Berawal Dari Alam, Tuhan Memanggil UmatNya Hidup Menjadi Berkat Khotbah Minggu 14 Januari 2018

3 January 2018

Bulan Penciptaan
Stola Putih

Bacaan 1         : 1 Samuel 3: 1-10
Bacaan 2         : 1 Korintus 6: 12-20
Bacaan 3         : Yohanes 1:  43-51

Tema Liturgis  : Alam menunjukkan Tuhan dan kuasa keselamatanNya.
Tema Khotbah: Berawal dari alam Tuhan memanggil umatNya hidup menjadi berkat.

 

KETERANGAN BACAAN
(Tidak perlu dibaca di mimbar, cukup dibaca saat mempersiapkan khotbah)

1 Samuel 3:1-10

Bait Suci menjadi tempat yang istimewa bagi umat Israel dan Imam. Begitu pula bagi Samuel, walaupun masih muda. Imam Eli yang tidur dan hampir buta menggambarkan keadaan hubungan yang tidak baik antara umat Israel dengan Allah. Lampu rumah Allah yang belum padam, artinya hampir padam, menggambarkan sikap dan perilaku Imam yang tidak layak di hadapan Allah. Namun demikian, masih ada firman Allah yang disampaikan, yaitu melalui Samuel.

Dalam keadaan umat Israel dan imamnya yang memprihatinkan seperti itu dan di dalam Bait Suci itu, Tuhan mendatangi Samuel, memanggilnya dan bersabda kepadanya. Bait Suci itu menjadi tempat di mana Allah menyatakan kehendak dan rencanaNya atas keluarga Imam Eli dan seluruh bangsa Israel. Di dalam Bait Suci itu, Samuel bertemu dengan Tuhan dan mendengarkan Dia bersabda kepadanya. Peristiwa itu dialami oleh Samuel secara pribadi, dalam kesendirian, tidak dalam perhimpunan umat Allah.

 

1 Korintus 6:12-20

Di sini Paulus berbicara tentang hidup (tubuh) dalam hubungannya dengan Kristus. Hidup orang yang dibaptis menjadi satu dengan Kristus dan menjadi milikNya. Hidup orang yang dibaptis diisi dengan Roh oleh Allah. Karena itu, hidup orang percaya menjadi tempat suci Roh Kudus. Oleh sebab itu, hidup orang yang sudah dibaptis bukanlah untuk mencari kesenangan, kenikmatan dan kepuasan dengan percabulan dan penyembahan berhala. Sikap hidup dan perilaku yang cabul, berdosa dan menyembah berhala akan merusak hidup yang sudah disucikan oleh Kristus. Sebaliknya, hidup atau tubuh ini harusnya adalah alat dan tempat untuk memuliakan Allah.

 

Yohanes 1:43-51

Dalam perikop ini kita membaca tentang panggilan Filipus dan Natanael. Filipus dipanggil langsung oleh Kristus sendiri, tidak seperti Andreas, yang dibawa kepada Kristus oleh Yohanes, atau Petrus, yang diajak oleh saudaranya. Allah menggunakan berbagai macam cara untuk membawa pulang orang-orang pilihan-Nya kepada-Nya. Filipus dipanggil sebelum ia sendiri mencari Yesus: Yesus bertemu dengan Filipus. Yesus memutuskan untuk berangkat ke Galilea untuk memanggilnya. Natanael diajak kepada Kristus oleh Filipus.

Yesus melihat Natanael datang, dan menyambutnya dengan perkataan yang sangat menyukakan hati: “Lihat, inilah seorang Israel sejati.” Dia memujinya sebagai orang yang jujur. Natanael sangat terkejut akan hal ini. Kristus memberinya bukti lebih lanjut tentang kemahatahuan-Nya, tentang dia dan ibadah yang selama ini dilakukannya. “Sebelum Filipus memanggil Engkau, Aku telah melihat engkau di bawah pohon ara.” Sangatlah mungkin bahwa pada waktu Natanael berada di bawah pohon ara, seperti Ishak di kebun, ia sedang merenung, berdoa, dan dengan khidmat mengucapkan janji yang tidak boleh dilanggarnya kepada Tuhan. Kristus melihat apa yang tersembunyi. Duduk di bawah pohon ara menandakan keheningan dan ketenangan roh, yang sangat membantu dalam bersekutu dengan Allah (Mi. 4:4; Za. 3:10).

