermaksud menegur mereka namun kenyataannya teguran itu tidak diterima. Mereka tidak mengakui kesalahan yang ada pada mereka. Padahal kesepuluh perintah Allah telah mereka langgar semuanya.
Pemberitaan yang disampaikan Amos dianggap melawan pemerintah yang berkuasa saat itu. “Sebab beginilah dikatakan Amos : Yerobeam akan mati terbunuh oleh pedang dan Israel pasti pergi dari tanahnya sebagai orang buangan”. Bangsa Israel tidak menangkap pesan untuk menjalankan kebenaran dan keadilan, sebagai seruan yang harus dihargai. Akhirnya Amazia mengusir Amos dari Betel dengan menghinanya “Pelihat, Pergilah, enyalah ke tanah Yehuda! Carilah makananmu disana dan bernubuatlah disana!”. Amos dianggap sebagai pengganggu ketenangan dan menyusahkan. Amos dianggap sebagai nabi bayaran yang mencari nafkah dengan bernubuat.
Amos menegaskan ia menjadi nabi bukan dengan tujuan mencari makan dan untuk mendapatkan upah. Ia hanyalah seorang gembala dan pemungut buah ara hutan. ”Tetapi Tuhan mengambil aku dari pekerjaan menggiring kambing domba, dan Tuhan berfirman kepadaku: “Pergilah, bernubuatlah terhadap umat-Ku Israel”. Amos tidak bernubuat atas kehendak manusia tetapi karena panggilan langsung Allah yang menjadikannya seorang nabi. Amos tidak takut terhadap intimidasi dan ancaman Amazia, sebab ia yakin bahwa Firman Tuhan harus disampaikan.
Demikian juga dengan Herodias memiliki dendam yang membara terhadap Yohanes Pembaptis. Luka yang tidak pernah sembuh, berdampak tidak baik. Herodias menyimpan dendam kepada Yohanes Pembaptis, karena sang nabi menegur dosanya. Perempuan itu meninggalkan suaminya (Filipus) lalu kawin dengan iparnya, yaitu adik suaminya sendiri, Herodes Antipas. “Tidak boleh engkau mengambil istri saudaramu!” tegur Yohanes Pembaptis kepada Herodes. Sejak saat itu Herodias berupaya membunuh Yohanes Pembaptis tetapi tidak berhasil. Sekalipun Herodes menggunakan kuasanya untuk memenjarakan Yohanes Pembaptis, tetapi ia merasa segan bahkan melindunginya. Lalu saat Herodes merayakan ulang tahun dan tarian putri Herodias menyenangkan hatinya, ia berjanji mengabulkan apapun permintaannya. Herodias memanfaatkan momentum itu. Melalui putrinya dendamnya terlampiaskan. Yohanes Pembaptis dibunuh.
Bukankah mestinya kita malu dihadapan Allah, jika kita terus menerus mengeraskan hati terhadap didikan Tuhan. Karena menurut bacaan yang kedua, kita adalah orang-orang yang menerima kekayaan rohani. Kita adalah orang-orang pilihan yang dipanggil untuk memuji kemuliaan Tuhan, bukan memuji kemuliaan diri sendiri. Bagi orang yang tidak bersedia mengingatkan dan diingatkan, pertanyaan reflektifnya : ”Siapa yang kita pertahankan di dalam kehidupan kita, diri kita sendiri atau kemuliaan Tuhan?”
Penutup
Bagaimana pengalaman kita sebagai seorang ibu, seorang perempuan. Ketika kita memiliki luka, kita menyadari atau tidak? Kita bersedia untuk berpulih dari luka-luka itu atau tidak? Sudahkah kita terbuka akan panggilan Tuhan, bahwa kita dipanggil untuk menerima warisan kekayaan rohani. Yang mestinya kekayaan rohani itu mengharuskan kita terbuka akan adanya pembaharuan dalam diri, menjadi lebih baik dari hari kemarin. Supaya anak-anak yang tinggal bersama dengan kita, anak-anak yang kita dampingi dapat belajar dari teladan nyata seorang ibu. Apakah yang akan terjadi jika banyak perempuan berlaku seperti bangsa Israel dan Herodias yang mengeraskan hati akan didikan Tuhan? Bagaimana generasi selanjutnya akan bertumbuh?