Natanael oleh karena itu memperoleh keyakinan iman yang teguh bahwa Yesus adalah Anak Allah, Raja orang Israel. Kristus oleh karena itu membangkitkan harapan-harapan dan impian-impian Natanael kepada sesuatu yang lebih hebat lagi (ay. 50-51).

Kristus di sini menunjukkan penerimaan-Nya dan, tampaknya, kekaguman-Nya akan iman Natanael yang begitu tulus: “Karena Aku… melihat engkau di bawah pohon ara, maka engkau percaya?” Ia kagum bahwa pertanda yang begitu kecil itu menimbulkan dampak yang begitu besar. “Engkau akan melihat hal-hal yang lebih besar dari pada itu,” yaitu mujizat-mujizat Kristus, kebangkitan-Nya, kenaikan-Nya ke sorga dan kedatangan-Nya yang kedua kali. “Engkau akan melihat langit terbuka, dan malaikat-malaikat Allah turun naik kepada Anak Manusia.”

BENANG MERAH TIGA BACAAN

Ketiganya menyebut 3 tempat yang istimewa: di Bait Suci (Samuel dipanggil Tuhan). Tubuh kita adalah Bait Roh Kudus. Natanael di bawah pohon ara.

 

RANCANGAN KHOTBAH: Bahasa Indonesia
(Ini hanya sebuah rancangan… bisa dikembangkan sendiri sesuai konteks jemaat)

Pendahuluan 

Gedung-gedung gereja di Eropa pada umumnya, sama seperti Masjid-masjid di Indonesia pada umumnya, pintunya tidak pernah dikunci. Dengan begitu, bahkan diharapkan, orang dapat dan suka datang kapan saja bersembahyang di rumah Allah itu. Sebaliknya, suatu hari pernah terjadi ada seorang Pendeta GKJW sedang dalam kekalutan “terdampar” di suatu kota besar di Indonesia. Dia datang ke sebuah gereja dan bertemu dengan suami pendeta gereja itu lalu meminta ijin masuk ke dalam gedung gereja itu untuk berdoa di dalamnya. Tentu pendeta GKJW itu ingin bertemu Tuhan dan mengungkapkan kekalutan hatinya kepadaNya di dalam rumahNya yang suci itu. Namun anehnya, suami pendeta gereja itu tidak mengijinkan pendeta ini masuk ke dalam gedung gereja itu.

Isi

Bait Suci sebagai rumah Allah menjadi tempat yang istimewa. Sebelum dikandung, Samuel dimintakan oleh Hana, ibunya, dengan doa yang adreng (dengan sangat sungguh-sungguh) kepada Tuhan di Bait Suci. Setelah lahir dan disapih, ia diserahkan dan dibesarkan di lingkungan Bait Suci. Samuel ditemui dan dipanggil oleh Allah di rumah Allah itu. Dia dipanggil menjadi nabi Allah untuk menyampaikan kehendakNya kepada umat dan pemimpin Israel. Waktu itu, mereka berada dalam hubungan yang tidak baik dengan Allah karena sikap dan perilaku mereka yang tidak pantas, seperti perbuatan anak-anak Imam Eli yang melecehkan korban persembahan umat Israel. Kondisi itu tergambar dalam kondisi Imam Eli yang tidur dan hampir buta. Fiman dan penglihatan dari Allah juga jarang terjadi, yang tergambar dalam lampu Bait Suci yang menjelang padam. Firman Allah yang adalah terang kehidupan dinyalakan, diterima kembali oleh Samuel dan diberitakan kembali melalui dia kepada mereka berawal dari Bait Suci.

Natanael juga mendapat panggilan Tuhan Yesus untuk menjadi rasulNya. Dia tidak dipanggil secara langsung oleh Tuhan Yesus, tidak seperti Petrus, Yohanes dan Filipus yang dicari dan ditemui langsung oleh Tuhan Yesus. Natanael mendapat panggilan Tuhan Yesus melalui Filipus yang mengajaknya datang kepadaNya.

Sebelum datang menemui Tuhan Yesus, Natanael berada di bawah pohon ara, diduga di kebun anggurnya sendiri. Tuhan Yesus mengetahui apa yang diperbuat oleh Natanael di bawah pohon ara itu, walaupun Dia tidak langsung menemui atau melihat dia di sana. Kesengajaan Tuhan Yesus menyebut Natanael berada di bawah pohon ara itu, Tuhan Yesus menunjukkan kematahuanNya tentang Natanael dan tentang apa yang akan dilakukan dan dialami oleh Tuhan Yesus sendiri. Selain itu, Tuhan Yesus juga menghargai apa yang diperbuat Natanael di bawah pohon ara itu. Sangat mungkin, di bawah pohon ara itu Natanael merenung, berdoa untuk bangsanya dan penyerahan diri dengan jujur serta janjinya kepada Tuhan -seperti dinubuatkan dalam Mikha 4:4. Sehingga, Tuhan Yesus memuji dia sebagai “…orang Israel sejati”.

Pohon ara bukanlah pohon yang besar, tetapi di bawahnya orang bisa berteduh dengan tenang. Pohon ara adalah pohon biasa dan yang bisa dijumpai di pinggir-pinggir jalan, tetapi tidak ada pemiliknya. Jika pohon ara itu berada di kebun anggur, berarti ada pemiliknya dan umumnya tidak di pinggir jalan. Jika pohon ara itu berada di kebuh anggur, bawah pohon ara itu menjadi tempat yang hening, jauh dari keramaian, penuh kedamaian, sehingga dia dapat membangun keintiman dengan Tuhan.

Berawal dari pohon ara yang sederhana dan tidak besar itu, ternyata kemudian timbul iman yang sangat besar dan kuat. Kemudian Natanael mengungkapkan imannya kepada Tuhan Yesus: “Rabi, Engkau Anak Allah, Raja orang Israel.” (ay. 49). Pengakuan yang demikian ini bukanlah pengakuan yang mudah. Yang diakui sebagai Anak Allah dan Raja orang Israel yang didambakan itu adalah sosok yang yang sangat istimewa, yang tidak ada duanya, tidak ada bandingannya.

Orang Jawa animisme dan dinamisme suka bersembahyang di tempat-tempat tertentu yang dianggap keramat, mis. di bawah pohon besar -biasanya pohon beringin-, di belik (sumber air). Tetapi Tuhan berkenan memakai pohon yang biasa dan kecil/ sederhana menjadi awal Tuhan menyatakan diri, menyatakan karya, kasih dan kehendakNya. Tuhan juga berkenan atas tempat yang besar dan istimewa, seperti Bait Suci, untuk menyatakan diri, karya, kasih dan kehendakNya. Tubuh kita, hidup kita, juga menjadi tempat yang istimewa bagi Tuhan untuk menyatakan diri, karya, kuasa, kasih dan kehendakNya. Tubuh kita bahkan menjadi Bait Roh Suci.

Karena itu, Rasul Paulus menasehati orang-orang Kristen Korintus dan kita sekarang di sini supaya tubuh/ hidup kita menjadi tempat Tuhan menyatakan keagungan dan kemuliaan diri, karya, kuasa, kasih dan kehendakNya. Untuk itu, hidup kita yang sudah disucikanNya harus kita jaga kesuciannya dari sikap dan perilaku yang tidak pantas, seperti perzinahan, penyembahan berhala atau pengutamaan uang atau harta kekayaan.

Penutup

Mari kita terus menjadikan segala benda alam, segala tempat -lebih-lebih gereja- dan tubuh/ hidup kita untuk mencari, menemukan dan menyatakan keagungan dan kemuliaan hakekat, karya, kuasa, kasih dan kehendak Tuhan. Dengan begitu kita bisa mendapat dan menikmati berkat Tuhan dan menjadi berkat Tuhan bagi semua ciptaanNya.

Pada tahun 1985 ada seorang pemuda GKJW -ketika tubuhnya menderita cidera ringan karena kecelakaan di dalam kendaraan umum yang ditumpanginya- merenung di bawah pohon asem di depan Kantor Kecamatan Banyuputih, Situbondo. Di bawah pohon asem itu ia merenungkan karya dan perjuangan Tuhan Yesus yang tidak berhenti karena hadangan salib. Dari situ pemuda ini bertekat untuk meneruskan perjuangannya mengurus persyaratan untuk sekolah teologi. Dia mengawali tugasnya sebagai pendeta GKJW dengan merenung dan berdoa secara khusus selama 3 hari berturut-turut di gedung gereja tempatnya melayani. Sampai sekarang dia menjadi berkat Tuhan bagi Jemaat-jemaat GKJW dan gereja lain, bahkan sampai ke benua lain. Amin. [st]

 

Nyanyian: KJ. 60:1,5; 62:1,5,7; 66:1,2,4 / KK. 146.