Marilah kita membangun relasi yang baik dengan semua orang. Ketika kita harus diiingatkan, mari kita terima peringatan itu dengan lapang dada, dengan keterbukaan diri akan didikan dan tuntunan Tuhan. Demikian pada saat kita mengingatkan orang lain, kita pun memiliki keberanian karena kita sudah pernah berproses bagaimana ketika diingatkan dan menjadi semakin baik. Perempuan memiliki peran yang penting, yaitu memberi teladan kepada anak-anak dan gerenasi penerusnya. Mari kita menjadi perempuan dan jemaat yang berani dalam arti yang baik, berani menyembuhkan luka-luka dalam diri, berani terbuka terhadap pembaruan diri, dan berani terbuka akan didikan Tuhan. Selamat menjadi wanita yang berani. Roh Kudus menolong setiap kita yang berani menyatakan kebenaran dalam kehidupan kita. Amin. [Life].
Pujian: KJ. 407 : 1, 4 Tuhan, Kau Gembala Kami
Rancangan Khotbah: Basa Jawi
(Punika namung rancangan khotbah, saged dipun kembangaken miturut konteks pasamuwan piyambak)
Pambuka
Manungsa gampil nandang tatu ing salebeting gesangipun. Mboten namung ing badanipun kemawon ananging ugi ing manahipun. Tatu wonten ing kala mangsanipun dados pengalaman ingkang wigatos. Ananging emanipun, mboten kathah manungsa ingkang sadar lan ngraosaken bilih tatu punika wonten, lajeng mbekas, lan mboten saged ical. Tatu punika prekawis bab kesadaran lan kita saged ngraosaken bilih tatu punika sanyatanipun wonten. Ing ngriku kita katimbalan supados mirsani sarta ngraosaken kadadosan ingkang sampun kalampahan ing wiwitanipun, kesadaran nalika kadadosan tatu nempuh kita, langkung-langkung malih kesadaran kedah wontenipun ewah-ewahan gesang supados tatu kalawau dados pengalaman ingkang wigatos, tanpa nilar kasisahan ingkang awrat.
Lumebet ing Pekan Wanita, minangka wanita punapa inggih sampun sami saged ngraosaken bilih tatu punika sanyatanipun wonten lan mbekas ngantos ing samangke. Saben wanita kathah pengalamanipun, ugi kathah tatunipun. Nalika kathah prekawis ingkang kadadosan mboten sami kaliyan pengajeng-ajeng kita, kita nandang tatu. Pangajeng-ajengipun saged babaran kanthi normal, ananging nyatanipun operasi caesar, kita nandang tatu. Pangajeng-ajengipun saged paring ASI kangge anakipun, ananging nyatanipun namung saged maringi susu formula, kita nandang tatu. Pangajeng-ajengipun anak-anak kita saged sekolah kanthi lancar ananging wonten kemawon pambenganipun, kita nandang tatu. Pangajeng-ajengipun semah kita saged nyambut damel kanthi lancar ananging nyatanipun kenging PHK, kita nandang tatu, lan taksih kathah malih tatu-tatu sanesipun. Ananging wonten satunggal prekawis ingkang saestu murugaken minangka ibu nandang sisah lan tatu ingkang awrat, inggih punika nalika anakipun dados pribadi ingkang mbalela, mboten wanuh dhateng tiyang sepuh lan dhumateng Gusti Allah. Ing kawastanan ibu mesti kepingin anakipun dados tiyang ingkang sae, ingkang bekti dhumateng tiyang sepuh lan wanuh dhumateng Gusti Allah.