 

 RANCANGAN KHOTBAH: Basa Jawi

Pambuka

Greja-greja ing Eropa umumipun, kados dene Mesjid-mesjid ing Indonesia, korinipun boten nate dipun kancing. Kanthi mekaten, malah dipun ajeng-ajeng, sawanci-wanci tiyang saged mlebet ing greja saperlu sembayang/ ndedonga ing padalemanipun Gusti Allah menika.

Nanging swalikipun, ing satunggaling dinten wonten Pendhita GKJW ingkang bunek penggalihipun karana “terdampar” ing kitha ageng ing Indonesia. Pendhita menika tumuju dhateng satunggaling greja lan pinanggih kaliyan garwanipun Pendhita greja menika, lajeng nyuwun palilah badhe mlebet greja menika kangge ndedonga. Tamtu Pendhita GKJW menika kepengin sapatemon kaliyan Gusti lan ngluntakaken buneking penggalihipun dhumateng Gusti ing padalemanipun ingkang suci menika. Nanging elokipun, garwanipun Pendhita greja menika boten ngidini Pendhita GKJW menika mlebet grejanipun.

Isi

Padaleman Suci minangka padalemanipun Gusti Allah dados papan ingkang mirunggan (istimewa). Saderengipun dipun kandhut, Samuel dipun suwunaken dening Hana, kang ibu, kanthi pandonga ingkang adreng dhumateng Gusti ing Padaleman Suci. Sareng sampun lair lan kasapih, piyambakipun dipun pasrahaken lan kagulawenthah ing Padaleman Suci. Samuel dipun panggihi lan dipun timbali dening Gusti Allah wonten ing padalemanipun Allah menika. Piyambakipun dipun timbali dados nabi kinen mawartosaken karsanipun Gusti Allah dhateng umat lan para pimpinaning bangsa Israel. Nalika semanten, tiyang-tiyang menika ngalami sesambetan ingkang boten sae kaliyan Gusti Allah karana pratingkahipun ingkang boten pantes, kados tumindakipun para putranipun Imam Eli ingkang nyenyamah (melecehkan) pisungsung kurbanipun umat Israel. Kawontenan menika ginambar wonten ing anggenipun Imam Eli ingkang sare lan meh wuta. Sabda lan wahyu saking Gusti Allah awis-awis kapireng, menika ginambar ing lampu Padaleman Suci ingkang badhe enggal kapejahan. Sabdanipun Allah ingkang dados pepadhanging gesang kaurubaken malih, katampi dening Samuel lan kawartosaken malih dhateng para umat kawiwitan saking Padaleman Suci. Timbalanipun Allah ing Padaleman Suci menika dipun tindakaken dening Samuel dados nabi.

Natanael ugi nampi timbalanipun Gusti Yesus dados rasulipun. Piyambakipun boten tinimbalan sacara langsung dening Gusti Yesus, boten kados Petrus, Yokanan lan Filipus ingkang dipun padosi lan dipun panggihi piyambak dening Gusti Yesus. Natanael nampi timbalanipun Gusti Yesus lumantar Filipus ingkang ngajak piyambakipun sowan dhateng Gusti Yesus.

Saderengipun sowan manggihi Gusti Yesus, Natanael mapan wonten ngandhaping wit anjir, mbokbilih ing kebun angguripun piyambak. Gusti Yesus pirsa menapa ingkang dipun tindakaken dening Natanael ing ngandhaping wit anjir menika, nadyan Gusti Yesus boten manggihi utawi mirsani piyambak. Anggenipun kanthi sengaja nyebut Natanael mapan ing ngandhaping wit anjir menika, Gusti Yesus nedahaken bilih Panjenenganipun menika maha mirsa. Gusti Yesus pirsa sinten ta Natanael menika, pirsa menapa ingkang dipun tindakaken dening Natanael, ugi pirsa menapa ingkang badhe dipun alami lan dipun tindakaken dening Gusti Yesus pribadi. Kejawi menika, Gusti Yesus ugi ngajeni menapa ingkang dipun tindakaken dening Natanael ing ngandhaping wit anjir menika. Ketingalipun ing ngriku Natanael reraosan piyambak, ndedonga kagem bangsanipun sarta pasrah diri lan aprajanji dhumateng Gusti -kados ingkang kaweca ing Mikha 4:4. Pramila, Gusti Yesus ngalembana piyambakipun minangka “…wong Israel sejati.”

Wit anjir menika sanes wit ingkang ageng, nanging tiyang saged ngeyup kanthi ayem ing ngandhapipun. Wit anjir menika sampun kulina sanget dipun panggihi ing pinggir-pinggir margi, nanging boten wonten ingkang nggadhahi. Menawi wit anjir menika wonten ing kebun anggur, ateges menika wonten ingkang kagungan lan radi tebih saking pinggir margi. Menawi wit anjir menika mapan wonten ing kebun anggur, andhapipun menika dados papan ingkang sepen, tebih saking kerameyan, kebak katentreman, temah tiyang (Natanael) saged mangun sesambetan ingkang raket sanget kaliyan Gusti.

Kawiwitan saking wit anjir ingkang prasaja lan boten ageng menika, jebul salajengipun tuwuh iman kapitadosan ingkang ageng lan bakuh. Natanael lajeng nglairaken imanipun dhumateng Gusti Yesus: “Guru, Paduka menika Putranipun Allah, Ratuning bangsa Israel” (ay. 49). Pangaken makaten menika sanes pangaken ingkang gampil tuwuh. Ingkang dipun akeni minangka Putranipun Allah lan Ratuning bangsa Israel ingkang dipun idham-idhamaken menika priyantun ingkang mirunggan (istimewa) sanget, namung wonten satunggal lan boten wonten tandhinganipun.

Tiyang Jawi animisme lan dinamisme remen sembayang ing papan-papan tartamtu ingkang wingit lan sinengker, kados ing ngandhaping wit ageng -adatipun wit ringin-, ugi ing belik. Nanging Gusti karenan ngagem wit ingkang limrah lan alit tur prasaja dados wiwitaning anggenipun Gusti nedahaken sarira, mujudaken pakaryan, katresnan lan karsanipun. Gusti ugi karenan dhateng papan ingkang ageng lan mirunggan, kados Padaleman Suci, kagem nedahaken sarira, pakaryan, katresnan lan karsanipun. Badan kita, gesang kita, ugi dados papan ingkang mirunggan kagem Gusti nedahaken sarira, pakaryan, pangwasa, katresnan lan karsanipun. Badan kita malah dados Padalemanipun Roh Suci.

Awit saking menika, Rasul Paulus paring pitutur dhateng tiyang-tiyang Kristen ing Korinta lan kita sedaya ing ngiriki samangke, supados badan/ gesang kita dados papan kagem Gusti nedahaken agung lan mulyaning pakaryan, pangwasa, katresnan lan karsanipun. Ingkang menika, gesang kita ingkang sampun kasucekaken menika kedah kita jagi saking sarupaning pratingkah ingkang boten pantes, kados laku bedhang lan nyembah brahala utawi namung ngendelaken arta utawi raja brana.

Panutup

Sumangga kita lajengaken ngagem sedaya barang alam, sadhengah papan -langkung-langkung greja/ Padalemanipun Allah- lan badan/ gesang kita kagem ngupadi, manggihaken lan nedahaken agung lan mulyaning hakekat, pakaryan, pangwasa, katresnan lan karsanipun Allah. Kanthi mekaten kita saged pikantuk lan ngraosaken berkahipun Gusti sarta dados berkahipun Gusti tumrap sedaya titah.

Ing taun 1985 wonten satunggaling pemuda GKJW –nalika badanipun tatu karana ngalami kacilakan ing kendharaan umum ingkang dipun titihi- reraosan piyambak ing ngandhaping wit asem sangajenging Kantor Kecamatan Banyuputih, Situbondo. Ing ngandhaping wit asem menika piyambakipun nggegilut pakaryan lan perjuanganipun Gusti Yesus ingkang boten mandheg karana pepalang salib. Saking ngriku pemuda menika nglajengaken tekatipun ngurusi prasarat kangge sekolah teologi. Piyambakipun miwiti jejibahanipun selaku pendhita GKJW kanthi reraosan piyambak lan ndedonga sacara mirunggan dangunipun 3 dinten ing lebeting gedung greja papan paladosanipun. Ngantos sapriki piyambakipun saged dados berkahipun Gusti kagem pasamuwan-pasamuwan GKJW lan greja sanes, malah ngantos ing manca nagari. Amin. [st]

 Pamuji: KPK. 308:1-3; 46:1-4; 136:1,2  / KK. 146.

Renungan Harian

Renungan Harian Anak