Isi
Nggatosaken waosan kita ing dinten punika, kita saged mirsani pribadi-pribadi ingkang wangkot, kadosdene bangsa Israel lan Herodhias. Tamtunipun kita mboten kepingin anak-anak kita nindakaken kadosdene bangsa Israel lan Herodhias kalawau. Tiyang-tiyang ingkang sami wangkot, mboten purun mirengaken pitedah lan piwucal saking Gusti Allah.
Gusti Allah paring gegambaran lumantar “tali sipat gantung”, inggih punika tali kangge ngukur tegak lurus. Tali sipat gantung kangge mirsani punapa tembokipun sampun kenceng punapa dereng. Tembok ingkang kawangun ngginakaken ukuran punika mesthi asilipun badhe kenceng, ananging saged ugi saklajengipun dados miring, pramila kedah dipun rubuhaken supados mboten mbebayani tumraping liyan. Tali sipat gantung punika minangka gegambaran kangge ngukur kados pundi gesangipun bangsa Israel. Yesaya 28:17a: “Lan kaadilan bakal Sundadosake tali ukuran, sarta kabeneran Sundadekake tali panyipat. ” Lumantar kaadilan lan kaleresanipun Gusti Allah dados nyata bilih gesangipun bangsa Israel ngalami karisakan lan sampun nyimpang saking marginipun Allah. Gusti Allah ngersakaken lan ngengetaken supados bangsa Israel wangsul ing margi kaleresan, ananging pepenget punika mboten dipun tampi kanthi legawaning manah. Bangsa Israel mboten sumadya ngakeni kalepatanipun, kamangka nyatanipun bangsa Israel sampun nerak angger-anggeripun Gusti Allah.
Pawartos ingkang dipun asta dening Amos dipun anggep nglawan panguawos ing kala semanten. “Awit pangucapipun Amos makaten: Sang Prabu Yerobeam bakal seda kapupu ing pedhang, lan Israel mesthi lunga saka ing tanahe, dadi wong buwangan.” Ananging bangsa Israel mboten nganggep pesan punika supados sageda nindakaken kaleresan lan kaadilan, minangka pepenget ingkang kedah enggal dipun estokaken. Pungkasanipun Amazia ngusir Amos saking Betel, “Wong sidik, lungaa, ngungsia menyang ing tanah Yehuda! Goleka pangan mrana lan medhara wangsit ing kana bae”. Amos dipun wastani dados reridu ingkang ngganggu katentreman lan nyusahaken kemawon. Amos dipun anggep dados nabi bayaran ingkang pados nedha lumantar pamecanipun.
Amos negesaken bilih piyambakipun dados nabi punika mboten karana tujuan pados tedhan lan bayaran. Amos nyebataken bilih piyambakipun ngingu wedhus lan ngundhuhi woh sikmah. Nanging ”Gusti nimbali aku saka ing panggonanku angon wedhus, lan dipangandikani mangkene: Sira lungaa, medhara wangsit marang umatingSung Israel.” Amos anggenipun paring pameca mboten karana pepinginanipun piyambak ananging karana Gusti Allah ingkang nimbali Amos supados dados nabi. Amos babar pisan mboten ajrih kaliyan panguwaos lan ancamanipun Amazia, karana Amos saestu yakin bilih pangandikanipun Gusti Allah kedhah dipun aturaken dhateng bangsa Israel.
Makaten ugi cariosipun Herodhias ingkang nyimpen dendam tumrap Yokanan Pambaptis. Tatu ingkang mboten kasarasaken, dampakipun saestu awon. Herodhias nyimpen dendam dhateng Yokanan Pambaptis, karena sampun ngengetaken bab dosanipun. Herodhias nilar garwanipun (Filipus) lajeng semah kaliyan Herodhes Antipas. “Mboten kenging paduka mundhut garwa garwanipun sadherek paduka!” Yokanan Pambaptis ngengetaken dhateng Herodhes. Wiwit kadadosan punika, Herodhias kepingin mejahi Yokanan Pambaptis ananging mboten kasil. Ingkang sejatosipun Herodhes ngginakaken pangwaosipun kangge nyepeng Yokanan Pambaptis ananging Herodhes rumaos ering pramila dipun ayomi. Saklajengipun dumugi ing dinten wiyosanipun Sang Prabu Herodhes, putrinipun Herodhias lumebet ing panggenan bujana lan beksa, njalari sukaning panggalihipun Sang Prabu Herodhes lan para tamu tamunipun. Sang Prabu Herodhes lajeng janji badhe maringi punapa kemawon ingkang dados panyuwunipun putrinipun kalawau. Putri kalawau banjur matur dhateng ibunipun, punapa ingkang kula suwun? Wangsulanipun Sang ibu sirahipun Yokanan Pambaptis. Lumantar putrinipun, Herodhias ngginakaken wekdal punika kangge mejahi Yokanan Pambaptis.
Mestinipun kita lingsem dhumateng Gusti Allah bilih kita mangkotaken manah kita dhateng piwucalipun Gusti. Karana lumantar waosan kita kaping kalih, kita sami kaengetaken bilih kita punika nggadhahi hak tampi warisan kasugihan sacara karohanen. Kita punika umat pilihanipun Gusti Allah piyambak, ingkang katimbalan dados kagunganipun Gusti supados Asma-Nipun Gusti kaluhuraken. Sanes kangge muji-muji dhiri kita piyambak. Pramila kita kedhah sagah ngengetaken lan dipun engetaken. Bilih kita mboten sagah ngengetaken lan dipun engetaken, wonten pitakenan reflektif: ”Sejatosipun sinten ingkang kita gungaken ing pigesangan kita? Dhiri kita pribadi punapa Gusti Allah?”
Panutup
Kados pundi pengalaman ibu-ibu sedaya? Punapa nate nandang tatu punapa mboten? Kita saged ngraosken punapa mboten bilih tatu punika saestu wonten? Bilih saged lan nate ngraosaken nandang tatu, punapa kita sumadya nyarasaken lan mulihaken? Punapa kita inggih sampun sami tinarbuka dhateng timbalanipun Gusti, bilih kita kapiji nampi warisan kasugihan rohani. Ingkang mestinipun kasugihan kalawau ndadosaken kita sagah dadosi gesang kita piyambak dados sansaya sembada lan sansaya sae tinimbang sakderengipun. Supados anak-anak kita saged nyonto gesang ingkang sembada saking ibunipun. Punapa ingkang badhe kadadosan bilih kathah ibu utawi wanita ingkang nindhakaken kadosdene bangsa Israel lan Herodhias ingkang mangkotaken manahipun tumrap piwucalipun Gusti? Kados pundi gesang generasi saklajengipun?
Sumangga kita sami mbangun sesambetan ingkang sae, ingkang kebak katresnan kaliyan sedaya tiyang. Bilih kita dipun engetaken kaliyan sedherek kita, sumangga kita tampi kanthi legawa lan eklasing manah. Kita sami sumadya nampeni piwucal dan pepenget saking Gusti lumantar sedherek-sedherek kita kalawau. Supados nalika kita kedah ngengetaken dhateng sedherek sanes ingkang nindakaken kalepatan, kita wantun ngengetaken awit kita sampun nggadahi pengalaman nalika lepat lan dipun engetaken sarta murugaken gesang kita langkung sae lan sembada. Minangka ibu, kita nggadahi peran ingkang wigatos, inggih punika paring tuladha gesang ingkang sae, gesang ingkang wanuh dhumateng Gusti Allah. Sumangga kita dados wanita ugi pasamuwan ingkang wantun, wantun ing salebeting pangertosan ingkang sae, inggih punika wantun ngakeni lan nyarasaken tatu ingkang saweg kasandhang, wantun ndandosi gesang ingkang kirang prayogi, ingkang lepat, ingkang kirang leres ing ngarsanipun Gusti. Dados wanita ingkang sumadya dipun wucal dening Gusti Yesus piyambak. Sugeng dados wanita ingkang kendhel. Roh Suci badhe mitulungi kita ingkang kendhel nindakaken karsanipun Gusti. Amin. [Life].
Pamuji: KPJ. 452 : 1 – 4 Tekading Manah Kawula